Anda di halaman 1dari 15

Gejala Klinis serta Pengobatan Herpes Zoster

Wayan Sadhira Gita Krisnayanti


102014099
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510. Telp. (021) 5694-2061
Email : sadhiragita@ymail.com

Abstract :
Shingles is a disease caused by the varicella - zoster virus infection that attacks the skin and
mucosa , this infection is the reactivation of the virus that occurs after primary infection . Based
on the location of the lesions , herpes zoster divided into: herpes zoster ophthalmic , facial ,
brachial , thoracic , lumbar , and sakralis.Diagnosa shingles can be established by a simple
laboratory examination , which tests Tzanck to find Datia multinucleated cells.
Keywords : herpes zoster , tests Tzanck , herpes zoster thoracic

Abstrak :
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi
primer. Berdasarkan lokasi lesi, herpes zoster dibagi atas: herpes zoster oftalmikus, fasialis,
brakialis, torakalis, lumbalis, dan sakralis.Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan laboratorium sederhana, yaitu tes Tzanck dengan menemukan sel datia berinti
banyak.
Kata kunci : herpes zoster, tes Tzanck, herpes zoster torakalis

Pendahuluan
Herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela
zoster.Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler
yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf
sensorik dan nervus kranialis. Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada
perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3
kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun.1
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus
varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik
dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada
ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi
tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius.
Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela
yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang
berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk
pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen. Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 1015% kasus, komplikasi yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri
yang persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun,
tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena
secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat
terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi. Secara
umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu: mengatasi inveksi virus akut,
mengatasi nyeri akut ynag ditimbulkan oleh virus herpes zoster dan mencegah timbulnya
neuralgia paska herpetik.2

Anamnesis
Anamnesis merupakan langkah awal dan penting yang harus dilakukan seorang dokter.
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Ada beberapa tipe
anamnesis:
1. Autoanamnesis: wawancara yang dilakukan langsung kepada pasien
2. Aloanamnesis: wawancara yang dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat
dengan pasien, atau sumber lain (keterangan dari dokter yang merujuk, catatan rekam
medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri)
Pada seorang pasien, terutama pasien anak, sebagian terbesar data yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis (diperkirakan tidak kurang dari 80%) diperoleh dari anamnesis.
Berdasarkan anamnesis sering dapat ditentukan sifat dan beratnya penyakit dan terdapatnya
faktor-faktor yang mungkin menjadi latar belakang penyakit, yang semuanya berguna dalam
menentukan sikap untuk penatalaksanaan selanjutnya.2
Jelaslah, bahwa anamnesis merupakan bagian yang sangat penting dan sangat
menentukan dalam pemeriksaan klinis. Namun dalam kebanyakan kasus anak, aloanamnesis
akan lebih sering diterapkan dibandingkan dengan autoanamnesis; dalam hubungan ini
pemeriksa harus waspada akan kemungkinan terjadinya bias, oleh karena data tentang keadaan
pasien yang didapat mungkin berdasarkan asumsi atau persepsi orangtua atau pengantar.
Keadaan ini sering berkaitan dengan pengetahuan, adat, tradisi, kepercayaan, kebiasaan, dan
faktor budaya lainnya.
Suatu anamnesis yang terarah dapat mempermudah penegakan diagnosis sesuai dengan
keluhan yang dikemukakan oleh anak atau orangtua. Anamnesis dilakukan dan dicatat secara
sistematis. Ia harus mencakup semua hal yang diperkirakan dapat membantu untuk menegakkan
diagnosis
Ada beberapa point penting yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis , antara lain :2
1. Identitas pasien
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua
atau suami atau isteri atau penanggung jawab, alamat pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan

agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah benar
pasien yang dimaksud.
2. Keluhan Utama ( Presenting Symptom)
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien, yang membawa pasien tersebut pergi ke
dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan
indikator waktu, berapa lama pasien merasakan hal tersebut.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat perjalanan penyakit (lamanya keluhan berlangsung; bagaimana sifat terjadinya gejala:
apakah mendadak, perlahan-lahan, terus menerus, berupa bangkitan-bangkitan atau serangan,
hilang-timbul, apakah berhubungan dengan waktu (pagi, sore, atau malam); untuk keluhan lokal
harus dirinci lokasinya dan sifatnya: menetap, menjalar, menyebar, sifat penyebarannya,
berpindah-pindah; berat-ringannya keluhan dan perkembangannya: apakah menetap, cenderung
bertambah berat, cenderung berkurang; terdapatnya hal yang mendahului keluhan; apakah
keluhan tersebut baru pertama kali dirasakan atau sudah pernah sebelumnya (bila sudah pernah,
dirinci apakah intesitas dan karakteristiknya sama atau berbeda, dan interval antara keluhankeluhan tersebut); apakah terdapat saudara sedarah, orang serumah atau sekeliling pasien yang
menderita keluhan yang sama; upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya.
4. Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan kepada pasien atau penanggung jawabnya, apakah dulu pernah mempunyai
penyakit yang berhubungan dengan penyakit yang di deritanya sekarang atau yang dapat
memberatkan penyakitnya sekarang.Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan
adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Menanyakan kepada pasien atau penanggung jawabnya, apakah di dalam keluarga pasien ada
yang pernah atau sedang menderita penyakit menurun atau infeksi.

6. Riwayat Pribadi
Menanyakan bagaimana kondisi sosial, ekonomi dan kebiasaan kebiasaan pasien. Asupan gizi
pada pasien juga perlu ditanyakan, meliputi jenis makanannya, kuantitas dan kualitasnya. Selain
itu, harus ditanyakan juga bagaimana lingkungan tempat tinggal pasien.
Dalam kasus ini anamnesis yang di pertanyakan adalah :
1. Bagaimana keluhanya (sejak kapan, bagaimana pola penyebaran baik secara anastomis
maupun perjalana penyakitnya, sudah berapa lama, ada gejala tambahan seperti apakah lesi
2.
3.
4.
5.

kulit tersebut terasa gatal atau nyeri, pusing, panas, flu dan lainnya)
Riwayat iminusasi dari pasien tersebut lengkap atau tidak
Riwayat keluarga adakah yang menderita penyakit yang sama
Ada atau tidak penyakit lain yang menyertai ataukah pernah menderita sebelumnya
Adakah konsumsi obat sejak timbul penyakit (bagaimana respon terhadap obat yang
diberikan)

Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Lesi
Melihat ada atau tidak nyeri (atau malah mati rasa di lesinya), dilanjutkan dengan melihat
perjalanan lesi dari pertama muncul bagaimana keadaan lesi yang lama apakah semakin parah
atau malah menyembuh, lihat juga jenis lesi apakah monomorf atau polimorf, pastikan jenis dari
herpes, liat seluruh tubuh untuk menduga apakah herpes zosternya generalisata lebih dari satu
flexus saraf supaya bisa segera mengatasi kemungkinan komplikasi.2
2. Periksa daerah yang rawan komplikasi
Misalnya dengan adanya lesi

di wajah,

periksa juga mata sama palpebra mungkin ada

komplikasi ulkus kornea dan sebagainya. Pastikan belum ada neuralgia pasca herpetic kalau
pasiennya orang lanjut usia (<60th).2
3. Pemeriksaan kelenjar getah bening
Untuk melihat apakah ada pembesaran kelenjar getah bening
4. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pemeriksaan Penunjang
1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan mikroskop
5

elektron.
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
3. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.
4. Tzanck test (+) : kerokan dasar vesikel + giemsa akan didapatkan hasil sel datia berinti
banyak.3

Working Diagnosis
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel
unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).
Herpes zoster adalah suatu infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan
terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam
bentuk cacar air).
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa lesi unilateral, papul,
eritema dan vesikel. Biasanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti
demam, pusing dan malaise. Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian
berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga
terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula
bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta.1
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan
diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan
vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik. Pada pemeriksaan
histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf,
proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion.
Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat
dilihat secara imunofluoresensi.1

Different Diagnosis
6

1.

Dermatitis Venenata
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap

pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.
Dermatitis Venenata adalah Dermatitis Kontak Iritan yang disebabkan oleh terpaparnya bahan
iritan dari beberapa tanaman seperti rumput, bunga, pohon mahoni, kopi, mangga, serta sayuran
seperti tomat, wortel dan bawang. Bahan aktif dari serangga juga dapat menjadi penyebab.4
2. Herpes Simplex
Saat ini dikenal dua macam herpes yakni herpes zoster dan herpes simpleks. Kedua herpes
ini berasal dari virus yang berbeda. Herpes zoster disebabkan oleh virus Varicella zoster. Zoster
tumbuh dalam bentuk ruam memanjang pada bagian tubuh kanan atau kiri saja. Jenis yang kedua
adalah herpes simpleks, yang disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV). HSV sendiri
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu HSV-1 yang umumnya menyerang bagian badan dari
pinggang ke atas sampai di sekitar mulut (herpes simpleks labialis), dan HSV-2 yang menyerang
bagian pinggang ke bawah. Sebagian besar herpes genitalis disebabkan oleh HSV-2, walaupun
ada juga yang disebabkan oleh HSV-1 yang terjadi akibat adanya hubungan kelamin secara
orogenital, atau yang dalam bahasa sehari-hari disebut dengan oral seks, serta penularan melalui
tangan.
3.

Dermatitis Herpetiformis
Dermatitis herpetiformis atau morbus duhring merupakan penyakit autoimun, multisistem,

kronis dan residif dengan manifestasi primer pada kulit berupa ruam yang bersifat polimorfik
berupa macula eritema, papula, urtika, vesikula atau bula yang tersusun berkelompok dan
simetris disertai rasa sangat gatal.4
Epidemiologi
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan
tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan
perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti
Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di
Indonesia lebih kurang 1% setahun. Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita
varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu
7

virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap
hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3
usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun.1
Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus
berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae.
Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat
hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam
subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa
biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada
saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa
mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta
mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan
virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.5
Patogenesis
Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus
mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya
terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial
System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan
simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui
serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam
neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang
laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik
kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.6

Gambaran Klinis
Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom
yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi,
8

seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak)
dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi. Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah
erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh.
Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam
kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu
sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi
2-3 minggu.Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya
timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut
usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang. Frekuensi herpes zoster menurut
dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan
sakral (5%).
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:3
1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion
gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai
erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan
wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1
sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak keluar air mata, kelopak mata
bengkak dan sukar dibuka.

Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.

2. Herpes zoster fasialis


Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion
gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.


4. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus brakialis
yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.

5. Herpes zoster torakalis

10

Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus torakalis
yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Herpes torakalis adalah herpes tersering.4

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.

6. Herpes zoster lumbalis


Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus lumbalis
yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.3,4

7. Herpes zoster sakralis


Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus sakralis
yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.4

Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.


11

Komplikasi
1. Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan.
Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini
cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri
yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.5
2.

Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada
yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai
komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.

3.

Kelainan pada mata


Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik, keratitis,
skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.

4.

Sindrom Ramsay Hunt


Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga
memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan
tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan
pengecapan.

5. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus secara
kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya
muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di
wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan
sembuh spontan.5
Penatalaksanaan
Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan kepada
12

orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun.
Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar dan
pasien harus tetap mandi. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.
Pengobatan Sistemik
1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir dan
famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat
diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul.
Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui
intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang
tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah
valasiklovir. Valasiklovir diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi dalam
plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai
inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3200 mg/hari selama 7 hari.7

2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster. Obat
yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari
diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul.5,6
3. Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini
mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis
320 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison
setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus.5
Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan
bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi

13

sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap
antibiotik. Untuk desinfektan bisa diberikan campuran alkohol + betadine.7
Pencegahan
1. Untuk mencegah infeksi laksanakan kompres basah sesuai program untuk mengurangi
intensitas inflamasi. Rasional: vasokonstriksi pembuluh darah kulit dapat mengurangi
eritema dan membantu debridemen vesikel dan krusta serta mengendalikan inflamasi.
2. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk mencegah
penularan dan mempercepat penyembuhan.
3. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang
maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.
Prognosis
Prognosis baik sesuai penanganan yang cepat dan tepat. Namun pada orang tua yang kondisinya
lemah dapat menyebabkan kematian.

Kesimpulan
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi
primer. Berdasarkan lokasi lesi, herpes zoster dibagi atas: herpes zoster oftalmikus, fasialis,
brakialis, torakalis, lumbalis, dan sakralis. Manifestasi klinis herpes zoster dapat berupa
kelompok-kelompok vesikel sampai bula di atas daerah yang eritematosa.
Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan letak syaraf yang
terinfeksi virus. Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium
sederhana, yaitu tes Tzanck dengan menemukan sel datia berinti banyak. Pada umumnya
penyakit herpes zoster dapat sembuh sendiri (self limiting disease), tetapi pada beberapa kasus
dapat timbul komplikasi. Semakin lanjut usia, semakin tinggi frekuensi timbulnya komplikasi.

14

Daftar Pustaka
1. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2011. h. 924.
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2010.h. 1-3.
3. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.h. 110-2.
4. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit
dan Kelamin. Surabaya: EGC; 2010. h.89-93.
5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius; 2010.h. 128-9.
6. Price, Sylvia., Wilson, Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Volume 2. Jakarta: EGC; 2010. h. 91-8.
7. Sutardi H. Herpes simplex manifestasi klinis dan pengobatan. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Tarumanagara. 1998

15

Anda mungkin juga menyukai