Bell's Palsy
Bell's Palsy
Definisi
Adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer, terjadi secara akut, dan penyebabnya tidak
diketahui atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis.
Epidemiologi
Merupakan
penyakit
yang
paling
sering
mengenai
nervus
fasialis. Insidensinya
23/100.000/tahun dan dapat mengenai pria atau wanita pada semua umur dan setiap musim
dalam satu tahun. Terdapat kontroversi mengenai peningkatan insidesi sampai lebih dari 3
kali lipat pada wanita selama trimester ketiga kehamilan, terutama 2 minggu menjelang
persalinan dan 2 minggu setelah melahirkan, menurut beberapa peneliti, namun beberapa
yang lain tidak menemukan peningkatan kasus ini. Beberapa laporan menunjukkan terdapat
kecendrungan kelumpuhan wajah akan mengalami kekambuhan setiap kehamilan. Bells
palsy lebih sering terjadi pada pasien diabetes mellitus dan hipertensi dibandingkan orangorang yang sehat.
Etiologi
Sebagian besar kasus bells palsy bersifat idiopatik. Namun beberapa tahun terakhir telah
ditemukan penyebab yang spesifik yaitu Herpes Simplex Virus (HSV). Burgess dkk,
mengidntifikasi genome HSV pada ganglion geniculata pasien tua yang meninggal 6 minggu
setelah onset bells palsy. Murakami dkk menggunakan teknik PCR untuk memgamflifikasi
genome virus menemukan HSV tipe 1 pada cairan endoneurial yang mengelilingi CN VII
pada 11 dari 14 kasus bells palsy. Peneliti yang sama juga menemukan kelumpuhan wajah
pada tikus yang diinokulasikan HSV pada telinga dan lidah dan antigen virus ditemukan pada
nervus fasialis dan ganglion geniculata.
Manifestasi klinis
Sebelum terjadinya kelumpuhan di wajah biasanya didahului oleh rasa sakit pada bagian
belakang telinga.
Dapat ditemukan gejala yang berbeda tergantung letak lesi sesuai dengan perjalanan
nervus fasialis yaitu berupa :
Lesi di luar foramen stilomastoideus mulut tertarik ke arah sisi yang sehat,
makanan terkumpul diantara pipi dan gusi, sensasi dalam wajah menghilang,
lipatan dahi menghilang, air mata terus keluar jika lagoftalmos tidak ditangani.
Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) gejala sama seperti yang ada
di atas, ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (dua pertiga
bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang.
Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius) gejala
tanda klinis pada a.) dan b.), ditambah dengan adanya hiperakusi.
Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulum) gejalanya
sama seperti pada a.), b.), dan c.), serta ditambah dengan nyeri di belakang dan di
dalam liang telinga.
Lesi di meatus auskultasi internus gejala dan tanda klinik seperti di atas
ditambah dengan tuli sebagai akibat dari terlibatnya nervus skustikus.
Lesi di tempat keluarnya nervus fasialis dari pons gejala dan tanda klinis sama
dengan di atas, ditambah gejala dan tanda terlibatnya nervus trigeminus, nervus
akustikus dan kadang-kadang juga nervus abdusens, nervus aksesorius dan nervus
hipoglosus.
Sindrom air mata buaya (Crocodile tears syndrome) gejala sisa paralisis Bells,
beberapa bulan pasca awitan, dengan manifestasi klinis: air mata bercucuran dari mata
yang terkena pada saan penderita makan. Nervus fasialis menginervasi glandula
lakrimalis dan glandula salivarius submandibularis. Diperkirakan terjadi regenerasi saraf
salivarius tetapi dalam perkembangannya terjadi salah jurusan menuju glandula
lakrimasi.
Diagnosis
MRI pada pasien bells palsy dapat ditemukan peningkatan kontras gadolinium
pada MRI. Pasien yang ditemukan peningkatan kontras pada MRI memilki prognosis
Penatalaksanaan
Proteksi mata selama tidur, pemijatan otot-otot yang mengalami kelumpuhan, dan splint
(penyangga) untuk mencegah jatuhnya bagian bawar wajah merupakan tindakan umum yang
dapat dilakukan pada pasien bells palsy. Tidak ada bukti kalau dekompresi bedah nervus
fasialis dapat efektif, disamping itu tindakan ini dapat menyakitkan. Pemberian kortikosteroid
(prednisone 40-60 mg/hari secara ora untuk 3 hari, tapering sampai 7 hari selanjutnya) selama
minggu pertama sampai 10 hari setelah onset dapat membantu. Pengobatan ini bertujuan
untuk menurunkan kemungkinan paralisis permanen akibat pembengkakan saraf di canalis
fasialis yang sempit. Untuk kasus yang ditemukan genome virus di CN VII pemberian
antivirus (acyclovir) mungkin dapat berguna dalam penatalaksanaan pasien.
Prognosis
Sekitar 80% pasien bells palsy dapat sembuh sendiri dalam 1 atau 2 bulan, namun
Bells Palsy
Definisi
Merupakan paralisis fasialis Lower Moto Neuron unilateral akibat paralisis nervus
fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui
(idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa disertai adanya penyakit neurologis
lainnya
Factor resiko
-
wanita hamil
penderita diabetes
penderita hipertensi
Epidemiologi
Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial
akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan
insiden terendah ditemikan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden
Bells palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai
wajah sisi kanan. Insiden Bells palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi.
Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes.
Bells palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama.
Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena
daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan
trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bells
palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat
Etiologi
-
Patofisiologi
-
Lokasi cedera nervus fasialis pada Bells palsy adalah di bagian perifer
dalam
foramen
stilomastoideum
dan
saat
melalui
tulang
tersebut,
adanya
inflamasi,
demyelinisasi
atau
iskemik
dapat
motorik primer
Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN
bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum
timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus
fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens
dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN
tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan
melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul
bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa
mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah)
Gejala klinis
-
fenomena Bell
Nyeri pada atau dibagian belakang telinga
Bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh
Dahi tidak bisa dikerutkan
Fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha memejamkan mata
Sindrom air mata buaya (crocodile tears syndrome) merupakan gejala sisa Bells
palsy, beberapa bulan pasca awitan, dengan manifestasi klinik: air mata
bercucuran dari mata yang terkena pada saat penderita makan. Nervus fasilais
menginervasi glandula lakrimalis dan glandula salivatorius submandibularis.
Diperkirakan terjadi regenerasi saraf salivatorius tetapi dalam perkembangannya
terjadi salah jurusan menuju ke glandula lakrimalis.
Diagnosis
Diagnosis Bells palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya
parese dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak dapat
memejamkan mata dan rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga
dapat ditemukan. Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bells palsy
lesinya bersifat LMN
Pemeriksaan fisik
Kelumpuhan nervus fasialis mudah terlihat hanya dengan pemeriksaan fisik
tetapi yang harus diteliti lebih lanjut adalah apakah ada penyebab lain yang
menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Pada lesi supranuklear, dimana lokasi
lesi di atas nukleus fasialis di pons, maka lesinya bersifat UMN. Pada kelainan
tersebut, sepertiga atas nervus fasialis normal, sedangkan dua pertiga di
bawahnya mengalami paralisis. Pemeriksaan nervus kranialis yang lain dalam
batas normal
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bells palsy. Pemeriksaan CTScan dilakukan jika dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke
tulang, stroke, sklerosis multipel dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI
pada
pasien
Bells
(Enhancement)
pada
palsy
akan
nervus
menunjukkan
fasialis,
atau
adanya
pada
penyangatan
telinga,
ganglion
genikulatum
Tatalaksana
-
dan obat-
setelah onset
Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral
atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7
hari kemudian), dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah
onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan
pasien
Pada pasien dengan kelemahan fasialis LMN berat mungkin membutuhkan
tarsorafi lateral (penjahitan bagian lateral kelopak mata atas dan bawah)
untuk melindungi kornea.
Komplikasi
Kira-kira 30% pasien Bells palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti fungsi
motorik dan sensorik yang tidak sempurna, serta kelemahan saraf parasimpatik.
Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau ageusia, spasme
nervus
fasialis
yang
kronik
dan
kelemahan
saraf
parasimpatik
yang
Prognosis
Bells Palsy
Kortikosteroid bila masih edema, perawatan mata, vit B1, dan elektroterapi.
Lesi LMN: Bells palsy (cryptogenic peripheral facial nerve palsy)
Sumber: Mumenthaler m, 2006
Millard-Gubler Syndrome
Anatomy
Pons: Basis pontis and fascicles of CN VI amd VII
Vascular
Manifestation
Weakness upper and lower extremity
Lateral gaze weakness
Weakness face entire side
Comments
Pyramidal tract
CN VI
CN VII
Notes
A unilateral lesion of the ventrocaudal pons may invovle the basis pontis and the fascicles of
cranial nerves VI and VII. Symptoms include:
1. Contralateral hemiplegia (sparing the face) due to pyramidal tract involvement
2. Ipsilateral lateral rectus palsy with diplopia that is accentuated when the patient looks
toward the lesion, due to cranial nerve VI involvement.
3. Ipsilateral peripheral facial paresis, due to cranial nerve VII involvement.