Anda di halaman 1dari 14

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. M (inisial)

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 37 tahun

Status

: Menikah

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal

: 28 Februari 2016

Pukul : 01.00 WIB

Pasien masuk RS pada tanggal

: 28 Februati 2016

Pukul : 13.00 WIB

II. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Demam sejak 3 hari yang lalu
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Soedirman dengan keluhan demam yang
dirasakan sejak 3 hari yang lalu, demam muncul secara tiba-tiba saat malam hari, demam
yang dirasakan pasien adalah demam tinggi, yang mereda setelah diberi obat penurun
panas, namun keesokan harinya demam muncul lagi. Demam dirasakan terus menerus
dan akan memberat saat malam hari. Keluhan demam tersebut disertai dengan nyeri
kepala yang dirasakan pasien terutama pada daerah bagian sekitar mata, namun keluhan
ini akan hilang jika pasien mengkonsumsi obat warung. Selain itu pasien juga
mengeluhkan adanya rasa pegal-pegal dan lemas pada tubuh pasien. Keluhan lainnya
adalahnyeri perut dan mual, sehingga nafsu makan makan pasien menjadi menurun.

Pasien menyangkal adanya keluhan muntah dan mimisan. BAK (+) normal, BAB
(+) normal. Pasien belum pernah berobat ke dokter, hanya meminum obat bodrex 1 hari 1
kali yang dibeli di warung selama dirumah. 2 jam SMRS keluhan demam dirasakan
membaik namun keluhan lain dirasa menetap hingga akhirnya pasien tetap memeriksakan
diri ke IGD RSUD Dr. Soedirman.
4. Anamnesis Susunan Sistem
Kepala

: nyeri kepala (+), demam (+)

Mata

: gangguan penglihatan (-), konjungtiva anesimis (-), sklera ikterik (-)

Telinga

: gangguan pendengaran (-), telinga berdenging (-)

Hidung

: pilek (-), mimisan (-)

Mulut

: susah bicara (-), sariawan (+), bibir pecah-pecah (+) kemerahan

Tenggorok

: nyeri telan (-), susah menelan (-)

Leher

: pembesaran gondok (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)

Jantung

: nyeri dada (-) kadang, berdebar (-)

Paru

: sesak nafas (-), batuk (-), batuk darah (-), asma (-)

Gastrointestinal : nafsu makan menurun (+), nyeri perut (+), mual (+), muntah (-), diare
(-), perut kembung (-), BAB (+) normal darah (-)
Saluran kemih

: nyeri BAK (-), BAK (+) kuning (+), darah (-)

Neurologik

: kejang (-), gangguan kesadaran (-)

Psikologik

: cemas (-), depresi (-)

Kulit

: gatal (-), ruam / bintik kemerahan (+)

Muskuloskletal

: lemas (+), pegal (+), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-), nyeri tulang (-),
riwayat gout (-)

5. Riwayat Penyakit Dahulu


-

Keluhan serupa disangkal

Riwayat Maagh disangkal

Riwayat hipertensi dan DM diangkal

Riwayat alergi obat disangkal

6. Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Keluhan serupa disangkal, riwayat hipertensi disangkal, riwayat diabetes
disangkal, riwayat asma disangkal.
7. Riwayat Pribadi dan Lingkungan
Pasien tinggal satu rumah dengan istri dan anak-anak pasien, Dibelakang rumah
pasien terdapat bekas sumur yang sudah tidak digunakan, sumur tersebut dangkal dan
terdapat genangan air. Dikamar pasien juga sering terdapat banyak tumpukan dan
gantungan baju, biasanya baju-baju tersebut di gantung dalam waktu yang lumayan lama
agar dapat dipakai kembali. Pasien makan sehari 3 kali, dengan lauk pauk dan sayursayuran. Pasien merupakan perokok aktif sejak umur 20 tahun, sehari setengah bungkus.
Pasien mengatakan di lingkungan tempat tinggal pasien telah ada 1 orang yang
pernah mondok dirumah sakit karena demem, namun pasien tidak mengetahui dengan
pasti penyakit yang diderita tetangga pasien tersebut. Riwayat berpergian dari tempat
tertentu disangkal.
III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN)
Tanggal

28-02-16

TD
T

120/80
37,0

29-02-12
114/77
35,4

01-03-16
119/75
36,4

HR
RR

84
20

84
18

79
18

IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK : (28 Februari 2016)


A. KEADAAN UMUM
Keadaan umum, kesadaran

: Lemah, Compos Menis

GCS

: E4V5M6

Tinggi badan

: 168 cm

Berat badan

: 56 kg

Status gizi

: kesan cukup

B. PEMERIKSAAN KEPALA

: Normochepal, KA (-/-), SI (-/-)

C. PEMERIKSAAN LEHER

: leher tampak simetris, masa (-), pembesaran

Inspeksi

limfonodi (-), jaringan parut (-)

Palpasi

: pembesaran

limfonodi

(-),

nyeri

tekan

limfonodi (-), limfadenopati (-)

Pemeriksaan trakea

Pemeriksaan kel. Tiroid

Pemeriksaan tekanan vena


sentral

: deviasi trakea (-)


: pembesaran kelenjar tiroid (-)
:JVP

5+2,

tidak

ditemukan

pembesaran

tekanan vena sentral

D. PEMERIKSAAN THORAKS

Jantung

inspeksi

: bentuk dinding dada simetris, ictus cordis 2


jari lateral LMCS
: ictus cordis 2 jari lateral LMCS

Palpasi

Perkusi

: Batas jantung Atas :


-

ICS 3 linea parasternalis dekstra

Kanan : - ICS 5 LMCD


Kiri

: - ICS 5, 2 jari lateral LMCS

: BJ I-II regular, Suara Tambahan (-)

Auskultasi

Paru

: bentuk dinding dada simetris, gerak nafas

inspeksi

simetris (+), benjolan (-), bekas luka (-)

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

E. PEMERIKSAAN ABDOMEN :

Inspeksi

Auskultasi

: Vokal fremitus simetris, krepitasi (-), massa


(-)
: Batas pengembangan paru dalam batas
normal
: Suara Vesikular (+/+), Suara tambahan (-/-)

: bentuk dinding abdomen datar, sikatriks (-),


striae (-), benjolan (-)
: BU (+) 12 x/menit
: suara timpani di empat regio abdomen, batas
hepar dbn.

: supel, NT (-)

Perkusi

: ginjal tidak teraba saat pemeriksaan, nyeri

Palpasi

Pemeriksaan ren

Pemeriksaan hepar

ketok ginjal (-)


: batas kanan hepar pada LMD dibawah arkus
kosta, pekak hati 8 cm
batas kiri hepar pada LSD pekak hati 4 cm
pinggir hepar teraba tumpul
permukaan hepar teraba kenyal, nyeri tekan
(-)
: lien teraba saat pemeriksaan
: tes undulasi (-) , tes redup berpindah (-)

Pemeriksaan lien

Pemeriksaan asites
: odem (-/-), kekuatan otot 5
: odem (-/-), kekuatan otot 5

F. PEMERIKSAAN EKSTREMITAS

Ekstremitas atas

Ekstremitas bawah

G. PEMERIKSAAN LAINNYA

Pemeriksaan Rumple leed (+)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG TELAH DILAKUKAN

a. Darah lengkap, meliputi:


Pemeriksaan

Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCH
MCHC
MCV
Diff Count
Eosinofil
Basofil
Netrofil

28-022016
(01.18)

29-022016
(06.00)

29-012016
(18.00)

Nilai rujukan

15,4
7.0
44
5,3
139
29
35
82

13.3
3.4
39
4.6
130
29
35
84

13.5
2.6
38
4.7
115
29
36
81

11,7-15,5 g/dl
3,6-11103/l
35-47 %
3,80-5,20106/l
150-400103/l
26-34 pg
32-36 g/dl
80-100 fL

0.40
0.30
75.30

0.30
0.90
58.10

1.90
0.80
47.90

1-4%
0-1%
50-70%

GDS

Limfosit
Monosit

Ureum
Creatinin
SGOT
SGPT
S. Typhi O
S. Typhi H
S. Paratyphi O A
S. Paratyphi O

VI.

13.70
10.30
104
27
0,74
44
24
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

24.00
16.70

22-40%
4-8%
70-120mg/dL
10-50mg/dL
0.60-1,10mg/dL
0-35 U/L
0-35 U/L
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Rencana Pemeriksaan Penunjang

Serologi IgG dan IgM Dengue

Rongen thorax

VII.

DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA ANAMNESIS DAN


PEMERIKSAAN FISIK)

A. Masalah aktif:

Demam

Nyeri kepala

Pegal pegal

Trombositopenia

Masalah pasif:

Nyeri perut dan Mual

Nafsu makan menurun

Ptekie

Bibir pecah-pecah dan kemerahan

VIII.

IX.

33.10
16.30

DIAGNOSIS dan DIAGNOSIS BANDING

Dengue Fevere

Dengue Hemoragic Fever


RENCANA

A. TINDAKAN TERAPI :

Tindakan Farmakologi

Inf. Ringer Laktat 20 tpm

Inj. Ondansetron 2x1 ampul

Parasetamol 3x1 tab

Trolit 3x1 tab

Cek trombosit per 24 jam

Tindakan Non-Farmakologi

Motivasi untuk minum air banyak

Diet TKTP

Bedrest

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD)
2.1.1. Pengertian Demam Berdarah
Demam dengue (dengue fever, DF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada
anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot dan/atau
nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, demam
bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa mengecap yang
terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan.
(Hendarwanto, 1996).

Demam berdarah dengue/DBD (dengue henorrhagic fever, DHF), adalah suatu


penyakit trombositopenia infeksius akut yang parah, sering bersifat fatal, penyakit febril
yang disebabkan virus dengue. Pada DBD terjadi pembesaran plasma yang ditandai
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas
hemostasis, dan pada kasus yang parah, terjadi suatu sindrom renjatan kehilangan
protein masif (dengue shock syndrome), yang dipikirkan sebagai suatu proses
imunopatologik (Halstead, 2007).
2.1.2. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106 (Suhendro, 2006).
Terdapat paling tidak 4 tipe serotipe virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan
DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak.
2.1.3. Penularan Demam Dengue/ Demam Berdarah Dengue
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. Aegepty dan A. Albopticus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu
bejana yang berisi air, seperti bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air
lainnya.
Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan transmisi virus dengue, yaitu:
a. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.
b. Penjamu: terdapatnya penderita di lingkungan, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk, usia dan jenis kelamin;
c. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, kepadatan penduduk, dan ketinggian di
bawah 1000 di atas permukaan laut (Suhendro, 2006).
2.1.4. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan (Suhendro, 2006). Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat
bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue
dan sindroma syok dengue (dengue shock syndrome). Virus dengue masuk ke dalam
tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala demam
dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah respon
imun humoral. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi

virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement
(ADE). Limfosit T, baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu:
TH1 akan memproduksi interferon gamma, interleukin-2 (IL-2) dan limfokin,
sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Monosit dan makrofag berperan
dalam fagositosis virus. Namun, proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan sekresi sitokin oleh makrofag. Selain itu, aktivasi oleh kompleks imun
menyebabkan terbentuknya senyawa proaktivator C3a dan C5a, sementara proaktivator
C1q, C3, C4, C5-C8, dan C3 menurun.
Faktor-faktor di atas dapat berinteraksi dengan sel-sel endotel untuk menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskular melalui jalur akhir nitrat oksida. Sistem pembekuan
darah dan fibrinolisis diaktivasi, dan jumlah faktor XII (faktor Hageman) berkurang.
Mekanisme perdarahan pada DBD belum diketahui, tetapi terdapat hubungan terhadap
koagulasi diseminata intravaskular (dissemintated intravascular coagulation, DIC) ringan,
kerusakan hati, dan trombositopenia.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum
tulang, serta destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang
pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi
megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses
hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat
terjadi trombositopenia justru mengalami kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya
stimulasi

trombopoiesis

sebagai

mekanisme

kompensasi

terhadap

keadaan

trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya


antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di
perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan
senyawa adenin-di-fosfat (ADP), peningkatan kadar -tromboglobulin dan faktor
prokoagulator IV yang merupakan penanda degranulasi trombosit.
Koagulopati

terjadi

sebagai

akibat

interaksi

virus dengan

endotel

yang

menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati


konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada
demam berdarah dengue terjadi melalui jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur
intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak
(kalikrein C1-inhibitor complex) (Suhendro, 2006).
Kebocoran kapiler menyebabkan cairan, elektrolit, protein kecil, dan, dalam
beberapa kejadian, sel darah merah masuk ke dalam ruang ekstravaskular. Redistribusi
cairan internal ini, bersama dengan defisiensi nutrisi oleh karena kelaparan, haus, dan
muntah, berakibat pada penurunan hemokonsentrasi, hipovolemia, peningkatan kerja
jantung, hipoksia jaringan, asidosis metabolik dan hiponatremia (Halstead, 2007).
Penelitian tentang patogenesis yang menjelaskan keparahan penyakit dengue
sudah banyak dilakukan. Survei berkala terhadap serotipe DENV memberi pandangan
bahwa beberapa subtipe secara lebih umum dikaitkan dengan keparahan dengue. Muntaz
et al. (2006) dalam penelitiannya menemukan DEN-3 menyebabkan infeksi lebih parah

dibandingkan serotipe lainnya. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan virus untuk
bereplikasi untuk menghasilkan titer virus yang lebih tinggi.
Sementara dalam laporan WHO Scientific Working Group: Report on Dengue
(2006), ditemukan keadaan lain yang mempengaruhi keparahan penyakit dengue:
1. Adanya hubungan infeksi primer dan sekunder. Contohnya, kombinasi serotipe
primer dan sekunder DEN-1/DEN-2 atau DEN-1/DEN-3 dipandang memberi risiko yang
tinggi untuk terkena dengue yang parah.
2. Imunitas individu dalam menghasilkan sitokin dan kemokin yang dihasilkan oleh
aktivasi imun berhubungan dengan keparahan penyakit.
3. Semakin panjang interval antara infeksi virus dengue primer dan sekunder,
maka keparahan dengue semakin meningkat.
4. Peranan genetik juga diduga berpengaruh terhadap keparahan penyakit.
Penelitian menunjukkan prevalensi DBD pada orang negroid diasosiasikan dengan
insidensi yang rendah (2%), sementara orang kaukasoid memilki insidensi yang lebih
tinggi (30%).
2.1.5. Manifestasi Klinis
Prediksi klinis infeksi virus dengue ditentukan oleh hubungan kompleks antara
faktor penjamu dan virus (WHO Scientific Working Group: Report on Dengue, 2006).
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue, atau sindrom
syok dengue (Suhendro, 2006).
1. Demam Dengue
Periode inkubasi adalah 1-7 hari. Manifestasi klinis bervariasi dan dipengaruhi usia
pasien. Pada bayi dan anak-anak, penyakit ini dapat tidak terbedakan atau
dikarakteristikkan sebagai demam selama 1-5 hari, peradangan faring, rinitis, dan batuk
ringan.
Kebanyakan remaja dan orang dewasa yang terinfeksi mengalami demam secara
mendadak, dengan suhu meningkat cepat hingga 39,4-41,1oC, biasanya disertai nyeri
frontal atau retro-orbital, khususnya ketika mata ditekan. Kadang-kadang nyeri punggung
hebat mendahului demam. Suatu ruam transien dapat terlihat selama 24-48 jam pertama
demam. Denyut nadi dapat relatif melambat sesuai derajat demam. Mialgia dan artalgia
segera terjadi setelah demam.
Dari hari kedua sampai hari keenam demam, mual dan muntah terjadi, dan
limfadenopati generalisata, hiperestesia atau hiperalgesia kutan, gangguan pengecapan,
dan anoreksia dapat berkembang. Sekitar 1-2 hari kemudian, ruam makulopapular terlihat,
terutama di telapak kaki dan telapak tangan, kemudian menghilang selama 1-5 hari.
Kemudian ruam kedua terlihat, suhu tubuh, yang sebelumnya sudah menurun ke normal,
sedikit meningkat dan mendemonstrasikan karakteristik pola suhu bifasik.
2. Demam Berdarah Dengue
Pembedaan antara demam demam dengue dan demam berdarah dengue sulit
pada awal perjalanan penyakit. Fase pertama yang relatif lebih ringan berupa demam,

malaise, mual-muntah, sakit kepala, anoreksia, dan batuk berlanjut selama 2-5 hari diikuti
oleh deteriorasi dan pemburukan klinis. Pada fase kedua ini, pasien umumnya pilek,
ekstremitas basah oleh berkeringat, badan hangat, wajah kemerah-merahan, diaforesis,
kelelahan, iritabilitas, dan nyeri epigastrik.
Sering dijumpai petekie menyebar di kening dan ekstremitas, ekimosis spontan,
dan memar serta pendarahan dapat dengan mudah terjadi di lokasi pungsi vena. Ruam
makular atau makulopapular dapat terlihat. Respirasi cepat dan melelahkan. Denyut nadi
lemah dan cepat, suara jantung melemah. Hati dapat membesar 4-6 dan biasanya keras
dan sulit digerakkan.
Sekitar 20-30% kasus demam berdarah dengue berkomplikasi syok (sindrom syok
dengue). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis hebat atau perdarahan
gastrointestinal, biasanya sesudah periode syok yang tidak diobati. Setelah krisis 24-36
jam, pemulihan terjadi dengan cepat pada anak yang diobati. Temperatur dapat kembali
normal sebelum atau selama syok. Bradikardia dan ektrasistol ventrikular umumnya terjadi
saat pemulihan (Halstead, 2007).
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama untuk mendeteksi perubahan hematologis.
Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:
a. Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif
(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (>15% dari jumlah total
leukosit) yang pada fase syok meningkat.
b. Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/l) pada hari ke
3-8.
c. Hematokrit
Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit 20%
dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
d. Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (aPTT),
thrombin time (TT) atau fibrinogen pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau
kelainan pembekuan darah.
kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.
2.1.7. Diagnosis
Belum ada panduan yang dapat diterima untuk mengenal awal infeksi virus
dengue (WHO Scientific Working Group, 2006). Perbedaan utama antara demam dengue
dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma (Suhendro, 2006).

1. Demam Dengue
Ditegakkan bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, leukopenia) ditambah
pemeriksaan serologis dengue positif; atau ditemukan pasien demam dengue/ demam
berdarah dengue yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
2. Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan kriteria WHO 1999 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di
bawah ini terpenuhi.
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung positif.
- Petekie, ekimosis, atau purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan
di tempat lain.
- Hematemesis atau melena.
c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/l).
d. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Namun, pada laporan WHO Scientific Working Group: Report on Dengue (2006)
diperoleh beberapa laporan perdarahan parah pada pasien yang tidak memiliki atau
memilki bukti minimum kebocoran plasma. Fenomena ini memiliki morbiditas dan
mortalitas yang tinggi, dan patofisiologinya belum dipahami dengan baik.
3. Sindrom Syok Dengue
Seluruh kriteria DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang
cepat dan lemah, tekanan darah turun (<20 mmHg), hipotensi dibandingkan standard
sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue.
DD/DBD
DD

Gejala
Laboratorium
leukopenia,
Serologi
trombositopenia, dengue positif
tidak ada bukti
kebocoran
plasma

DD/DBD
DD

DBD

Derajat
Demam disertai
2 atau lebih
tanda: sakit
kepala, nyeri
retro-orbital,
mialgia,
artralgia
I

gejala di atas
ditambah uji
bendung positif

DBD

DBD

II

gejala di atas
ditambah

trombositopenia
<100.000,Ht
meningkat
20%
trombositopenia
<100.000,Ht

DBD

DBD

III

DBD

IV

perdarahan
spontan
Gejala di atas
ditambah
kegagalan
sirkulasi (kulit
dingin dan
lembab serta
gelisah)
Syok berat
disertai dengan
tekanan darah
dan nadi tidak
terukur.

meningkat
20%
trombositopenia
<100.000,Ht
meningkat
20%

trombositopenia
<100.000,Ht
meningkat
20%

DBD

DBD

2.1.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien DBD umumnya berorientasi kepada pemberian cairan.
Harris et al. (2003) mendemonstrasikan bahwa meminum cairan seperti air atau jus buah
dalam 24 jam sebelum pergi ke dokter merupakan faktor protektif melawan kemungkinan
dirawat inap di rumah sakit.
Setiap pasien tersangka demam dengue atau DBD sebaiknya dirawat di tempat
terpisah dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk
(berkelambu). Penatalaksanaan pada demam dengue atau DBD tanpa penyulit adalah:
1. Tirah baring.
2. Pemberian cairan.
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter dalam 24
jam (susu, air dengan gula/sirup, atau air tawar ditambah dengan garam saja).
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis.
Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres kepala, ketiak atau inguinal.
Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian
asetosal karena bahaya perdarahan.
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda syok, yaitu:
1. Keadaan umum memburuk.
2. Terjadi pembesaran hati.
3. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia.
4. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.
Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera dipersiapkan dan
terpasang pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan
umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada
hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam.
Terapi untuk sindrom syok dengue bertujuan utama untuk mengembalikan volume
cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian
segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%, Ringers lactate (RL) atau
bila terdapat syok berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah cairan
disesuaikan dengan perkembangan klinis.

Kecepatan permulaan infus ialah 20 ml/kg berat badan/ jam, dan bila syok telah
diatasi, kecepatan infus dikurangi menjadi 10 ml/kg berat badan/ jam. Pada kasus syok
berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak perbaikan, diusahakan
pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat hemasel dengan
jumlah 15-29 ml/kg berat badan. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang
harus dikoreksi dengan Na-bikarbonat. Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan
volume intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun
plasma dipertahankan 12-48 jam setelah syok selesai.
Pada tahun 1997, WHO merekomendasikan jenis larutan infus yang dapat
diberikan pada pasien demam dengue/DBD:
1. Kristaloid.
a. Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL).
b. Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat
(D5/RA).
c. Larutan NaCl 0,9% (garam faali/GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan faali
(D5/GF).
2. Koloid (plasma).
Transfusi darah dilakukan pada:
1. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena).
2. Pasien sindrom syok dengue yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan
penurunan kadar Hb dan Ht.
Pemberian transfusi profilaksis trombosit atau produk darah masih banyak
dipraktikkan. Padahal, penelitian Lum et al. (2003) menemukan bukti bahwa praktik ini
tidak berguna dalam pencegahan perdarahan yang signifikan.
Pemberian kortikosteroid tidak memberikan efek yang bermakna. Pada pasien
dengan syok yang lama, koagulopati intravaskular diseminata (disseminatedintravascular
coagulophaty, DIC) diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan. Bila dengan
pemeriksaan hemostasis terbukti adanya DIC, heparin perlu diberikan. (Hendarwanto,
1996).

2.1.9. Komplikasi
Infeksi primer pada demam dengue dan penyakit mirip dengue biasanya ringan
dan dapat sembuh sendirinya. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang
demam adalah komplikasi paling sering pada bayi dan anak-anak. Epistaksis, petekie, dan
lesi purpura tidak umum tetapi dapat terjadi pada derajat manapun. Keluarnya darah dari
epistaksis, muntah atau keluar dari rektum, dapat memberi kesan keliru perdarahan
gastrointestinal. Pada dewasa dan mungkin pada anak-anak, keadaan yang mendasari
dapat berakibat pada perdarahan signifikan. Kejang dapat terjadi saat temperatur tinggi,
khususnya pada demam chikungunya. Lebih jarang lagi, setelah ase febril, astenia
berkepanjangan, depresi mental, bradikardia, dan ekstrasistol ventrikular dapat terjadi.

Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawatan inap juga dapat
terjadi berupa kelebihan cairan (fluid overload), hiperglikemia dan hipoglikemia, ketidak
seimbangan elektrolit dan asam-basa, infeksi nosokomial, serta praktik klinis yang buruk
(Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control, WHO, 2009).
Di daerah endemis, demam berdarah dengue harus dicurigai terjadi pada orang
yang

mengalami

demam,

atau

memiliki

tampilan

klinis

hemokonsentrasi

dan

trombositopenia (Halstead, 2007).


2.1.10. Prognosis
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang
didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 4050% pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian
dapat ditekan <1% kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan
penatalaksanaan awal dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak
yang disebabkan syok berkepanjangan atau perdarahan intrakranial (Halstead, 2007).
2.1.11. Kriteria Memulangkan Pasien.
Pasien dapat pulang jika syarat-syarat sebagai berikut terpenuhi:
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa pemberian antipiretik.
2. Nafsu makan membaik.
3. Tampak perbaikan secara klinis.
4. Hematokrit stabil.
5. Tiga hari setelah syok teratasi.
6. Jumlah trombosit >50.000/ml. Perlu diperhatikan, kriteria ini berlaku bila pada
sebelumnya pasien memiliki trombosit yang sangat rendah, misalnya 12.000/ml.
7. Tidak dijumpai distres pernapasan (Mansjoer, 2001).

Anda mungkin juga menyukai