Anda di halaman 1dari 4

Keamanan Energi sebagai Keamanan Maritim

Gal Luft and Anne Korin (ed.). Energy Security Challenges for the 21st Century.
California: ABC-CLIO. 2009

Ketergantungan dunia pada energi terutama minyak dan gas masih sangat tinggi. Posisi
Timur Tengah, khususnya Arab Saudi sebagai pemasok utama belum tergantikan. Sedangkan
sebagai konsumen terbesar adalah negara-negara Asia pada umumnya. Diperkirakan dua per tiga
perdagangan minyak dunia didistribusikan melalui jalur laut. Hal ini berarti bahwa perairan
Samudera Hindia, Selat Malaka, dan Laut Cina Selatan menjadi jalur utama perdagangan minyak
dan gas.
Di sisi lain, upaya pencarian sumber-sumber minyak dan gas tetap dilakukan oleh hampir
semua negara. Eksplorasi sumber-sumber energi telah merambah tidak hanya di darat tapi juga di
perairan atau laut. Luas perairan yang dua kali lebih besar dari daratan diperkirakan memiliki
kandungan energi jauh lebih besar dari yang ada di darat. Hingga saat ini wilayah perairan yang
telah dieksploitasi adalah perairan Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan, Laut Kaspia, Teluk
Meksiko, dan sudah merambah di Samudera Arktik, Kutub Utara. Pemanasan global yang
meningkatkan proses pencairan es di Samudera Arktik, Kutub Utara, membuka peluang
eksplorasi yang lebih luas dan kemungkinan perubahan jalur transportasi. Diperkirakan hampir
seperempat cadangan minyak dunia dapat ditemukan di area tersebut.
Setiap negara bersaing dalam kepentingannya atas energi, minyak dan gas, baik dalam
penguasaannya pada sumber maupun akses terhadapnya. Tidak sedikit kepentingan akan energi
minyak dan gas memicu konflik dan ancaman keamanan. Kondisi politik yang tidak stabil di
negara-negara produsen energi, klaim atas akses ke pasokan energi, dorongan negara-negara
berkembang untuk mengakses ke sumber energi, dan ancaman terorisme menjadi instrumen yang
mendukung munculnya gangguan atas keamanan energi. Beberapa faktor tersebut menimbulkan
dua ancaman yang lebih spesifik, yaitu ancaman akses ke pasokan minyak dan gas, dan
ancaman terhadap infrastruktur energi, terutama infrastruktur transportasi. Sehingga isu yang
muncul dalam keamanan energi adalah keamanan maritim.

Penambangan minyak dan gas di perairan, dan didistribusi melalui jalur laut, menjadi
objek utama dalam keamanan energi. Saling klaim sumber energi oleh negara-negara yang
memiliki wilayah perairan disebabkan karena wilayah perairan yang tumpang tindih dan masalah
perbatasan yang belum selesai. Sementara terorisme dan pembajakan mengarah pada kapal-kapal
tanker pengangkut minyak dan gas yang melewati selat dan jalur-jalur sempit.
Beberapa kasus sengketa telah dapat diatasi dan beberapa yang lain masih berlangsung
hingga saat ini. Perselisihan antara Amerika Serikat dan Meksiko yang terjadi di Teluk Meksiko,
atau yang lebih dikenal dengan lubang donat yaitu kawasan yang dikelilingi oleh ZEE kedua
negara telah diselesaikan dengan kesepakatan damai. Konflik antara Suriname dan perusahaan
Kanada yang beroperasi di Guyana juga telah diselesaikan melalui pengadilan internasional.
Dalam kasus yang terjadi di Laut Kaspia, persengketaan melibatkan lebih banyak negara.
Ketegangan terjadi antara Rusia, Kazakhstan, Azerbaijan, Iran, dan Turkmenistan. Untuk
wilayah utara sebagian besar telah menyelesaikan sengketanya, namun untuk bagian selatan
belum menemukan kesepakatan damai.
Hingga saat ini perairan Asia Tenggara menempati posisi tertinggi sebagai kawasan
rawan konflik. Hampir semua negara Asia Tenggara terlibat dalam sengketa wilayah perairan
yang tumpang tindih, saling memperebutkan wilayah yang diklaim memiliki sumber energi.
Sengketa energi maritim paling inten terjadi di Laut Cina Selatan. Laut Cina Selatan diyakini
mengandung sumber daya alam yang tinggi, tidak hanya minyak dan gas, tapi juga ikan. Cina
mengklaim wilayah tersebut mengandung 105 miliar barel berbeda dengan Barat yang
memperkirakan hanya sekitar 10 miliar barel. Sengketa yang belum selesai hingga saat ini sering
kali terjadi konflik, dan kebanyakan terjadi di kepulauan Spratly. Lebih dari 1.000 pulau menjadi
perebudan lima negara; Cina, Vietnam, Taiwan, Philipina, dan Malaysia. Selama tahun 1990-an
konflik terjadi berkali-kali, hingga pada akhir 1990-an konflik antara Cina, Vietnam, dan
Philipina mereda setelah kepulauan Spratly terbukti tidak mengandung minyak seperti yang
diperkirakan. Kemudian pada tahun 2003, negara-negara yang bersengketa menandatangani
kesepakatan untuk mempromosikan pembangunan bersama atas sumber daya yang ada di
kepulauan yang sempat disengketakan. Dan pada tahun 2005, Cina, Philipina, dan Vietnam
sepakat untuk melakukan eksperimen seismik laut untuk pengembangan ekonomi.

Ancaman keamanan di perairan Asia Tenggara tidak hanya masalah sumber energi yang
diperebutkan, tapi juga diwarnai dengan aksi teror dan pembajakan atas transportasi energi,
mengingat perairan tersebut merupakan jalur utama perdagangan. Kurang lebih seperempat
perdagangan dunia melewati jalur perairan ini. Kondisi fisik geografis yang berkepulauan,
beberapa titik merupakan jalur sempit dan perairan dangkal sangat mendukung terjadinya aksi
kejahatan. Tercatat dalam data International Maritime Organization (IMO) PBB, tingkat
kerawanan tertinggi dan sebagian besar serangan terjadi di Indonesia dan Selat Malaka. Dan baru
mengalami penurunan setelah adanya bencana Tsunami, yang menyapu bersih sebagian besar
basis pembajakan di Aceh dan sekitarnya. Selama ini Indonesia diakui sebagai yang paling
berpengalaman tentang pembajakan maritim.
Ancaman serupa juga terjadi di Bab al Mandeb di pintu masuk Laut Merah dan Selat
Hormus di Teluk Persia. Ancaman terberat di Bab al Mandeb adalah serangan dari bajak laut
Somalia dan Yaman. Sedangkan serangan yang terjadi di Selat Hormus dilakukan oleh Iran.
Hampir 40% dari perdagangan minyak dunia melewati Selat Hormus tiap tahunnya. Sementara
itu Amerika Serikat tergantung pada minyak Teluk sekitar 22% dan Jepang 70%. Namun, secara
umum, sebagian besar ancaman serangan bukan dari aktor negara, melainkan dari bajak laut dan
terorisme.
Munculnya terorisme global menambah tingkat kekhawatiran akan ancaman terhadap
transportasi energi. Pada tahun 2004 dilaporkan bahwa Jelaah Islamiyah, kelompok teroris yang
beroperasi di Indonesia, dengan bantuan bajak laut berencana merebut kapat tanker minyak di
selat Malaka untuk digunakan dalam aksi teror. Kasus serupa juga terjadi di Selat Gibraltar yang
dilakukan oleh al Qaeda. Strategi yang digunakan adalah, pertama, menabrakkan kapal dalam
serangan bunuh diri; kedua, meledakkan kapal berukuran sedang dekat kapal lain atau
pelabuhan; ketiga, menyerang kapal-kapal besar supertanker dari udara dengan pesawat kecil
penuh peledak; dan keempat, menyerang kapal dengan tim pembongkar bawah air.
Berbagai bentuk serangan yang ditujukan terhadap pengiriman energi menentukan
perekonomian global. Kerugian-kerugian yang harus dibayar, seperti korban nyawa, tebusan
sandera, barang-barang korban, sumber daya yang tidak terselamatkan, dan keterlambatan sangat
mempengaruhi stabilitas harga.
3

Mencairnya es Samudera Arktik, Kutub Utara, menjadi medan baru dan mengambil
sebagian kendali dari peta sumber energi dunia. Persaingan menjadi lebih kompetitif dengan
aktor negara-negara sebanding; Amerika Serikat, Kanada, Rusia, Denmark, dan Cina. Masingmasing negara mengembangkan teknologi maritim yang lebih tinggi menyesuaikan kondisi alam
yang sangat ekstrim. Beberapa faktor telah mendukung untuk dilakukannya pengembangan dan
eksploitasi energi di Samudera Arktik. Pertama, kemajuan teknologi desain kapal tanker yang
mampu beroperasi tanpa bantuan kapal pemecah es. Kedua, naiknya harga minyak,
pengembangan sumber alternatif baru menjadi lebih ekonomis. Ketiga, kondisi politik yang lebih
stabil dari pada Teluk Persia.
Berkembangnya pengelolaan sumber daya energi di Samudera Arktik, memberi dampak
pada perekonomian global yang signifikan. Sebagian jalur trasportasi akan beralih menuju dan
dari Kutub Utara. Biaya yang harus ditanggung untuk keamanan transportasi relatif lebih murah
dari pada jalur sebelumnya yang mempunyai tingkat kerawanan lebih tinggi. Hal ini berarti
bahwa frekuensi lalu-lintas di Asia Tenggara berkurang. Lebih dari sekadar masalah energi,
dibukanya jalur transportasi baru di Samudera Arktik, memungkinkan perubahan jalur semua
jenis transportasi. Penurunan signifikan terjadi di jalur Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Dampak dari pencairan es di Kutub Utara mengakibatkan naiknya volume air di daerah
katulistiwa. Indonesia merupakan salah satu negara yang merasakan dampak paling tinggi.
Wilayah daratan yang sebagian besar berupa pulau-pulau kecil akan tenggelam. Hal ini adalah
tantangan serius bagi Indonesia untuk mempertahankan wilayah dan batas-batas teritorinya.
Untuk mencegah kemungkinan terburuk tersebut, Indonesia bersama negara-negara lainnya
harus bisa dan berani menjamin keamanan maritim di titik-titik rawan konflik dan kejahatan di
dunia secara umum dan di Asia Tenggara, baik dari konflik regional, pembajakan, maupun
terorisme.

Anda mungkin juga menyukai