Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II

UJI AKTIVITAS ANTICACING (ANTHELMINTIK)

Disusun oleh :
Anisa Siti Nurjanah
Ines Tri Julianti
Sapta Sernida
Wendi Juandi

Kelas : B
Kelompok : 5

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GARUT
2016

PERCOBAAN VII
UJI AKTIVITAS ANTICACING (ANTELMINTIK)
Tanggal percobaan : 11 Mei 2016

I. TUJUAN
1
2

Mahasiswa dapat merancang dan melakukan eksperimen sederhana untuk menguji


aktivitas anticacing suatu bahan uji secara in vitro
Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan pealisis spastik dan flasid yang terjadi pada
cacing setelah kontak dengan anticacing

II. DASAR TEORI


Salah satu mekanisme kerja anticacing adalah menyebabkan paralisis (kelumpuhan ) otot cacing
paralisis dapat berupa paralisis spastik atau flacid.Bahan uji yang potensial sebagai anricacing dapat
langsung mematikan cacing atau menyebabkan kelumpuhan (paralisis) apabila cacing di inkubasi
dalam larutan bahan uji tersebut.Anticacing yang menyebabkan pergerakan cacing yang berada
dengan cacing normal.
Antelmintika atau obat cacing (Yunani anti = lawan, helmintes = cacing) adalah obat yang
dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah ini termasuk semua
zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-obat sistemik yang
membasmi cacing serta larvanya, yang menghinggapi organ dan jaringan tubuh (Tjay, 2007)
Kebanyakan antelmintik efektif terhadap satu macam cacing, sehingga diperlukan diagnosis tepat
sebelum menggunakan obat tertentu. Kebanyakan antelmintik diberikan secara oral, pada saat
makan atau sesudah makan. Beberapa senyawa antelmintik yang lama, sudah tergeser oleh obat
baru seperti Mebendazole, Piperazin, Levamisol, Albendazole, Tiabendazole, dan sebagainya.
Karena obat tersebut kurang dimanfaatkan. (Gunawan, 2009)
Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti lebih
dari 2 miliar manusia diseluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat baru yang lebih spesifik
dangan kerja lebih efektif, pembasmian penyakit ini masih tetap merupakan salah satu masalah
antara lain disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia
yang dihinggapinya juga semakin bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan udara
dapat menyebabkan perluasan kemungkinan infeksi. (Tjay, 2007)
Terdapat tiga golongan cacing yang menyerang manusia yaitu matoda, trematoda, dan cestoda.
Sebagaimana penggunaan antibiotika, antelmintik ditujukan pada target metabolic yang terdapat
dalam parasite tetapi tidak mempengaruhi atau berfungsi lain untuk pejamu. (Mycek,2001)

B Obat Antelmintik yang Lazim Digunakan


1.

Piperazin
Efektif terhadap A.lumbricoides dan E.vermicularis. Mekanisme kerjanya menyebabkan blokade
respon otot cacing terhadap asetilkolin _ paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus.
Absorpsi melalui saluran cerna, ekskresi melalui urine. (Anonim.2010)
Piperazin pertama kali digunakan sebagai antelmintik oleh Fayard (1949). Pengalaman klinik
menunjukkan bahwa piperazin efektif sekali terhadap A. lumbricoides dan E. vermicularis
sebelumnya pernah dipakai untuk penyakit pirai. Piperazin juga terdapat sebagai heksahidrat yang
mengandung 44% basa. Juga didapat sebagai garam sitrat, kalsium edetat dan tartrat. Garam-garam
ini bersifat stabil non higroskopis, berupa kristal putih yang sangat larut dalam air, larutannnya
bersifat sedikit asam. (Anonim.A)

a.

Efek antelmintik
Piperazin menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap asetilkolin sehinggga terjadi
paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus. Cacing biasanya keluar 1-3 hari setelah
pengobatan dan tidak diperlukan pencahar untuk mengeluarkan cacing itu. Cacing yang telah terkena
obat dapat menjadi normal kembali bila ditaruh dalam larutan garam faal pada suhu 37C.
(Anonim.A)
Diduga cara kerja piperazin pada otot cacing dengan mengganggu permeabilitas membran sel
terhadap ion-ion yang berperan dalam mempertahankan potensial istirahat, sehingga menyebabkan
hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan, disertai paralisis. (Anonim.A)
Pada suatu studi yang dilakukan terhadap sukarelawan yang diberi piperazin ternyata dalam
urin dan lambungnya ditemukan suatu derivat nitrosamine yakni N-monistrosopiperazine dan arti
klinis dari penemuan ini belum diketahui. (Anonim.A)

b.

Farmakokinetik
Penyerapan piperazin melalui saluran cerna, baik. Sebagian obat yang diserap mengalami
metabolisme, sisanya diekskresi melalui urin. Menurut, Rogers (1958) tidak ada perbedaan yang
berarti antara garam sitrat, fosfat dan adipat dalam kecepatan ekskresinya melalui urin. Tetapi
ditemukan variasi yang besar pada kecepatan ekskresi antar individu. Yang diekskresi lewat urin
sebanyak 20% dan dalam bentuk utuh. Obat yang diekskresi lewat urin ini berlangsung selama 24
jam. (Anonim.A)

c.

Efek nonterapi dan kontraindikasi


Piperazin memiliki batas keamanan yang lebar. Pada dosis terapi umumnya tidak
menyebabkan efek samping, kecuali kadang-kadang nausea, vomitus, diare, dan alergi. Pemberian i.v
menyebabkan penurunan tekanan darah selintas. Dosis letal menyebabkan konvulsi dan depresi
pernapasan. Pada takar lajak atau pada akumulasi obat karena gangguan faal ginjal dapat terjadi
inkoordinasi otot, atau kelemahan otot, vertigo, kesulitan bicara, bingung yang akan hilang setelah
pengobatan dihentikan. Piperazin dapat memperkuat efek kejang pada penderita epilepsi. Karena itu
piperazin tidak boleh diberikan pada penderita epilepsi dan gangguan hati dan ginjal. Pemberian obat

ini pada penderita malnutrisi dan anemia berat, perlu mendapatkan pengawasan ekstra. Karena
piperazin menghasilkan nitrosamin, penggunaannya untuk wanita hamil hanya kalau benar-benar
perlu atau kalau tak tersedia obat alternatif. (Anonim.A)
d.

Sediaan dan posologi


Piperazin sitrat tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan sirop 500 mg/ml, sedangkan
piperazin tartrat dalam tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis dewasa pada askariasis adalah 3,5 g sekali
sehari. Dosis pada anak 75 mg/kgBB (maksimum 3,5 g) sekali sehari. Obat diberikan 2 hari berturutturut. Untuk cacing kremi (enterobiasis) dosis dewasa dan anak adalah 65 mg/kgBB (maksimum 2,5
g) sekali sehari selama 7 hari. Terapi hendaknya diulangi sesudah 1-2 minggu. (Anonim.A)

2.

Pirantel Pamoat
Untuk cacing gelang, cacing kremi dan cacing tambang. Mekanisme kerjanya
menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi imfuls, menghambat enzim
kolinesterase. Absorpsi melalui usus tidak baik, ekskresi sebagian besar bersama tinja, <15% lewat
urine. (Anonim.2010)
Pirantel pamoat sangat efektif terhadap Ascaris, Oxyuris dan Cacing tambang, tetapi tidak
efektif terhadap trichiuris. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan penerusan impuls
neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh oleh gerak
peristaltik usus. Cacing yang lumpuh akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari
tubuh, cacing akan segera mati. Di samping itu pirantel pamoat juga berkhasiat laksans lemah. . (Tjay
dan Rhardja, 2002:193)
Resorpsinya dari usus ringan kira kira 50% diekskresikan dalam keadaan utuh
bersamaan dengan tinja dan lebih kurang 7% dikeluarkan melalui urin. Efek sampingnya cukup
ringan yaitu berupa mual, muntah, gangguan saluran cerna dan kadang sakit kepala. (Tjay dan
Rhardja, 2002:193). Dosis terhadap cacing kremi dan cacing gelang sekaligus 2-3 tablet dari 250 mg,
anak-anak 2 tablet sesuai usia (10mg/kg). (Tjay dan Rhardja, 2002:193). Dosis tunggal pirantel
pamoat 10mg/kg Bb (ISO, 2009 : 81).

C. Macam-Macam Cacing

CACING TAMBANG
Adalah cacing parasit (nematoda) yang hidup pada usus kecil inang(korban sebagai tempat
makan)nya, dalam hal ini adalah manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing
Tambang didefinisikan sebagai cacing parasit pengisap darah yang mempunyai pengait yang kuat
pada rongga mulut atau pipi untuk menyerang usus.

CACING GELANG/ ASCARIS (CACING PERUT)


Cacing ini termasuk dalam kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang( invertebrata) yang
termasuk dalam filum Nemathelminthes Ascaris lumbricoides.Untuk definisi lengkap dari cacing

gelang ini, saya belum menemukannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI)pun Cacing
Gelang berada dalam sub pengertian cacing sebagai cacing yang hidup dalam usus halus manusia.
Hanya itu saja yang saya temukan, sayang sekali.

CACING CAMBUK
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Cambuk tidak terdapat definisinya.
Namun dari berbagai sumber yang ada Trichuris trichiura ini disebut cambuk adalah karena pada
bagian anteriornya berbebtuk langsing memanjang seperti cambuk, yang panjangnya kira-kira
mencapai 3/5 dari panjang seluruh tubuhnya.

CACING JANTUNG
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Jantung atau Dirofilaria immitis
didefinisikan sebagai cacing nematoda yang terdapat dalam jantung karnivora, betinanya dapat
mencapai panjang 30 cm. Cacing ini kebanyakan menyerang pada hewan, seperti anjing dan kucing.
Dapat menyebabkan kematian pada hewan inangnya apabila tidak dirawat.

CACING PITA
Termasuk dalam Kerajaan Animalia, Filum Platyhelminthes, Kelas Cestoda, Bangsa
Cyclophyllidea, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Pita didefinisikan sebagai
cacing berkepala, beruas-ruas, panjang dan pipih seperti pita, hidup di dalam perut, biasanya dianggap
sebagai sumber penyakit. Anggota-anggotanya dikenal sebagai parasit vertebrata dan yang paling
penting cacing ini dapat menginfeksi manusia, babi, sapi, dan kerbau.
CACING PIPIH
Tubuhnya memipih dan badan berbentuk pita adalah Filum Platyhelminthes yang terdapat 4
kelas didalamnya yaitu Turbellaria, Trematoda, Cestoda dan monogenea (cacing pita merupakan
bagian dari cestoda). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Pipih didefinisikan
sebagai cacing berbadan pipih, yang mempunyai rongga tubuh.

CACING KREMI ATAU ENTEROBIUS VERMICULARIS


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Kremi definisinya adalah cacing kecil yang
hidup sebaga parasit dalam perut, terutama pada anak-anak.Penyakit ini sering disebut kremien di
kalangan orang jawa. Cacing ini tumbuh dan berkembangbiak di dalam usus manusia dan aktif pada
malam hari(bergerak ke anus untuk bertelur).

CACING

BENANG

ATAU

FILARIA(Wuchereria

bancrofti)

Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti benang maka disebut cacing benang atau filaria. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Benang definisinya adalah cacing yang menyebabkan
penyakit filariaris yang menyebabkan pembengkakan pada kaki.

CACING TANAH
Cacing

Tanah adalah nama yang paling umum digunakan untuk hewan dalam kelompok

Oligochaeta, yang nama kelas dan subkelasnya tergantung dari penemunya. Cacing ini tergolong

dalam filum Annelida. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Tanah didefinisikan
sebagai cacing yang hidup di dalam tanah yang lembap.
Annelida memiliki panjang tubuh sekitar 1 mm hingga 3 m.Contoh annelida yang panjangnya
3 m adalah cacing tanah Australia. Bentuk tubuhnya simetris bilateral dan bersegmen menyerupai
cincin. (Anonim.B)
Annelida memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu segmen dengan
segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf di
antara satu segmen dengan segmen lainnya saling berhubungan menembus septa. Rongga tubuh
Annelida berisi cairan yang berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi
otot. (Anonim.B)
Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal). Sistem
pencernaan annelida sudah lengkap, terdiri dari mulut, faring, esofagus (kerongkongan), usus, dan
anus. Cacing ini sudah memiliki pembuluh darah sehingga memiliki sistem peredaran darah tertutup.
Darahnya mengandung hemoglobin, sehingga berwarna merah. Pembuluh darah yang melingkari
esofagus berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh. (Anonim.B)
Sistem saraf annelida adalah sistem saraf tangga tali. Ganglia otak terletak di depan faring
pada anterior. Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia, nefrostom, dan
nefrotor. Nefridia (tunggalnefridium) merupakan organ ekskresi yang terdiri dari saluran. Nefrostom
merupakan corong bersilia dalam tubuh. Nefrotor merupaka npori permukaan tubuh tempat kotoran
keluar. Terdapat sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya. (Anonim.B)
Sebagian besar annelida hidup dengan bebas dan ada sebagian yang parasit dengan menempel
pada vertebrata, termasuk manusia. Habitat annelida umumnya berada di dasar laut dan perairan
tawar, dan juga ada yang segaian hidup di tanah atau tempat-tempat lembap. Annelida hidup di
berbagai tempat dengan membuat liang sendiri. (Anonim.B)
Annelida umumnya bereproduksi secara seksual dengan pembantukan gamet. Namun ada
juga yang bereproduksi secara fregmentasi, yang kemudian beregenerasi. Organ seksual annelida ada
yang menjadi satu dengan individu (hermafrodit) dan ada yang terpisah pada individu lain
(gonokoris). (Anonim.B)
Annelida dibagi menjadi tiga kelas, yaitu Polychaeta (cacing berambut banyak), Oligochaeta
(cacing berambut sedikit), dan Hirudinea. (Anonim.B)

III.

Alat, Bahan dan Hewan

Alat
-

Cawan petri
Batang pengaduk kaca

Bahan
-

Gelas piala 1 L
Pinset
Sarung tanagan
Termometer
Inkubator
tissue

Asacaris suum
Pirantel pamoat
Piperazin sitrat
NaCl 0,9% b/v
Air suling
Air dengan suhu 50c
Aquadest
Cacing tanah

Hewan
- cacing tanah

VI.

Prosedur Kerja

Prosedur
1. Sebelum percobaan,cacing harus diaktifkan terlebih dahulu pada suhu 37c

2. Siapkan larutan uji (pirantel pamoat dan piperazin sitrat )serta kontrol (NaCl) dengan

konsentraso masing-masing 5%,20%,0,9%

3. Tuangkan larutan uji masing masing ke dalam tiap cawan petri dengan pola sebagai berikut;

Cawan petri 1;pirantel pamoat


Cawan petri 2 ;piperazin sitrat
Cawan petri 3; nacl fisiologis

4. Tempatkan cawan petri yg telah berisi larutan Uji ke dalam inkubatorpada suhu 37c

5. Kedalam masing-masing cawan, letakkan 1(satu) pasang ascaris suum yang masih aktif .catat
waktunya:

6. Pengamatan:
a) Amati pergerakan cacing dan posisi kepala cacing segera setelah penempatan cacing
di dalam larutan uji secara terus menerus selama 15 menit pertama kemudianpada 30,
45, 60 menit dan seterusnya dengan interval 15 menit. Pengamatan dilakukan selama
2 jam.
b) Bandingkan pergerakan cacing dalam larutan uji ( pirantel pamoat, piperazin sitrat )
dengan cacing kontrol (nacl fisiologis )
c) Untuk melihat apakah cacing yang tidak bergerak tersebut sudah mati atau paralisis,
usik cacing- cacing tersebut dengan batang pengaduk.
d) Jika cacing tetap diam segera pindahkan ke dalamair panas 50c dan amati
pergerakanya.
e) Apabila dengan cara pada poin d,cacing tetap diam ,berarti cacing tersebut mati.tetapi
jika bergerak ,berarti cacing tersebut mengalami paralisis.
f) Jika cacing mengalami paralisis ,nyatakanlah apakah paralisis terjadi merupakan
paralisis spastik atau flasid dengan melihat postur tubuh cacing tersebut.
g) Catat hasil pengamatan dalam bentuk tabel setiap interual waktu: N ( normal), P
(paralisis), M ( mati).

V.
Nama
Sediaan

Data Hasil Pengamatan dan perhitungan


Efek
waktu(menit)

Lama
wakt
u
mati

Pipere
zin
5%

15
P
F

30
M

II

Pipere
zin
2,5%
Pipere
zin
1,25%
Pipere
zin
o,625
%
Pirant
el
0,625
%
Pirant
el
0,312
%
Pirant
el
0,165
%
Pirant
el
0,085
%
KON
TROL
(Aqua
des)

P
F

P
F

P
F

P
F

P
F

P
F

II
I
I
V
V

V
I
V
II
V
II
I
I
X

45
M

60
M

P
F

P
F

P
F

P
F

P
F

P
F

P
F

P
F

P
F

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
F

P
F

P
F

P
S

P
S

N= Normal
PS= Paralisis spastik
PF= Paralisis flasid
M= Mati

VI.

PEMBAHASAN

75
M

90
M

105
M M

P
F

19

P
F

P
F

P
F

P
F

21

P
F

P
F

P
F

P
F

30,
18

4,
24

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

P
S

120
M M

10,20
,11

107

VII. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Katzung.1989.Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3.EGC: Jakarta

Mycek.2001.Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika : Jakarta


Anonim.2010. http://farmakologi.files.wordpress.com/2010/02/antelmintik.pdf
Tjay, Tan Hoan, Rahardja, Kirana, 2002, Obat Obat Penting, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta
Kasim, Fauzi, dkk.,2009, ISO Indonesia, volume 44, Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia, Jakarta
Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Buku 3. Edisi VIII. Jakarta: Salemba
Medika; 2002; 280-81

VIII.

Kesimpulan
Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk mengurangi
rasa sakit atau nyeri diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya
rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis.
Atas dasar kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam dua kelompok yaitu analgetik
dsentral (narkotik) dan analgetik perifer (non-narkotik).

DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ernerst, Mutschler. 1991. Dinamika Obat edisi kelima. Bandung. ITB.
Goodman& Gilman. 2003. Dasar Farmakologi Terapi vol 1.Jakarta. EGC.
Green. 2009. Analgetika. Available online at : http://greenhati.blogspot.com/2009/05/obatanalgetik-dan farmakodinamikanya.html (diakses pada tanggal 25 Oktober 2011).
Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Medicafarma.2008.AnalgesikAntipiretikdanNSAID.http://medicafarma.blogspot.com/2008/04/an
algesik-antipiretik-dan-antiinflamasi.html (diakses pada tanggal 25 Oktober 2011).
Mutschler, Ernst. ed. V. Dinamika Obat , ITB 1999 Press : Jakarta
Tan, H. T. dan Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Tjay dan K.Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai