Anda di halaman 1dari 4

2016 Nen Ni Watashi O Matte, Japan

Cerpen Karangan: Gabriella Ryantica B


Lolos moderasi pada: 28 January 2016
Aku masih terpaku menatap pesan masuk dari Sensei1 Hima. Resu wa anata ga manabu
atarashi goi o kunren suru tame ni anata no jikan o shiyo shi, sonohi ga arimashita. HIMA
sensei.2
Jantungku berdegup kencang. Aku tak menyangka bila lomba pidato Bahasa Jepang tingkat
nasional ini sudah semakin dekat, tepatnya tanggal 29 Agustus 2015. Aku masih ingat Lomba
pidato Bahasa Jepang tingkat provinsi tahun lalu di Yogyakarta. Para pesaingku sangat pandai
dan fasih berpidato. Aku sudah mulai pesimis saat itu. Namun berkat dukungan serta doa dari
semua teman, guru beserta keluarga, aku jadi lebih berusaha menjadi yang terbaik dan
akhirnya aku bisa mendapatkan piala kejuaraan untuk maju ke tingkat nasional yang
bertempat di Kota Denpasar, Bali.

Les di sore hari ini membuatku semakin tertantang. Aku harus lebih banyak mempelajari
kosakata yang mulai rumit dan sulit. Sensei Hima juga mulai menaruh perhatian besar
kepadaku. Ia rela menambah jam mengajar untukku agar aku semakin siap untuk perlombaan
tingkat nasional kali ini. Semenjak aku pindah ke SMP Citra Bangsa, aku mulai menggeluti
kegemaranku, yaitu belajar Bahasa Jepang. Aku masuk ke dalam ekstrakurikuler Bahasa
Jepang dan pertama kalinya bertemu dengan Sensei Hima.
Dalam pertemuan pertama, kelas Bahasa Jepang diminati oleh 30 orang. Namun seiring
berjalannya waktu, kelas mulai sepi dan dalam waktu 1 bulan hanya tersisa 5 orang. Dari 5
orang tersebut, hanya akulah yang menjadi murid kesayangan Sensei Hima karena aku sangat
pintar dalam hal menghafal kosakata. Sejak saat itu, aku mulai diberi perhatian khusus dan
mencoba untuk dimasukkan ke salah satu lomba Pidato Bahasa Jepang tingkat Kabupaten.
Sensei Hima kagum saat mengetahui kalau aku menjadi pemenang lomba tersebut hingga
bisa sampai ke tingkat nasional ini.

Sibuk sekali ya? tiba-tiba Rega berdiri di belakangku sambil mengamatiku. Aku menoleh.
Mutia yang sedang duduk di sampingku juga ikut menoleh.
Kali ini aku sedang tidak sibuk. Silakan duduk, jawabku sambil mempersilakan Rega
duduk di sampingku.
Bagaiamana dengan persiapan lomba pidatonya? Sudah siapkah? tanyanya mengawali
pembicaran.
Alhamdulilah sudah. Tinggal mengulang-ulang materinya saja. Kamu bantu doa ya, ujarku
sambil tersenyum padanya.

Iya pasti, apa sih yang nggak buat kamu, jawabnya sambil mencubit pipiku.
Ih Rega apaan sih? Sakit tahu! kesalku sambil memegangi pipiku yang mulai memerah.
Rega hanya tertawa jahil sambil berdiri. Ayo ke kantin yuk! ajaknya kemudian
menggenggam tanganku. Aku menoleh kepada Mutia. Setelah Mutia mengangguk, kami
bertiga pergi menuju kantin. Kami duduk di sebuah meja yang sepi dari keramaian. Setelah
pesanan milkshake cokelat dan roti bakar kami datang, kami mulai mengobrol sambil
sesekali tertawa karena Rega mulai menceritakan hal-hal yang lucu.
Hebat ya, udah pintar, baik, jadi kebanggaan di sekolah, jadi primadona juga di sini, sampaisampai Rega naksir sama Hanum, tiba-tiba Melly muncul dengan para teman pengikutnya.
Mereka adalah anak yang sangat menyebalkan di sekolah ini. Aku hanya diam saja karena
aku tidak mau mencari keributan.
Tolong kau jangan buat masalah di sini, ini tempat umum, bentak Mutia pada Melly.
Aku tidak akan membuat masalah, oke? Aku hanya ingin, kau Hanum agar tidak mencari
perhatian di sekolah ini! jawab Melly sambil mengacungkan telunjuknya ke arahku.
Berani-beraninya kau! marah Mutia sampai aku harus mencegah mereka berdua agar tak
berkelahi. Melly hanya tersenyum sinis sambil meninggalkan kantin.

Matahari senja mulai meredup, namun aku masih sibuk dengan naskah pidatoku sampaisampai aku hampir melupakan kewajibanku menunaikan salat maghrib. Ku letakkan naskah
pidatoku di atas meja belajar lalu menuju musala. Selesai salat aku berdoa pada Allah agar
dimudahkan apa yang aku lakukan dan semoga aku diberi kesempatan untuk memenangkan
perlombaan kali ini. Saat aku ingin berlatih pidato kembali, aku menemukan ponselku
berdering. Ada pesan masuk dari Rega. Namun aku tak menggubrisnya dan melanjutkan
berlatih. Tanpa ku sadari, pesan dari Rega hampir membuat pertemanan kami renggang.
Perlombaan tinggal besok. Aku sudah menyiapkan semuanya dengan matang. Hari ini aku
diperbolehkan tidak masuk sekolah karena Sensei Hima sudah mengizinkanku untuk berlatih
pidato di rumah. Latihan kali ini tak akan ku sia-siakan. Selesai berlatih, aku teringat jika tadi
malam Rega mengirimkanku pesan. Segera aja ku buka pesan tersebut. Malam Hanum.
Maaf jika aku mengganggumu kali ini. Aku hanya ingin mengatakan selamat berlatih, jangan
terlalu memaksakan diri bila sudah lelah. Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu padamu.
Tapi kau harus percaya padaku kalau aku mengatakan ini dari dalam hatiku. Aku
menyukaimu Hanum.
Aku hampir tak percaya dengan apa yang Rega katakan. Ini tidak mungkin, ini tidak
mungkin! Aku tak pernah memberinya perhatian lebih, ia ku perlakukan sama seperti yang
lainnya. Aku tak tahu harus menjawab apa. Aku tak ada perasaan apa pun padanya. Tapi jika
aku jujur itu akan menyakiti hatinya. Aku sangat bingung hingga aku tak lagi memikirkan
pidatonya. Aku masih memikirkan Rega. Aku tak mau salah seorang temanku menjauhiku
bila aku berkata yang sejujurnya tentang perasaanku. Aku masih diam di depan layar
ponselku. Aku bingung untuk menjelaskan semuanya.
Namun aku tak bisa menyembunyikannya. Aku takut jika Rega salah paham tentangku. Ku
beranikan diri membalas pesannya. Assalamualaikum Rega. Maaf jika aku baru membalas
pesanmu pagi ini. Sejujurnya aku tak tahu apa yang harus ku katakan padamu. Aku tak ingin
jika aku menyakiti perasaanmu. Aku menganggap kau sama dengan yang lainnya, temanku.

Jadi aku harap kau bisa memahaminya. Wassalam. Aku berharap Rega paham apa
maksudku. Ku letakkan ponselku di atas meja belajar dan segera pergi menuju kamar mandi.

Hari yang telah dinantikan pun tiba. Jantungku masih berdetak, namun detakkan kali ini lebih
cepat dari biasanya. Ku langkahkan kaki menuju bandara Soekarno-Hatta. Keberangkatanku
ditemani oleh Sensei Hima. Tampak ayah, ibu, beserta teman-teman dan para guru yang ikut
mengantarku sebelum pergi menuju kota Denpasar. Namun, dari sekian banyak temantemanku, aku tak melihat Rega. Mungkin Rega masih kecewa denganku. Tak terasa waktu
cepat berlalu. Dan akhirnya aku sampai di Bandara Ngurah Rai untuk yang kedua kalinya
setelah liburanku dulu bersama keluarga. Sampai di tempat perlombaan, aku disambut dengan
baik oleh para panitia lomba. Lalu aku diberikan kartu tanda peserta setelah aku mengisi
daftar kehadiran peserta.
Saat yang ditunggu pun tiba. Ku mendapatkan nomor urut 10. Nomor urut pertama sudah
mulai berpidato dengan baik di depan. Ku sadari bahwa banyak peserta yang blasteran
Indonesia Jepang. Namun hal itu tak membuatku pesimis karena aku yakin jika usaha keras
itu tak akan mengkhianati. Sampailah pada nomor 10. Aku mulai merasakan keringat dingin
bercucuran. Ku hilangkan semua beban pikiranku dan ku fokuskan pada pidatoku kali ini. Di
depan panggung yang megah ini, aku berdiri di hadapan para juri yang sangat menakutkan.
Ini adalah ajang yang paling besar yang pernah ku tempuh. Aku sudah sangat bersyukur bisa
berada di sini. Ku mulai pidatoku dengan mengucap bismillah.
Selesai berpidato, aku turun diikuti tepuk tangan riuh menggelegar. Ku lihat Sensei Hima
mengacungkan kedua jempolnya untukku. Ku balas acungannya dengan senyum bahagiaku.
Saat pengumuman tiba, aku sangat takut dan cemas. Bibirku tak henti-hentinya mengucap
doa. Aku ingin membanggakan semua orang yang menyayangiku, yang telah mendukungku
hingga aku sampai di tempat ini.
Konnichiwa! sudeni kekka to sekkachi? Watashitachi wa nihongo supichikontesuto
senshuken zenkoku reberu no kekka o happyo shimasu. Watashi wa yonde nihongo
supichikontesuto no chanpion wa, zenpo ni kite kudasai. Su 6 no daisani. Bango 2 no ranna.
Nihon de kokusai reberu ni susumeru tame ni, migi no saisho no chanpion wa3 suara
pembawa acara membuatku bergidik. Aku sudah mulai kecewa mendengarnya. Mataku mulai
berkaca-kaca. Namun aku masih menunggu pengumuman juara pertama.
Soshite saisho no sho wa, shiriaru bango 10 de yusho shimashita! Jusho-sha e no oiwai to
wa, sugu ni shokin o uketoru tame ni tenso suru koto ga kitai sa remasu,4
Mendengar nomor urut 10 disebut, aku langsung sujud syukur, menangis dan mengucap
hamdalah berulang-ulang. Tanganku gemetar saat menerima sejumlah hadiah beserta piala
yang cukup besar. Aku mengucapkan banyak terima kasih kepada para juri dan
menyalaminya.

Akhirnya aku sampai di depan sekolah, bertatap muka dengan para guru dan teman-temanku.
Mutia yang paling dulu berlari dan memelukku, menangis bahagia da diikuti oleh temantemanku yang lain. Terlihat Sensei Hima sedang berbicara dengan semangat kepada para

guru. Akhirnya, impianku berpidato di lomba Pidato Bahasa Jepang tingkat internasional
tahun 2016. terwujud. 2016- Nen ni watashi o matte, Japan!5

*Catatan:
1. Guru
2. Perlombaan tinggal menghitung hari, pergunakan waktumu untuk melatih kosakata yang
baru kamu pelajari. Sensei Hima.
3. Selamat sore! sudah tidak sabar dengan hasilnya? kami akan mengumumkan hasil
kejuaraan lomba pidato bahasa jepang tingkat nasional. Para juara dari lomba pidato bahasa
jepang yang saya panggil harap maju ke depan. Juara ketiga dengan nomor urut 6. Juara
kedua dengan nomor urut 2. Dan juara pertama yang berhak maju ke tingkat internasional di
Jepang adalah
4. Dan juara pertama diraih oleh nomor urut 10! selamat kepada para pemenang dan diharap
segera maju untuk menerima hadiah.
5. tunggu aku tahun 2016, Jepang
Cerpen Karangan: Gabriella Ryantica B
Blog: gabriellaryantica.blogspot.com
Facebook: Gabriell Ryantica
Ingin berkenalan silahkan hubungi:
Twitter: @Gabriella_GRB
Instagram: Gabriella_ryantica
e-mail: gabriella.ryantica[-at-]gmail.com
Ini merupakan cerita pendek karangan Gabriella Ryantica B, kamu dapat mengunjungi
halaman khusus penulisnya di: Gabriella Ryantica B untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatan penulis, jangan lupa juga untuk menandai Penulis cerpen Favoritmu di
Cerpenmu.com!
Cerpen ini masuk dalam kategori: Cerpen Jepang

Anda mungkin juga menyukai