Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit batu saluran kemih dapat menyerang penduduk di
seluruh dunia dan

tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka

kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di


negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli
sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu
saluran kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status
gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10%
penduduknya menderita penyakit batu saluran kemih, sedangkan di
seluruh dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita
batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga
penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran
kemih dan pembesaran prostat benigna.1
Vesikolitiasis merupakan kondisi dimana terdapat batu atau
material kalsifikasi didalam buli-buli. Gangguan tersebut dapat
terjadi akibat stasis urin tanpa kelainan anatomi, striktur, infeksi
ataupun adanya benda asing didalam urin. Adanya batu pada
traktus urinarius bagian atas tidak menjadi faktor predisposisi
terbentuknya batu buli-buli. Giant vesikolitiasis merupakan batu buli

dengan ukuran lebih dari 100 gram atau dengan diameter batu 3
cm. Pada umumnya komposisi batu terdiri dari batu infeksi (struvit),
ammonium asam urat dan kalsium oksalat. Beberapa faktor risiko
terjadinya 3 vesikolitiasis adalah obstruksi infravesika, neurogenic
bladder, infeksi saluran kemih (urea-splitting bacteria), adanya
benda

asing,

divertikel

kandung

kemih.

Vesikolitiasis

sering

ditemukan secara tidak sengaja pada penderita dengan gejala


obstruktif dan iritatif saat berkemih. Oleh sebab itu tidak jarang
penderita

datang

dengan

keluhan

disuria,

hematuria dan buang air kecil berhenti tiba-tiba.

nyeri
2,3,4

suprapubik,

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Buli - buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang
saling beranyaman7. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah merupakan
otot sirkuler, dan paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli - buli terdiri
atas sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis,
ureter, dan uretra posterior. Pada dasar buli - buli kedua muara ureter dan meatus
uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli - buli8.
Kalau kita mengiris buli - buli membujur dari facies superior ke cervix, maka
berturut-turut dari luar kedalam akan terlihat11

Tunica serosa (peritoneum parietale)

Tela subserosa (fascia endopelvina)

Tunica muscularis (m. Detrussor vesicae)

Tela submucosa

Tunica mucosa

Secara anatomik bentuk buli - buli terdiri atas 3 permukaan 11 yaitu (1)
permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) dua permukaan
inferiolateral, dan (3) permukaan posterior. Permukaan superior merupakan lokus
minoris (daerah terlemah) dinding buli - buli.
Buli - buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam
menampung urine, buli - buli mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk
orang dewasa kurang lebih adalah 300 450 ml; sedangkan kapasitas buli - buli pada
anak menurut formula dari Koff adalah7:
Kapasitas buli - buli = {Umur (tahun) + 2} x 30 ml

Pada saat kosong, buli - buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat
penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi11. Buli - buli
yang terisi penuh memberi-kan rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan
aktivasi pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S2-4. Hal ini akan
menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli - buli, dan relaksasi
sfingter urethra sehingga terjadilah proses miksi11.

Anatomi dan Fisiologi Vesica Urinaria


Lokasi dan deskripsi
Buli Buli terletak tepat di belakang pubis, di dalam cavitas pelvis. Buli Buli
mempunyai dinding otot yang kuat. Bentuk dan batas batasnya sangat bervariasi
sesuai dengan jumlah urin di dalamnya 11. Buli Buli yang kosong pada orang dewasa
seluruhnya terletak di dalam pelvis; bila Buli Buli terisi, dinding atasnya terangkat
sampai masuk regio hypogastricum. Pada anak kecil, buli buli yang kosong
menonjol di atas apertura pelvis superior; kemudian bila cavitas pelvis membesar,
buli buli terbenam di dalam pelvis untuk menempati posisi seperti pada orang
dewasa

.
Buli Buli yang kosong berbentuk piramid mempunyai apex, basis dan sebuah facies
superior serta dua buah facies inferolateralis; juga mempunyai collum7.
Apex vesicae mengarah ke depan dan terletak di belakang pinggir atas
symphysis pubica. Apex vesica dihubungkan dengan umbilicus oleh ligamentum
umbilicale medianum (sisa urachus). Basis, atau facies posterior vesica, menghadap
ke posterior dan berbentuk segitiga. Sudut superolateralis merupakan tempat muara
ureter, dan sudut inferior merupakan tempat asal urethra. Kedua ductus deferens
terletak berdampingan di facies posterior vesica dan memisahkan vesicula seminalis
satu dengan yang lain. Bagian atas facies posterior vesica diliputi oleh peritoneum
yang membentuk dinding anterior excavatio rectovesicalis. Bagian bawah facies

posterior dipisahkan dari rectum oleh ductus deferens, vesicula seminalis, dan fascia
rectovesivalis7.
Facies superior vesica diliputi oleh peritoneum dan berbatasan dengan lengkung
ileum atau colon sigmoideum. Sepanjang pinggir lateral permukaan ini, peritoneum
melipat ke dinding lateral pelvis7.
Bila buli buli terisi, bentuknya menjadi lonjong, facies superiornya membesar
dan menonjol ke atas, ke dalam cavitas abdominalis. Peritoneum yang meliputinya
terangkat pada bagian bawah dinding anterior abdomen sehingga Buli Buli
berhubungan langsung dengan dinding anterior abdomen7.

Facies inferolateralis di bagian depan berbatasan dengan bantalan lemak


retropubica dan pubis. Lebih ke posterior, facies tersebut berbatasan di atas dengan
musculus obturatorius internus dan di bawah dengan musculus levator ani11.
Collum vesica berada di inferior dan terletak pada facies superior prostatae. Di
sini, serabut otot polos dinding Buli Buli dilanjutkan sebagai serabut otot polos
prostata. Collum vesicae dipertahankan pada tempatnya oleh ligamentum
puboprostaticum pada laki laki dan ligamentum pubovesicale pada perempuan.
Kedua ligamentum ini merupakan penebalan fascia pelvis11.

Bila buli buli terisi, posisi facies posterior dan collum vesica relatif tetap,
tetapi facies superior vesicae naik ke atas, masuk ke dalam cavitas abdominalis
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya12.
Tunica mucosa sebagian besar berlipat lipat pada buli buli yang kosong dan
lipatan lipatan tersebut akan menghilang bila Buli Buli terisi penuh. Area tunica
mucosa yang meliputi permukaan dalam basis buli buli dinamakan trigonum vesica
liutaudi. Di sini, tunica mucosa selalu licin, walaupun dalam keadaan kosong 11.
Karena membrana mucosa pada trigonum ini melekat dengan erat pada lapisan otot
yang ada di bawahnya11.
Sudut superior trigonum ini merupakan tempat muara uretere dan sudut
inferiornya merupakan ostium urethrae internum. Ureter menembus dinding Buli
Buli secara miring dan keadaan ini yang membuat fungsinya seperti katup yang
mencegah aliran balik urine ke ginjal pada waktu buli buli terisi12.
Trigonum vesicae dibatasi sebelah atas oleh rigi muscular yang berjalan dari
muara ureter yang satu ke muara ureter yang lain dan disebut sebagai plica
interureterica. Uvula vesicae merupakan tonjolan kecil yang terletak tepat di belakang
ostiium urethrae yang disebabkan oleh lobus medius prostatae yang ada di
bawahnya11.
Tunica muscularis Buli Buli terdiri atas otot polos yang tersusun dalam tiga
lapisan yang saling berhubungan yang disebut sebagai musculus detrusor vesicae.
Pada collum vesicae, komponen sirkular dari lapisan otot ini menebal membentuk
musculus sphincter vesica11.

Vaskularisasi

Arteria
Arteria vesicalis superior dan inferior, cabang arteria iliaca interna

Venae

Venae membentuk plexus venosus vesicalis, di bawah berhubungan dengan


plexus venosus prostaticus dan bermuara ke vena iliaca interna

Aliran limfa
Pembuluh limfa bermuara ke nodi iliaci interni dan externi

Persarafan
Persarafan Buli Buli berasal dari plexus hypogastricus inferior. Serabut pasca
ganglionik simpatis berasal dari ganglion lumbalis pertama dan kedua lalu berjalan
turun ke Buli Buli melalui plexus hypogastricus.; serabut preganglionik
parasimpatikus yang muncul sebagai nervi splanchnici pelvici berasal dari nervus
sacrales kedua, ketiga, dan keempat, berjalan melalui plexus hypogastricus menuju ke
dinding vesica urinaria, di tempat ini serabut tersebut bersinaps dengan neuron
postganglionik, sebagian besar serabut aferen sensorik yang berasal dari Buli Buli
menuju sistem saraf pusat melalui nervi splanchnici pelvici. Sebagian serabut aferen
berjalan bersama saraf simpatis melalui plexus hypogastricus dan masuk ke medulla
spinalis segmen lumbalis pertama dan kedua11.
Saraf simpatis menghambat kontraksi musculus detrusor vesicae dean
merangsang penutupan musculus sphincter vesicae. Saraf parasimpatis merangsang
kontraksi musculus detrusor vesicae dan menghambat kerja musculus sphincter
vesicae.
Refleks berkemih
Berkemih yaitu proses pengosongan kandung kemih diatur oleh dua
mekanisme: refleks berkemih dan kontrol volunteer.
Refleks berkemih dicetuskan apabila reseptor regang di dalam vesica
terangsang. Rata rata Buli Buli dewasa dapat menampung hingga 250 400 ml.
Semakin besar peregangan melebihi ambang ini, semakin besar tingkat pengaktifan
reseptor. Serat serat aferen dari reseptor regang membawa impuls melalui nervi

splanchnici pelvici dan masuk medulla spinalis segmen sacralis 2, 3, 4 sebagian


impuls aferen berjalan bersama dengan saraf simpatis yang membentuk plexus
hypogastricus dan masuk segmen lumalis 1 dan 2 medulla spinalis.12
Impuls eferen parasimpatis meninggalkan medula spinalis dari segmen sacralis
2, 3, 4, lalu berjalan melalui serabut preganglionik parasimpatis dengan perantaraan
nervi splanchnici pelvici dan plexus hypogastricus infereior ke dinding vesica
urinaria, tempat saraf saraf tersebut bersinaps dengan neuron postganglionik, melalui
lintasan saraf ini, otot polos dinding Buli Buli (musculus detrusor vesicae)
berkontraksi dan musculus sphincer vesicae dibuat relaksasi. Impuls eferen juga
berjalan ke musculus sphinctger urethrae melalui nervus pudendus (S2, S3, S4) dan
menyebabkan relaksasi. Bila urin masuk ke urethra, impuls aferen tambahan berjalan
ke medulla spinalis dari urethra dan memperkuat refleks. Miksi dapat dibantu oleh
kontraksi otot abdomen dan meningkatkan tekanan intraabdominal dan tekanan
pelvicus sehingga timbul tekanan dari luar pada dinding vesica urinaria.

2.2 Definisi
Vesikolitiasis adalah suatu kondisi dimana terdapat batu atau
material
kalsifikasi didalam vesika urinaria. Giant vesikolitiasis adalah
vesikolitiasis dengan ukuran batu 3 cm atau dengan berat 100 g.1,3
2.3 Epidemiologi
Jenis batu yang paling sering ditemukan adalah kalsium oksalat,
kalsium fosfat, asam urat, struvit (magnesium ammonium fosfat),
dan sistin. Batu struvit berkaitan dengan infeksi saluran kemih oleh
Proteus dan Klebsiella. Batu asam urat berkaitan dengan hiperurikosuria
pada pasien gout, dehidrasi dan tingginya intak purin. Batu sistin
berkaitan dengan gangguan metabolism asam amino pada usus
dan tubulus renalis proksimal. Pada pasien yang menjalani terapi
Indavir pada pasien HIV dapat ditemukan adanya batu indavir.6,8
Pada studi oleh Curhan et al., menunjukkan insiden 300 per
100.000 populasi pria, dan 100 per 100.000 populasi wanita. Di
negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih

relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun
batu salurankemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang,
terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di
kalangan orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu
saluran kemih sangat jarang, misalnya suku bangsa di Afrika
Selatan.2,6 Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita 3:1.
Puncak kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di
USA sekitar 12%untuk pria dan 7% untuk wanita. Angka kejadian
giant vesikolitiasis di dunia hingga 4-20% di Negara berkembang,
hampir 98% ditemukan pada usia 30-50 tahun dan menderita paling
tidak 5 tahun lamanya. Laki-laki lebih banyak daripada permpuan,
sedangkan pada anak hanya ditemukan di daerah-daerah endemic.
8

2.4 Etiologi
Vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita
gangguan miksi. Infeksi saluran kemih, diet, dehidrasi, atau
terdapat benda asing di vesika urinari yang aktivitasnya sebagai inti
batu. Gangguan miksi terjadi pada pasien-pasien hiperplasia
prostat, striktura uretra, divertikel, dan gangguan neurogenik.
Benda asing tersebut dibedakan menjadi iatrogenic dan non
iatrogenik. Benda iatrogenic terdiri dari bekas jahitan, balon folley
kateter yang pecah, kalsifikasi yang disebabkan karena iritasi balon
kateter, peralatan kontrasepsi, prostetik uretral stents. Noniatrogenik disebabkan adanya benda yang terkandung pada bulibuli. Selain itu batu vesika dapat berasal dari batu ginjal atau batu
ureter yang turun ke vesika yang banyak dijumpai pada anak-anak
yang menderita kurang gizi atau yang sering menderita dehidrasi
atau diare. Infeksi pada saluran kemih akan mempercepat
timbulnya batu. Inflamasi pada vesika disebabkan karena hal
sekunder misalnya sinar radiasi atau infeksi. Gangguan metabolik
juga merupakan faktor predisposisi terjadi pembentukan batu. Pada
pasien ini batu umumnya terbentuk dari bahan kalsium dan
struvit.1,6,8
2.5 Patofisiologi
Batu pada vesika dapat berasal dari vesika urinaria sendiri
(batu primer) atau berasal dari ginjal, traktus urinarius bagian atas
(batu sekunder). Pada umumnya batu vesika terbentuk dalam
vesika urinari, tetapi pada beberapa kasus batu terbentuk di ginjal
lalu turun menuju buli-buli, kemudian terjadi penambahan deposisi
batu untuk berkembang menjadi besar. Batu vesika yang turun dari

ginjal pada umumnya berukuran kecil sehingga dapat melalui ureter


dan dapat dikeluarkan spontan melalui uretra.6
Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih
terutama pada tampat- tempat yang sering mengalami hambatan
aliran urine (statis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau
vesika. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretropelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada
hyperplasia prostate benigna, dan striktur merupakan keadaankeadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu
terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal
tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut)
dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang
saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang
kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan
lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya
cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu
membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada
epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini
bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga
membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran
kemih. Kondisi metastable dipengaruhi oleh pH larutan,adanya
koloid di dalam urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran
urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam
saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.2,3,8
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik
yang berikatan dengan oksalat maupan dengan fosfat, membentuk
batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya berasal
dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu
infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya.
Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu diatas hampir sama,
tetapi suasana didalam saluran kemih yang memungkinkan
terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu
asam urat mudah terbentuk dalam asam, sedangkan batu
magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa.
Pada penderita yang berusia tua atau dewasa biasanya komposisi
batu merupakan batu asam urat yaitu lebih dari 50% dan batu
paling banyak berlokasi di vesika. Batu yang terdiri dari kalsium
oksalat biasanya berasal dari ginjal. Gambaran fisik batu dapat
halus maupun keras. Batu pada vesika umumnya mobile, tetapi ada

batu yang melekat pada dinding vesika yaitu batu yang berasal dari
adanya infeksi dari luka jahitan dan tumor intra vesika.6,8
2.6 Faktor Resiko
Faktor intrinsic
1. Herediter (keturunan)
Studi menunjukkan bahwa penyakit batu diturunkan. Untuk
jenis batu umum penyakit, individu dengan riwayat keluarga
penyakit batu memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi menjadi batu
bekas. Ini risiko yang lebih tinggi mungkin karena kombinasi dari
predisposisi genetik dan eksposur lingkungan yang sama (misalnya,
diet). 7
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. Untuk
pria, insiden mulai meningkat setelah usia 20, puncak antara 40
dan 60 tahun. Untuk wanita, tingkat insiden tampaknya lebih tinggi
pada akhir 20-an pada usia 50, sisa yang relatif konstan selama
beberapa dekade
berikutnya.7
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.6,7
Faktor Ekstrinsik
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di
Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih. 8
2. Iklim dan temperature
Individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan
sinar ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta
peningkatan produksi vitamin D3 (memicu peningkatan ekskresi
kalsium dan oksalat) sehingga insiden batu saluran kemih akan
meningkat.6,8
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran
kemih.6,8
4. Diet

Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya


penyakit batu saluran kemih. Obat sitostatik untuk penderita kanker
juga
memudahkan terbentuknya batu saluran kemih, karena obat
sitostatik bersifat meningkatkan asam urat dalam tubuh,8
5. Pekerjaan
Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan
kurang aktifitas atau sedentary life.8
Beberapa faktor resiko terjadinya batu kandung kemih :
1) obstruksi infravesika
2) neurogenic bladder
3) infeksi saluran kemih (urea-splitting bacteria)
4) adanya benda asing
5) divertikel kandung kemih.
Di Indonesia diperkirakan insidensinya lebih tinggi dikarenakan
adanya beberapa daerah yang termasuk daerah stone belt dan
masih banyaknya kasus batu endemic yang disebabkan diet rendah
protein, tinggi karbohidrat dan dehidrasi kronik.
15
2.7 Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium
oksalat atau kalsium fosfat (75%), asam urat (7%), magnesium
ammonium fosfat (15%,), sistein (2%), xanthin, silikat dan senyawa
lainnya (1%). Data mengenai kandungan atau komposisi batu
sangat penting untuk pencegahan timbulnya batu yang residif.8
a. Batu Kalsium, merupakan batu yang paling banyak ditemukan
yaitu sekitar 70- 80% dari seluruh batu saluran kemih. Adapun
kandungannya adalah kalsium oksalat, kalsium fosfat atau
campuran keduanya. Faktor terjadinya batu oksalat adalah sebagai
berikut:
Hiperkalsiuri merupakan kenaikan kadar kalsium dalam urin
yang
melebihi
250-300mg/24jam,
disebabkan
oleh
peningkatan absorbs kalsium melalui usus, gangguan
reabsorbsi kalsium oleh ginjal, dan peningkatan reabsorbsi
tulang karena hiperparatiroid atau tumor paratiroid.
Hiperoksaluri merupakan peningkatan ekskresi oksalat
melebihi 45 gram/hari, keadaan ini banyak diderita oleh
penderita yang mengalami kelainan usus karena post operasi
dan diet kaya oksalat, misalnya teh, kopi instant, minuman

soft drinks, kokoa, jeruk, sitrun, dan sayuran yang berwarna


hijau terutama bayam.
Hiperurikosuri merupakan kadar asam urat di dalam urin
melebihi 850mg/24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam
urin bertindak sebagai inti batu terhadap pembentukan batu
kalsium oksalat. Sumber asam urat dalam urin berasal dari
makanan yang mengandung banyak purin maupun berasal
dari metabolisme endogen.
Hipositraturia merupakan sitrat berikatan dengan kalsium
di dalam urin sehingga kalsium tidak lagi terikat dengan
oksalat maupun fosfat, karenanya merupakan penghambat
terjadinya batu tersebut. Kalsiumsitrat mudah larut sehingga
hancur dan dikeluarkan melalui urin.
Hipomagnesia, magnesium juga merupakan penghambat
seperti halnya sitrat. Penyebab tersering dari hipomagnesia
adalah inflamasi usus yang diikuti gangguan absorbsi.
Penyebab tersering hipomagnesuria ialah penyakit inflamasi
usus (inflammatory bowel disease) yang diikuti dengan
gangguan malabsorbsi.
b. Batu struvit, disebut juga sebagai batu infeksi karena
terbentuknya batu ini karena proses infeksi pada saluran kemih.
Hal ini disebabkan karena infeksi yang sebagian besar karena
kuman pemecah urea, sehingga urea yang menghasilkan suasana
basa yang mempermudah mengendapnya magnesium fosfat,
ammonium, karbonat. Kuman tersebut diantaranya adalah
Proteus spp, Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, dan
Staphyilococcus.7,8
c. Batu asam urat, merupakan batu yang terjadi pada 5-10% kasus
batu. 75- 80%
adalah batu asam urat murni dan sisanya merupakan campuran
dengan asam oksalat. Batu ini banyak diderita oleh pasien
dengan gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapat
terapi antikanker, dan banyak menggunakan obat urikosurik
diantaranya tiazid, salisilat, kegemukan, peminum alkohol, diet
tinggi protein. Adapun faktor predisposisi terjadinya batu asam
urat adalah urin yang terlalu asam, dehidrasi atau konsumsi air
minum yang kurang dan tingginya asam urat dalam darah.8
d. Batu jenis lain diantaranya batu sistin, batu santin, batu silikat
dan batu indavir sangat jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan
karena kelainan metabolisme yaitu kelainan absorbsi sistin di
mukosa usus. Pemakaian antasida yang mengandung silikat
berlebihan dalam jangka waktu yang lama dapat memungkinkan

terbentuknya batu silikat. Pada pasien yang menjalani terapi


Indavir pada pasien HIV dapat ditemukan adanya batu indavir.2,8
2.8 Diagnosis
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan batu vesika kadang asimptomatik, tetapi gejala
khas batu buli adalah kencing lancar tiba-tiba terhenti dan menetes
dengan disertai rasa sakit yang menjalar ke ujung penis, skrotum,
perineum, pinggang, sampai kaki, kemudian urine dapat keluar lagi
pada perubahan posisi; perasaan tidak enak sewaktu berkemih;
gross hematuri terminal. Rasa sakit diperberat saat sedang
beraktivitas, karena akan timbul nyeri yang tersensitisasi akibat
batu memasuki leher vesika. Pada anak nyeri miksi ditandai oleh
kesakitan, menangis, menarik-narik penis atau menggosok-gosok
vulva, miksi mengedan sering diikuti defekasi atau prolapsus ani.
Jika terjadi infeksi ditemukan tanda cyistitis, kadang-kadang terjadi
hematuria. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesika urinaria
tampak penuh pada inspeksi, adanya nyeri tekan suprasimpisis
karena infeksi atau teraba adanya urin yang banyak (bulging), pada
giant vesikolitiasis batu dapat diraba melalui colok dubur,, vagina,
dan pemeriksaan abdomen.
b. Pemeriksaan Penunjang
BNO
Melihat adanya batu radio-opak di saluran kemih. Urutan radioopasitas beberapa jenis batu saluran kemih:7,8
Jenis batu Radioopasitas
Kalsium
Opak
MAP
Semiopak
Urat/Sistin
Non opak

Gambar 6. A. Foto polos abdomen menunjukan adanya batu vesika. B. Batu


vesika setelah diangkat.

IVP
Mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak
yang tidak terlihat di BNO, menilai anatomi dan fungsi ginjal,
mendeteksi divertikel.

Gambar7. IVP post voiding menunjukkan adanya batu vesika

USG
Menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (echoic shadow),
hidronefrosis, pembesaran prostat.9

Gambar 8. Ultrasonografi transvaginal (A) dan transabdominal (B)


menunjukkan batu vesika dengan gambaran echoic shadow (panah)9

Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin, kimia darah, urinalisa dan kultur urin. Pemeriksaan
ini sering dilakukan karena cenderung tidak mahal dan hasilnya
dapat memberikan gambaran jenis batu dalam waktu singkat. Pada
pemeriksaan dipstick, batu buli berhubungan dengan hasil
pemeriksaan yang positif jika mengandung nitrat, leukosit esterase,
dan darah. Batu vesika sering menyebabkan disuria dan nyeri hebat
oleh karena itu banyak pasien yang sering mengurangi konsumsi air
sehingga urin akan pekat. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan
adanya sel darah merah dan leukosit, dan adanya kristal yang
menyusun batu vesika. Pemeriksaan kultur juga berguna untuk
memberikan antibiotik yang rasioal jika dicurigai adanya infeksi.
2.9 Penatalaksanaan
a. Konservatif
Terapi ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm,
karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Memberikan minum
yang berlebihan disertai diuretik. Dengan produksi air kemih yang
lebih banyak diharapkan dapat mendorong batu keluar dari saluran
kemih. Pengobatan simptomatik mengusahakan agar nyeri,
khususnya kolik, yang terjadi menghilang dengan pemberian
simpatolitik. Dan berolahraga secara teratur. Adanya batu struvit
menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih, karena itu diberikan
antibiotik. Batu strufit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah
pembesarannya bila diberikan pengobatan dengan pengasaman
urin dan pemberian antiurease, seperti Acetohidroxamic acid. Ini
untuk menghambat bakteri urease dan menurunkan kadar
ammonium urin. Pengobatan yang efektif untuk pasien yang
mempunyai batu asam urat pada saluran kemih adalah dengan
alkalinisasi supaya batu asam yang terbentuk akan dilarutkan.

Pelarutan batu akan terjadi apabila pH urin menjadi lebih tinggi atau
berjumlah 6,2. Sehingga dengan pemberian bikarbonas natrikus
disertai dengan makanan alkalis, batu asam urat diharapkan larut.
Potasium Sitrat (polycitra K, Urocit K) pada dosis 60 mEQ dalam 3-4
dosis perhari pemberian digunakan untuk terapi pilihan. Tetapi
terapi yang berlebihan menggunakan sediaan ini akan memicum
terbentuknya deposit calsium pospat pada permukaan batu
sehingga membuat terapi tidak efektif lagi. Atau dengan usaha
menurun kan produksi kadar asam urat air kemih dan darah dengan
bantuan alopurinol, usaha ini cukup member hasil yang baik.
Dengan dosis awal 300 mg perhari, baik diberikan setelah makan.6,8
b. Litotripsi
Pemecahan batu telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara
buta, tetapi dengan kemajuan tehnik endoskopi dapat dilakukan
dengan cara lihat langsung. Untuk batu kandung kemih, batu
dipecahkan dengan litotriptor secara mekanis melalui sistoskop
atau dengan memakai gelombang ultrasonic atau elektrohidrolik.
Makin sering dipakainya gelombang kejut luar tubuh (ESWL =
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang dapat memecahkan
batu tanpa perlukaan ditubuh sama sekali. Gelombang kejut
dialirkan melalui air ke tubuh dan dipusatkan di batu yang akan
dipecahkan. Batu akan hancur berkeping-keping dan keluar
bersama kemih.6,8
c. Terapi pembedahan
Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotriptor, alat
gelombang kejut atau bila cara non bedah tidak berhasil yaitu pada
batu dengan ukuran besar. Walaupun demikian kita harus
memerlukan suatu indikasi. Misalnya apabila batu kandung kemih
selalu menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu
diadakan tindakan pengeluarannya. Litotriptor hanya mampu
memecahkan batu dalam batas kuran 3 cm kebawah. Batu diatas
ukuran ini dapat ditangani dengan batu kejut atau sistolitotomi.
1. Transurethral Cystolitholapaxy: tehnik ini dilakukan setelah
adanya batu ditunjukkan dengan sistoskopi, kemudian diberikan
energi untuk membuatnya menjadi fragmen yang akan dipindahkan
dari dalam buli dengan alat sistoskopi. Energi yang digunakan dapat
berupa energy mekanik (pneumatic jack hummer), ultrasonic dan
elektrohidraulik dan laser.
2. Percutaneus Suprapubic cystolithopaxy: tehnik ini selain
digunakan untuk dewasa juga digunakan untuk anak- anak, tehnik
percutaneus menggunakan endoskopi untuk membuat fragmen

batu lebih cepat hancur lalu dievakuasi.sering tehnik ini digunalan


bersama tehnik yang pertama dengan tujuan stabilisasi batu dan
mencegah irigasi yang ditimbulkan oleh debris pada batu.
3. Suprapubic Cystostomy: tehnik ini digunakan untuk memindah
batu dengan ukuran besar, juga di indikasikan untuk membuang
prostate, dan diverculotomy. Pengambilkan prostate secara terbuka
diindikasikan jika beratnya kira- kira 80-100gr. Keuntungan tehnik
ini adalah cepat, lebih mudah untuk memindahkan batu dalam
jumlah banyak, memindah batu yang melekat pada mukosa buli
dan kemampuannya untuk memindah batu yang besar dengan sisi
kasar. Tetapi kerugian penggunaan tehnik ini adalah pasien merasa
nyeri post operasi, lebih lama dirawat di rumah sakit, lebih lama
menggunakan kateter.6,8

I. LAPORAN KASUS
a. Identitas pasien
- Nama
: Tn. B
- Usia
: 42 tahun
- Jenis kelamin
: Laki-laki
- Alamat
: Jl. Malontara No.9
- Pekerjaan
: Wiraswasta
- Tanggal masuk
: 06-04-2015
- Ruangan
: Pav. Garuda bawah
- Rumah Sakit
: Anutapura Palu
- DPJP
: dr. Raymond R. Anurantha, Sp.B
b. Anamnesis
- Keluhan utama
: tidak bisa kencing
- Anamnesis terpimpin:
Dirasakan pasien sejak sekitar 15 tahun yang lalu, pasien awalnya pasien
tidak merasakan adanya perubahan pada kebiasaan kencingnya. Namun
Pasien sudah mulai sering kencing, terutama saat malam, sakit saat
berkemih, hal ini sering terjadi. Beberapa waktu kemudian kadang-kadang
pasien merasa susah saat berkemih misalnya harus mengedan, dan kembali
lancar saat pasien berubah posisi. Lama-kelamaan pasien juga merasakan
adanya rasa berat saat berjalan dan pasien tidak bisa berlari. Keadaan ini
memberat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Saat itu pasien
kencing sangat sedikit dan disertai darah kemudian benar-benar tidak bisa
kencing walaupun pasien merubah posisi nya. Demam (-),

mual (-),

muntah (-), BAB biasa.


Riwayat pengobatan : pasien sering berobat ke dokter dan biasanya pasien
jadi agak lancer kencing dan telah disarankan untuk operasi, namun pasien
masih menolak.
Riwayat penyakit keluarga: tidak di ketahui
c. Pemeriksaan fisik
Status generalisata
: composmentis

Keadaan umum
: sakit sedang
Status gizi
: baik
Kesadaran
: E4V5M6
Tanda vital
:
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Pernapasan :19x/menit
Nadi
:88x/menit
suhu aksila : 36,50 C
- Kepala
: Normochepaly
- Conjunctiva anemis : -/- Sclera ikterik
:-/- Leher
: pembesaran kalenjar getah bening -/-, pembesaran thyroid -/- Thoraks
:
Inspeksi : Ekspansi simetris, jejas (-), ictus cordis tidak teraba
Palpasi : Nyeri tekan (-), vokal fremitus normal kanan=kiri, krepitasi
(-), ictus cordis teraba
Perkusi : Batas paru hepar di SIC VI linea midclavicula dekstra, batas
jantung normal
Auskultasi: Bunyi paru vesikuler, Rhonkhi -/-, Wheezing -/-, bunyi
-

jantung S1/S2 murni reguler


Abdomen :
Inspeksi
: Permukaan cembung di area suprapubik, tampak full
pada vesicaa urinaria, pelebaran vena (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+), kesan normal
Perkusi
: lihat status lokalis
Palpasi
: lihat status lokalis
Anogenital : tidak ditemukan adanya kelainan
Pemeriksaan tulang belakang: tidak ditemukan adanya kelainan
Ekstremitas
Superior : akral edema, jejas (-), edema (-), turgor kulit normal,
kekuatan otot 5/5
Inferior : akral edema, jejas (-), edema (-), turgor kulit normal,
kekuatan otot 5/5

Status lokalis
Region : abdomen region suprapubik dan lumbal kanan dan kiri
Inspeksi : vesica urinaria tampak full, cembung, pelebaran vena (-)
Palpasi :

Suprapubik : teraba keras di area suprapubik, nyeri (-),

Lumbalis kanan dan kiri : teraba ginjal di area lumbalis kanan dan kiri, nyeri
(+), nyeri ketuk costovertebral (+)

Resume : pasien laki-laki 45 tahun masuk dengan keluhan retensio urine sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit, mengedan saat ingin kencing (+), pengaruh
posisi (-), nyeri (+), hematuri (+). Pemeriksaan fisik TD 150/100 mmHg, nadi
88x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 36.50 C. vesica urinaria tampak full, cembung,
teraba keras di area suprapubik, teraba ginjal di area lumbalis kanan dan kiri, nyeri
(+), nyeri ketuk costovertebral (+)
Diagnosis awal
Retensio urine e.c susp batu saluran kemih
Diagnosis banding
Retensio urine e.c susp BPH

DAFTAR PUSTAKA
1. Blasler, Joseph. Baldder Stones. [online]. 2012. [citied Januari,
2014]. Diakses
dari : http://emedicine.medscape.com/article/2028899-overview
2. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi : 3. Malang : Sagung
Seto, 2011.
85-99.
3. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi :3.
Jakarta : EGC.
2008. 872-879.
4. Saladin. Anatomy Physiology the Unity of Form and Function.
Philladelpia:

McGrawhill. 2003. 879-908.


5. Waugh A, Grant A. Anatomy and Physiology in Health and Illnes.
Churcill
Livingstone. London 2002. 339-358.
6. Schwartz BF. Stone of the Urethra, Prostate, Seminal Vesicle,
Bladder, and
Encrusted Foreign Bodies dalam Stoller, ML : Urinary Stone Disease
The
Practical Guide to Medical and Surgical Management. New Jersey:
Humana Press
2007.
7. Pearle, S, Margaret. Urolithiasis Medical and Surgical
Management. USA :
Informa healthcare, 2009. 1-6
8. Stoller ML. Urinary Stone Disease dalam Tanagho EA: Smiths
General Urology
edisi 17. New York: McGraw-Hill Companies 2008.
9. Yang JM, Yang SH, Huang WC. Imaging Study in Female Voiding
Dysfunction
(III): Giant Bladder Stone Caused Voiding Difficultiesincont Pelvic
Floor
Dysfunct 2010; 4(1):26-27

Anda mungkin juga menyukai