Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
Pterygium merupakan jaringan fibrovaskular yang bersifat invasif dan
degeneratif, berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun
nasal konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Asal kata
pterygium dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau sayap.
Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang berbentuk sayap pada
konjungtiva bulbi.
Kasus Pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi,
tergantung pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim
panas dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat
ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah berdebu dan kering. Insiden
pterygium di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.
Insiden tertinggi pterygium terjadi pada pasien dengan rentang umur 20
49

tahun. Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium.

Rekuren lebih sering terjadi pada pasien yang usia muda dibandingkan
dengan pasien usia tua. Laki-laki lebih beresiko 4 kali daripada perempuan
dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah dan riwayat
terpapar lingkungan di luar rumah.

1 |Case Presentation Pterigium

BAB II
LAPORAN KASUS
1.

2.

Identitas Pasien
Nama

: Ny. R

Umur

: 34 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Bangsa

: Indonesia

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Pondok Kopi

Kunjungan

: 20 Agustus 2015

Anamnesis
A. Keluhan Utama:
Adanya selaput putih di pinggir mata kiri sejak 2 tahun yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang:
Perempuan usia 34 tahun datang ke poliklinik Mata RSIJ Pondok Kopi
dengan keluhan adanya selaput putih di pinggir mata kiri sejak 2 tahun
yang lalu. Keluhan disertai mata perih, merah, dan berair terutama jika
terpapar asap atau sinar matahari. Kotoran mata, silau saat melihat, dan
penglihatan ganda disangkal oleh pasien.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit mata
Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya dan
menyangkal riwayat trauma pada mata.

2 |Case Presentation Pterigium

Riwayat penyakit sistemik


Riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus disangkal

D. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah ke RS sebelumnya dan diberi obat tetes mata
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarganya yang mengalami hal serupa dengan pasien.
F. Riwayat Alergi
Pasien menyangkal riwayat alergi obat.
Pasien menyangkal alergi makanan
Pasien menyangkal alergi debu/bulu binatang
G. Riwayat Psikososial
Pasien mengaku dahulu ketika sekolah mengikuti kegiatan marching band
dan sering terpapar sinar matahari dalam waktu yang lama
3.

Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran

: tampak sakit ringan


: Compos mentis

3 |Case Presentation Pterigium

B. Status Lokalis
OD

OS

6/ 6

Visus

6/6

Ortoforia

Kedudukan Bola

Ortoforia

Mata
Baik ke segala arah

Pergerakan Bola

Baik ke segala arah

Mata

Ptosis (-), Pseudoptosis (-),

Palpebra

Ptosis (-), Pseudoptosis (-),

edema(-), nyeri (-), ,

Edema (-), nyeri (-),

hordeolum(-), kalazion(-),

hordeolum(-), kalazion(-),

entropion (-), ektropion (-)

entropion (-), ektropion (-)

Hiperemis (-), papil (-),

Konjungtiva Tarsalis

Hiperemis (-),papil (-),

folikel (-)

Superior

folikel (-)

Injeksi siliar (-),injeksi

Konjungtiva Bulbi

Injeksi siliar (-),injeksi

konjungtiva (-),

konjungtiva (-),

perdarahan (-)

perdarahan (-), Pterigium


(+)

Hiperemis (-),
papil(-), folikel (-)
jernih, infiltrat (-), edema

Konjungtiva Tarsalis
Inferior
Kornea

(-), sikatriks (-), ulkus (-)


Sedang, hipopion (-),

COA

Jernih, infiltrat (-), edema

Sedang, hipopion (-),


hifema (-)

Iris

sinekia (-)
Bulat, isokor, diameter

Papil(-), folikel(-)

(-), sikatriks (-),ulkus (-)

hifema (-)
Warna coklat, kripte (+),

Hiperemis (-),

Warna coklat, kripte (+)


sinekia (-)

Pupil

4 |Case Presentation Pterigium

Bulat, isokor, diameter

3mm, reflex cahaya (+)

3mm, reflex cahaya (+)

Jernih

Lensa

Jernih

Tidak dilakukan

Vitreous Humor

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Funduskopi

Tidak dilakukan

4. Resume
Perempuan usia 34 tahun datang ke poliklinik Mata RSIJ Pondok Kopi
dengan keluhan adanya selaput putih di pinggir mata kiri sejak 2 tahun yang
lalu. Keluhan disertai mata perih, merah, dan berair terutama jika terpapar asap
atau sinar matahari. Kotoran mata, silau saat melihat, dan penglihatan ganda
disangkal oleh pasien. Sebelumnya pasien sudah berobat ke RS dan diberi obat
tetes. Pasien mengaku dahulu ketika sekolah mengikuti kegiatan marching
band dan sering terpapar sinar matahari dalam waktu yang lama
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan
Visus

ODS : 6/6

Konjungtiva bulbi

: OS : Pterigium stadium II

5. Diagnosa Kerja
Pterigium ODS stadium II
Diagnosa Banding :
-

Pseudopterigium

6. Pemeriksaan Anjuran
a.
Slitlamp
b.
Tes Sondase
7. Penatalaksanaan
a. Pengobatan : Eksisi Pterygium

5 |Case Presentation Pterigium

b. Edukasi

: Meminta pasien untuk melindungi matanya dari paparan sinar


matahari , debu yang berlebihan dengan menggunakan kacamata
hitam dan topi agar tidak terjadi inflamasi yang lebih berat.

6 |Case Presentation Pterigium

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I.

DEFENISI
Pterigium adalah kelainan pada konjungtiva bulbi, yang ditandai
dengan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan
invasif. Pertumbuhan ini biasanya terdapat pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterigium
berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea.
Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium
akan berwarna merah. Pterigium sering mengenai kedua mata. Menurut
Hamurwono pterygium merupakan Konjungtiva bulbi patologik yang
menunjukkan penebalan berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh
menjalar ke kornea dengan puncak segitiga di kornea . Pterygium berasal dari
bahasa yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau sayap.1

II. EPIDEMIOLOGI
Kasus pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi,
tergantung pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim
panas dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat
ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah berdebu dan kering.
Di Indonesia yang melintas di bawah garis khatuliswa, kasus-kasus
pterygium cukup sering didapati. Apalagi karena faktor risikonya adalah
paparan sinar matahari (UVA & UVB), dan bisa dipengaruhi juga oleh
paparan alergen, iritasi berulang (misal karena debu atau kekeringan).
Insiden tertinggi pterygium terjadi pada pasien dengan rentang umur 20
49 tahun. Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Rekuren
lebih sering terjadi pada pasien yang usia muda dibandingkan dengan pasien
usia tua. Laki-laki lebih beresiko 4 kali daripada perempuan.

III. Faktor Resiko

7 |Case Presentation Pterigium

Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain :1


1. Usia
Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia
banyak ditemui pada usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia
anak-anak. Tan berpendapat pterygium terbanyak pada usia dekade dua
dan tiga 5. Di RSUD AA tahun 2003-2005 didapatkan usia terbanyak
31 40 tahun yaitu 27,20% .
2. Pekerjaan
Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang
sering dengan sinar UV.
3. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi
geografisnya. Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei
yang dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan bahwa negara di
khatulistiwa memiliki angka kejadian pterygium yang lebih tinggi.
Survei lain juga menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun
pertama kehidupannya pada garis lintang kurang dari 300 memiliki
risiko penderita pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah
yang lebih selatan.
4. Jenis kelamin
Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan.
5. Herediter
Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara
autosomal dominan .
6. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor
penyebab pterygium.
7. Faktor risiko lainnya
Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikelpartikel tertentu seperti asap rokok , pasir merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya pterygium.

8 |Case Presentation Pterigium

IV. Patogenesis
Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini
lebih sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu
gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap
faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet),
daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan
lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan
kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan
salah satu teori.
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal
basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi
dalam jumlah berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat.
Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi
kolagen

dan

terlihat

jaringan

subepitelial

fibrovaskular.

Jaringan

subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular


bawah epithelium dan kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea
terdapat pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan
fibrovaskular, sering disertai dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal,
tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada
permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan
konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran
basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada
pterygium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium
merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell.
Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di
daerah interpalpebra.
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan
phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum
dengan konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal.

9 |Case Presentation Pterigium

Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun menunjukkan proliferasi sel yang


berlebihan.

Pada

fibroblast

pterygium

menunjukkan

matrix

metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan


yang rusak, penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan
kenapa pterygium cenderung terus tumbuh, invasi ke stroma kornea dan
terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.
1. Paparan sinar matahari (UV)
Paparan sinar matahari merupakan faktor yang penting dalam
perkembangan terjadinya pterigium. Hal ini menjelaskan mengapa
insidennya sangat tinggi pada populasi yang berada pada daerah dekat
equator dan pada orang orang yang menghabiskan banyak waktu di
2.

lapangan.
Iritasi kronik dari lingkungan (udara, angin, debu)
Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterigium adalah
alergen, bahan kimia berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu, polutan).
UV-B merupakan mutagenik untuk p53 tumor supressor gen pada stem sel
limbal. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta over produksi
dan memicu terjadinya peningkatan kolagenasi, migrasi seluler, dan
angiogenesis. Selanjutnya perubahan patologis yang terjadi adalah
degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovaskuler
subepitelial. Kornea menunjukkan destruksi membran Bowman akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler.

V. JENIS DAN KLASIFIKASI PTERYGIUM


1. Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.
2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea.
3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil
mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3
4 mm)
4. Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan
VI. PATOFISIOLOGI

10 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m

Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen


dan ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium,
Histopatologi

kolagen

abnormal

pada

daerah

degenerasi

elastotik

menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini
juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan
elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh
elastase. 8
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadangkadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea
menarik dan pada daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat
degenerasi stroma yang berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh
pembulih darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea serta merusak
membran bauman dan stoma kornea bagian atas. Terjadinya pterigium
berhubungan erat dengan paparan sinar ultraviolet, kekeringan, inflamasi dan
paparan angin dan debu atau factor iritan lainnya. UV-B yang bersifat
mutagen terhadap gen P53 yang berfungsi sebagai tumor suppressor gene
pada stem sel di basal limbus. Pelepasan yang berlebih dari sitokin seperti
transforming growth factor beta (TGF-) dan vascular endothelial growth
factor (VEGF) yang berperanan penting dalam peningkatan regulasi kolagen,
migrasi sel angiogenesis. Selanjutnya terjadi perubahan patologi yang terdiri
dari degenerasi kolagen elastoid dan adanya jaringan fibrovaskular
supepithelial. Pada kornea nampak kerusakan pada membrane bowman oleh
karena bertumbuhnya jaringan fibrovaskuler, yang sering kali disertai dengan
adanya inflamasi ringan. Epitel bisa normal, tebal atu tipis dan kadangkadang terjadi dysplasia. 8
Patofisiologi pterigium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen
dan proliferasi fibrovaskuler, dengan permukaan yang menutupi epithelium.
Histopatologi

kolagen

abnormal

pada

daerah

degenerasi

elastotik

menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin memperlihatkan adanya


basofil. 9
VII. MANIFESTASI KLINIS

11 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m

Pterygium dapat ditemukan dalam berbagai bentuk. Pterygium dapat


hanya terdiri atas sedikit vaskular dan tidak ada tanda-tanda pertumbuhan.
Pterygium dapat aktif dengan tanda-tanda hiperemia serta dapat tumbuh
dengan cepat.
Pasien yang mengalami pterygium dapat tidak menunjukkan gejala
apapun (asimptomatik). Kebanyakan gejala ditemukan saat pemeriksaan
berupa iritasi, perubahan tajam penglihatan, sensasi adanya benda asing atau
fotofobia. Penurunan tajam penglihatan dapat timbul bila pterygium
menyeberang axis visual atau menyebabkan meningkatnya astigmatisme.
Efek lanjutnya yang disebabkan membesarnya ukuran lesi menyebabkan
terjadinya diplopia yang biasanya timbul pada sisi lateral. Efek ini akan
timbul lebih sering pada lesi-lesi rekuren (kambuhan) dengan pembentukan
jaringan parut. Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau akan
memberikan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi benda asing dan
mungkin menimbulkan astigmat atau obstruksi aksis visual yang akan
memberikan keluhan gangguan penglihatan.2,4

VIII. DIAGNOSIS

Anamnesis
Pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa
keluhan sama sekali

(asimptomatik).Beberapa keluhan yang sering

dialami pasien antara lain:


a. Mata sering berair dan tampak merah.
b. Merasa seperti ada benda asing
c. Timbul astigmatase akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium
tersebut, biasanya astigmatase with the rule ataupun astigmatase
irregular sehingga menganggu penglihatan.
d. Pada stadium yang lanjut ( derajat III dan IV ) dapat menutupi pupil
dan aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun.8,11,12
Pemeriksaan Fisik
Pterigium bisa berupa berbagai macam perubahan fibrofaskular
pada permukaan konjungtiva dan pada kornea. Penyakit ini lebih sering

12 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m

menyerang pada konjungtiva nasal dan akan meluas ke kornea nasal


meskipun bersifat sementara dan juga pada lokasi yang lain.
Gambaran klinis bisa dibagi menjadi 2 katagori umum, sebagai berikut :
1. Kelompok kesatu pasien yang mengalami pterygium berupa ploriferasi
minimal dan penyakitnya lebih bersifat atrofi. Pterygium pada
kelompok ini cenderung lebih pipih dan pertumbuhannya lambat
mempunyai insidensi yang lebih rendah untuk kambuh setelah
dilakukan eksisi.
2. Pada kelompok kedua pterygium mempunyai riwayat penyakit tumbuh
cepat

dan

terdapat

komponen

elevasi

jaringan

fibrovaskular.

Ptrerygium dalam grup ini mempunyai perkembangan klinis yang


lebih cepat dan tingkat kekambuhan yang lebih tinggi untuk setelah
dilakukan eksisi.
Pemeriksaan Oftalmologis
a. Jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala
yang mengarah ke kornea dan badan.
b. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea
yang oleh pertumbuhan pterigium dan dapat menjadi gradasi.
- Stadium 1 : Jika hanya terbatas pada limbus kornea
- Stadium 2: Sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2
mm melewati kornea.
- Stadium 3: Sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil
sekitar 3-4 mm)
- Stadium 4: sudah melewati pupil sehingga menganggu penglihatan.
8,11,12

IX. DIAGNOSA BANDING


Diagnosis banding pterigium adalah pinguekula dan pseudopterigium.
Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada
orangtua, terutama yang matanya sering mendapatkan rangsangan sinar
matahari, debu, dan angin panas. Yang membedakan pterigium dengan
pinguekula adalah bentuk nodul, terdiri atas jaringan hyaline dan jaringan
elastic kuning, jarang bertumbuh besar, tetapi sering meradang. 1,7

13 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m

Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea


yang cacat. Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan
tukak kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterigium juga
sering dilaporkan sebagai dampak sekunder penyakit peradangan pada
kornea. Pseudopterigium dapat ditemukan dibagian apapun pada kornea dan
biasanya berbentuk oblieq. Sedangkan pterigium ditemukan secara horizontal
pada posisi jam 3 atau jam 9. 9

Pembeda
Definisi

Pterigium
Pinguekula
Pseudopterigium
Jaringan fibrovaskular Benjolan pada Perlengketan konjungtiba
konjungtiva

bulbi konjungtiva

Warna

berbentuk segitiga
Putih kekuningan

Letak

keabu-abuan
Celah kelopak bagian Celah kelopak Pada daerah konjungtiva
nasal

6:
Progresif
Reaksi

atau

bulbi
Putih-kuning

bulbi dengan kornea yang


cacat
Putih kekuningan

temporal mata terutama yang

terdekat

dengan

yang meluas ke arah bagian nasal

proses kornea sebelumnya

kornea
>
Sedang
Tidak ada

=
Tidak
Ada

=
Tidak
Tidak ada

kerusakan
permukaan
14 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m

kornea
sebelumnya
Pembuluh

Lebih menonjol

Menonjol

Tidak dapat diselipkan

Tidak

Normal

darah
konjungtiva
Sonde

dapat Dapat diselipkan di bawah

diselipkan

lesi karena tidak melekat

Puncak

Ada pulau-pulau Funchs Tidak ada

pada limbus
Tidak ada

Histopatologi

(bercak kelabu)
Epitel ireguler

head, cap, body)


Perlengketan

dan Degenerasi

(tidak

degenerasi hialin dalam hialin jaringan


stromanya

submukosa
konjungtiva

X. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Pterigium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih
muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes
mata dekongestan. Pengobatan pterigium adalah dengan sikap
konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan
penglihatan akibat terjadinya astigmaisme ireguler atau pterigium yang
telah menutupi media penglihatan. 4,9
Lindungi mata dengan pterigium dari sinar matahari, debu dan
udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang
berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat
delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila
vasokonstriktor maka perlu control 2 minggu dan bila terdapat
perbaikan maka pengobatan dihentikan. 4,9
b. Tindakan operatif
Indikasi Operasi
-

Pterygium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus


Pterygium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi
pupil

15 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m

ada

Pterygium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair


dan silau karena astigmatismus

Kosmetik, terutama untuk penderita wanita


Pascaoperasi biasanya akan diberikan terapi lanjut seperti

pengggunaan sinar radiasi atau terapi lainnya untuk mencegah


kekambuhan seperti mitomycin C. 7
Jenis Operasi pada Pterigium antara lain 8:
- Bare sclera : bertujaun untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan

permukaan sclera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat


rekurensi pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75%.
- Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka,
diman teknik ini dilakukan bila luka pada konjuntiva relative kecil.
- Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi
untuk memungkinkan dilakukannya penempatan flap.
- Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas
eksisi untuk membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian
diletakkan pada bekas eksisi.
- Conjungtival graft : menggunakan free graft yang biasanya diambil dari
konjungtiva bulbi bagian superior

Gambar 10 : Jenisjenis operasi


pterigium4
a. Bare sclera
b. Simple closure
c. Sliding flap
d. Rotational flap
e. Conjungtival
graft

16 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m

Tindakan pembedahan untuk eksisi pterigium biasanya bisa dilakukan


pada pasien rawat jalan dengan menggunakan anestesi local, bila perlu
diperlukan dengan memakai sedasi. Perawatan pasca operasi, mata
pasien biasanya merekat pada malam hari, dan dirawat memakai obat
tetes mata atau salep mata antibiotik atau antinflamasi.8,9,10
X.

KOMPLIKASI
Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterigium adalah
astigmat karena pterigium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea
akibat adanya mekanisme penarikan oleh pterigium serta terdapat
pendataran dari pada meridian horizontal pada kornea yang berhubungan
dengan adanya astigmat. Mekanisme pendataran dari meridian horizontal itu
sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat terbentuknya tear meniscus
antara puncak kornea dan peninggian pterigium. Astigmat yang ditimbulkan
oleh pterigium adalah astigmat with the rule dan irregular astigmat 10.
Komplikasi lain yang dapat disebabkan yaitu mata kemerahan, iritasi, luka
kronik dari konjungtiva dan kornea Komplikasi intra-operatif dapat terjadi
perforasi kornea atau sclera dan trauma pada muskulus rektus medial atau
lateral. Komplikasi post-operatif bisa terjadi infeksi, granuloma dan

sikatriks kornea.6
XI. PROGNOSIS
Prognosis visual dan kosmetik dari eksisi pterigium adalah baik.
Prosedur dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien, dan disamping rasa tak
nyaman pada hari- hari pertama post-operatif, pasien bisa melanjutkan

1.

aktivitas secara penuh dalam 48 jam. 9


DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran

2.

Universitas Indonesia. 2006.p.2-7,117.


Fisher, Jerome P. Pterigium. [online]. 2011 Maret 7. [cited 2011 November

3.

22]. Available from : hhtp://www.emedicine.com/article.htm


Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2011 November 22] Available

4.

from : http://www.dokter-online.org/index.php.htm
Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to
Depositions and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In :
External Disease and Cornea. San Fransisco : American Academy of
Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366.

17 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m

5.

Finger, Paul T. pterigium [online]. 2010. [cited 2011 November 22]. Available

6.

from : http://www.eyecancer.com/default.aspx.htm
Drakeiron. Pterigium. [online]2009. [cited 2011 November 22]. Available

7.

from : http://drakeiron.wordpress.com/info-pterigium.htm
Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2011 November 22]. Available

8.

from : http://PPM.pdf.com/info-pterigium.htm
Riri Julianti, Pterigium.[online]2009.[cited 2011 November 22]. Available

9.

from : http://facultyofmedicine.riau.com/prosedures/pterigium.html
Khurana,AK. Disease of the Conjungtiva. In : Comprehensive Opthalmology

4th edition. New Delhi:New Age International.2007. p80-1


10. Maheswari,sejal.Pterigium-inducedcornealrefractive
changes.[online]2007
[cited 2011 November 22]. Available from : http//:www.ijo.in/article.asp?issn

18 | C a s e P r e s e n t a t i o n P t e r i g i u m

Anda mungkin juga menyukai