2. Kategori
Manusia berpikir menggunakan kategori yang digunakan untuk mengenali dan
mengelompokkan benda-benda. Dasar kategori adalah pengetahuan tentang ada yang
menjadi pembahasan utama dalam metafisika dan ontologi. Hegel mengartikan kategori
sebagai ide-ide yang menjelaskan realitas. Sedangkan Pierce memahami kategori sebagai
istilah-istilah paling umum yang dapat digunakan untuk membagi-bagi atau
menggolongkan pengalaman. Pada dasarnya, pikirian mengenai kategori dari berbagai
filsuf memberi pelajaran kepada kita bahwa dalam mengenali dan memahami bendabenda, kita perlu cermat dan hati-hati.
3.1 Term
Term merupakan tanda untuk menyatakan suatu ide yang dapat diinderai
(sensible) sesuai dengan pakat (conventional). Secara umum term adalah tanda tanda
yang didasarkan pada kelaziman, bukan tanda alamiah.
3.2 Definisi
Definisi adalah hakikat yang menerangkan suatu hal. Definisi diperlukan
untuk memahami sebuah kalimat secara jelas dan sesuai dengan maksud yang ingin
disampaikan.
3.2.1
Penggolongan Definisi
Menurut kesesuaian dengan hal yang diwakilinya, ada 2 jenis definisi
yaitu definisi nominal dan definisi real. Ada juga definisi yang dibuat
3.2.2
dengan contoh.
Aturan membuat definisi
1. Definisi harus lebih jelas dari yang didefinisikan
2. Definisi tidak boleh mengandung ide/term dari yang didefinisikan
3. Definisi dan yang didefinisikan harus dapat dibolak-balik dengan pas
4. Definisi harus dapat dinyatakan dengan kalimat positif
3.3 Divisi
Divisi adalah uraian suatu keseluruhan ke dalam bagian-bagian berdasarkan satu
kesamaan karakteristik tertentu.
3.3.1 Divisi real atau aktual
Dilakukan berdasarkan faktor-faktor fisik maupun metafisik-terlepas dari
aktivitas mental manusia. Bagian fisik dilakukan berdasarkan factor-faktor
fisik yang dapat dipisahkan, satu dari yang lain. Berdasarkan metafisik
dilakukan berdasarkan bagian-bagian yang merupakan esensi dari sesuatu
hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena dalam kenyataannya
3.3.2
3.3.3
5. PENALARAN
merupakan
ungkapan
verbal
dari
penalaran
atau
merupakan ungkapan verbal dari ide yang merupakan ungkapan verbal dari
putusan.
6. ARGUMEN DEDUKTIF
6.1. Definisi Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah proses perolehan kesimpulan yang terjamin
validitasnya jika bukti yang tersedia benar dan penalaran yang digunakan untuk
menghasilkan kesimpulan tepat.
6.2. Karakteristik Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif diawali dengan generalisasi yang dianggap benar yang
menghasilkan premis-premis, lalu dari situ diturunkan kesimpulan yang koheren
dengan premis-premisnya. Tujuannya adalah untuk menentukan putusan yang
sahih tentang hal khusus tertentu berdasarkan pemahaman tentang hal-hal yang
lebih umum.
6.3. Silogisme
Silogisme adalah jenis argumen logis yang kesimpulannya diturunkan dari
dua proposisi umum (premis) yang
penilaian terhadap silogisme ada dua; sahih (jika kesimpulan dibuat berdasarkan
premis dengan bentuk yang tepat) atau tidak sahih.
6.3.1. Silogisme Kategoris
Bentuk dasarnya ialah: Jika A adalah bagian dari C maka B adalah
bagian dari C (A dan B adalah anggota dari C). Silogisme ini mengikuti
hukum Semua atau Tidak Sama Sekali.
6.3.2. Delapan Hukum Silogisme
(1)Silogisme hanya mengandung tiga term. (2)Term mayor atau
term minor tidak boleh menjadi universal dalam kesimpulan jika dalam
premis hanya bersifat pertikular. (3)Term tengah tidak boleh muncul
dalam kesimpulan. (4)Term tengah harus digunakan sebagai proposisi
7. Argumen Induktif
7.1. Definisi Induksi
Istilah argument induktif dipahami sebagai hipotesis yang mengandung
risiko dan ketidakpastian.
Ketidakpastian argumen induktif muncul dalam premis premis argument
dan dalam asumsi asumsi inferensial. Dalam argumen induktif, ada premis atau
asumsi inferensial yang lemah yang mencerminkan karena informasi ada yang
kurang lengkap. Karakteristik argument induktif adalah bahwa dalam kondisi
ketidakpastian atau kurangnya informasi, kesimpulan tetap diambil dengan risiko
kesimpulan tersebut salah.
Penalaran induktif berusaha meminimalkan risiko dan memperhitungkan
risiko itu dengan akurat.
Bukti
Bukti dalam suatu argument diagnostik adalah
informasi dalam premis yang harus dapat dijelaskan oleh
kesimpulan dari argument tersebut. Bukti disebut juga
sebagai data diagnostik.
b)
Kondisi Pembatas
Kondisi pembatas dalam suatu argument induktif
diagnostic terdiri dari premis premis factual tambahan
yang membatasi konteks argument dan digunakan untuk
menunjukkan bagaimana bukti mengarah ke kesimpulan.
c)
Hipotesis Bantuan
Hipotesis bantuan adalah hipotesis yang membantu
menunjukkan bagaiman bukti, dalam kondisi pembatas,
dapat diyakini mengarah pada kesimpulan. Hipotesis
bantuan berfungsi menunjukkan bagaimana kesimpulan,
dalam kondisi pembatas, merupakan penjelasan yang
paling mungkin dari bukti yang ada.
8. SESAT PIKIR
8.1. Pengertian Sesat Pikir
Sesat pikir adalah kekeliruan dalam penalaran berupa penarikan
kesimpulan-kesimpulan dengan langkah-langkah yang tidak sah, yang disebabkan
oleh dilanggarnya kaidah-kaidah logika.
premis asalnya. Untuk mendukung premis premis dalam argument deduktif dan
untuk menambah informasi empiris, harus mengandalkan induksi.
Karakteristik induksi bukanlah jaminan dan argument induktif tidak bisa
dinilai dengan standar deduktif. Menilai induksi dengan standar deduksi adalah
suatu kesalahan, karena standar itu tidak mungkin kita capai.
Cara
menanggapinya
adalah
dengan
mengidentifikasi
menyadari
bahwa
dia
mungkin
telah
salah
menginterpretasikannya.
9.5.4 Mengacaukan penyebab yang berupa necessary condition dengan sufficient
condition
Kesalahan ini terjadi ketika seseorang salah menganggap atau
mengacaukan suatu penyebab yang merupakan necessary condition
dengan penyebab sufficient condition bagi akibatnya