Anda di halaman 1dari 3

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan faktor yang bertanggung jawab dalam pengeluaran energi.
Energi yang masuk harus disesuaikan dengan energi yang dikeluarkan agar terjadi
keseimbangan jumlah energi dalam tubuh. Aktivitas fisik mampu berperan sebagai
penyumbang sebanyak 20-50% dari total pengeluaran energi, yang meliputi kegiatan seharihari, hobi, kebiasaan dan olahraga. Oleh karena itu, apabila aktivitas fisik rendah maka
kemungkinan terjadinya obesitas akan meningkat dan sebaliknya aktivitas fisik yang tinggi
akan menurunkan kemungkinan terjadinya obesitas. (Redaksi Trubus, 2010)
Rendahnya aktivitas fisik dapat dipicu oleh kebiasaan anak menonton televisi yang
juga berpengaruh terhadap besarnya keluaran energi. Menonton televisi mengakibatkan anakanak jarang bergerak, kurang berjalan, atau naik-turun tangga berdampak pada menurunkan
metabolise tubuh dan menambah berat badan maupun obesitas. Hal ini didukung dengan data
yang menemukan bahwa anak yang menonton televisi (lebih dari 120 menit/hari) pada usia 6
tahun menjadi kurang aktif dan memiliki BMI yang lebih tinggi pada usia 8 dan 10 tahun
daripada anak usia 6 tahun yang jarang menonton televisi. (Boulos et al, 2012).

Pola makan
Kebiasaan makan terbentuk pada usia 1 atau 2 tahun yang dengan jelas akan
mempengaruhi kebiasaan makan tahun-tahun berikutnya. (Behrman et al, 2000) Kesalahan
pemberian makan terlalu dini membuat pencernaan bayi bermasalah. Misal, bayi 1-2 bulan
diberi kerokan pisang. Saat itu, selaput lendir dalam usus belum kuat sehingga bayi mudah
diare dan pencernaannya lemah. Perubahan pola makan dan konsumsi masyarakat yang
menular dari orang tua maupun lingkungan rumah berupa makanan tinggi kalori, tinggi
lemak dan kolesterol, sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya.
Konsumsi akan makanan siap saji (fast food), makanan rendah gizi dan tinggi kalori
(junkfood), makanan serba instan, minuman ringan berkadar gua tinggi, snack berkadar
garam tinggi dan mengandung pengawet berdampak meningkatkan risiko obesitas (Redaksi
Trubus, 2010).
Penelitian Yusac yang dilakukan pada anak-anak berusia 4-6 tahun membuktikan hal
tersebut. Dengan komposisi 52,1 %anak perempuan berusia 4-5 tahun , didapatkan prevalensi
obesitas 31% dengan klasifikasi IMT dan 21,1% dengan klasifikasi Z-score BB/TB. Sebuah
studi juga menemukan bahwa adanya hubungan antara konsumsi minuman dengan pemanis

dan risiko obesitas. Dikatakan bahwa ketika konsumsi minuman dengan pemanis meningkat,
maka risiko obesitaspun juga meningkat. (Bucher Della Torre eet al, 2016)
Menurut Dr. Samuel Oetoro, pakar nutrisi dan gizi, bayi akan memiliki risiko obesitas jika
diberikan makanan yang padat terlalu awal. Kondisi tersebut akan merangsang anak mengisi
perut dengan makanan padat secara terus-menerus. Padahal, menurut anjuran yang benar,
makanan baru dikenalkan pada bayi usia 6 bulan. Itu pun tak langsung dalam bentuk
makanan yang padat melainkan bubur halus pendamping ASI (Redaksi Trubus, 2010).
Selain itu, kebiasaan makan yang tergesa-gesa, termasuk kurang mengunyah akan
membawa efek kurang menguntungkan bagi pencernaan dan mengakibatkan cepat merasa
lapar kembali. Rasa lapar yang sering muncul akan berakibat pada konsumsi makan yang
tidak pada waktunya dan berlebihnya asupan makanan. Begitu pula jika frekuensi makan
tidak teratur. Jarak antara dua waktu makan yang terlalu panjang menyebabkan adanya
kecenderungan untuk makan lebih banyak dan melebihi batas.
Kebiasaan konsumsi sayur dan buah juga perlu diperhatikan. Sayur dan buah
merupakan serat yang penting bagi anak dalam masa pertumbuhan, khususnya berhubungan
dengan obesitas. Anak overweight dan obesitas membutuhkan makanan tinggi serat seperti
sayur dan buah. Berdasarkan PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang), konsumsi sayur dan
buah minimal 3 porsi/hari. Penelitian tahun 2011 yang dilakukan pada anak sekolah di
Amerika dan mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik yaitu dalam satu minggu
sebanyak 5 persen siswa tidak makan buah atau jus buah, 6 persen tidak makan sayuran dan
11 persen meminum minuman bersoda 3 kali perhari, ditemukan 13 persen siswa
mengalami obesitas. (Sari, et al 2013).
Selain itu, aktifitas yang dilakukan anak-anak 100 persen masuk dalam kategori
ringan dengan rata-rata asupan energi, protein, lemak dan kolesterol makanan melebihi dari
100 persen AKG. Tingginya asupan zat gizi menyebabkan kelebihan energy sebesar805 kkal
perhari yang apabila dalam jangka waktu panjang akan menyebabkan peningkatan berat
bedan yang membuat anak menjadi obesitas (Sari, et al 2013).

Daftar Pustaka

Behrman, R., Kliegman, R., & Jenson, H. (2000). Nelson textbook of pediatrics. Philadelphia:
W.B. Saunders Co.
Boulos, R., Kuross, E., Oppenheimer, S., Chang, H., & Kanarek, R. B. (2012). Physiology &
Behavior ObesiTV: How television is in fl uencing the obesity epidemic, 107, 146153.
Bucher Della Torre, S., Keller, A., Laure Depeyre, J. and Kruseman, M. (2016). SugarSweetened Beverages and Obesity Risk in Children and Adolescents: A Systematic
Analysis on How Methodological Quality May Influence Conclusions. Journal of the
Academy of Nutrition and Dietetics, 116(4), pp.638-659.
Redaksi Trubus. (2010) Kegemukan Pergi dan Tak Kembali, My Healthy Life. (2016).
Jakarta: PT Trubus Swadaya, pp.71-87.
Sari, Y. D., & Puspitasari, A. (2013). Konsumsi Zat Gizi dan Aktivitas Fisik Anak Taman
Kanak-Kanak Gemuk di Kota Bogor.36(1), 4453.

Anda mungkin juga menyukai