Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

INJEKSI POLIMER SURFAKTAN

Oleh :
Aldy Pratama /
Fadhil Saputra /
Faisal Huda /
Mangerbang / 07112139
Muhammad Rizaldi /
Putri Aprily /

FAKULTAS TEKNIK KEBUMIAN DAN ENERGI


UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini
mengenai injeksi surkfaktan-polimer dapat tersusun hingga.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Jakarta, 4 Januari 2016

Tim Penulis Makalah

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II ISI
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Dalam dunia perminyakan sangat penting untuk bisa mengambil minyak dalam jumlah

yang besar dari reservoir menuju ke permukaan. Dalam proses tersebut terdapat beberapa metode
yang digunakan. Salah satu metode yang digunakan adalah metode EOR (Enhanced Oil
Recovery). EOR ini terdiri dari banyak metode injeksi, contohnya injeksi kimia. Metode injeksi
kimia yang akan dibahas dalam makalah ini adalah injeksi surfaktan-polimer yang merupakan
salah satu dari penerapan dari kimia fisika mengenai kimia permukaan.

1.2

Tujuan dan Manfaat.


Tujuan dan manfaat dari makalah ini, antara lain :
1. Meberikan informasi mengenai salah satu contoh penerapan kimia fisika mengenai
kimia permukaan dalam dunia perminyakan.
2. Memberikan informasi mengenai injeksi surfaktan-polimer.

BAB II

ISI

Salah satu contoh penerapan kimia-fisika mengenai kimia permukaan terdapat dalam
salah satu metode EOR. EOR (Enhanced Oil Recovery) adalah suatu metode yang digunakan
untuk meningkatkan cadangan minyak pada suatu sumur dengan cara mengangkat volume
minyak yang sebelumnya tidak dapat diproduksi atau bisa dikatakan EOR ini adalah optimisasi
pada suatu sumur minyak agar minyak-minyak yang kental, berat, poor permeability dan
irregular faultlines bisa diangkat ke permukaan. Salah satu contohnya adalah Chemical Flooding
(Injeksi Kimia).
Chemical Flooding (Injeksi Kimia) adalah salah satu jenis metode pengurasan minyak
tahap lanjut (EOR) dengan jalan menambahkan zat-zat kimia ke dalam air injeksi untuk
menaikkan perolehan minyak sehingga akan menaikkan efisiensi penyapuan dan atau
menurunkkan saturasi minyak sisa yang tertinggal di reservoir. Injeksi kimia memiliki prospek
yang bagus, pada reservoir-reservoir yang telah sukses dilakukan injeksi air dengan kandungan
minyak yang masih bernilai ekonomis. Tetapi pengembangannya masih lambat, karena biaya dan
resiko yang tinggi serta teknologinya yang kompleks.

2.1

Surfaktan
Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan. Surfaktan ini memiliki gugus hidrofilik dan gugus

hidrofobik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Aktifitas surfaktan
diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan
air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (hidrofobik). Bagian polar molekul
surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan
dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal
dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat
padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (hidrofobik) adalah merupakan
rantai alkil yang panjang ekor, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil
dan nampak sebagai kepala surfaktan.

Gambar 2.1
Representasi struktur surfaktan
Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air,
sedangkan gugus hidrofobik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Pada
suatu molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Molekul-molekul
surfaktan akan diadsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak apabila gugus
polarnya yang lebih dominan. Hal ini menyebabkan tegangan permukaan air menjadi lebih
rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu. Sebaliknya, apabila gugus non
polarnya lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diadsorpsi lebih kuat
oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih
rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan
larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun
konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka
surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut critical
micelle concentration (cmc). Tegangan permukaan akan menurun hingga cmc tercapai. Setelah
cmc tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi
jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya.
Pada konsentrasi kritik misel terjadi penggumpalan atau agregasi dari molekul-molekul
surfaktan membentuk misel. Misel biasanya terdiri dari 50 sampai 100 molekul asam lemak dari
sabun Sifat-sifat koloid dari larutan elektrolit natrium dedosil sulfat dapat dilihat pada Gambar
2.2

Gambar 2.2
Sifat koloid pada natrium dodesil sulfat

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai cmc, untuk deret homolog surfaktan rantai
hidrokarbon, nilai cmc bertambah 2x dengan berkurangnya satu atom C dalam rantai. Gugus
aromatik dalam rantai hidrokarbon akan memperbesar nilai cmc dan juga memperbesar
kelarutan. Adanya garam menurunkan nilai cmc surfaktan ion. Penurunan cmc hanya bergantung
pada konsentrasi ion lawan, yaitu makin besar konsentrasinya makin turun cmc-nya.Secara
umum misel dibedakan menjadi dua, yaitu: struktur lamelar dan sterik seperti telihat pada
Gambar 2.3.

Gambar 2.3

Struktur misel (a) sterik dan (b) lamelar


Karena pada cmc terjadi penggumpalan dari molekul surfaktan, maka cara penentuan cmc dapat
menggunakan cara-cara penentuan besaran fisik yang menunjukkan perubahan dari keadaan
ideal menjadi tak ideal. Di bawah cmc larutan menjadi bersifat ideal. Sedangkan diatasnya cmc
larutan bersifat tak ideal. Besaran fisik yang dapat digunakan ialah tekanan osmosa, titik beku
larutan, hantaran jenis atau hantaran ekivalen, kelarutan solubilisasi, indeks bias, hamburan
cahaya, tegangan permukaan, dan tegangan antarmuka.
2.2

Jenis-Jenis Surfaktan
Surfaktan terdiri dari beberapa jenis tergantung pada jenis muatan yang terdapat pada

kepala surfaktan tersebut. Jenis-jenis surfaktan yakni:


2.2.1

Surfaktan anionik.
Surfaktan ini memiliki kepala yang bermuatan negatif. Surfaktan jenis ini banyak digunakan
pada industri laundri dan juga efektif dimanfaatkan dalam proses perbaikan atau perawatan tanah
yang tercemar minyak dan senyawa hidrofobik lainnya. Surfaktan ini dapat bereaksi dalam air
cucian dengan ion air sadah bermuatan positif seperti kalsium dan magnesium. Reaksi ini
menyebabkan deaktifasi parsial pada surfaktan. Semakin banyak ion kalsium atau magnesium di
dalam air maka makin banyak pula surfaktan anionik yang akan dideaktifasi.
Surfaktan anionik yang banyak digunakan adalah senyaw alkil sulfat, alkil etoksilat dan sabun.
Gambar 2.4 menunjukkan beberapa contoh surfaktan anionik.

Gambar 2.4
Contoh surfaktan anionik
2.2.2

Surfaktan kationik
Surfaktan jenis ini memiliki kepala yang bermuatan positif di dalam air. Terdapat tiga
kategori surfaktan kationik jika didasarkan pada spesifikasi aplikasinya, yakni:

a.

Pada industri pelembut dan deterjen, surfaktan kationik menybabkan terjadinya kelembutan.
Penggunaan utamanya adalah pada produk-produk laundri sebagai pelembut. Salah satu contoh

surfaktan kationik adalah esterquat.


b. Pada laundri deterjen, surfaktan kationik (muatan positif) meningkatkan packing molekul
surfaktan anionik (muatan negatif) pada antarmuka air. Contoh surfaktan ini adalah surfaktan
dari sistem mono alkil kuartener.
c. Pada pembersih rumah dan kamar mandi, surfaktan kationik sebagai agen disinfektan.
Contoh-contoh surfaktan kationik ditampilkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5
Contoh surfaktan kationik.
2.2.3

Surfaktan nonionik
Surfaktan ini tidak memiliki muatan, sehingga menjadi penghambat bagi dekativasi kesadahan
air. Kebanyakan surfaktan nonionik berasal dari ester alkohol lemak. Contoh surfaktan ini adalah
ester gliserin asam lemak dan ester sorbitan asam lemak. Gambar 6 menunjukkan representasi
surfaktan nonionik.

Gambar 2.6
Representasi surfaktan nonionik.
2.2.4

Surfaktan amfoter/zwiterionik
Surfaktan ini memiliki muatan positif dan negatif. Ia dapat berupa anionik, kationik atau ninionik
dalam suatu larutan tergantung pada pH air yang digunakan. Surfaktan ini bisa terdiri dari dua
gugus muatan dengan tanda yang berbeda. Contoh dari surfaktan amfoter adalah alkil betain
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7
Contoh surfaktan amfoter

2.3

Mekanisme Kerja Surfaktan


Pada aplikasinya sebagai bahan pembersih untuk material kain, tanah dan sejenisnya,

surfaktan dapat bekerja melalui tiga cara yang berbeda, yakni roll up, emulsifikasi dan
solubilisasi.
a.

Roll up
Pada mekanisme ini, surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan antarmuka antara minyak
dengan kain atau material lain yang terjadi dalam larutan berair.

b. Emulsifikasi
Pada

mekanisme

ini

surfaktanmenurunkan

tegangan

antarmuka

minyak-larutan

dan

menyebabkan proses emulsifikasi terjadi.


c.

Solubilisasi
Melalui interaksi dengan misel dari surfaktan dalam air (pelarut), senyawa secara simultan
terlarut dan membentuk larutan yang stabil dan jernih.
Mekanismenya roll up dan emulsifikasi terdapat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8
Mekanisme kerja surfaktan (a) roll up dan (b) emulsifikasi
2.4. Struktur Pembentuk dan Pembuatan Surfaktan
Surfaktan (surfactant = surfactive active agent) adalah zat seperti detergent yang
ditambahkan pada cairan utuk meningkatkan sifat penyebaran atau pembasahan dengan
menurunkan tegangan permukaan caira khususnya air. Sufaktan mempunyai struktur molekul
yang terdiri dari gugus hydrophobic dan hydrophilic. Gugus hydrophobic merupakan gugus yang
sedikit tertarik/menolak air sedangkan gugus hydrophilic tertarik kuat pada molekul air. Sturktur
ini disebut juga dengan struktur amphipatic. Adanya dua gugus ini menyebabkan penurunan
tegangan muka dipermukaan cairan. Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah
bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa
dengan minyak. Di dalam molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya.
Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan
diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air
menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula
sebaliknya, bila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekul molekul surfaktan tersebut

akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan
minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan
larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun
konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka
surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical
Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai.
Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka
menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan
monomernya (Genaro, 1990).
2.5 Cara Kerja Surfaktan dalam Menurunkan Tegangan Muka Cairan
Cara kerja dari surfaktan sangatlah unik karena bagian yang hidrofilik akan masuk
kedalamlarutan yang polar dan bagian yang hirdrofilik akan masuk kedalam bagian yang non
polar sehinggasurfaktan dapat menggabungkan (walaupun sebenarnya tidak bergabung) kedua
senyawa yangseharusnya tidak dapat bergabung tersebut. Namun semua tergantung pada
komposisi darikomposisi dari surfaktan tersebut. Jika bagian hidrofilik lebih dominan dari
hidrofobik maka ia akan melarut kedalam air, sedangkan jika ia lebih banyak bagian
hidrofobiknya maka ia akan melarutdalam lemak dan keduanya tidak dapat berfungsi sebagai
surfaktan.Bagian liofilik molekul surfaktan adalah bagian nonpolar, biasanya terdiri dari
persenyawaanhidrokarbon aromatik atau kombinasinya, baik jenuh maupun tidak jenuh. Bagian
hidrofilik merupakan bagian polar dari molekul, seperti gugusan sulfonat, karboksilat,
ammonium kuartener,hidroksil, amina bebas, eter, ester, amida.Biasanya, perbandingan bagian
hidrofilik dan liofilik dapat diberi angka yang disebutkeseimbangan Hidrofilik dan Liofilik yang
disingkat KHL, dari surfaktan.
2.6 Aplikasi Surfaktan
Jenis surfaktan yang biasanya digunakan pada produk-produk kosmetika dan pangan
adalah lemak/asam lemak yang berasal dari minyak kelapa, dan saat ini seluruhnya diimpor dari
negara lain. Surfaktan alkanolamida yang berasal dari minyak kelapa contohnya coconut
dietanolamida. Coconut dietanolamida dimanfaatkan sebagai penstabil busa, bahan pendispersi,

dan viscosity builder pada produk-produk toiletries dan pembersih seperti shampo, emulsifier,
bubble bath, detergen bubuk dan cair, stabilizer skin conditioner dan sebagainya. Bahkan,
aplikasi surfaktan sangat luas, tak terbatas dalam industri pembersih tapi juga pada industri cat,
pangan, polimer, tekstil, dan lain-lain.
2.7

Pengertian Polimer

Suatu molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari susunan ulang molekul kecil yang
terikat melalui ikatan kimia disebut polimer (poly = banyak; mer = bagian). Suatu polimer akan
terbentuk bila seratus atau seribu unit molekul yang kecil yang disebut monomer, saling
berikatan dalam suatu rantai. Jenis-jenis monomer yang saling berikatan membentuk suatu
polimer terkadang sama atau berbeda. Sifat-sifat polimer berbeda dari monomer-monomer yang
menyusunnya. Pada contoh diatas, teflon (politetra-fluoroetilena) yang berwujud padat dibuat
bila molekul-molekul gas tetra-fluoroetilena bereaksi membentuk rantai panjang. Contoh lain,
molekul-molekul gas etilena bereaksi membentuk rantai panjang plastik polietilena yang ada
pada kaleng susu.

Gambar 2.9
Perkembangan Bahan Polimer

2.8 Struktur Polimer

Istilah polimer digunakan untuk menggambarkan bentuk molekul raksasa atau rantai yang sangat
panjang yang terdiri atas unit-unit terkecil yang berulang-ulang atau mer atau meros sebagai
blok-blok penyusunnya. Molekul-molekul (tunggal) penyusun polimer dikenal dengan istilah
monomer. Polimer Polyethylene, misalnya, adalah salah satu jenis bahan polimer dengan rantai
linear sangat panjang yang tersusun atas unit-unit terkecil (mer) yang berulang-ulang yang
berasal dari monomer molekul ethylene. Monomer memiliki ikatan kovalen tak jenuh (ikatan
ganda) sedangkan pada mer ikatan tersebut menjadi aktif atau ikatan kovalen terbuka dengan
elektron tak berpasangan.

Gambar 2.10
Struktur molekul polimer (polyethylene)
2.9 Klasifikasi Polimer
Polimer umumnya diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok antara lain berdasarkan jenis
monomer, asal, proses pembentukannya, dan sifat termalnya.
2.9.1. Polimer Berdasarkan Jenis Monomernya
Berdasarkan jenis monomernya, polimer dibedakan atas homopolimer dan kopolimer.
Homopolimer terbentuk dari sejenis monomer, sedangkan kopolimer terbentuk lebih dari sejenis
monomer.
a. Homopolimer

Homopolimer merupakan polimer yang terdiri dari satu macam monomer, dengan struktur
polimer. . . A A A A A A . . . Salah satu contoh pembentukan homopolimer dari
polivinil klorida adalah sebagai berikut.

Gambar 2.11
Pembentukan homopolimer dari polivinil klorida
b. Kopolimer
Kopolimer merupakan polimer yang tersusun dari dua macam atau lebih monomer. Contoh:
polimer SBS (polimer stirena-butadiena-stirena).

Gambar 2.12
Polimer SBS (polimer stirena-butadiena-stirena)
2.9.2. Polimer Berdasarkan Asalnya

Berdasarkan asalnya, polimer dapat dibedakan atas polimer alam dan polimer sintesis.

a. Polimer Alam
Polimer alam adalah polimer yang terdapat di alam dan berasal dari makhluk hidup. Contoh polimer alam
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1
Contoh Polimer Alam

Polimerisasi
Kondensasi
Kondensasi
Kondensasi
Kondensasi
Adisi
Sifat-sifat polimer alam kurang menguntungkan. Contohnya, karet alam kadang-kadang cepat
rusak, tidak elastis, dan berombak. Hal tersebut dapat terjadi karena karet alamtidak tahan
terhadap minyak bensin atau minyak tanah serta lama terbuka di udara. Contoh lain, sutera dan
wol merupakan senyawa protein bahan makanan bakteri, sehingga wol dan sutera cepat rusak.
Umumnya polimer alam mempunyai sifat hidrofilik (suka air), sukar dilebur dan sukar dicetak,
sehingga sangat sukar mengembangkan fungsi polimer alam untuk tujuan-tujuan yang lebih luas
dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
b. Polimer Sintesis
Polimer sintesis atau polimer buatan adalah polimer yang tidak terdapat di alam dan harus dibuat
oleh manusia. Sampai saat ini, para ahli kimia polimer telah melakukan penelitian struktur
molekul alam guna mengembangkan polimer sintesisnya. Dari hasil penelitian tersebut
dihasilkan polimer sintesis yang dapat dirancang sifat-sifatnya, seperti tinggi rendahnya titik
lebur, kelenturan dan kekerasannya, serta ketahanannya terhadap zat kimia. Tujuannya, agar
diperoleh polimer sintesis yang penggunaannya sesuai yang diharapkan. Polimer sintesis yang
telah dikembangkan guna kepentingan komersil, misalnya pembentukan serat untuk benang kain

dan produksi ban yang elastis terhadap jalan raya.. Contoh polimer sintesis dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 2.2
Contoh polimer sintesis
Monomer

2.9.3 Polimer Berdasarkan Proses Pembentukannya


Reaksi pembentukan polimer dinamakan polimerisasi, jadi reaksi polimerisasi adalah reaksi
penggabungan molekul-molekul kecil (monomer) membentuk molekul yang besar (polimer).
Ada dua jenis polimerisasi, yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi.

a. Polimer adisi
Reaksi adisi adalah reaksi pemecahan ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal sehingga ada atom
yang bertambah di dalam senyawa yang terbentuk. Jadi, polimerisasi adisi adalah reaksi
pembentukan polimer dari monomer-monomer yang berikatan rangkap (ikatan tak jenuh). Pada
reaksi ini monomer membuka ikatan rangkapnya lalu berikatan dengan monomer lain sehingga
menghasilkan polimer yang berikatan tunggal (ikatan jenuh). Artinya, monomer pembentuk
polimer adisi adalah senyawa yang ikatan karbon berikatan rangkap seperti alkena, sterina, dan
haloalkena. Polimer adisi ini biasanya identik dengan plastik, karena hampir semua plastik dibuat

dengan polimerisasi adisi. Misalnya polietena, polipropena, polivinil klorida, teflon dan
poliisoprena.

Tabel 2.3
Contoh Polimer Adisi

strik

ik, gelas plastik, mainan, bahan pengepakkan

kabel)
bowling

b. Polimer Kondensasi
Kondensasi merupakan reaksi penggabungan gugus-gugus fungsi antara kedua monomernya.
Artinya, polimerisasi kondensasi adalah reaksi pembentukan polimer dari monomer-monomer
yang mempunyai dua gugus fungsi. Misalnya, senyawa polipeptida atau protein dan polisakarida
merupakan senyawa biomolekul yang dibentuk oleh reaksi polimerisasi kondensasi. Berikut
beberapa contoh pembentukan polimerisasi kondensasi :

Pembentukan nilon
Nilon merupakan suatu polimer yang ditemukan oleh Wallace Hume Carothers di tahun 1934
sewaktu bekerja di perusahaan Du Pont. Polimer nilon dibentuk dari monomer asam 6aminoheksanoat (HOOCCH2(CH2)3CH2NH2). Dalam polimerisasi ini, gugus karboksil dari
monomer berikatan dengan gugus amino dari monomer tersebut. Adapun nilon-66 dibentuk

dengan heteropolimer (monomernya beragam), yaitu antara heksametilena diamina, (1,6-heksana


diamin) dengan asam adipat (asam 1,6-heksanadioat). Pada heteropolimer (kopolimer) setiap 2
monomer yang berlainan bersatu akan dihasilkan 2 molekul air.

Pembentukan polyester (polietilena tereftalat) atau dakron


Sama halnya pada nilon-66, polyester dakron dibentuk oleh 2 polimer berlainan, yaitu dari
etilena glikol (polialkohol) dengan dimetil tereftalat (senyawa ester). Polimerisasi kondensasi
akan menghasilkan molekul kecil air dan monomernya mempunyai gugus fungsi pada kedua
ujung rantainya[4].
2.9.4. Polimer Berdasarkan Sifat Termal
Berdasarkan sifat termalnya, polimer dibagi menjadi 2 yaitu termoplastik dan termoset. Diagram
pembagian jenis-jenis polimer adalah pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13
Kalsifikasi Polimer berdasarkan sifat termal
a. Termoplastik

Termoplastik, yaitu polimer yang bisa mencair dan melunak. Hal ini disebabkan karena polimer polimer tersebut tidak berikatan silang (linier atau bercabang) biasanya bisa larut dalam beberapa
pelarut. Bahan-bahan yang bersifat termoplastik mudah untuk diolah kembali karena setiap kali
dipanaskan, bahan-bahan tersebut dapat dituangkan ke dalam cetakan yang berbeda untuk
membuat produk plastik yang baru. Polietilen (PE) dan polivinilklorida (PVC) merupakan
contoh jenis polimer ini[1].

Gambar 2.14
Bentuk struktur termoplastik

Gambar 2.15
Bentuk struktur bercabang termoplastik
Polimer termoplastik memiliki sifat sifat khusus sebagai berikut.

Berat molekul kecil

Tidak tahan terhadap panas.

Jika dipanaskan akan melunak.

Jika didinginkan akan mengeras.

Mudah untuk diregangkan.

Fleksibel.

Titik leleh rendah.

Dapat dibentuk ulang (daur ulang).

Mudah larut dalam pelarut yang sesuai.

Memiliki struktur molekul linear/bercabang.

Tabel 2.4
Contoh Polimer Termoplastik

No.
1.
2.
3.
4.

Polietilena (PE)
Polivinilklorida (PVC)
Polipropena (PP)
Polistirena

b. Termoset
Polimer termoseting adalah polimer yang mempunyai sifat tahan terhadap panas. Jika polimer ini
dipanaskan, maka tidak dapat meleleh. Sehingga tidak dapat dibentuk ulang kembali. Susunan
polimer ini bersifat permanen pada bentuk cetak pertama kali (pada saat pembuatan). Bila
polimer ini rusak/pecah, maka tidak dapat disambung atau diperbaiki lagi.
Polimer termoseting memiliki ikatan ikatan silang yang mudah dibentuk pada waktu dipanaskan. Hal ini
membuat polimer menjadi kaku dan keras. Semakin banyak ikatan silang pada polimer ini, maka semakin
kaku dan mudah patah. Bila polimer ini dipanaskan untuk kedua kalinya, maka akan menyebabkan rusak
atau lepasnya ikatan silang antar rantai polimer.

Gambar 2.16
Bentuk struktur ikatan silang sebagai berikut

Sifat polimer termoseting sebagai berikut.

Keras dan kaku (tidak fleksibel)

Jika dipanaskan akan mengeras.

Tidak dapat dibentuk ulang (sukar didaur ulang).

Tidak dapat larut dalam pelarut apapun.

Jika dipanaskan akan meleleh.

Tahan terhadap asam basa.

Mempunyai ikatan silang antarrantai molekul.

Tabel 2.5
Contoh Polimer Termoset
No.
1.
2.
3.

Tipe
Fenol-formaldehida
Urea-formaldehida
Poliester tak jenuh

Singkatan
PF

Kegunaan
Alat listrik dan elektronik, bagian mobil, perekat

UF

plywood, utensil handle


Alat listrik dan elektronik, bagian mobil, perekat

plywood, utensil handle, dan bahan pelapis


Konstruksi, bagian - bagian mobil, lambung
kapal,aksesoris kapal, saluran anti korosi, pipa,

4.

Epoksi

tangki dan lain-lain, peralatan bisnis


Bahan pelapis protektif, perekat, aplikasi-aplikasi
listrik dan elektronik, bahan lantai industri, bahan

5.

Melamin-formaldehida

MF

pengaspal jalan raya, bahan paduan (komposit)


Alat listrik dan elektronik, bagian mobil, perekat
plywood, utensil handle, bahan pelapis, bingkai
dekoratif, tutup meja, perkakas makanan.

Proses pembentukan rantai molekul raksasa polimer dari unit-unit molekul terkecilnya (mer atau
meros) melibatkan reaksi yang kompleks. Proses polimerisasi tersebut yang secara umum dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis reaksi, yaitu polimerisasi adisi (Addition), dan polimerisasi
kondensasi (Condensation)[6].

Gambar 2.17
Jenis Reaksi Pembentukan Polimer
Reaksi adisi seperti yang terjadi pada proses pembentukan makro molekul polyethylene dari
molekul-molekul ethylene, berlangsung secara cepat tanpa produk samping (by-product)
sehingga sering disebut pula sebagai Pertumbuhan Rantai (Chain Growth). Contoh polimerisasi
dengan reaksi adisi adalah proses pembentukan Polyethylene (PE).
Proses pembentukan polimer berlangsung dalam 3 tahap, yaitu :
(1) inisiasi,
(2) adisi atau pertumbuhan rantai, dan
(3) terminasi.
Untuk memulai proses polimerisasi ethylene, ditambahkan H2O2 sehingga terjadi pemutusan
ikatan kovalen antar oksigen dalam molekul Hidrogen Peroksida dan ikatan kovalen antar karbon
dalam molekul Ethylene. Polimerisasi dimulai dengan terbentuknya dua kelompok inisiator (OH)
dan mer. Satu dari dua kelompok OH selanjutnya akan bergabung dengan mer ethylene
mengawali terbentuknya rantai molekul polimer. Selanjutnya akan terjadi pertumbuhan rantai
yang berlangsung sangat cepat membentuk rantai molekul raksasa linear. Terminasi dari
pertumbuhan rantai dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
(1) dengan bergabungnya OH ke ujung rantai molekul, dan
(2) bergabungnya dua rantai molekul.
Panjang dari rantai polimer dapat dikendalikan dengan cara mengendalikan jumlah inisiator.

Secara, umum, jika jumlah inisiator yang diberikan sedikit, maka jumlah OH yang tersedia untuk
menghentikan reaksi semakin sedikit pula. Perlu dicatat bahwa di reaksi adisi ini tidak
menghasilkan produk sampingan[6]. Adapun sebagai contoh proses adisi adalah polyethylene
dan reaksi pembentukannya digambarkan pada gambar 10 di bawah ini.

Gambar 2.18
Proses Pembentukan Polyethylene
Polimerisasi kondensasi, seperti yang misalnya pada pembentukan bakelit dari dua buah mer
berbeda, berlangsung tahap demi tahap (Step Growth) dengan menghasilkan produk samping,
misalnya molekul air yang dikondensasikan keluar.
Contoh dari polimerasi kondensasi adalah proses pembentukan Bakelit yang telah kita kenal
sebelumnya. Nama kondensasi diberikan karena pada proses polimerisasi ini dikondensasikan
molekul air sebagai produk sampingan (by product)-nya. Bakelit, produk utama dari reaksi ini,
terbentuk dari dua jenis molekul mer, yaitu Phenol dan Formal Dehide. Tidak seperti halnya
pada polimerisasi adisi, reaksi berlangsung lebih lambat, tahap demi tahap, sehingga sering pula
disebutsebagai reaksi pertumbuhan tahap demi tahap (step growth reaction). Rantai molekul
yang terbentuk dalam proses polimerisasi bakelit ini lebih rigid, karena membentuk jejaring tiga
dimensi (three dimensional network) yang kompleks[6]. Untuk proses kondensasi contohnya
adalah polyethylene dan reaksi pembentukannya digambarkan pada gambar 11.

Gambar 2.19
Proses Pembentukan Bakelite

DAFTAR PUSTAKA
1. http://dunia-wahyu.blogspot.co.id/2012/03/kimia-permukaan-surfaktan.html
2. http://intanint.blogspot.co.id/2013/12/makalah-surfaktan.html
3. http://lasryza.blogspot.co.id/2014/08/polimer.html

Anda mungkin juga menyukai

  • Bagan 1
    Bagan 1
    Dokumen1 halaman
    Bagan 1
    aldypn66
    Belum ada peringkat
  • Dear My Sweetheart
    Dear My Sweetheart
    Dokumen1 halaman
    Dear My Sweetheart
    aldypn66
    Belum ada peringkat
  • CSR MNC Land
    CSR MNC Land
    Dokumen15 halaman
    CSR MNC Land
    aldypn66
    Belum ada peringkat
  • CSR MNC Land
    CSR MNC Land
    Dokumen15 halaman
    CSR MNC Land
    aldypn66
    Belum ada peringkat
  • Dear My Sweetheart
    Dear My Sweetheart
    Dokumen1 halaman
    Dear My Sweetheart
    aldypn66
    Belum ada peringkat
  • MNC Land
    MNC Land
    Dokumen3 halaman
    MNC Land
    aldypn66
    Belum ada peringkat
  • Naskah Drama Sunda
    Naskah Drama Sunda
    Dokumen9 halaman
    Naskah Drama Sunda
    aldypn66
    75% (4)
  • Esp
    Esp
    Dokumen28 halaman
    Esp
    aldypn66
    Belum ada peringkat
  • Esp
    Esp
    Dokumen1 halaman
    Esp
    aldypn66
    Belum ada peringkat
  • Esp
    Esp
    Dokumen28 halaman
    Esp
    aldypn66
    Belum ada peringkat
  • Borehole Environment
    Borehole Environment
    Dokumen2 halaman
    Borehole Environment
    aldypn66
    0% (1)
  • Density Tool
    Density Tool
    Dokumen2 halaman
    Density Tool
    aldypn66
    Belum ada peringkat
  • Artikel 4
    Artikel 4
    Dokumen2 halaman
    Artikel 4
    aldypn66
    Belum ada peringkat
  • Artikel 6
    Artikel 6
    Dokumen2 halaman
    Artikel 6
    aldypn66
    Belum ada peringkat
  • Artikel
    Artikel
    Dokumen3 halaman
    Artikel
    aldypn66
    Belum ada peringkat
  • Artikel
    Artikel
    Dokumen1 halaman
    Artikel
    aldypn66
    Belum ada peringkat