I. LATAR BELAKANG
Pada saat pasien dalam tahap terminal maka keluarga pasien kadang kadang
memerlukan pelayanan yang terfokus pada kebutuhan yang unik dari masing-masing
pasien.
Pasien bisa menjalani suatu gejala lain yang berhubungan dengan proses penyakitnya
atau terapi kuratifnya, kadang kadang dibutuhkan bantuan dalam menghadapinya
secara psikososial, cultural maupun spiritual sebelum ajalnya.. Pasien dapat pula
merasakan nyeri berkaitan dengan terapi atau prosedur seperti nyeri pasca operasi,
nyeri waktu latihan fisioterapi kadang terjadi nyeri akut sehubungan degnan
penyakitnya yang sudah kronis.
Tujuan rumah sakit dalam manajemen nyeri atau pelayanan pasien tahap terminal
adalah menentukan pelayanan yg tersedia (seperti unit pelayanan paliatif atau
hospice), jenis pelayanan yang disediakan, jenis pelayanannya apa saja serta perilaku
pasien yang harus dilayani.
Proses manejemen nyeri dalam pelayanan pasien tahap terminal :
Meyakinkankan pasien bahwa nyeri dan gejala-gejala lain akan dikaji dan dikelola
dengan tepat.
Memastikan pasien yang berada dalam keadaan nyeri atau terminal akan
diperlakukan dengan menjunjung tinggi harga diri dan respek.
Mengedukasi pasien dan keluarga mengenai manajemen nyeri dan gejala lain.
Untuk mengatur hal-hal tersebut, maka disusunlah suatu kebijakan rumah sakit.
II.
TUJUAN
isu
yang
sensitif
seperti
autopsi,
donasi
organ,
III.
KEBIJAKAN
1. Kehendak langsung dari pasien (Advanced Directives)
1.1.
Kebijakan :
a. RS menghormati seluruh kehendak langsung dari pasien, sejauh
pasien berada dalam kondisi yang secara hukum memenuhi
persyaratan untuk mengambil keputusan atas dirinya sendiri.
b. RS
menghormati
kehendak
langsung
pasien
sejauh
tidak
penolakan
tindakan
resusitasi
menggunakan
formulir
Landasan Kebijakan.
Resusitasi Jantung Paru (RJP)/Cardiopulmonary Resuscitation (CPR)
yang dilakukan di rumah sakit pada pasien-pasien terminal walau sukses
mengembalikan denyut jantung dan pernapasan spontan, namun kurang
berhasil untuk membuat pasien bertahan hingga pulang.
26 46%
22 28%
Ventricular Arrythmia
19 50%
0 3,5%
Neurologic disease
0 6,7%
Renal Failure
0 10%
Respiratory disease
0 7%
Sepsis
0 7%
2)
0,6%
2)
2.3.
2.4.
Terminal illness
2.5.
pasien
yang
dinyatakan
mampu
merupakan
pertimbangan utama.
b. Bilamana pasien tidak berada dalam kondisi mampu mengambil
keputusan untuk dirinya sendiri (lihat kebijakan advanced directives),
maka keluarganya akan dapat mengambil keputusan untuk dirinya.
c. Keluarga yang berhak mengambil keputusan mengikuti SK Direktur
tentang informed consent maupun peraturan pemerintah terkait.
d. Sedikitnya 2 anggota keluarga terdekat menanda-tangani form
Penolakan Tindakan Resusitasi Jantung Paru.
2.6.
Pengumuman DNR
a. Pasien yang telah dinyatakan DNR diberikan tanda dalam bentuk
kancing warna ungu yang terpasang pada gelang pasien.
2.7.
keberatan
dengan
status DNR
tersebut,
kecuali
3. Kebijakan
menahan
menghentikan
tindakan
life
support
3.2.
Tujuan
Untuk memfasilitasi penanganan dan pelayanan yang nyaman dalam
proses penghentian. Kebijakan ini berlaku untuk pasien yang telah
dinyatakan DNR atau dinyatakan akan dihentikan support kehidupannya.
Kebijakan ini berlaku pula bagi pasien yang terintubasi dan terpasang
ventilasi mekanik yang :
6
untuk
meningkatkan
pemberian
obat
yang
Gasping,
gaduh
dan/atau
peningkatan
respiratory
effort,
batuk/tercekik.
i.
j.
3.4.
Kebijakan
mencabut
menghentikan
tindakan
penunjang
hidup
dokter spesialis lain, terkait dengan kondisi pasien, dan salah satunya
harus dokter konsultan intensif (KIC)
b. Keputusan mencabut / menghentikan tindakan penunjang hidup
didasarkan indikasi medik yang jelas, dan telah dikomunikasikan
pada keluarga dengan hubungan 1 tingkat, (pasangan hidup, orang
tua atau anak kandung), dan pihak keluarga telah memberikan
persetujuan tertulis.
c. Di mana perlu pihak dokter / rumah sakit dapat mengundang Komite
Etik dan/atau Medikolegal untuk pengambilan keputusan ini.
d. Di mana perlu, keluarga dapat meminta kehadiran rohaniawan dalam
pengambilan keputusan ini.
e. Sebelum pencabutan / penghentian tindakan penunjang hidup,
dipersiapkan
obat-obat
yang
menjamin
kenyamanan
proses
untuk
meningkatkan
pemberian
obat
yang
Gasping,
gaduh
dan/atau
peningkatan
respiratory
effort,
batuk/tercekik.
Peningkatan heart rate atau mean arterial pressure lebih dari 20%
diatas kondis sebelum pencabutan / penghentian life support
sebelum sedasi.
i.
juga
alasan
indikasi
penambahan
dosis
obat
yang
meningkatkan kenyamanan.
j.
4.2.
ulang
perlu
dilakukan
untuk
mencegah
kesalahan
4.4.
11
mulai dari suami/istri, orang tua kandung, anak kandung dan terakhir
saudara kandung.
b. Keluarga diberi penjelasan bahwa setelah pasien dinyatakan mati
batang otak, maka akan dilakukan penghentian seluruh tindakan
dengan sebelumnya mengkomunikasikan dengan keluarga.
c. Bilamana keluarga pasien belum dapat menerima, maka pihak rumah
sakit memberi waktu kepada keluarga untuk melalui fase denial.
d. Second opinion dapat diminta oleh pihak keluarga dalam fase denial,
dan dalam hal ini, DPJP akan berkomunikasi dengan dokter yang
diminta oleh pihak keluarga sebagai second opinion sesuai kebijakan
RS tentang second opinion.
e. Selama fase denial dokter dapat menolak melakukan tindakan medik
invasif yang tidak sesuai dengan etika kedokteran bilamana perlu,
namun dengan tetap mengkomunikasikan kepada pihak keluarga.
12
13