Anda di halaman 1dari 6

Hanna Luthfiani Azka

240210120085
Kelompok 3B
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan
organic dan air. Sisanya terdiri dari unsur- unsur mineral. Unsur mineral juga di
kenal sebagai zat organic atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan
organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Abu
adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu
dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar
abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam
suatu

bahan

dapat

merupakan

dua

macam

garam

yaitu

1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat., pektat
dan lain-lain.
2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan
logam alkali.
Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral dapat terbentuk
sebagai senyawa yang kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan
jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit. Oleh karenanya
biasanya dilakukan dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut
yang dikenal dengan pengabuan. Komponen mineral dalam suatu bahan sangat
bervariasi baik macam maupun jumlahnya. Penentuan konsistensi merupakan
mineral bahan hasil pertanian yang dapat dibedakan menjadi dua tahapan yaitu :
pengebuan total (larut dan tidak larut) dan penentuan individu komponen.
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan antara lain:
1. Menentukan baik tidaknya suatu pengolahan
Dalam penggilingan gandum, misalnya apabila masih banyak katul atau lembaga
yang terikut maka tepung gandum tersebut akan memiliki kadar abu yang tinggi.
2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan
Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah
yang digunakan dalam marmalade atau jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai
untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.
3. Penentuan parameter nilai gizi pada bahan makanan
Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi
menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.

Hanna Luthfiani Azka


240210120085
Kelompok 3B
Pada praktikum penentuan kadar abu, di lakukan pengabuan cara langsung
dengan metode kering. Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan
mengoksidasi semua zat organic pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 600C dan
kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran
tersebut (Sudarmadji, 2010). Pertama cawan porselin di panaskan di dalam tanur
selama 1 jam dengan suhu 104C. Penggunaan cawan porselin di karenakan
cawan porselen dapat tahan jika di panaskan dalam suhu tinggi. Mula-mula
cawan tersebut harus memiliki berat konstan lalu setelah di lakukan penimbangan
dan mencapai berat konstan kemudian menimbang sampel sebanyak 1 gram di
masukkan ke dalam cawan. Sampel yang di gunakan yaitu tepung, bakso, bayam,
ikan asin, dan salak. Lalu di masukkan ke dalam tanur selama 8 jam namun pada
saat praktikum pemanasan di dalam tanur lebih dari 8 jam karena sampel yang di
masukkan ke dalam tanur harus terbentuk abu yang berwarna putih. Kemudian
setelah di keluarkan dari dalam tanur lalu didinginkan selama 30 menit di dalam
desikator yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel. Setelah dingin
menimbang cawan dan endapan abu sebagai berat akhir. Beberapa kelemahan
maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara langsung.
Kelebihan dari cara langsung, antara lain :
a. Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan
hasil pertanian, serta digunakan untuk sample yang relative banyak.
b. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air,
serta abu yang tidak larut dalam asam.
c. Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak
menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya.
Kelemahan dari cara langsung, antara lain :
a. Membutuhkan waktu yang lebih lama.
b. Tanpa penambahan regensia.
c. Memerlukan suhu yang relatif tinggi.
d. Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi
(Apriantono (1989).

Hanna Luthfiani Azka


240210120085
Kelompok 3B
Tabel 5.1. Hasil Pengamatan Penentuan Kadar Abu dan Mineral
Kel.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Wcawan
(g)
9,2826
8,4962
10,1128
12,0588
9,5682
11,9012
8,8854
9,0927
10,9454
14,0145

Wsampel
(g)
1,0052
1,0132
1,0797
1,0158
1,0209
1,0106
1,0841
1,0160
1,0196
1,0747

Wc+s I
(g)
9,2894
8,5091
10,1451
12,3656
9,5728
11,9078
8,8986
9,1227
11,2561
14,0199

Wc+s II
(g)
9,2886
8,5090
10,1448
12,3560
9,5727
11,9075
8,8984
9,1226
11,2556
14,0191

Wendapan
(g)
0,006
0,0128
0,032
0,2972
0,0045
0,0063
0,013
0,0299
0,3102
0,0046

Kadar abu
(%)
0,59
1,26
2,96
29,26
0,44
0,62
1,2
2,94
30,42
0,43

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2014)


Perhitungan:
%kadarabu

= 0,44%
w endapan
w sampel

x100%

6. SampelTepungTerigu

1. SampelTepungTerigu
%kadarabu =

0,006
1,0052 x100%

= 0,59%
2. SampelBayam
%kadarabu =

0,0128
1,0132 x100%

= 1,26%
3. SampelBaso
%kadarabu =

0,032
1,0797 x100%

= 2,96%
4. SampelIkan Teri
%kadarabu =

0,2972
1,0158 x100%

= 29,26%
5. SampelSalak
%kadarabu =

0,0045
1,0209 x100%

%kadarabu =

0,0063
1,0106 x100%

= 0,62%
7. SampelBayam
%kadarabu =

0,013
1,0841 x100%

= 1,2%
8. SampelBaso
%kadarabu =

0,0299
1,0160 x100%

= 2,94%
9. SampelIkan Teri
%kadarabu =

0,3102
1,0196 x100%

= 30,42%
10. SampelSalak
%kadarabu =

0,0046
1,0747 x100%

=0,43%

Hanna Luthfiani Azka


240210120085
Kelompok 3B
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh rata-rata kadar abu untuk sampel
tepung terigu adalah 0,605%. Sementara, menurut tabel komposisi pangan
indonesia (2008), tepung terigu memiliki kadar abu sebesar 1%. Hasil yang
diperoleh cukup jauh dengan literatur. Selanjutnya, untuk sampel bayam rata-rata
kadar abu yang diperoleh adalah 1,2%. Menurut tabel komposisi pangan
Indonesia (2008), bayam memiliki kadar abu sebesar 1,3%. Hasil yang diperoleh
tidak terlalu jauh dengan literatur, dapat dikatakan cukup akurat. Rata-rata kadar
abu untuk sampel baso adalah 2,95%. Lalu, menuruut tabel komposisi pangan
Indonesia (2008), bayam memiliki kadar abu sebesar 3%, angka yang diperoleh
tidak terlalu jauh dengan angka yang tertera pada tabel komposisi. Hasil dapat
dikatakan akurat. Sampel salak memiliki rata-rata kadar abu sebesar 0,435%,
kadar abu yang terkandung pada salak menurut tabel komposisi Indonesia (2008)
adalah sebesar 0,7%. Sampel teri merupakan sampel yang memiliki kadar abu
tertinggi dibandingkan sampel lainnya, rata-rata kadar abu yang diperoleh adalah
29,84%. Hal ini disebabkan karena ikan teri memiliki kandungan mineral (garam)
yang banyak, sehingga karakteristik dari ikan teri sendiri adalah rasanya asin.
Nilai kadar abu yang tertera untuk ikan asin adalah sebesar 32,4%.
Beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan hasil yang diperoleh
terpaut jauh dengan kadar yang tertera pada literatur adalah adanya zat atau
senyawa yang masuk dalam sampel selama proses perpindahan (selain di oven
dan desikator), faktor faktor kesalahan manusia atau alat-alat yang digunakan, dan
belum sempurnanya warna abu menjadi warna putih.

Hanna Luthfiani Azka


240210120085
Kelompok 3B
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum yang dilakukan adalah

Abu merupakan zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Kadar abu menentukan banyaknya mineral didalam sampel.

Penentuan kadar abu dengan metode kering merupakan metode yang


paling mudah.

Urutan kadar abu dari yang tertinggi ke terendah adalah ikan teri, baso,
bayam, tepung terigu, dan salak.

6.2. Saran
Saran untuk memeperoleh hasil yang cukup efektif yaitu

Desikator yang digunakan sebaiknya desikator kaca, karena desikator

plastik dapat meleleh akibat suhu cawan yang tinggi


Pastikan bahwa abu telah menjadi putih sehingga analisis yang dilakukan

lebih akurat.
Tanur yang digunakan sebaiknya lebih canggih agar menghemat waktu

dan menambah wawasan mahasiswa.


Jumlah neraca analitik sebaiknya ditambah agar waktu praktikum lebih
efektif.

Hanna Luthfiani Azka


240210120085
Kelompok 3B
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanto.A, dkk. 1989. Analisis Pangan Petunjuk Praktikum. PAU Pangan dan
gizi IPB. Bogor.
K, Mien. Dr, dkk. 2008. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. PT Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Legowo, A. M. dan Nurwantoro. 2004. Diktat Kuliah Analisis Pangan. Program
Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,
Semarang.
Sudarmadji, Slamet, dkk. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty
Yogyakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai