Anda di halaman 1dari 5

Makna Trisakti diambil dari pidato Dr Ir Soekarno,yaitu berdaulat dibidang politik,

berdikari dibidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan

Castro mengatakan dengan tegas, dirinya adalah murid Bung Karno. Itu dikemukakannya
sendiri kepada Bung Karno,ketika dua tokoh Gerakan Nonblok ini bertemu, dan kepada
Adam Malik ketika almarhum menjabat sebagai Menteri Luar Negeri RI. Secara terbuka
Castro menegaskan bahwa dirinya telah mengadopsi ajaran-ajaran Presiden RI pertama itu
untuk dijadikan acuan guna memimpin negaranya. Ajaran yang mana?

Tentu, bukan Pancasila, nasakom, atau marhaenisme, melainkan trisakti dan


resopim. Castro yang dikenal sebagai tukang ekspor revolusi ini ternyata juga telah
mengimpor teori revolusi ajaran Bung Karno. Selama penulis menduduki pos sebagai
Dubes RI (1999-2003) di negeri yang luasnya tak lebih dari Pulau Jawa ini, tampak
bahwa pemerintahan di bawah Fidel Castro konsisten mempraktikkan dua ajaran
tersebut yang tentu saja sudah diolah menjadi trisakti dan resopim ala Kuba.

Sebagaimana kita ketahui,ajaran trisakti Bung Karno ini mencakup, pertama,


berdaulat dalam politik; kedua,berdiri di atas kaki sendiri (berdikari atau mandiri) di
bidang ekonomi; ketiga, berkepribadian dalam kebudayaan. Adapun resopim yang
merupakan judul pidato Bung Karno pada 17 Agustus 1961 adalah merupakan
akronim dari "revolusi, sosialisme Indonesia, dan pimpinan nasional".

Tentu saja dalam versi Kuba sosialisme Indonesia juga diolah menjadi sosialisme Kuba
yang secara filosofis berbeda dengan Indonesia. Sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila,
sedangkan sosialisme Kuba berdasarkan teori Marxis. Namun, secara substansial keduanya
mengusung cita-cita sama, yakni sosialisme yang antikapitalisme. Kuba tak mau didikte dan
dijajah oleh Barat di bidang ekonomi,politik, dan budaya. Kuba menolak campur tangan IMF.

Bahkan Fidel Castro menyerukan agar IMF sebagai lembaga pendanaan kapitalis yang
sifatnya menindas negara-negara sedang berkembang dibubarkan saja. Sikap kemandirian itu
berbeda dengan Indonesia yang selama Orde Baru justru pembangunan ekonominya
dibayang-bayangi IMF sehingga terpuruk dalam krisis moneter (krismon) yang
berkepanjangan dan menimbulkan beban utang yang terus membengkak hingga hari ini.

Kuba membangun negara dan rakyatnya dengan mengandalkan kekuatan ekonominya


sendiri. Bukan mengandalkan utang luar negeri. Inilah prinsip berdikari di bidang ekonomi
yang diajarkan Bung Karno, tetapi dipraktikkan secara konsisten oleh Castro. Dengan
berdikari dibidang ekonomi, Kuba dapat mempertahankan kedaulatan politiknya dan juga
kebudayaan nasionalnya.

Dengan program pembangunan yang berbasis ajaran Bung Karno itu, Kuba kini merupakan
negara kecil yang berpotensi besar. Di bidang kesehatan, Kuba mendapat pengakuan dari
WHO sebagai salah satu negara dengan tingkat pemeliharaan kesehatan terbaik di
dunia.Tingkat kematian bayi hanya 6,2 per 1.000 kelahiran dan usia harapan hidup mencapai
rata-rata 76 tahun.

Kesehatan dan Pendidikan

Rakyat seluruh negeri mendapat pelayanan kesehatan dan pendidikan secara cuma-cuma dan
telah mendapat pengakuan UNESCO. Pada 2000, Kuba merupakan negara dengan fasilitas
pendidikan terbaik di kawasan Amerika Latin. Setiap diselenggarakan Olimpiade Matematika
Dunia, Kuba selalu memborong medali emas. Keunggulan Kuba terlihat saat pada 1961
mereka sudah menampung 40.000 pelajar dari 120 negara untuk mengikuti pendidikan di
negeri kecil ini, khususnya di bidang kedokteran.

Kemudian, sampai akhir 2001, Kuba telah memiliki 67.000 orang dokter dan di antara
mereka bekerja sebagai tenaga ahli di 58 negara kawasan Amerika Latin, Asia, dan Afrika. Di
samping penghasil dokter, Kuba juga penghasil obat-obatan yang sudah diakui PBB. Kuba
merupakan produsen vaksin Hepatitis B terbesar di dunia. Jumlah ilmuwan Kuba menduduki

persentase tertinggi kelima di dunia sesudah Jepang, Israel, Amerika Serikat, serta Kanada
dan Australia.

Karena itu, negeri kecil ini memiliki keunggulan SDM yang berkualitas tinggi. Lebih dari
95% penduduk Kuba sudah bisa mengenyam pendidikan dasar hingga menengah.Alokasi
anggaran belanja pendidikan di Kuba menduduki peringkat kedua terbesar sesudah belanja
untuk tunjangan sosial.

Meraup Devisa

Hasilnya,Kuba telah mengekspor ribuan tenaga terdidik ke seluruh dunia setiap tahunnya,
mencakup dokter, insinyur pertanian, pelatih olahraga, dan lain-lain yang menghasilkan
devisa amat besar bagi negara.Hal itu terjadi karena mereka yang bekerja di negeri asing
dipotong gajinya hingga 50% yang harus disetorkan kepada pemerintah.

Bandingkan dengan tenaga kerja Indonesia yang kebanyakan hanya tenaga kasar dengan gaji
murah dan mereka masih diperas oleh yayasan pengirim tenaga kerja. Meskipun menganut
sistem sosialis-komunis,Kuba terbuka bagi modal asing.Dengan Undang-Undang Penanaman
Modal Asing (UU PMA) No 77 Tahun 1995,banyak negara dan perusahaan skala
internasional menanamkan modalnya di Kuba secara bebas,kecuali di bidang pendidikan,
kesehatan, dan pertahanan yang terlarang bagi investasi asing.

Kebijakan ini berbeda dengan UU PMA Indonesia yang dikeluarkan di awal pemerintahan
Orde Baru. UU tersebut tanpa barikade sehingga ekonomi nasional malah didominasi
kekuatan asing.Kuba juga menjamin kebebasan beragama, berkumpul, dan berserikat yang
tertuang dalam hasil Sidang Majelis Nasional Kuba pada 10 Juli 1992. Kuba bukan negara
kaya, tetapi juga bukan negara miskin.

Pemerintah Kuba menerapkan ajaran Bung Karno dengan pola hidup sederhana, membangun
dengan kekuatan ekonomi sendiri, dan selalu menerapkan prinsip "ukur baju badan sendiri".
Bagi Indonesia, kita perlu mengambil pelajaran dari sisi positif praktik sistem pemerintahan
Castro yang mengaku "berguru" kepada Bung Karno itu tanpa harus menjadi Kuba karena
sistem politik Indonesia memang jauh berbeda dengan yang dianut negeri di kawasan Karibia
itu.

Bung Karno berulangkali mengingatkan, kemerdekaan itu hanyalah jembatan emas. Katanya,
di seberang jembatan emas itulah nanti kita akan merealisasikan cita-cita masyarakat adil dan
makmur.
Sebagai jembatan emas, kata Bung Karno, kemerdekaan itu barulah sebatas kemerdekaan
politik. Dengan kemerdekaan politik, kita baru sebatas punya negara. Di dalamnya ada
rakyat, pemerintahan, konstitusi, dasar negara, angkatan perang dan lain-lain. Semua itu
merupakan alat bagi kita untuk perjuangan selanjutnya.
Setelah kemerdekaan, idealnya kita melakukan revolusi di segala bidang. Bung Karno
menyebutnya revolusi multi-kompleks: revolusi ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
Revolusi multi-kompleks inilah yang akan menggenapkan revolusi nasional kita, sehingga
kita menjadi bangsa yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan
berkepribadian secara budaya. Dengan demikian, kita sudah bisa bergegas menuju
masyarakat adil dan makmur.
Salah satu aspek dari revolusi multi-kompleks ini adalah revolusi ekonomi. Esensi dari
revolusi ekonomi ini adalah merombak struktur ekonomi, termasuk bentuk kepemilikan alat
produksi dan struktur distribusi dari surplus ekonomi, agar melahirkan struktur ekonomi yang
demokratis dan berkeadilan sosial. Dengan begitu, masyarakat adil dan makmur pun bisa
diraih.
Dalam melaksanakan revolusi ekonomi ini, kata Bung Karno, kita punya dua tugas pokok:
pertama, mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional; dan kedua,

mentransformasikan ekonomi nasional menjadi ekonomi pasal 33 UUD 1945 sebagai basis
melahirkan masyarakat adil dan makmur.
Sekarang kita bicara tugas yang pertama. Nah, supaya kita mengerti esensi tugas pertama ini,
kita identifikasi dulu apa yang dimaksud ekonomi kolonial. Dengan begitu, kita menjadi tahu
hal-hal fundamental dari ekonomi lama yang hendak kita ubah dan bagaimana cara
mengubahnya.
Bung Karno mencirikan mencirikan ekonomi kolonial itu sebagai berikut: satu, Indonesia
hanya dijadikan penyedia bahan baku bagi keperluan negeri imperialis; dua, Indonesia
menjadi penyedia tenaga kerja murah bagi perusahaan negeri imperialis; tiga, Indonesia
hanya dijadikan pasar bagi penjualan produk dari negeri-negeri imperialis; dan empat,
Indonesia menjadi tempat penanaman modal asing.
Empat ciri di atas sekaligus, kata Bung Karno, menjadi penyebab kesengsaraan rakyat dan
penghalang bagi gerak maju kekuatan-kekuatan produktif kita. Empat hal itulah yang
menyebabkan potensi-potensi kemakmuran kita justru mengalir keluar melalui kantongkantong perusahaan asing.
Konsep Trisakti Bung Karno mengandung tiga hal: berdaulat di bidang politik, berdikari di
bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya. Tiga konsep itu sangat relevan untuk
menghancurkan imperialisme dan sekaligus menata kembali masa depan bangsa Indonesia,
kata Agus Jabo.
Sedangkan bagi Masinton, kendati juga mengambil gagasan Bung Karno, ia juga mengajukan
tiga platform: nasionalisme , demokrasi, dan kerakyatan. Tiga platform itu, dalam keyakinan
Masinton, hidup dan dianut oleh berbagai kelompok pergerakan di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai