Anda di halaman 1dari 15

BAB III: DASAR-DASAR LOGIKA

Bagas Ariandana, 1506720715


Nadia Arzella, 1506756381
Rafi Aulia M, 1506720910
Raka Hutomo, 1506756330
1. Apakah Logika Itu?
Logika dapat diartikan sebagai kajian tentang prinsip, hukum, metode, dan cara
berpikir yang benar untuk memproleh pengetahuan yang benar. Logika dibutuhkan dalam
kajian berbagai ilmu pengetahuan dan juga dalam kehidupan sehari-hari. Secara filosofis,
logika adalah kajian tentang berpikir atau penalaran yang benar. Logika merupakan dasar
filosofis dari matematika. Sebagai kajian tentang kebenaran khusus, logika merupakan
ilmu pengethauan yang bertujuan menjelaskan kebenaran atau fakta tertentu. Asal kata
logika berasal dari kata logos dari Herakleitos yang berarti aturan, prinsip, atau katakata yang menjelaskan realitas. Fokus kajian dari logika adalah pikiran, representasi
linguistik, meskipun pikiran dan bahasa saling terkait.

2. Kategori
Manusia berpikir menggunakan kategori yang digunakan untuk mengenali dan
mengelompokkan benda-benda. Dasar kategori adalah pengetahuan tentang ada yang
menjadi pembahasan utama dalam metafisika dan ontologi. Hegel mengartikan kategori
sebagai ide-ide yang menjelaskan realitas. Sedangkan Pierce memahami kategori sebagai
istilah-istilah paling umum yang dapat digunakan untuk membagi-bagi atau
menggolongkan pengalaman. Pada dasarnya, pikirian mengenai kategori dari berbagai
filsuf memberi pelajaran kepada kita bahwa dalam mengenali dan memahami bendabenda, kita perlu cermat dan hati-hati.

3. Term, Definisi, dan Divisi

3.1 Term
Term merupakan tanda untuk menyatakan suatu ide yang dapat diinderai
(sensible) sesuai dengan pakat (conventional). Secara umum term adalah tanda tanda
yang didasarkan pada kelaziman, bukan tanda alamiah.
3.2 Definisi
Definisi adalah hakikat yang menerangkan suatu hal. Definisi diperlukan
untuk memahami sebuah kalimat secara jelas dan sesuai dengan maksud yang ingin
disampaikan.
3.2.1

Penggolongan Definisi
Menurut kesesuaian dengan hal yang diwakilinya, ada 2 jenis definisi
yaitu definisi nominal dan definisi real. Ada juga definisi yang dibuat

3.2.2

dengan contoh.
Aturan membuat definisi
1. Definisi harus lebih jelas dari yang didefinisikan
2. Definisi tidak boleh mengandung ide/term dari yang didefinisikan
3. Definisi dan yang didefinisikan harus dapat dibolak-balik dengan pas
4. Definisi harus dapat dinyatakan dengan kalimat positif

3.3 Divisi
Divisi adalah uraian suatu keseluruhan ke dalam bagian-bagian berdasarkan satu
kesamaan karakteristik tertentu.
3.3.1 Divisi real atau aktual
Dilakukan berdasarkan faktor-faktor fisik maupun metafisik-terlepas dari
aktivitas mental manusia. Bagian fisik dilakukan berdasarkan factor-faktor
fisik yang dapat dipisahkan, satu dari yang lain. Berdasarkan metafisik
dilakukan berdasarkan bagian-bagian yang merupakan esensi dari sesuatu
hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena dalam kenyataannya
3.3.2

3.3.3

bagian-bagian itu merupakan ketunggalan.


Divisi Logis
Dalam divisi logis, mental manusialah yang membagi keseluruhan hal
menjadi bagian-bagian.
Aturan pembuatan divisi
1. Tidak boleh ada yang terlewati
2. Bagian tidak boleh melebihi keseluruhan
3. Tidak boleh ada bagian yang meliputi bagian lain
4. Divisi harus jelas dan teratur
5. Jumlah bagian harus terbatas

4. Kalimat, Pernyataan, dan Proposisi

4.1. Pengertian Kalimat, Pernyataan, dan Proposisi


Kalimat merupakan serangkain kata yang disusun berdasarkan aturanaturan tata bahasa dalam suatu bahasa, dan dapat digunakan untuk tujuan
menyatakan, menanyakan, atau memerintahkan sesuatu.
Benar atau salahnya struktur kalimat ditentukan berdasarkan kaidah atau
aturan tata bahasa suatu bahasa. Secara umum struktur kalimat terdiri dari subjekpredikat-objek.
Salah satu jenis kalimat adalah pernyataan. Pernyataan adalah kalimat
yang digunakan untuk membuat suatu klaim atau menyampaikan sesuatu yang
bisa benar atau salah. Pernyataan memiliki nilai kebenaran. Proposisi ialah makna
yang di ungkapkan melalui pernyataan, atau dengan kata lain arti atau interpretasi
dari suatu pernyataan.

4.2. Pernyataan Sederhana dan Pernyataan Kompleks


Pernyataan sederhana adalah pernyataan yang hanya mengandung satu
proposisi, misalnya, anak itu menangis. Pernyataan kompleks adalah
pernyataan yang mengandung lebih dari satu proposisi, misalnya, selain gemar
menulis cerpen, adi juga senang memasak.
4.3. Jenis-jenis Pernyataan Kompleks
4.3.1 Negasi
Negasi dari suatu pernyataan sederhana adalah pengingkaran atas
pernyataan itu. Benar atau salahnya (nilai kebenaran) suatu negasi
tergantung pada nilai kebenaran komponen logikanya. Karena itu,
negasi termasuk pernyataan kompleks bukan sederhana
4.3.2 Konjungsi

suatu pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan


dengan kata dan disebut konjungsi atau kalimat konjungtif.
4.3.3 Disjungsi
Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan
dengan kata atau disebut disjungsi atau pernyataan disjungtif.
4.3.4 Kondisional
Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan
dengan kata jika... maka.... disebut pernyataan kondisional atau
hipotesis.
4.3.5 Hubungan Kondisional: Kondisi Niscaya dan Kondisi yang mencakupi
Ada dua kondisi yang merupakan bentuk khusus dari hubungan
kondisional, yaitu yang mencukupi (sufficient conditon, S) dan kondisi
niscaya (necessary condition, N). Oleh karena itu pernyataan
kondisional digunakan untuk menggambarkan hubungan tertentu antar
komponennya. Ada 5 jenis hubungan tersebut yaitu:
1. Kausal
2. Konseptual
3. Definisional
4. Regulatori
5. Logis

4.4 Hubungan Antar-pernyataan


Suatu pernyataan yang langsung dapat disimpulkan disebut hubungan langsung.
4.4.1 Kesimpulan Langsung : Oposisi dari Proposisi
Pernyataan Kategorikal adalah pernyataan yang terdiri dari subjek
dan predikat yang membenarkan atau menidakkan bahwa individu

adalah anggota suatu kelompok. Hubungan antara jenis pernyataan


kategorikal terdiri dari 4 yaitu:
Kontradiksi, Dalam hubungan ini, tidak mungkin keduanya benar dan
tidak mungkin keduanya salah (salah satu pasti benar)
Kontrari, Dalam hubungan ini tidak mungkin keduanya benar, tapi
mungkin saja keduanya salah
Subkontrari, Dalam hubungan ini mungkin saja keduanya benar, tetapi
tidak mungkin keduanya salah
Subalternasi, Jika superalternasinya (A atau E) benar, maka
subalternasinya (I atau O) benar
4.4.2 Konsistensi dan Inkonsistensi
Dua pernyataan disebut inkonsisten jika, dan hanya jika keduanya
tidak mungkin benar pada saat yang bersamaan. Pada kondisi
sebaliknya, dua pernyataan disebut konsisten
4.4.3 Implikasi, Ekuivalensi, dan Independensi Logis
Tiga jenis hubungan ini sering muncul dalam keseharian kita dan
sering pula dipertukarkan pengertiannya.
Implikasi
Pernyataan P mengimplikasikan pernyataan Q ketika secara logis tidak
mungkin P benar dan Q salah pada waktu yang bersamaan
Ekuivalensi
Dua pernyataan yang secara logis ekuivalen saling mengimplikasikan
dan memiliki makna yang sama.
Independensi Logis
Dua pernyataan disebut secara logis independen jika secara logis tidak
berhubungan, jadi kedua pernyataan maupun negasinya tidak saling
mengimplikasikan.

5. PENALARAN

Penalaran adalah penarikan kesimpulan berdasarkan alasan-alasan yang relevan.


Alasan-alasan itu dapat berupa bukti, data, informasi akurat, atau penjelasan tentang
hubungan antara beberapa hal.
5.1. Penyimpulan Langsung
Penyimpulan langsung adalah penyimpulan yang ditarik sesuai dengan
prinsip-prinsip logika, dan juga merupakan langkah awal yang dapat dilakukan
untuk mencapai kebenaran. Penyimpulan langsung dilakukan melalui indera,
umpamanya memberi putusan bahwa; mawar itu merah, hari sedang hujan, dll.
5.2. Penyimpulan Tak Langsung
Penyimpulan tak langsung adalah upaya untuk memperoleh kebenaran
yang tidak dapat dibuktikan dengan penyimpulan langsung atau indera.
Penyimpulan ini dilakukan dengan perbandingan ide-ide.
5.3. Dua Jenis Penalaran
Ada dua jenis penalaran; deduksi dan induksi. Deduksi adalah proses
penalaran yang dengannya kita membuat satu kesimpulan daris suatu prinsip umu
kepada suatu keadaan khusus yang tercakup dalam prinsip umum itu. Induksi
adalah proses penalaran yang dengannya kita menyimpulkan prinsip umum dari
kasus-kasus khusus.
5.4. Kesalahan Penalaran
Kesalahan penyimpulan digolongkan menjadi dua; kesalahan material dan
kesalahan formal. Kesalahan material adalah kesalahan putusan yang digunakan
sebagai pertimbangan yang seharusnya memberikan fakta atau kebenaran.
Kesalahan formal adalah kesalahan yang berasal dari urutan penyimpulan yang
tidak konsisten.
5.5. Argumentasi
Argumentasi

merupakan

ungkapan

verbal

dari

penalaran

atau

penyimpulan tak langsung. Di dalam argumentasi terkandung term yang

merupakan ungkapan verbal dari ide yang merupakan ungkapan verbal dari
putusan.
6. ARGUMEN DEDUKTIF
6.1. Definisi Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah proses perolehan kesimpulan yang terjamin
validitasnya jika bukti yang tersedia benar dan penalaran yang digunakan untuk
menghasilkan kesimpulan tepat.
6.2. Karakteristik Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif diawali dengan generalisasi yang dianggap benar yang
menghasilkan premis-premis, lalu dari situ diturunkan kesimpulan yang koheren
dengan premis-premisnya. Tujuannya adalah untuk menentukan putusan yang
sahih tentang hal khusus tertentu berdasarkan pemahaman tentang hal-hal yang
lebih umum.
6.3. Silogisme
Silogisme adalah jenis argumen logis yang kesimpulannya diturunkan dari
dua proposisi umum (premis) yang

berbentuk kategoris. Dari bentuknya,

penilaian terhadap silogisme ada dua; sahih (jika kesimpulan dibuat berdasarkan
premis dengan bentuk yang tepat) atau tidak sahih.
6.3.1. Silogisme Kategoris
Bentuk dasarnya ialah: Jika A adalah bagian dari C maka B adalah
bagian dari C (A dan B adalah anggota dari C). Silogisme ini mengikuti
hukum Semua atau Tidak Sama Sekali.
6.3.2. Delapan Hukum Silogisme
(1)Silogisme hanya mengandung tiga term. (2)Term mayor atau
term minor tidak boleh menjadi universal dalam kesimpulan jika dalam
premis hanya bersifat pertikular. (3)Term tengah tidak boleh muncul
dalam kesimpulan. (4)Term tengah harus digunakan sebagai proposisi

universal dalam premis-premis, setidaknya satu kali. (5)Jika kedua premis


afirmatif, maka kesimpulan juga afirmatif. (6)Tidak boleh kedua premis
negatif, setidaknya salah satu harus afirmatif. (7)Kalau salah satu premis
negatif, kesimpulan harus negatif. Kalau salah satu premis partikular,
kesimpulan harus partikular. (8)Tidak boleh kedua premis partikular,
setidaknya salah satu harus universal.
6.3.3. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis memiliki dua penggunaan; dalam logika
proposisional, mengungkapkan aturan-aturan penyimpulan, sedangkan
dalam sejarah logika ia berperan sebagai teori konsekuensi.
6.3.4. Bentuk-bentuk Umum Argumen yang Sahih
Ada tiga bentuk dasar dari silogisme hipotesis; modus ponens yang
mengafirmasi anteseden, modus tollens yang menolak konsekuen, dan
silogisme hipotetis dengan rantai kondisional.

7. Argumen Induktif
7.1. Definisi Induksi
Istilah argument induktif dipahami sebagai hipotesis yang mengandung
risiko dan ketidakpastian.
Ketidakpastian argumen induktif muncul dalam premis premis argument
dan dalam asumsi asumsi inferensial. Dalam argumen induktif, ada premis atau
asumsi inferensial yang lemah yang mencerminkan karena informasi ada yang
kurang lengkap. Karakteristik argument induktif adalah bahwa dalam kondisi
ketidakpastian atau kurangnya informasi, kesimpulan tetap diambil dengan risiko
kesimpulan tersebut salah.
Penalaran induktif berusaha meminimalkan risiko dan memperhitungkan
risiko itu dengan akurat.

Karena ketidakpastiannya, argument induktif disebut hipotesis. Suatu


hipotesis adalah suatu proposisi yang diterima secara tentatif untuk menjelaskan
fakta fakta atau bukti bukti tertentu. Kesimpulannya merupakan pernyataan
yang dapat menjelaskan mengapa informasi dalam premis premisnya.
Strategi untuk membangun dan mengeveluasi argument induktif adalah
menentukan apakah kesimpulan yang diambil dari premis premis yang
merupakan penjelasan terbaik mengapa premis premis bukti benar
7.1.1 Induksi Enumeratif (Generalisasi Induktif)
Induksi enumeratif, atau generalisasi induktif adalah proses yang
menggunakan premis premis yang menggambarkan karakteristik sampel
untuk mengambil kesimpulan umum mengenai kelompok asal sampel itu.
Secara umum induksi enumerative dapat diangap sebagai argument dari
sampel.
7.1.2 Spesifikasi Induktif Silogisme Statistikal
Silogisme statistical merupakan argument yang menggunakan
generalisasi statistic tentang suatu kelompok untuk mengambil kesimpulan
mengenai suatu sub-kelompok atau anggota individual dari kelompok itu.
Silogisme statistical merupakan kebaikan dari proses generalisasi induktif.
Dalam konteks professional atau ilmiah spesifikasi statistic jauh lebih
kompleks.
7.1.3 Induksi Eliminatif atau Diagnostik
Argumen induktif eliminative atau diagnostic mempunyai premis
premis yang menggambarkan suatu konfigurasi fakta atau data yang
berbeda beda, yang merupakan bukti dari kesimpulan. Kesimpulannya
merupakan penjelasan terbaik, bukan statistikal. Dalam argument
eliminative atau diagnostik, datanya tidak berupa repetisi dari jenis
observasi yang sama. Dalam induksi diagnostik, kesimpulan berupa

hipotesis yang paling mungkin menjelaskan bukti bukti. Argumen


diagnostik yang kuat harus mempunyai cukup bukti.
Unsur unsur yang merupakan ciri khas dari argument diagnostik :
a)

Bukti
Bukti dalam suatu argument diagnostik adalah
informasi dalam premis yang harus dapat dijelaskan oleh
kesimpulan dari argument tersebut. Bukti disebut juga
sebagai data diagnostik.

b)

Kondisi Pembatas
Kondisi pembatas dalam suatu argument induktif
diagnostic terdiri dari premis premis factual tambahan
yang membatasi konteks argument dan digunakan untuk
menunjukkan bagaimana bukti mengarah ke kesimpulan.

c)

Hipotesis Bantuan
Hipotesis bantuan adalah hipotesis yang membantu
menunjukkan bagaiman bukti, dalam kondisi pembatas,
dapat diyakini mengarah pada kesimpulan. Hipotesis
bantuan berfungsi menunjukkan bagaimana kesimpulan,
dalam kondisi pembatas, merupakan penjelasan yang
paling mungkin dari bukti yang ada.

8. SESAT PIKIR
8.1. Pengertian Sesat Pikir
Sesat pikir adalah kekeliruan dalam penalaran berupa penarikan
kesimpulan-kesimpulan dengan langkah-langkah yang tidak sah, yang disebabkan
oleh dilanggarnya kaidah-kaidah logika.

8.2. Sesat Pikir Formal


(2)Term tengah yang tidak terdistribusikan (3)Proses Ilisit (4)Premispremis afirmatif tetapi kesimpulannya negatif (5)Premis negatif dan kesimpulan
afirmatif (6)Dua premis negatif (7)Mengafirmasi konsekuensi (8)Menolak
anteseden (9)Mengiyakan suatu pilihan dalam suatu susunan argumentasi
disjungsi subkontrer
8.3. Sesat Pikir Nonformal
(1)

Perbincangan dengan ancaman. (2) Salah Guna (3) Argumentasi

berdasarkan kepentingan (4) Argumentasi berdasarkan ketidaktahuan (5)


Argumentasi berdasarkan belas kasihan (6) Argumentasi yang disangkutkan
dengan orang banyak (7) Argumentasi dengan kewibawaan ahli walaupun
keahliannya tidak relevan (8) Accident atau argumentasi berdasarkan ciri-ciri tak
esensial (9) Perumusan yang tergesa-gesa (10) Sebab yang salah (11) Penalaran
sirkular (12) Sesat pikir karena terlalu banyak pertanyaan yang harus dijawab
sehingga jawaban tak sesuai dengan pertanyaan (13) Kesimpulan tak relevan (14)
Makna Ganda (15) Makna ganda ketata-bahasaan (16) Sesat pikir karena
perbedaan logat atau dialek bahasa (17) Kesalahan komposisi (18) Kesalahan
divisi (19) Generalisasi tak memadai

9. Kesalahan Umum Dalam Penalaran Induktif


9.1 Menilai Penalaran Induktif dengan Standar Deduktif
Kita mendasarkan pengetahuan empiris kita pada penalaran induktif.
Sedangkan, deduksi memungkinkan kita memastikan kebenaran pengetahuan kita
hanya jika kita yakin akan kebenaran premis premisnya. Informasi dalam
kesimpulan deduksi tidak melampaui informasi yang terdapat pada premis

premis asalnya. Untuk mendukung premis premis dalam argument deduktif dan
untuk menambah informasi empiris, harus mengandalkan induksi.
Karakteristik induksi bukanlah jaminan dan argument induktif tidak bisa
dinilai dengan standar deduktif. Menilai induksi dengan standar deduksi adalah
suatu kesalahan, karena standar itu tidak mungkin kita capai.

9.2 Kesalahan Generalisasi


9.2.1 Generalisasi yang Terburu-buru
Secara general hanya berdasarkan dari 1 kejadian. Cara
menaggapinya yaitu menemukan bukti yang berlawanan
9.2.2 Kesalahan Kecelakaan
Adanya suatu keharusan/peraturan pada saat/keadaan yang tidak
tepat. Cara menanggapinya yaitu mendiskusikan kapan aturan diterapkan
dan kapan tidak.

9.3 Kesalahan Penggunaan Bukti Secara Salah


9.3.1 Kesimpulan yang Tidak Relevan
Penjabaran bukti dengan kesimpulan yang tidak relevan/tidak
nyambung.

Cara

menanggapinya

adalah

dengan

mengidentifikasi

kesalahan dan berargumen logis.


9.3.2 Kesalahan Bukti yang Ditahan
Tidak ditelitinya bukti dari berbagai sudut pandang sehingga
kesimpulan yang diambil salah. Keslahan ini bisa tidak disengaja maupun
disengaja. Cara menanggapinya adalah dengan mengajukan semua bukti
yang ada.

9.4 KESALAHAN STATISTIKAL


Metodologi statistik dikembangkan terutama untuk menghindri kesalahankesalahan yang dibahas disini. Kesalahan ini lebih umum dibuat dalam penelitian
yang dilakukan oleh para amatir atau mereka yang kekurangan dana sehingga
tidak dapat melakukan penelitian secara detail. Kesalahan ini sering muncul juga
dalam argumen sehari-hari. Yaitu mengambil kesimpulan secara cepat, kurang
teliti.
9.4.1 Kesalahan Sampel yang Bias (Statistik yang bias)
Kesalahan ini dilakukan ketika data yang digunakan untuk menarik
kesimpulan statistik diambil dari sampel yang tidak representatif terhadap
populasi.
9.4.2 Kesalahan Percontoh yang kecil (Statistik yang tidak cukup)
Kesalahan ini terjadi ketika pembicara menggunakan sampel yang
terlalu kecil sehingga kesimpulannya tidak dapat dipercaya.
9.4.3 Kesalahan Penjudi (Gamblers Fallacy)
Peristiwa yang terjadinya hanya secara kebetulan. Kesalahan ini
terjadi ketika seseorang menyimpulkan bahwa suatu kejadian yang
sebenarnya berdiri sendiri dipengaruhi atau probabilitas kemunculannya
diubah oleh sedereretan kejadian yang mendahuluinya
9.5 Kesalahan Kausal
Jika terdapat hubungan kausal diantara dua kejadian X dan Y, yaitu (1) X
menyebabkan Y ; (2) Y menyebabkan X; (3) X dan Y sama-sama disebabkan oleh
Z
9.5.1 Mengacaukan sebab dan akibat
Kesalahan ini terjadi ketika suatu hubungan kausal salah diiterpretasi
Menanggapi Kesalahan Mengacaukan sebab dan akibat

Jika si pembicara hanya ceroboh dalam menilai bukti yang ada,


kita Cuma perlu menunjukan kepadanya bahwa bukti yang ada juga dapat
mendukung hubungan kausal yang sebaliknya
9.5.2 Mengabaikan penyebab bersama
Kesalahan karna mengabaikan penyebab bersama terjadi ketika
seorang pembicara menyimpulkan bahwa X adalah penyebab Y sementara
sebenarnya keduanya merupakan akibat dari sebab lain.
Menanggapi Kesalahan mengabaikan penyebab bersama
Kesalahan ini sering kali merupakan akibat dari kurang sadarnya
pembicara bahwa hubungan dan kondisi kausal boleh jadi merupakan
masalah yang rumit, dan bahwa kita seharusnya menarik kesimpulan
hanya setelah menilai data dengan sangat hati-hati.

9.5.3 Kesalahan penyebab yang salah (kesalahan post Hoc)


Kesalahan dalam argumen seperti ini adalah bahwa kesimpulannya
merupakan pernyataan kausal yang kurang didukung oleh bukti, dan tidak
ada informasi tambahan maupun hipotesis pembantu yang membuat
hubungan kausal itu masuk akal.
Menanggapi kesalahan penyebab yang salah
Kita meminta si pembicara menilali kembali data yang ada untuk
membuatnya

menyadari

bahwa

dia

mungkin

telah

salah

menginterpretasikannya.
9.5.4 Mengacaukan penyebab yang berupa necessary condition dengan sufficient
condition
Kesalahan ini terjadi ketika seseorang salah menganggap atau
mengacaukan suatu penyebab yang merupakan necessary condition
dengan penyebab sufficient condition bagi akibatnya

Menanggapi Kesalahan Mengacaukan syarat yang perlu dengan


syarat yang memadai
Cara terbaik untuk menghadapi kesalahan ini adalah mencoba
mencegahnya. Harus dipastikan bahwa kita menggunakan term-term
secara benar dan bahwa orang lain memahami apa yang kita katakan.

9.6 Kesalahan Analogi


Kesalahan analogi terjadi ketika seseorang menggunakan analogi yang
tidak tepat atau yag menyesatkan argumennya. Analogi bukanlah argument yang
paling baik, karena analogi tidak dapat menggantikan argument angsung
mengenai suatu sudut pandang.
Apabila hal hal yang dianalogikan mempunyai terlalu banyak perbedaan
yang relevan, maka kita harus bisa menunjukkannya karena hal tersebut
merupakan kesalahan analogi. Kelemahan analogi bisa ditunjukkan dengan cara
melanjutkan analogi itu hingga mencapai kesimpulan yang tidak dapat diterima.

Anda mungkin juga menyukai