Anda di halaman 1dari 7

JUDUL: PENGUKURAN AKTIVITAS KELENJAR HORMON

(KELENJAR TIROID) PADA TIKUS (Rattus norvegicus)

TINJAUAN PUSTAKA
Kelenjar tiroid (terletak di daerah leher) berfungsi untuk mensintesis dan
mensekresikan hormon tiroksin. Sintesis dan sekresi tiroksin diatur oleh TSH dari pituitaria
anterior. Kadar tiroksin darah memberikan umpan-balik negatif (negatif feedback) ke
pituitaria dan hipotalamus. Tiroksin adalah hormon yang tersusun atas asam amino yang
mengandung 4 atom iod yang disebut tetraiodo tironin (T4) dan yang mengandung 3 atom
iod disebut triiodo tironin (T3). Oleh karena itu, sintesis tiroksin memerlukan suplai iodium
dalam diet. Apabila kekurangan iodium dalam diet, maka akan menyebabkan sintesis dan
sekresi tiroksin terganggu sehingga kadar tiroksin rendah (hipotiroid). Pada kondisi hipotiroid
ditandai dengan pembengkakan kelenjar tiroid yang disebut goiter (gondok). Oleh karena itu,
penyakit ini sering disebut Goiter akibat kekurangan iodium (GAKI). Goiter terjadi karena
hiperaktifitas kelenjar tiroid karena dipacu untuk memenuhi kebutuhan tiroksin dalam tubuh.
Tiroksin berperan merangsang pertumbuhan, metabolisme pada semua sel khususnya untuk
mengubah sumber energi menjadi energi dan panas dengan cara meningkatkan kecepatan
metabolisme (metabolic rate) dan penggunaan oksigen (Scanlon, 2007).
Mekanisme regulasi keseimbangan temperatur tubuh oleh tiroksin adalah sebagai
berikut. Pada kondisi suhu tubuh turun (dingin atau kehilangan panas) akan merangsang
neuron hipotalamus membebaskan neurohormon yang bersifat meningkatkan aktifitas
metabolik dan produksi panas tubuh. Sel syaraf hipotalamus membebaskan hormon yang
merangsang pembebasan TSH dari pituitaria anterior ke dalam sirkulasi darah untuk
merangsang kerja dan fungsi kelenjar tiroid untuk mensintesis dan mensekresikan hormon
tiroksin (T4 atau T3) yang berperan merangsang metabolisme pada berbagai sel tubuh
sehingga dihasilkan panas tubuh. Neurohormon yang dibebaskan oleh hipotalamus juga
mengaktifkan sistem syaraf simpatis dan kelenjar adrenal sehingga dibebaskan epinefrin yang
menyebabkan pembebasan glukosa dari hati sehingga setelah dimetabolisme akan
menghasilkan panas tubuh. Epinefrin juga menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah
perifer sehinga mencegah kehilangan panas lewat kulit. Mekanisme tersebut merupakan
contoh mekanisme sistem neuroendokrin (Heru,2009).

Kelenjar tiroid berperan mempertahankan derajat metabolisme dalam jaringan pada


titik optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan O2 pada kebanyakan sel tubuh,
membantu mengatur metabolisme lemak dan hidrat arang, dan sangat diperlukan untuk
pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak terdapat kelenjar tiroid, orang tidak akan
tahan dingin, akan timbul kelambanan mental dan fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi
mental dan dwarfisme. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan meninbulkan penyusutan
tubuh, gugup, takikardi, tremor, dan terjadi produksi panas yang berlebihan.
Kelenjar tiroid pada hewan menyusui terletak di cranial trakea menempel pada
kartilago tiroidea. Kelenjar tiroid ini terdiri dari 2 lobus yang masingmasing terletak di setiap
sisi trakea yang dihubungkan oleh isthmus. Ukuran organ ini bervariasi tergantung umur,
kebiasaan makan dan status fisiologisnya (Hadley, 1992; Brook & Marshall, 1996; Junquiera
et al., 1998). Kelenjar tiroid tersusun oleh folikel-folikel yang ukuran dan bentuknya
bervariasi, sferis sampai bulat. Pada tikus normal, kelenjar tiroid mempunyai 100.000
folikuli dengan ukuran yang bervariasi, diameter folikelnya berkisar antara 0.02 mm 0,9
mm. Folikel-folikel dilapisi oleh kapsula yang tersusun dari jaringan ikat longgar.
Pada bagian tengah folikel terdapat lumen yang dikelilingi oleh selapis epitelium yang
melekat pada lamina basalis. Lumen folikel berisi koloid yang merupakan hasil sekresi dari
sel-sel epitelium yang mengelilinginya. Koloid terutama berisi tiroglobulin, yang dengan
pewarnaan Hematoksilin-Eosin berwarna merah jambu, selain itu juga terdapat protein,
glikoprotein dan enzim.
Pada keadaan normal, epitelium yang melapisi folikel ini berbentuk kuboid. Pada
keadaan tidak aktif, banyak koloid yang ditimbun sehingga sel epitel berbentuk pipih atau
kuboid pendek. Apabila kelenjar tiroid dirangsang menjadi aktif maka selsel epitelium
menjadi kolumner dan jumlah koloidnya berkurang (Hadley, 1992; Junquiera et,al., 1998).
Folikel tersusun dari jaringan epitelium dan lumen. Sel-sel epitelium berbentuk pipih
atau kuboid. Inti sel epitelium berbentuk bulat, berukuran relatif besar, dengan pewarnaan
Hematoksilin Erlich-Eosin (H-E) tampak berwarna ungu. Sitoplasma berwarna merah muda.
Sel-sel epitelium ini tersusun selapis mengelilingi lumen yang terletak di tengah folikel .
Lumen folikel berisi koloid yang terwarna merah jambu, lebih muda dari warna sitoplasma
epiteliumnya. Warna merah jambu ini terjadi karena di dalamnya mengandung globulin
(McManus, 1960). Di bagian tepi lumen ini kadang-kadang ditemukan bulatan-bulatan
bening yang menurut Turner & Bagnara (1976) & Junquiera (1998), merupakan vesikulavesikula yang terbentuk karena adanya aktivitas endositosis tiroglobulin yang teriodinasi, ke

dalam sel epitelium folikel. Pada kelompok kontrol dan plasebo, lumen folikel tampak lebih
besar, penuh berisi koloid, vesikula endositosis tampak pada koloid bagian tepi dalam jumlah
sedikit. Epitelium berbentuk pipih dan kuboid pendek (Gambar 1a dan 2b). Pada kelompok
perlakuan C (Gambar 1c), dapat dilihat bahwa sel-sel epitelium berbentuk kuboid, beberapa
tempat pada koloid tampak adanya vesikula-vesikula kecil karena adanya endositosis koloid
ke dalam epitelium folikel (Gambar 2c). Dibandingkan dengan kelompok kontrol dan
plasebo, vesikula endositosis yang tampak pada kelompok perlakuan C lebih banyak, koloid
berkurang dengan adanya ruang kosong pada lumen.
Tinggi epitelium folikel, timbulnya vesikulavesikula endositosis dan afinitas terhadap
zat warna, menurut Junquiera (1997), merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan
aktivitas kelenjar tiroid. Pada folikel yang tidak aktif, sel-sel epitelium akan menjadi pipih
karena mendapat tekanan dari koloid yang memenuhi lumen. Koloid yang memenuhi lumen
ini akibat tidak terjadi aktivitas endositosis tiroglobulin yang sudah teriodinasi oleh sel-sel
epitelium. Hal ini mengakibatkan kadar hormon tiroid dalam darah berkurang. Rendahnya
kadar hormon tiroid dalam darah akan merangsang sekresi TSH dari hipofisis. TSH akan
memacu kemampuan sekresi hormone tiroid walaupun kelenjar tiroid belum mampu
melakukan sisntesis hormon (Turner & Bagnara, 1976). Bertambahnya tinggi sel epitelium
dan berkurangnya diameter lumen folikel ini menunjukkan ada peningkatan ekskresi
hormone tiroid, sehingga timbunan koloid dalam lumen berkurang. Berkurangnya volume
koloid ini berakibat mengecilnya diameter lumen dengan demikian epitelium menjadi lebih
tinggi.

Data
dan

Analisis Data
A. Data
Perhitungan Kalibrasi = 0,01 x

2
13

=1,54 m

Preparat

Diameter Lumen

Tinggi Sel Epitel

1.Kelenjar Tiroid (a)

Kelenjar Tiroid (b)

Kelenjar Tiroid (c)

2.Kelenjar Tiroid (a)

Kelenjar Tiroid (b)

Kelenjar Tiroid (c)

3.Kelenjar Tiroid (a)

Kelenjar Tiroid (b)

Kelenjar Tiroid (c)

4. Kelenjar Tiroid (a)

Kelenjar Tiroid (b)

Kelenjar Tiroid (c)

B. Analisis Data
Konversi Diameter Lumen dan Tinggi Sel Epitel
1. Preparat 1
a) Diameter Lumen 1
: 3 x 1,54 = 5 m
Tinggi sel epitel
: 2 x 1,54 = 3,08 m
b) Diameter Lumen 2
: 3 x 1,54 = 5 m
Tinggi sel Epitel
: 2 x 1,54 = 3,08 m
c) Diameter Lumen 3
: 5 x 1,54 = 7,7 m
Tinggi Del Epitel
: 4 x 1,54 = 6,16 m
2. Preparat 2
a) Diameter Lumen 1
: 5 x 1,54 = 7,7 m
Tinggi sel epitel
: 4 x 1,54 = 6,16 m
b) Diameter Lumen 2
: 4 x 1,54 = 6,16 m
Tinggi sel epitel
: 3 x 1,54 = 4,62 m
c) Diameter Lumen 3
: 4 x 1,54 = 6 m
Tinggi sel epitel
: 1 x 1,54 = 1,54 m
3. Preparat 3
a) Diameter Lumen 2
: 3 x 1,54 = 5 m
Tinggi sel epitel
: 2 x 1,54 = 3,08 m
b) Diameter Lumen 2
: 4 x 1,54 = 6,16 m
Tinggi sel epitel
: 5 x 1,54 = 7,7 m
c) Diameter Lumen 2
: 6 x 1,54 = 9,24 m
Tinggi sel epitel
: 5 x 1,54 = 7,7 m
4. Preparat 4
a) Diameter Lumen 2
: 5 x 1,54 = 7,7 m
Tinggi sel epitel
: 2 x 1,54 = 3,08 m
b) Diameter Lumen 2
: 4 x 1,54 = 6,16 m
Tinggi sel epitel
: 4 x 1,54 = 6 m
c) Diameter Lumen 2
: 6 x 1,54 = 9,24 m
Tinggi sel epitel
: 5 x 1,54 = 7,7 m

Aktivitas sel kelenjar tiroid


Rumus Aktivitas sel kelenjar tiroid :
1. Preparat 1

Tinggi sel epitel


diameter lumen

a)

3,08
5

= 0,616

b)

3,08
5

= 0,616

c)

6,16
7,7

= 0,8

2. Preparat 2
6,16
a) 7,7

= 0,8

b)

4,62
6,16

= 0,75

c)

1,54
6

= 0,26

3. Preparat 3
3,08
a)
5

= 0,616

b)

7,7
6,16

= 1,25

c)

7,7
9,24

= 0,84

4. Preparat 4
3,08
a)
7,7

= 0,4

b)

6
6,16

= 0,97

c)

7,7
9,24

= 0,84

DAFTAR PUSTAKA
Hadley, M.P. 1992. Endocrinology. Third edition. Prentice Hall, New Jersey:
Englewood Cliffs..
Hartono. 1986. Menilai Daya Cerna Protein Tempe Lamtoro Gung Secara In Vitro.
Tesis Pasca Sarjana. Yogyakarta: FTP UGM..

Henneman G. & Rotterdam. 1985. Etiology of Sporadic Goitre dalam Naskah


Lengkap Temu Ahli dan Simposium Tiroid II. Fak. Kedokteran UNDIP- R. S.Karyadi
Semarang.
Junqueira, L.C., J. Carneiro, & R.O. Kelley. 1998. Histology Dasar,diterjemahkan
oleh TambaIong, Jakarta: Penerbit EGC.
Turner, C.D. & J.T. Bagnara, 1976. General Endocrinology. 2nd edition. London:
WB. Saunders and Co.
McDonald, L.G. 1980. Veterinary Endocrinology and Reproduction. 3rd ed.
Philadelphia: Lea & Febiger.
Mc Manus, J.F.A. & R.W. Mowry., 1960. Staining Methods Histologic and
Histochemical. New York: Paul B. Hoeber Inc. Medical Division of Harper and Brother.

Anda mungkin juga menyukai