A; Pengertian
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang
cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran
darah dan kebutuhan darah miokard. (M. Widiastuti Samekto, 13 : 2001)
Infark miokardium
akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner
berkurang. (Smetzler Suzanne C & Brenda G. Bare, 768 : 2002)
Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah
ke otot jantung terganggu. (Noer H. M Sjaifullah, 1999 : 1008)
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri
koroner besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial
bervariasi dan bergantung kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang
tersumbat. Infark myocardium dapat berakibat nekrosis karena parut atau
fibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak. (Barbara C. Long, 568 :
1996)
Dari keempat pengertian diatas maka dapat disimpulakan bahwa Akut
Miokard Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan
atau kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau
terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba
kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri koroner yang cukup.
B; Klasifikasi
Berdasarkan lapisan otot yang terkena Akut Miokard Infark dapat dibedakan :
1; Akut Miokard Infark Transmural mengenai seluruh lapisan otot jantung
(dinding ventrikel).
2; Akut Miokard Infark Non Transmural / Subendokardial Infark infark otot
jantung bagian dalam (mengenai sepertiga miokardium).
Merokok
Diabetes militus
Kepribadian tipe A
Riwayat keluarga
Sadentary lifestyle
F; Komplikasi
Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus bradikardi,
supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan konduksi),
disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark ventrikel kanan,
defek mekanik, rupture miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan
thrombus mural.
G; Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :
1; Riwayat nyeri dada yang khas
2; Gambaran EKG infark
3; Peningkatan enzim jantung
Berdasarkan kriteria WHO maka diagnosa dapat ditegakkan apabila didapat
dua dari tiga diagnosa diatas.
H; Pengkajian
1; Aktivitas
Gejala : Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur. Pola hidup menetap,
jadwal olahraga tidak teratur.
Tanda : Takikardi, dipsnea pada istirahat / aktivitas.
2; Sirkulasi
Gejala : Riwayat infark miokard sebelumnya, penyakit arteri koroner,
gagal ginjal kronik, masalah tekanan darah, diabetes militus.
Tanda : Tekanan darah dapat normal atau naik turun (perubahan postural
dicatat dari tidur sampai duduk / berdiri). Nadi dapat normal (penuh / tak
kuat, atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat), tidak
teratur (disritmia) mungkin terjadi. Bunyi jantung ekstra S 3 / S 4
mungkin menunjukkan gagal jantung / penurunan kontraktilitas atau
komplain ventrikel. Murmur bila menunjukkan gagal katup atau disfungsi
otot papilar. Friksi dicurigai perikarditis. Irama jantung dapat teratur / tak
mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, dengan diabetes militus atau
hipertensi atau lansia.
Tanda : Wajah meringis, perubahan postur tubuh. Menangis, merintih,
meregang, menggeliat. Menarik diri, kehilangan kontak mata. Respon
otomatik pada perubahan frekuensi / irama jantung, tekanan darah,
pernafasan darah, warna kulit / kelembaban, kesadaran.
9; Pernafasan
Gejala : Dispnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nuktural. Batuk
dengan / tanpa produksi sputum. Riwayat merokok, penyalit pernafasan
kronik.
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan, nagas sesak / kuat. Pucat /
cyanosis. Bunyi nafas bersih atau krekles / mengi. Sputum bersih, merah
muda kental.
10; Interaksi Sosial
Gejala : Stres saai ini seperti kerja, keluarga. Kesulitan koping dengan
stressor yang ada, contoh penyakit, perawatan di rumah sakit.
Tanda : Kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi (marah
terus menerus, takut). Menarik diri dari keluarga.
11; Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga penyakit jantung / infark miokard, diabetes,
stroke, hipertensi, penyakit vaskuler perifer. Penggunaan tembakau.
12; Pemeriksaan Diagnostik
a; EKG
Peninggian gelombang S T, iskmia : penurunan atau datarnya
gelombang T, menunjukkan cidera dengan adanya gelombang Q
menunjukkan cidera, nekrosis.
b; Enzim jantung dan isoenzim
CPK MB meningkat antara 4 6 jam, memuncak dalam 12 24
jam, kembali normal dalam 36 48 jam. LDH meningkat dalam 12
24 jam, memuncak dalam 24 48 jam, dan memakan waktu lama
c; Elektrolit
Ketidakseimbangan mempengaruhi konduksi da mempengaruhi
kontraktilitas, contoh hipokalemi / heperkalemi.
d; Sel darah putih
Leukosit (10.000 20.000) tampak pada hari kedua setelah infark
miokard berhubungan dengan proses inflamasi.
e; Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada hari kedua ketiga setelah infark miokard,
menunjukkan inflamasi.
f; Kimia
Mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi / perfusi organ akut /
kronis.
g; Analisa Gas Darah / Oksimetri nadi
Menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut / kronik.
h; Kolesterol / trigliserid serum
Meningkat menunjukkan arteriosclerosis sebagai pnyebab infark
miokard.
i; Rontgen
Mungki normal artau menunjukkkan pembesaran jantung ; gagal
ginjal kronik atau aneurisma ventricular.
j; Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup /
dinding ventricular dan konfigurasi / fungsi katup.
k; Pemeriksaan pencitraan nuklir
Thalium : mengevaluasi
miokardia.
Technetium : terkumpul dalam sel iskemi disekitar area nekrotik.
I; Penatalaksanaan
Prinsip : Menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dan meningkatkan
persediaan oksigen
;
Kriteria
pasien
Jumlah
penolong
Rate
ventilasi
2 x/10
detik
Dewasa
(>4 thn)
Kompresi
dengan
Rate
Kedalaman
(cm)
2 tangan
80 x/menit
(15 x/10
detik)
45
Ratio
kompresi
berbanding
ventilasi
15 : 2
Intervensi
Untuk mengobati fibrilasi ventrikel dilakukan DC shock. Defibrilasi
dilakukan 3 Joule / kg BB. Dosis ulangan tertinggi adalah 5 Joule / kg
BB dengan maksimal 400 Joule (Wsec).
Gelombang fibrilasi dapat halus (fine) atau kasar (coarse). Gelombang
yang halus biasanya kurang berespons dengan DC shock. Pemberian
epinefrin dapat meningkatkan amplitude gelombang fibilasi dan
membuat jantung lebih peka terhadap DC shock. Epinefrin diberikan
Intravena sebanyak 0,5 1 ml (konsentrasi 1 : 1000). Pijat Jantung
Luar (PJL) dan ventilasi tetap diberikan selama 1 2 menit, agar
epinefrin dapat dialirkan dari jantung. Kalsium klorid 10 ml yang
diberikan Intravena mempunyai efek yang sama dengan epinefrin.
Bila setelah DC shock 400 Joule diulangi fibrilasi ventrikel tetap
ada , dapat diberi lagi epinefrin Intravena , yang dapat diulangi setiap 3
5 menit. Selama itu PJL dan ventilasi tetap dilakukan. Dapat pula
diberikan lidokain bolus Intravena 75 mg; ini akan meningkatkan
respons jantung terhadap DC shock. Pemberian lidokain dapat
diulangi setiap 5 menit, tetapi dosis maksimal tidak boleh melebihi 200
300 mg. Bila DC shock dan lidoakain belum berhasil
mengembalikan irama sinus, dapat diberikan propranolol 1 mg
Intravena, kemudian diikuti dengan DC shock berikutnya.
Biasanya pasien sudah memberi respos dengan 2 3 kali DC shock,
tetapi kadang-kadang diperlukan 9 kali atau lebih. Bila dengan DC
shock ketiga belum ada respons, dianjurkan untuk memakai defiblirator
lain.
perawatan
intensive
jangka
panjang.
Mempertahankan
Perubahan
EKG nonspesifik
Berikan nitrogliserin
sublingual
Peningkatan ST
yang terus berlanjut
Peningkatan ST
ST membaik
Nitrogliserin IV
Angiografi koroner
Kontra indikasi
terhadap trombolisis
Pengurangan nyeri,
Pemantauan O2
Heparin
Angiografi koroner
Infark gelombang Q
Tanpa komplikasi
Dengan komplikasi
Stratifikasi risiko
Diltiazem
Angiografi koroner
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan
Proses Keperawatan). Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan
Keperawatan Pajajaran Bandung. Cetakan I.
Callaham, Barton & Scumaker. (1997). Seri Skema Diagnosis dan
Penatalaksanaan Gawat Darurat Medis. Cetakan I. Alih bahasa :
Widjaja Kusuma Editor : Lyndon Saputra. Binarupa Aksara. Jakarta.
Doenges Marilynn E, Mary Frances Moorhouse & Alice C. Geissler. (2000).
Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati. Editor : Monica Ester, Yasmin Asih. Cetakan I, Edisi 3.
EGC. Jakarta.
Mansjoer Arif dkk. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Media
Aesculapius. Jakarta.
Noer H. M Sjaifullah. (1999). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi
ketiga. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Price Sylvia Andersen & Lorraine M. Wilson. (1995). Pathofisiologi : Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Alih bahas : Peter Anugerah. Editor :
Caroline Wijaya. Buku 1. Cetakan I. Edisi 4. EGC. Jakarta.
Samekto M Widiastuti. (2001). Infark Miokard Akut. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Semarang
Smetzler Suzanne C & Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agus Waluyo dkk.
Editor : Monica Ester dkk. Cetakan I. Edisi 8. EGC. Jakarta.
Stein Jay H. (2001). Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Alih bahasa : Edi
Nugroho. Editor : Sugiarto Komala, Alexander H. Santoso. Cetakan I.
Edisi 3. EGC. Jakarta.