Anda di halaman 1dari 6

Kisah Inspiratif "Penjual Makanan Kecil Menjadi Pengusaha Sukses"

Liem adalah seorang imigran dari sebuah keluarga miskin di provinsi Fujian di
Tiongkok. Dia datang ke Indonesia pada tahun 1898 bersama ayahnya. Tak lama
setelah tiba di Indonesia, ayahnya meninggal. Sebelum meninggal, Liem dititipkan
disebuah keluarga di Bojonegoro. Di keluarga tersebut Liem menerima pelajaran
tentang keuangan. Hingga umur sebelas tahun Liem diasuh di keluarga tersebut.
Stlh itu, Liem hidup mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
berjualan makanan kecil di dalam gerbong kereta jurusan Surabaya-Jakarta dengan
cara melompat masuk pada malam buta. Liem pernah berjualan makanan kecil
selama 18 bulan penuh tanpa istirahat sekalipun.
Tidak lama setelah menikah, Liem mendapatkan pekerjaan sabagai peracik dan
pelinting rokok di sebuah pabrik rokok di Lamongan. Dari situ Liem memperlihatkan
kemampuan alaminya dalam meracik & melinting rokok. Namun tidak lama
kemudian, Liem berhenti dari pekerjaannya itu dan menyewa sebuah warung kecil
di Jln.Tjantian di Surabaya Lama. Di warung tersebut Liem bersama istrinya
berjualan bahan makanan kecil, sedangkan Liem berusaha berjualan rokok
racikannya sendiri.
Siapakah Liem Ini?
Beliau adalah Liem Seeng Tee pendiri PT. HM Sampoerna, sebuah perusahaan rokok
raksasa di Indonesia. Dia adalah generasi pertama dari keluarga Sampoerna; ayah
dari Aga Sampoerna dan kakek dari Putera Sampoerna. Sampoerna terus
berkembang menjadi perusahaan raksasa meski sempat mengalami beberapa
masalah, di antaranya pabrik yang terbakar.
Pesan Cerita :
Untuk mencapai sukses tentu saja tidak mudah, karena kita juga harus menyikapi
kegagalan dengan baik jika memang kita menghadapi kegagalan. Untuk mencapai
sukses kerap kali kita harus melewati kesalahan serta kegagalan dalam hidup.
Banyak orang ingin sukses tapi sedikit sekali yang berani untuk menghadapi
kegagalan. Kalau kita ingin sukses, kita tidak boleh takut gagal.

KISAH INSPIRATIF ORANG MISKIN MENJADI SUKSES


Siapa yang tak kenal Profesor Rhenald Kasali Ph.d, Profesor Azyumardi Azra Ph.D dan Profesor
Yohannes Surya Ph.D? Mereka telah terakui secara nasional, dan bahkan juga internasional,
sebagai para pakar di bidang masing-masing. Siapa sangka bahwa ketiganya adalah orang-orang
yang dulunya berasal dari kalangan tak mampu, miskin dan serba terbatas. Mereka beritiga

mengaku pernah merasakan setiap hari makan nasi hanya ditemani garam, karena sulitnya hidup
keluarga mereka.
Seorang Rhenald, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, harus melalui masa kecil
dalam kondisi perekonomian keluarga sangat terbatas. Ia terbiasa berangkat sekolah sejak pukul
setengah lima pagi untuk berlari-lari mengejar bis karena jarak rumah dan sekolah yang lumayan
jauh. Ia juga pernah merasakan tak pernah bisa memakai sekolah baru, karena ibunya hanya
sanggup membelikannya sepatu bekas. Ia juga pernah mengalami pahitnya tinggal kelas saat
kelas lima SD. Namun semuanya tak mengurungkan niatnya yang sangat besar untuk terus
sekolah. Hingga Ia mampu menamatkan SMA-nya. Berbekal uang sepuluh ribu rupiah, ia nekat
membeli formulir pendaftaran masuk perguruan tinggi. Saat diterima di UI, ia harus dihadapkan
pada kesulitan bayar biaya kuliah. Dan ia harus bekerja keras untuk bisa membiayai sendiri
kuliahnya serta berburu beasiswa. Minatnya tak berhenti saat ia mampu meraih gelar sarjananya.
Ia kemudian berburu berbagai beasiswa untuk bisa meneruskan kuliah S2 dan S3 di Amerika
Serikat. Dan tentu saja beragam kisah dan pengalaman unik mengiringi perjuangannya hingga ia
mampu meraih gelar doktor di University of Illinois, Amerika Serikat.
Tak kalah seru kisah hidup Profesor Azyumardi Azra, mantan Rektor Universitas Islam Negeri
(dulu IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Azyumardi yang besar di Padang ini, berayahkan
seorang tukang kayu dan batu, dengan ibu seorang guru agama. Ia dekat dengan segala
keterbatasan ekonomi. Namun visi dan misi yang besar terhadap pendidikan dari orang tuanya,
mendorong Ia turut menggandrungi dunia sekolah. Ia bisa membaca sebelum sekolah, karena
gemar memelototi nama bis yang lewat di jalan raya dekat rumahnya. Saat SMP dan SMA, ia
harus rela membawa bekal lauk pauk untuk makan seminggu dari rumah ke kos karena
keterbatasan uang dari orang tuanya. Ia juga mau bekerja serabutan di bengkel mobil, hingga jadi
tukang jahit di sela-sela sekolahnya, untuk menambah uang saku. Dan kerja kerasnya terus
berlanjut saat ia harus membiayai sendiri kuliahnya di Jakarta. Lulus menggondol ijazah S1, ia
langsung memantapkan niat untuk melanjutkan ke S2 dan S3. Serupa seperti Rhenald, Ia rajin
berburu beasiswa ke luar negeri dan sponsor dalam negeri untuk mendukung upayanya.
Perjuangan keras dan berbagai kisah unik pun mengiringi perjalanan hidupnya saat ia diterima
kuliah di Columbia University Amerika Serikat dan sekaligus harus menghidupi istrinya hingga
meraih gelar doktor.
Dan beratnya hidup untuk bisa sekolah setinggi mungkin untuk keluar dari kemiskinan, juga
dipikul oleh Profesor Yohannes Surya. Rektor Universitas Multimedia Nusantara sekaligus pakar
ilmu fisika ini, sejak kecil sudah harus terbiasa bangun pukul 3 pagi untuk membantu sang ibu
membuat kue dagangan. Ketertarikannya yang besar pada fisika, mata pelajaran momok bagi
kebanyakan anak sekolah, justru menjadi kunci keberhasilannya kemudian. Saat lulus SMA, ia
harus memutar otak untuk menyiasati biaya kuliahnya. Ia bersaing dengan banyak orang untuk
masuk perguruan tinggi melalui PMDK, dan ia memilih jurusan yang paling sedikit diminati
yaitu fisika. Klop sudah, perhitungannya benar dan ia melenggang masuk Universitas Indonesia.
Tinggal kemudian ia harus berpikir keras untuk mencari uang untuk biaya kuliah. Dan
kegemarannya pada fisika lagi-lagi menolongnya. Ia memanfaatkan kepintarannya untuk
memberi les privat fisika pada anak-anak SMA serta membuat buku tentang fisika, di samping
berburu beasiswa. Dan seperti dua koleganya di atas, penggagas dan ketua tim Olimpiade Fisika
Indonesia ini pun juga sudah mewacanakan untuk bisa melanjutkan kuliah hingga S3 sejak jauhjauh hari. Ia memiliki moto hidup Mestakung, atau Semesta Mendukung. Dan Mestakung inilah
yang membuatnya mantap membuat paspor meski belum mendapatkan beasiswa di luar negeri.

Apa sebenarnya konsep Mestakung itu? Dan apa saja kisah-kisah unik yang menyertainya saat
kuliah di Physics Dept. College of William and Mary, Amerika Serikat dengan kemampuan
bahasa Inggris pas-pasan namun mampu meraih gelar doktor dengan predikat Summa Cum
Laude?
Banyak jalan menuju Roma, hal ini lah yang diyakini para nara sumber Kick Andy kali ini dalam
mengejar mimpinya. Misalnya kisah Winarno, seorang anak yang lahir dari keluarga miskin.
Ayahnya seorang informan polisi yang tidak lulus SD dan ibunya seorang tukang pijat yang buta
huruf.
Masa sekolah dan kuliah Winarno identik dengan perjuangan keras, dari urusan biaya, fasilitas
untuk bersekolah, hingga transfortasi yang cukup jauh. Satu prinsip kuat yang ia yakini saat itu
adalah, kalau pintar pasti bisa berhasil. Maka ia pun memompa semangatnya untuk bisa meraih
nilai tertinggi. Untuk urusan kuliah, ia menemukan taktik untuk bisa memperoleh sekolah gratis.
Dari seluruh perjuangannya, Winarno kini sudah meraih gelar professor untuk bidang ilmu dan
teknologi pangan. Di usianya yang sudah berkepala tujuh, ia masih aktif sebagai Rektor di
Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta.
Kisah Basuki asal Sragen, lain lagi. Sejak kecil ia disibukan dengan urusan membantu
perekonomian keluarga dari mulai jualan kantong plastik, semir sepatu, atau ngojek paying saat
hujan. Kala itu keluarga mereka hijrah ke Ibukota untuk meningkatkan taraf hidup dan
malangnya, tidak berhasil. PHK yang menimpa ayahnya, kemudian memaksa keluarga ini
kembali ke kota asal mereka, Sragen.
Menjelang masa kuliah, Basuki mulai merambah usaha baru, yakni jadi loper koran. Jadi masa
kuliah pun ia jalani sambil berjualan koran dan di waktu luang jadi pedagang asongan.
Pada Januari 2010 lalu, Basuki mendapatkan pengukuhan gelar Doktor Ilmu Komunikasi dari
Universitas Indonesia. Dan kini tercatat sebagai dosen di Universitas Pembangunan Nasional,
Yogyakarta.
Dari Yogakarta, ada kisah menarik milik Purwadi. Putra pasangan Ridjan dan Yatinem ini harus
bekerja keras sejak kecil agar bisa meneruskan sekolahnya hingga ke bangku kuliah. Ayahnya
seorang buruh tani dan ibunya yang penjual bakul sayur, tak memiliki kemampuan ekonomi
yang cukup untuk membiayainya.
Alhasil Purwadi harus pintar-pintar mencari cara. Masa kuliah ia berjualan kantung gandum,
menjual majalah bekas, hingga memberi les gamelan. Untuk mengirit biaya buku dan makanan,
ia memiliki trik trik khusus semasa kuliah. Perjuangan yang tak kenal lelah telah mengantar
Purwadi meraih gelar Doktor Filsafat dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Anda mengenal Saldi Isra? Seorang Ahli Hukum Tata Negara yang cukup menonjol di tanah air.
Di usianya yang ke 42 tahun, ia sudah menyandang gelar Profesor Doktor. Tahukah anda Saldi
Isra lahir dari keluarga seperti apa?
Orang tua saya petani yang buta hurup, dan masa sekolah saya harus dilakukan sambil
membantu orang tua membajak sawah, katanya saat tampil di Kick Andy.
Kisah yang penuh spirit juga hadir dari seorang dokter bedah syaraf kaliber dunia, Eka Julianta.
Dokter yang telah berhasi melakukan banyak operasi otak dan batang otak ini, kini sering
mendapat undangan untuk melakukan presentasi di berbagai Fakultas kedokteran dan
symposium di berbagai Negara baik Asia, Afrika, Eropa dan Amerika.

Tapi tahukah anda, bahwa perjuangan Eka, untuk mengejar mimpi dan mewujudkan cita-citanya
sebagai dokter, dimulai dengan membantu ibunya menumbuk singkong getuk, dan
menjajakannya di sekolah.

Home Kisah Sukses Kisah Habibie Afsyah Sukses di Usia Muda dari Bisnis Online

Kisah Habibie Afsyah Sukses di Usia Muda dari Bisnis


Online
Admin | 21:20 | 0 komentar

Dia terlahir sebagai bayi montok dan sehat yg membuat orangtuanya tidak menaruh curiga
terhadap keadaan fisik anaknya. Baru pada Usia 8 bulan, orang tuanya mulai curiga karena
Habibie kecil belum juga bisa merangkak seperti bayi normal lainnya.
Mulailah dia di bawa ke Dokter oleh Ibunya untuk mengetahui penyebab terlambatnya
perkembangan fisik tsb.
Setelah dibawa ke berbagai Rumah Sakit dan, diketahui ternyata dia mengalami cacat fisik.
Bahkan ada Dokter yg memprediksi umurnya hanya sampai 25 tahun saja!
dia sering dibawa ke mana-mana oleh Sang Ibu untuk berobat, baik ke dokter spesialis, maupun
ke pengobatan alternatif. Semua dilakukan Ibunya agar mendapatkan kesembuhan bagi Sang
Anak
Namun dia merasa proses terapinya sangat menyakitkan. Karena terapi yg menurut dia
menyakitkan tersebut, pangkal pahanya sempat terlepas dari tulang mangkoknya. Dan hal itu
membuat pertumbuhan kakinya menjadi tidak seimbang. Kaki dia menjadi panjang sebelah.
Namun keadaan cacat telah mengajarkan dia untuk ikhlas menerima keadaan yg diberikan
Tuhan. Hal itu bisa dia terima dengan apa adanya.
Yang membuat sangat berat adalah tantangan hidup untuk mendapatkan perlakuan layak dari
lingkungan sekitar.
Sebagian sekolah beralasan belum memiliki fasilitas untuk menampung Anak Cacat yg berkursi
roda untuk belajar di sekolah normal.

Ibunya lah yg berjuang keras ke sana-ke mari untuk mencari tempat pendidikan buat anaknya.
Termasuk suatu ketika mendaftarkan dia pada Kursus Dasar Internet Marketing selama 2 hari dg
pengajar dari Singapura.
Ceritanya setelah bergelut dengan perjuangan untuk bisa lulus sekolah hingga SMA, dia tidak
melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Dia didaftarkan ibunya ikut Kursus Dasar Internet Marketing. Biayanya lumayan besar, Rp. 5
juta. Usai Kursus Dasar Internet Marketing tsb, dia mengaku tidak tahu harus melakukan apa
lagi karena dia merasa benar-benar buta tentang bidang yg baru dipelajarinya itu. Dia merasa nol
besar untuk bidang internet marketing ini. Apalagi kursus yg diberikan dalam Bahasa Inggris dan
memakai Alih bahasa (tanslator).
diamemang sering membuka internet, namun itu hanya untuk bermain game online sebagai
pengisi kesibukannya di rumah. Katanya Komputer yg dipakai juga masih numpang di komputer
kakaknya.
Belum habis kebingungan dia Habibie, Selang beberapa bulan kemudian, dia diikutkan kembali
oleh ibunya untuk ikut Kursus tingkat lanjut (advanced) Internet Marketing
Sebenarnya dia sempat menolak karena tidak enak melihat Ibunya
harus menjual Mobil sewaannya hanya agar dia bisa ikut pelatihan tsb.
Karena Biaya Kursus tingkat lanjut itu mencapai Rp. 15 Juta.
Dia sempat berdebat dengan ibunya, namun Ibunya tetap memberikan semangat kepada Habibie
dan mendorongnya untuk bisa berhasil. Anggap saja kamu kuliah, begitu kata mamanya.
Akhirnya dengan dorongan mamanya, dia mau juga ikut kursus mahal itu.

Setelah belajar 3 minggu, Habibie berhasil mendapatkan penjualan pertama dari Amazon.com dg
Produk Game PS3. Meski komisinya cuma $24, Habibie senangnya bukan kepalang karena baru
kali ini bisa menghasilkan uang dari internet. Pada komisi pertama ini dia sebenarnya rugi karena
biaya iklan lebih besar dari komisi.
Namun Habibie terus berusaha sampai dia bisa mendapatkan komisi $124, $500, $1000, dan
$2000 dari Amazon. Semua memerlukan proses belajar dan praktek secara konsisten.
Sejak itu, dia sering diundang menjadi pembicara seminar internet marketing di kampus-kampus,
hingga diliput koran, tabloid, dan majalah. Puncaknya dia diundang pada acara Kick Andy di
Metro TV pada episode Kasih Tiada Bertepi.

Anda mungkin juga menyukai