Anda di halaman 1dari 31

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

BAB III
HASIL PENYELIDIKAN

3.1. Geologi Daerah Penyelidikan


3.1.1. Morfologi
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan didukung Interpretasi Peta
Rupa Bumi Lembar Bandar Durian, skala 1: 50.000 maka, morfologi daerah
penyelidikan yang terdapat pada lampiran peta geomorfologi, terdapat 3 satuan
morfologi diantaranya:
1. Satuan Morfologi Bergelombang / miring yang ditandai dengan warna
kuning pada peta, dengan luas 629 Ha2 atau 46,27% dari luas areal.
2. Satuan Morfologi Agak Curam yang ditandai dengan warna jingga di
peta, dengan luas 371,86 Ha2 atau 27,35% dari luas areal.
3. Satuan Morfologi Curam yang ditandain dengan warna merah muda,
dengan luas 358,46 Ha2 atau 26,37 % dari luas areal.
Perbedaan ketinggian umumnya lebih mencerminkan tingkat resistensi batuan
terhadap ersosi. Sebagian besar daerah ini adalah hutan dan sisanya merupakan lahan
perkebunan penduduk yang ditanami pohon karet dan kelapa sawit.

3.1.2

Penampang Sayatan Morfologi

III - 1
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Dalam penentuan satuan morfologi derah penelitian dipakai


perhitungan lereng menurut Van Zuidam (1949), seperti dibawah ini.
BT
x100%
JD
PL=
BT = (N-1) x IK
JD = PS x Skala peta
BT
x
JD
DKL = Tan
Dimana :
BT : Beda tinggi
N : Jumlah kontur yang terkena sayatan
PL : Persen lereng
IK : Interval kontur
JD : Jarak datar

Dari perhitungan diatas maka didapatkan hasil.

TABEL 3.1: Sayatan Morfologi Daerah Penelitian

No
sayat
an
1
2
3
4
5

Panja
ng
sayat
an
438,3
1
269,3
6
400,7
2
300,2
3
341,4
4

Beda
tinggi

75
50
100
75
100

Persen
kemiring
an
lereng
(%)
17,11
18,56
24,96
24,98
29,29

Derajat
kemiringan
lereng (0)
9,710037275
10,51573056
14,01202009
14,0257666
16,32404163

Satuan
Morfologi
Berbukit
curam
Berbukit
curam
Berbukit
curam
Berbukit
curam
Berbukit
curam

warna
penunjuk
area

/Agak
Jingga
/Agak
Jingga
/Agak
Jingga
/Agak
Jingga
/Agak
Jingga

III - 2
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

6
7
8
9
10
11
12
13
14

99,05
330,8
0
285,1
1
209,8
4
266,3
4
445,3
6
189,8
6
423,1
6
324,3
3

75

69,72

37,13327507

125

37,79

20,70006243

100

35,07

19,32779226

75

35,74

19,66733207

75

28,16

15,72714129

150

33,68

18,61390268

100

52,67

27,77596498

25

5,91

3,381091542

25

7,71

4,40778001

Berbukitbukit/Curam
Berbukitbukit/Curam
Berbukitbukit/Curam
Berbukitbukit/Curam
Berbukit/Agak
curam
Berbukitbukit/Curam
Berbukitbukit/Curam
Bergelombang/mir
ing
Bergelombang/mir
ing

Merah
muda
Merah
muda
Merah
muda
Merah
muda
Jingga
Merah
muda
Merah
muda
Kuning
Kuning

3.1.2.1. Satuan Morfologi Bergelombang / Miring


Satuan morfologi bergelombang / miring terletak di bagian utara sampai
selatan daerah penelitian dan menempati 46,27% dari total daerah penelitian.
Merupakan daerah dataran bergelombang dengan kemiringan lereng berkisar antara
0 hingga 5. Litologi yang menempati satuan morfologi ini adalah endapan aluvial
dan tufa dan Formasi Sihapas, dengan vegetasi didominasi oleh perkebunan sawit
dan tanaman palawija. Pemanfaatan lahan pada satuan morfologi ini diantaranya
adalah sebagai pemukiman penduduk dan areal perkebunan.

III - 3
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Foto 3.1. Bentang Alam Satuan Morfologi Bergelombang / Miring

3.1.2.2. Satuan Morfologi Agak Curam


Untuk morfologi agak curam memiliki luasan 27,35% dari luas daerah
penelitian. Merupakan daerah dataran dengan kemiringan lereng berkisar antara 9
hingga 16. Litologi yang menempati satuan morfologi ini adalah Formasi Kualum

III - 4
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

dan Formasi Sihapas yang berumur trias, dengan vegetasi didominasi oleh tanaman
hutan. Pemanfaatan lahan pada satuan morfologi ini diantaranya adalah sebagai
kawasan hutan.

Foto 3.2. Satuan Morfologi Agak Curam

3.1.1.3. Satuan Morfologi Curam


Untuk morfologi agak curam memiliki luasan 26,37 % dari luas daerah
penelitian. Merupakan daerah dataran dengan kemiringan lereng berkisar antara 16
hingga 37. Litologi yang menempati satuan morfologi ini adalah Formasi Kualum

III - 5
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

yang berumur trias, dengan vegetasi didominasi oleh tanaman hutan. Pemanfaatan
lahan pada satuan morfologi ini diantaranya adalah sebagai kawasan hutan.

Foto 3.3. Satuan Morfologi Curam

III - 6
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Gambar 3.1: Kenampakan morfologi daerah penyelidikan

3.1.2 Pola pengaliran dan Stadia Sungai


Semua sungai, baik besar maupun kecil, mempunyai sistem pengaliran
cekungan atau drainage basin (Tarbuck & Lutgens, 1984). Drainage basin yang
dimaksud adalah semua daerah yang dialiri oleh sungai dan tributary, yakni sungai
kecil yang mengalir menuju sungai yang lebih besar. Berdasarkan referensi dan
informasi yang diperoleh dari masyarakat sekitar, sistem drainage basin dari sungai
sungai yang terdapat di daerah penelitian digolongkan ke dalam tipe parenial,
yakni sungai yang berair sepanjang tahun.

Pada umumnya, aliran sungai dikendalikan oleh struktur batuan dasar,


kekerasan batuan, struktur geologi serta beberapa hal lainnya yang membentuk pola
pola aliran sungai. Berdasarkan faktor faktor ini, maka pola aliran sungai yang
ada pada daerah penelitian digolongkan kedalam pola aliran sungai paralel.

III - 7
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Pola aliran sungai paralel adalah pola aliran sungai yang berbentuk akibat
adanya pengaruh struktur geologi.
Selain pola pengaliran, hal penting lain yang perlu diperhatikan adalah tahap
geomorfik selama periode waktu mulai dari sungai tersebut terbentuk. Thornbury
(1954) menjelaskan bahwa evolusi dari lembah sungai dapat dibagi ke dalam 3
tahap, yaitu tahap muda, tahap dewasa, dan tahap tua. Beberapa dasar yang
digunakan dalam melakukan pembagian ini diantaranya adalah jenis erosi yang
dominan, bentuk profil lembah sungai, gradien sungai, ada tidaknya dataran banjir,
kecepatan aliran sungai, dan lain sebagainya. Berdasarkan dasar dasar tersebut,
stadia sungai yang terdapat pada daerah penelitian dapat dibagi ke dalam dua
bagian.

III - 8
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Gambar 3.2: Pola pengaliran daerah penelitian

Yang pertama adalah wilayah Barat daerah penelitian, terdapat sungai


Seikualuh mencirikan stadia sungai tua, yang dibuktikan dengan keterdapatn

III - 9
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

meander dimana arus vertikal lebih dominan dari arus horzontal. Sungai yang
terdapat di wilayah Barat berbentuk U, gradien sungai yang landai.

Foto 3.4. Stadia Sungai Stadia muda Di Wilayah Timur Daerah


Penelitian

Bagian yang kedua adalah wilayah timur daerah penelitian, terdapat sungai
mencirikan stadia sungai muda, yang dibuktikan dengan arus vertikal lebih

III - 10
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

horizontal dari arus vertikal. Sungai yang terdapat di wilayah Barat berbentuk V,
gradien sungai yang curam dan berarus deras.

Foto 3.5. Stadia sungai tahap Dewasa Di Wilayah Barat Laut


Daerah Penelitian

3.2

Stratigrafi
Stratigrafi daerah penyelidikan tersusun oleh batuan Pra-tersier, Tersier dan

Kuarter berumur mulai Trias, Miosen sampai Plistosen.


Batuan Pra-tersier adalah formasi Kualuh, batuan Tersier adalah formasi
Sihapas, batuan Kuarter adalah satuan Tufa Toba dan endapan termuda adalah
Alluvial. Peta geologi dan seberan Batubara seperti yang dilihat pada Peta 3.1
berikut ini.

III - 11
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Gambar 3.3: Peta geologi daerah penelitian

TABEL . 3.2 Stratigrafi Daerah Penilitian (Aldiss, DKK 1987)

III - 12
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

UMUR
ZAMAN

FORMASI

ALUVIAL

PLISTOSEN AWAL

MIOSEN AWAL
MIOSEN TENGAH

TUFA TOBA

SIHAPAS

TERSIER

KUALU
TRIAS

3.3

SIMBOL

KALA
HOLOSEN

KUARTER

LITOSTRATIGRAFI

KONGLOMERAT
BREKSI
BATU PASIR
LANAU
SERPIH
BATU PASIR
BATU LANAU
BATU LUMPUR
BATU GAMPING

Struktur Geologi
Sebagaimana struktur geologi regional, struktur geologi daerah penyelidikan

dipengaruhi struktur dari sumatera fould sistem. Pada bagian barat daya daerah
penelitian terdapat sesar naik, tenggara daerah penilitian terdapat sesar turun, dan
pada barat laut terdapat sesar mendatar yang terpengaruh oleh sumatera fould
system.
Pada lokasi penelitian dengan posisi N: 02 0 28 44,1 E: 990 31 33,1 terdapat
sesar naik yang berada pada singkapan batu pasir hidrokarbon. Batu pasir
hidrokarbon tersebut berada pada formasi sihapas, dengan kedudukan N 295 0 E/710.
Pada singkapan tersebut terdapat kekar dengan pola kekar shear joint dengan
kedudukan :
- N 2100 E / 310
N 2290E/520
- N 1980 E /720
N2070E/660
Pada singkapan batu pasir hidrokarbon terdapan urat kwarsa yang mengalami
patahan normal, dimana kedudukan urat kuarsa tersebut N2200E/20 N2190E/550.

III - 13
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Foto 3.6 : Kekar yang terisi vien kuarsa dan mengalami pergeseran

Foto 3.7 : Kenampakan sesar naik di lapangan


3.4

Pemetaan Geologi
Berdasarkan hasil pemetaan geologi pada daerah penyelidikan, maka

ditemukan beberapa singkapan, yang terdiri dari :

III - 14
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

3.4.2

Singkapan Batubara

Singkapan endapan Batubara ditemukan sebanyak enam titik seperti pada


Tabel 3.1. berikut ini.
Tabel 3.1
Data Singkapan Batubara
N
o
1
2
3
4
5
6

Kode
Singkapa
n
OC A1
OC A2
OC B1
OC B2
OC B3
OC B4
3.4.3

Koordinat
LU
02 28' 53,5"
02 28' 52,7"
02 28' 42,0"
02 28' 42,2"
02 28' 39,5"
02 28' 41,3"

Strike / Dip

Tebal Lapisan
BB (m)

N 350 E/ 15
N 360 E/ 18
N 45 E/ 75
N 241 E/ 12
N 65 E/ 75
N 295 E/ 25

1,30
0,15
1,50
0,50
0,80
0,40

BT
99 31'
99 31'
99 31'
99 31'
99 31'
99 31'

34,1"
34,4"
39,3"
38,0"
38,3"
39,7"

Singkapan Batu Pasir

Sebaran Batu Pasir ini tersingkap pada bagian Utara dan Timur pada derah
penyelidikan, dengan ketebalan bervariasi antara 0 3 m. Terdapat batu pasir kuarsa
dan batu pasir hidrokarbon pada formasi kualu.
3.4.4

Singkapan Konglomerat

Penyebaran dari satuan ini berada pada bagian tengah daerah penyelidikan
tersingkap secara spot-spot dan sebagian sudah mengalami pelapukan. Ketebalan
singkapan konglomerat mencapai 10 m dengan umur batuan miosen awal miosen
tengah.

III - 15
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

3.4.5

Singkapan Lempung

Lempung merupakan batuan yang dominan dijumpai di lokasi penyelidikan


dengan penyebarannya yang merata.
3.4.6

Singkapan Breksi

Penyebaran breksi pada daerah penelitian ditemukan di bagian Utara dan


dengan ketebalan 7 m.
3.5. Pengeboran Eksplorasi
Untuk memudahkan penyelidikan pemboran eksplorasi Batubara, maka
daerah penyelidikan dibagi menjadi tiga blok penelitian yang terdiri dari Blok A,
Blok B dan Blok C. Pelaksanaan pemboran eksplorasi Batubara telah dilaksanakan
pada wilayah penyelidikan (Blok A, B dan C) tersebut diatas sebanyak 15 titik
pemboran dengan total kedalaman 300 m, dengan perincian sebagai berikut ; panjang
pemboran open hole adalah 295,2 m dan coring adalah 4,8 m, seperti yang diuraikan
pada Tabel 3.2 dibawah ini.

III - 16
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Tabel 3.3 Data Titik Pemboran Eksplorasi Batubara


No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Kode
Titi Bor
BHC 1
BHC 2
BHC 3
BHC 4
BHC 5
BHB 6
BHA 7
BHA 8
BHB 9
BHA 9
BHA 10
BHB 11
BHB 12
BHB 13
BHB 14

Koordinat
LU

BT

02 28' 59,0" 99 32' 26,1"


02 28' 59,0" 99 32' 29,0"
02 28' 58,4" 99 32' 25,7"
02 28' 57,7" 99 32' 26,1"
02 28' 59,1" 99 32' 26,8"
02 28' 41,7" 99 31' 38,1"
02 28' 53,0" 99 31' 34,5"
02 28' 52,6" 99 31' 34,4"
02 28' 39,9" 99 31' 38,3"
02 28' 52,0" 99 31' 38,1"
02 28' 51,2" 99 31' 33,8"
02 28' 41,6" 99 31' 37,8"
02 28' 39,4" 99 31' 38,7"
02 28' 39,7" 99 31' 40,7"
02 28' 42,5" 99 31' 39,9"
Total Kedalaman

Elevasi
(m) dpl

Kedalaman
Bor (m)

Open
Hole (m)

205
197
208
214
209
169
101
82
186
104
107
108
153
176
124

14
7
16
12
11
12
35
25
17
20
25
28
25
25
28
300

14
7
16
12
11
11,5
34,8
24,7
16,7
20
24,7
26,5
23,5
25
28
295,4

Keterangan :
BHA = Bor Hole pada Blok A
BHB = Bor Hole pada Blok B
BHC = Bor Hole pada Blok C

Berdasarkan hasil pemboran tersebut lapisan Batubara hanya dijumpai pada


daerah penyelidikan Blok A dan Blok B saja. Sedangkan pada daerah penyelidikan
Blok C tidak ditemukan lapisan Batubara.

III - 17
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

Corin
g
(m)
0,5
0,2
0,3
0,3
0,3
1,5
1,5
4,6

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

3.6. Endapan Batubara


Endapan Batubara terbentuk dengan proses yang sangat kompleks dan
memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) dan dipengaruhi
proses fisika, kimia dan kondisi geologi.
Ada dua teori yang menyatakan tempat pembentukan Batubara sebagai berikut :
a. Teori Insitu
Menjelaskan tempat dimana Batubara terbentuk sama dengan tempat
terjadinya proses coalification dan sama pula dengan tempat dimana
tumbuhan tersebut berkembang. Oleh sebab itu beberapa penciri yang
dapat dipergunakan untuk mengetahui berlakunya teori insitu antara lain
didapatkannya getah tumbuhan yang telah mengeras (membatu), dengan
istilah Harz (damar). Warna Harz kuning tua sampai kuning kehitaman,
relatif lunak dibandingkan dengan kekerasan kuku manusia, dan mudah
digerus menjadi butir-butir halus, apabila dibakar berbau seperti
kemenyan. Pada saat tumbuhan tumbang, mati dan tertutup oleh batuan
sedimen, sering kali daun masih masih terdapat bersama dengan kayunya.
Oleh sebabnya didapatkan tikas tulang, yang memperlihatkan bekas
jaringan tulang daun.
b. Teori Drift

III - 18
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Teori ini menyatakan bahwa endapan Batubara yang terdapat pada


cekungan sedimen berasal dari tempat lain, dengan kata lain tempat
terbentukknya

Batubara berbeda dengan tempat tumbuhan semula

berkembang kemudian mati. Oleh sebab itu bahan pembentuk Batubara


tersebut telah mengalami proses transportasi, sortasi dan terakumulasi
pada suatu cekungan sedimen. Oleh karenanya keberadaan getah
tumbuhan yang telah mengeras (Harz) dan tikas daun tidak pernah
didapatkan, di samping kualitas Batubara antara lapisan yang satu dengan
lapisan stratigrafi di atasnya berbeda. Hal ini mudah dimengerti karena
selama terjadi proses transportasi yang berkaitan dengan kekuatan arus
air, pada saat arus kuat akan terhanyutkan pohon-pohon kaya besar,
sedangkan pada saat arus air kekuatannya telah mulai berkurang yang
diangkut bagian pohon yang lebih kecil (ranting dan daun). Penyebaran
Batubara dengan konsep teori drift, mungkin luas ataupun sempit,
tergantung pada luasan sekungan sedimentasi. (Krevelen, 1993).

III - 19
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Gambar 3.4. Proses Pembatubaraan

Dengan membandingkan kedua teori diatas, maka keterdapatan endapan


Batubara pada daerah penyelidikan menunjukkan terjadinya proses transportasi,
sortasi dan terakumulasi pada suatu cekungan sedimen, disamping itu keberadaan
Harz dan tikas daun tidak ditemukan. Dengan demikian proses pembentukan
Batubara pada daerah penyelidikan sesuai dengan teori drift. Dengan kata lain
tempat terbentukknya

Batubara berbeda dengan tempat tumbuhan semula

berkembang kemudian mati.


Berdasarkan hasil analisa laboratorium, maka kualitas Batubara yang terdapat
pada daerah penyelidikan cukup baik dengan klasifikasi High Volatile B Bituminous
Coal dan High Volatile C Bituminous Coal. Batubara dengan klasifikasi tersebut
diatas sangat baik digunakan untuk kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU), serta berbagai pemanfaatan lainnya.

III - 20
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

III - 21
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

: Sebaran batubara

Gambar 3.5: Penyebaran batubara daerah penelitian


3.7 Estimasi Sumberdaya Batubara
Dalam perhitungan sumberdaya Batubara hasil penyelidikan, metode yang
digunakan yaitu Metode Cross Section. Metode Cross Section dipilih karena metode
ini sederhana, aplikasi perhitungannya mudah dan cepat, mudah digambar,
dimengerti dan dikoreksi. Hal ini menunjukkan bahwa metode ini dapat dikerjakan
secara normal.
3.7.1

Perhitungan Sumberdaya Batubara


Penerapan perhitungan jumlah sumberdaya Batubara dengan Metode Cross
Section sangat tergantung pada data pemboran dan data singkapan endapan
Batubara. Pada prinsipnya ada beberapa langkah dalam perhitungan, yaitu
membagi endapan Batubara menjadi beberapa blok-blok penampang dengan
selang jarak tertentu. Selang jarak tersebut dapat sama tiap blok atau berbedabeda tergantung pada kondisinya.
Metode ini adalah salah satu metode perhitungan sumberdaya secara
konvensional.

Perhitungan

dengan

metode

ini

dilakukan

dengan

menghubungkan titik antara pengamatan terluar. Sehingga untuk mencari


satu volume dibutuhkan dua penampang (Gambar 3.2).
Langkah-langkah perhitungan estimasi sumberdaya dengan menggunakan
metode Cross Section adalah sebagai berikut :
III - 22
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Luas sayatan
Menghitung jarak tiap sayatan
Menghitung tonase Batubara

Jumlah sumberdaya Batubara yang terdapat di daerah penyelidikan dapat


dihitung dengan rumus sebagai berikut :

h=PX
Dd = h 1/Cos
P : Jarak estimasi (m)
h : panjang permukaan (m)
: Sudut kemiringan lapisan batubara (dip)
: Sudut kelongsoran
S = Dd t
Dimana :
Dd : Panjang lapisan batubara terhadap titik pusat (m)
S : Luas penampang endapan (m)
t : Tebal lapisan batubara (m)

3.7.2 Rumus Mean Area

III - 23
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Dimana :
L : Jarak antas penampang (m)
V : Volume cadangan (m)

Untuk menghitung sumberdaya batubara menggunakan rumus sebagai


berikut:

Dimana :
T : Tonase batubara
V : Volume cadangan (m)
Bj : Berat jenis batubara (ton/ m)
Dengan menerapkan rumus tersebut, maka jumlah tonase Batubara pada
aerah penyelidikan adalah :
3.7.3

Perhitungan Tanah Penutup

Penerapan perhitungan lapisan tanah penutup dengan metode sayatan sangat


tergantung pada data pemboran dan data singkapan endapan. Pada prinsipnya
ada beberapa langkah dalam perhitungan, yaitu membagi lapisan tanah
penutup menjadi beberapa blok-blok penampang dengan selang jarak

III - 24
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

tertentu. Selang jarak tersebut dapat sama tiap blok atau berbeda tergantung
pada kondisinya. Langkah- langkahnya sebagai berikut :
-

Menghitung luas sayatan


Menghitung jarak setiap sayatan
Menghitung volume lapisan tanah penutup

Jumlah volume overburden yang terdapat di daerah penyelidikan dihitung


dengan rumus sebagai berikut :

3.7.4

Perhitungan Nisbah Pengupasan

Perhitungan nisbah pengupasan (stripping ratio) merupakan perbandingan


antara volume overburden dengan tonase Batubara. Nilai dari hasil
perhitungan dengan metode Cross Section Standar berpedoman pada
perubahan bertahap ( Rule of Gradual Changes) diperoleh tonase Batubara
adalah sebesar 405.766,26 ton, sedangkan jumlah volume overburden yang
harus digali dengan Cross Section Standar berpedoman pada perubahan

III - 25
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

bertahap

( Rule of Grradual Changes) diperoleh volume overburden

adalah sebesar 9.674.036,12 BCM.


Perhitungan nisbah pengupasan total adalah sebagai berikut :
SR =

9.674.036,12 BCM : 405.766,26 Ton.

= 24 : 1

3.6 Perhitungan Sumberdaya Batubara Daerah Penelitian


3.6.1 Penyebaran dan Ketebalan Lapisan Batubara
Overburden
Pada daerah penelitian, lapisan batubara dijumpai sebagai sisipan dalam sformasi
kualuh, dalam formasi tersebut terdapat 1 seam. Penyebaran lapisan batubara di
daerah penelitian dikontrol oleh perlapisan dan topografi, Ketebalan lapisan batubara
1m.
Lapisan batubara
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

III - 26

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

3.6.2 Sumberdaya Batubara Daerah Penelitian


Perhitungan sumberdaya didaerah penelitian dilakukan dengan menggunakan
metode penampang, disesuaikan dengan data yang diperoleh dilapangan yaitu hanya
dari data singkapan. Penggunaan metode blok sangat

sulit dilakukan karena

memerlukan data penunjang berupa data pemboran, sedangkan metode poligon


memiliki kelemahan yaitu tidak adanya batasan yang pasti dimana nilai contoh
mempengaruhi distribusi ruang (poligon). Metode penampang lebih mudah
digunakan daripada metode Circular USGS (Wood et al.,1983), termasuk metode
yang sederhana dan umum digunakan pada eksplorasi prospeksi pendahuluan.
Perhitungan dengan metode penampang memiliki prinsip bahwa semakin jauh titik
ikat, maka semakin kecil tingkat keyakinan geologi dan tingkat keyakinan

III - 27
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

ekonominya. Tingkat keyakinan geologi diantaranya yaitu kemenerusan batubara


dengan memperhatikan kemiringan lapisannya dan tingkat keyakinan ekonomi yaitu
prospeksi penambangan batubara pada daerah penelitian tersebut.
Perhitungan sumberdaya batubara diawali dengan pembuatan garis korelasi antar
singkapan dalam satu lapisan (crop line), sebagai garis acuan dan penyebaran
batubara, kemudian membuat penampang penampang topografi yang memotong
lapisan batubara tersebut, setelah itu membuat garis estimasi disesuaikan dengan
kriteria sumberdaya yaitu:
Tahap selanjutnya adalah menghitung panjang miring batubara terhadap titik pusat
(Dd), setelah itu menghitung luas penampang endapan pada setiap penampang,
dengan cara mengalikan jarak kemiringan batubara dari titik pusat dengan ketebalan
batubara. berikut ini adalah rumus untuk menghitung panjang lapisan batubara
terhadap titik pusat dan luas penampang endapan: Dalam perhitungan batubara di
daerah penelitian diasumsikan berat jenis rata-rata batubara sebesar 1,4(ton/ m).

III - 28
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

: Sayatan
horizontal penampang
A
untuk perhitungan cadangan
: Kedudukan lapisan batubara
: Singkapan batubara

Gambar

: Peta sumberdaya batubara

. Perhitungan Sumberdaya Batubara Daerah Penelitian


1. Penampang A A

III - 29
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Tan

y
x

y
x
0,577 y
x
y 0,577 x..............(1)

Tan 30 0

y
h
tan 18 ( y /(328,7 x))

Tan

0,32492 ( y /(328,7 x))


y 106,8 0,32492 x..................(2)
0,577 x 106,8 0,32492 x
0,577 x 0,32492 x 106,8
0,902 x 106,8
106,8
x
0,902
x 118,4m

h px
h 328,7 m 118,4m
h 210,3m

1
cos18
1
210,3x
0,95
221,37 m
Dd hx

III - 30
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

PENDATAAN POTENSI BATUBARA DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Luas Penampang A-A (SA)


SA

= Dd x tebal batubara
= 221,37m x 1,061m
= 234,87m2

III - 31
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGY KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

Anda mungkin juga menyukai