Anemia Hemolitik
Anemia Hemolitik
Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah (HB)
berada di bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi) pada eritrosit yang
lebih cepat dari pada kemampuan sumsum tulang mengantinya kembali. Jika
terjadi hemolisis (pecahnya sel darah merah) ringan/sedang dan sumsum tulang
masih bisa mengompensasinya, anemia tidak akan terjadi, keadaan ini disebut
anemia terkompensasi. Namun jika terjadi kerusakan berat dan sumsum tulang
tidak mampu menganti keadaan inilah yang disebut anemia hemolitik.
Anemia hemolitik sangat berkaitan erat dengan umur eritrosit. Pada kondisi
normal eritrosit akan tetap hidup dan berfungsi baik selama 120 hari, sedang pada
penderita anemia hemolitik umur eritrosit hanya beberapa hari saja.
Penyebab
1.
Faktor
intrinsik
(intrakorpuskular)
Hemolisis terjadi akibat faktor yang ada pada eritrosit itu sendiri, misal
kekurangan bahan baku pembuat eritrosit, herediter (kelainan eritrosit yang
bersifat kongenital seperti pada thalasemia dan sferosis kongenital), gangguan
pembentukan HB dan abnormalitas enzim dalam eritrosit.
2.
Faktor
ekstrinsik
(ekstrakorpuskular)
Hemolisis akibat faktor-faktor dari luar misal akibat reaksi autoimun, infeksi
dan reaksi/pengaruh obat-obatan.
Patofisiologi
lisis/pecahnya
eritrosit
Mekanisme pemecahan eritrosit ektravaskular terjadi dalam sel makrofag dan
sistem retikuloendotelial terutama di organ hati, limpa/pankreas dan sumsum
tulang. Pemecahan eritrosit terjadi di dalam sel organ-organ tersebut karena
labeling crom. Persentasi aktivitas crom dapat dilihat dan sebanding dengan
umur eritrosit. Semakin cepat penurunan aktivitas crom maka semakin pendek
umur eritrosit
Hemoglobinuria (urin berwarna merah kecoklatan atau merah kehitaman)
Hemosiderinuria diketahui dengan pemeriksaan pengecatan biru prusia
bilirubin serum
Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital (menghitung sel darah
merah muda)
Sterkobilinogen feses meningkat, pigmen feses berwarna kehitaman
Terjadi hiperplasia eritropoesis sumsum tulang
Diagnosa
banding
Anemia hemolitik berbeda dengan tanda dan gejala anemia berikut ini:
Pada anemia perdarahan akut dan anemia defisiensi besi, tidak ditemukan
joundice tapi tidak diikuti dengan peningkatan retikulosit (sel darah merah
muda).
Anemia yang disertai perdarahan di rongga retroperitoneal (rongga perut)
biasanya menunjukkan gejala mirip dengan anemia hemolitik. Pada kasus ini
hanya bisa dibedakan jika dilakukan pemeriksaan untuk membuktikan adanya
perdarahan.
Pada syndrom gilbert (organ hati tidak dapat memproses bilirubin dengan
Pengobatan
Penanganan
gawat
darurat:
Malaria Serebral
Merupakan komplikasi paling berbahaya. Ditandai dengan penurunan kesadaran
(apatis, disorientasi, somnolen, stupor, sopor, koma) yang dapat terjadi secara
perlahan dalam beberapa hari atau mendadak dalam waktu hanya 1-2 jam,
sering disertai kejang. Penilaian penurunan kesadaran ini dievaluasi berdasarkan
GCS.
lain
gangguan
pernafasan (respiratory
distress): 1) Kompensasi
pernafasan dalam keadaan asidosis metabolic;2) Efek langsung dari parasit atau
peningkatan tekanan intrakranial pada pusat pernapasan di otak; 3) Infeksi
sekunder pada paru-paru; 4) Anemia berat; 5) Kelebihan dosis antikonvulsan
(phenobarbital) menekan pusat pernafasan.
Hipoglikemia
Hipoglikemi sering terjadi pada anak-anak, wanita hamil, dan penderita dewasa
dalam pengobatan quinine (setelah 3 jam infus kina). Hipoglikemi terjadi
karena: 1) Cadangan
glukosa
kurang
pada
penderita
starvasi
atau
oleh
parasit; 5) Sitokin
akan
menggangu
berupa billious
remittent
fever (gejala
gastro-intestinal
dengan
Catatan
Sitoadherensi: perlekatan antara eritrosit berparasit (EP )stadium matur pada
permukaan endotel vaskular.
Sekuestrasi: sitoadheren menyebabkan eritrosit berparasit tidak beredar kembali
dalam vaskuler
Rosseting: berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 eritrosit yang non
parasit sehingga terjadi obstruksi aliran darah local/dalam jaringan sehingga
mempermudah terjadinya sitoadheren.
Referensi
Sudoyo A. W. dkk, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
IV . Jakarta : EGC
Hepatitis
Virus
Akut
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan hati yang
menimbulkan gejala klinis yang khas yaitu badan lemah, kencing berwarna seperti
teh pekat, mata dan seluruh badan menjadi kuning.
Berdasarkan penyebabnya, hepatitis dapat dibagi atas :
Hepatitis akut
Hepatitis kronis
Hepatitis viral akut ialah inflamasi hati akibat infeksi virus hepatitis yang
berlangsung
selama
kurang
dari
6
bulan.
The clinical picture of viral hepatitis is extremely variable, ranging from
asymptomatic infection without jaundice to a fulminating disease.
Hepatitis virus akut adalah penyakit infeksi virus hepatotropik yang bersifat
sistemik
dan
akut
berlangsung
kurang
dari
6
bulan.
Sebagian hepatitis akan sembuh sempurna, tetapi sebagian lain akan berkembang
menjadi
kronis,
sirosis
atau
karsinoma
hati.
Etiologi
Paling sedikit ada 6 jenis virus penyebab hepatitis yaitu virus hepatitis A, B, C,
D, EHepatitis A umumnya mengenai anak dan dewasa muda sedangkan Hepatitis
B sering mengenai dewasa muda, bayi dan balita. Hepatitis C lebih sering
mengenai
orang
dewasa.
Hepatitis A lebih sering mengenai penderita dengan status sosioekonomi yang
buruk karena penularan virus ini terutama melalui jalur faecal oral.
Patogenesis
Virus-virus Hepatitis secara primer tidak bersifat sitopatik (merusak) pada sel-sel
hepar. Gejala klinis yang disebabkan oleh infeksi virus ini disebabkan oleh
respons imun penderita terhadap infeksi tersebut.
Patofisiologi
1.
Patofisiologi
Ikterus
Ikterus adalah keadaan klinis di mana ditemukannya warna kuning pada kulit dan
mukosa yang disebabkan oleh pigmen empedu. Ikterus dapat diketahui bila kadar
bilirubin darah lebih dari 2 mg%.
Metabolisme
Bilirubin
Bilirubin merupakan produk dari pemecahan heme yang 80-85% berasal dari
eritrosit matang dan 15-20% dari produk heme lainnya seperti myoglobin,
sitokrom.
Proses pemecahan heme terjadi dalam sel retikuloendotelial. Heme diubah
menjadi biliverdin melelui proses oksigenasi. Biliverdin oleh enzim biliverdin
reduktase diubah menjadi bilirubin.
Bilirubin yang beredar dalam plasma sebagian besar (90%) berada dalam bentuk
unconjungated/indirek. Bilirubin indirek akan berikatan dengan albumin lebih
kuat dibandingkan dengan bilirubin direk.
Namun ikatan ini tidak mutlak sehingga bila terdapat anion lain seperti
Sulfonamide dan Salisilat yang berkompetisi dengan bilirubin maka bilirubin ini
akan beredar bebas dalam darah dan memasuki jaringan tubuh lainnya seperti
jaringan otak.
Bilirubin indirek melepaskan ikatannya dengan albumin lalu masuk ke dalam hati
dan terikat dengan ligandin. Di dalam hati terjadi perubahan bilirubin menjadi
bilirubin glukoronid oleh enzim glukoronosil transferase.
Bakteri dalam usus halus dan kolon mengubah bilirubin glukoronid menjadi
urobilinogen, sebagian diserap kembali dan akan melewati sirkulasi enterohepatik;
sebagian
lainnya
dikeluarkan
melalui
urin
dan
feses.
Bilirubin direk mudah larut dalam air sehingga dapat difiltrasi melalui ginjal.
Manifestasi
Klinis
1.
Stadium
praikterik
Berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia,
mual, muntah, demam, nyeri pada otot, dan nyeri pada perut kanan atas. Urin
menjadi
lebih
coklat.
2.
Stadium
ikterik
Berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sklera,
kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang, tetapi pasien
masih lemah, anoreksia, dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning
muda.
Hati
membesar
dan
nyeri
tekan.
3.
Stadium
pascaikterik
(rekonvalesens)
Ikterus
mereda,
warna urin dan tinja
menjadi normal lagi.
Apabila hepar sudah membesar pasien dapat mengeluh nyeri perut kanan atas
(perut
begah).
Demam dengan suhu sekitar 38-39oC lebih sering ditemukan pada hepatitis A.
urine berwarna gelap (seperti air teh) dan feses berwarna tanah (clay-colored).
Dengan timbulnya gejala kuning/ikterus maka biasanya gejala prodromal
menghilang.
Hepatomegali
dapat
disertai
nyeri
tekan.
Ikterik pada penderita terutama tampak pada wajah, batang tubuh dan sklera.
Ikterik pertama kali terlihat pada frenulum lingue namun yang biasa diperhatikan
pertama kali adalah sklera. Sklera mudah menyimpan bilirubin karena terdiri atas
banyak sekali serat-serat elastin.
Mata kuning adalah keluhan pertama yang dapat dilihat oleh penderita atau
kerabatnya. Warna kuning pada mata dapat memberikan gambaran kasar
penyebab ikterus :
Kuning : Prehepatik
Kuning oranye : Hepatik
Pemeriksaan
1. Kepala
Fisik
Mata
Mulut
Leher
Abdomen
Hepatomegali
Pada hepatitis virus akut, terjadi pembesaran hepar yang bersifat kenyal, tepi
tajam, permukaan rata. Sedangkan pada sirosis, hepar dapat teraba atau tidak
teraba. Pada karsinoma, hepar membesar dan teraba keras dengan permukaan
yang berbenjol-benjol, tepi tidak rata, tumpul dan pada auskultasi terdengar
hepatic bruit.
Pembesaran Lien
4. Ekstremitas
Edema
Edema dapat dijumpai pada penderita penyakit hati kronis. Penimbunan cairan
pada penyakit hati dimulai dari rongga perut (asites) lalu diikuti tempat-tempat
lainnya.
Clubbing
Clubbing biasa dijumpai pada penyakit-penyakit kronis. Pada hepatitis akut tidak
ditemukan.
Eritema palmaris (liver palms) yaitu salah satu kelainan yang dapat dijumpai pada
penderita kegagalan hati. Tangan penderita akan tampak merah tua dan teraba
panas (hangat) terutama pada hipotenar, tenar dan pada jari.
Kriteria
Diagnosis
The key features for diagnosis are :
Mual, anoreksia, malaise, urin gelap
Ikterus
Hepatomegali yang kenyal dan nyeri tekan
Peningkatan SGOT dan SGPT (SGPT > SGOT) lebih dari 3 kali nilai
normal.
Diagnosis Banding
Hepatitis Akibat Obat
Hepatitis Alkoholik
Penyakit Saluran Empedu
Leptospirosis
1.
Ikterus
Prehepatik
Ikterus prehepatik ini adalah akibat proses hemolisis eritrosit yang berlebihan,
gangguan
konjungasi
bilirubin
dan
gangguan
up-take
bilirubin.
Didapatkan keluhan mata (sklera) berwarna kuning. BAB dan BAK tak ada
kelainan.
Keluhan
gatal
dan
nyeri
tekan
tidak
ada.
2.
Ikterus
Hepatik
3. Ikterus Posthepatik
Pemeriksaan
Penunjang
Terdapat dua pemeriksaan penting untuk mendiagnosis hepatitis, yaitu tes awal
untuk mengkonfirmasi adanya peradangan akut pada hati dan tes yang bertujuan
untuk
mengetahui
etiologi
dari
peradangan
akut
tersebut.
Diagnosis hepatitis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan tes fungsi hati,
khususnya alanin amino transferase (ALT=SGPT), aspartat amino transferase
(AST=SGOT). Bila perlu ditambah dengan pemeriksaan bilirubin. Alkali fosfatase
kurang bermakna karena kadarnya meningkat pada anak yang sedang mengalami
pertumbuhan.
Kadar transaminase (SGOT/SGPT) mulai meningkat pada masa prodromal dan
mencapai puncak pada saat timbulnya ikterus. Peninggian kadar SGOT dan SGPT
yang menunjukkan adanya kerusakan sel-sel hati adalah 50-2.000 IU/ml. Terjadi
peningkatan bilirubin total serum (berkisar antara 5-20 mg/dL).
Tinja akolis mungkin dijumpai sebelum timbul ikterus. Penurunan aktivitas
transaminase diikuti penurunan kadar bilirubin. Bilirubinuria dapat negatif
sebelum bilirubin darah normal. Kadar alkali fosfatase mungkin hanya sedikit
meningkat. Gamma GT dapat meningkat pada hepatitis dengan kolestasis.
Jenis virus penyebab hepatitis akut didiagnosis dengan petanda virus yaitu IgM
antiHAV, IgM anti HBc dan dapat dilengkapi dengan HBsAg.
Bila terdapat riwayat transfusi darah, pemakaian obat-obatan narkoba, atau ada
risiko infeksi vertikal dapat dilakukan pemeriksaan anti-HCV, IgM anti-HDV
diperiksa pada kasus hepatitis B kronik. Bila dicurigai pasien menderita hepatitis
E,
dilakukan
pemeriksaan IgM
anti-HEV.
IgM anti-HAV yang meningkat menunjukkan hepatitis A akut. Sedangkan makna
petanda
virus
untuk
hepatitis
B
adalah
sebagai
berikut:
HBsAg, tanda mengidap virus hepatitis B (hepatitis akut, hepatitis kronis,
sirosis,
hepatoma,
karier)
Anti-HBs, umumnya tanda sembuh dan kekebalan seumtu hidup terhadap
reinfeksi
hepatitis
B
HBeAg dan DNA VHB, tanda bahwa replikasi virus hepatitis B aktif dan daya
tularnya tinggi, muncul sebelum timbulnya gejala dan kurang lebih bersamaan
waktunya
dengan
terdeteksinya
HBsAg
Serokonversi dari HBeAg menjadi anti-HBe adalah tanda remisi; replikasi
virus
tidak
aktif
IgG anti-HBc, tanda sedang atau pernah terinfeksi, bisa menetap dalam kadar
rendah
seumur
hidup
IgM anti-HBc, tanda infeksi akut atau kronis aktif. Setelah fase akut, IgM antiHBc turun dengan jambat, tetapi marker replikasi virus -HBeAg dan HBV DNAtetap dapat dideteksi, sedangkan anti-HBe dan anti-HBs biasanya belum dapat
dideteksi.
Biopsi hati (bila faal hati tidak kembali normal setelah 6 bulan).
Terapi
Tirah baring. Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat.
Diet
Terapi suportif sesuai kondisi pasien
1. Berikan obat-obat yang bersifat melindungi hati.
2. Antibiotik tidak jelas kegunaannya
3. Jangan diberikan antiemetik.
Penyulit
Hepatitis
Kolestasis
seimbang.
Fulminan
berkelanjutan
HEPATITIS B
A. Defenisi
Hepatitis adalah istilah umum yang berarti radang hati. Hepa berarti kaitan
dengan hati, sementara itis berarti radang. Peradangan ini biasa di sebabkan
oleh infeksi atau toksin termasuk alkohol. Sampai saat ini baru di ketahui
penyebab hepatitis virus adalah virus hepatitis A-G. HBV merupakan virus DNA,
termasuk dalam famili Hepadnaviridae yang memiliki envelope, berukuran kecil
dan mengandung DNA beruntai ganda parsial dengan 3200 pasang basa nitrogen.
Masa inkubasi virus ini adalah 1-6 bulan.2,4
B. Epidemiologi
1.
Umur
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur, Paling sering pada bayi dan
anak yaitu sekitar 25 - 45,9%. Resiko untuk menjadi kronis menurun dengan
bertambahnya umur, hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam jumlah
cukup seiring dengan bertambahnya umur untuk menjamin terhindar dari hepatitis
kronis.5
2.
Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding
pria.6
3.
Mekanisme pertahanan tubuh
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi
hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada
bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun
belum berkembang sempurna.4
4.
Kebiasaan hidup
Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual
dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian
tatto, pemakaian akupuntur.3
5.
Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter
bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas laboratorium
dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan material
manusia (darah, tinja, air kemih).6
C. Sumber Dan Cara Penularan Virus Hepatitis B7
1. Sumber Penularan Virus Hepatitis B.
Darah
Saliva
Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B
Feces dan urine
Lain-lain: pisau cukur, alat kedokteran yang terkontaminasi virus hepatitis
2. Cara penularan virus Hepatitis B
Penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu :
a. Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya
melalui tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus
hepatitis B dan pembuatan tattoo
b. Non Parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar
virus hepatitis B contoh: ketika aff infus tidak menggunakan sarung tangan,
sangat berisiko kontak dengan darah pasien yang masih ada di madrin.
Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara penting
yaitu:
a. Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang
HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa
perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar
negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik.
b. Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang
pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya: melalui
hubungan seksual.
D. Patogenesis HepatitisB 4,6
Virus hepatitis B (VHB) masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari
peredaran darah partikel dan maasuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi
virus. Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane
utuh, partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler, dan HbsAg yang tidak ikut
membentuk partikel virus. VHB merangsang respons imun tubuh, yang pertama
kali dirangsang adalah respons imun spesifik (innate immune response) karena
dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa menit sampai beberapa
jam. Proses eliminasi nonspesifik ini tejadi tanpa restriksi HLA, yaitu dengan
memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T.
Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respons imun spesifik,
yaitu dengan mengaktifasi sel limfosit T dan sel limfosit B. Aktivasi sel T CD8+
terjadi setelah kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptida VHB-MHC
kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding
APC dan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya sudah mengalami
kontak dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas II pada dinding APC. Peptida
VHB yang ditampilkan pada permukaan dinding sel hati dan menjadi antigen
sasaran respons imun adalah peptida kapsid yaitu HbcAg atau HbeAg. Sel T
CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada didalam sel hati yang
terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati
yang akan menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Di samping
itu dapat juga terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang
terinfeksi melalui aktivitas IFN dan TNF yang dihasilkan oleh sel T CD8+
(mekanisme nonsitolitik).
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan
produksi antibodi antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-Hbe. Fungsi anti-HBs
adalah netralisasi partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus kedalam sel.
Dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel.
Infeksi kronik VHB bukan disebabkan gangguan produksi anti-HBs. Buktinya
pada pasien Hepatitis B kronik ternyata dapat ditemkan adanya anti-HBs
bersembunyi dalam kompleks dengan HbsAg.
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat
diakhiri, sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB
yang menetap. Proses eliminasi VHB oleh respons imun yang tidak efisien dapat
disebabkan oleh faktor virus ataupun faktor pejamu.
Faktor Virus, antara lain :
Terjadinya imunotoleransi terhadap produk VHB, hambatan terhadap CTL yang
berfungsi melakukan lisis sel-sel terinfeksi, terjadinya mutan VHB yang tidak
memproduksi HbeAg, integrasi genom VHB dala genom sel hati.
Faktor Pejamu, antara lain :
Faktor genetik, kurangnya IFN, adanya antibodi terhadap antigen nukleokapsid,
kelainan fungsi limfosit, respons antiidiotipe, faktor kelamin atau hormonal.
Salah satu contoh peran imunoterapi terhadap produk VHB dalam persistensi
VHB adalah mekanisme persistensi infeksi VHB pada neonatus yang dilahirkan
oleh ibu HbsAg dan HbeAg positif. Diduga persistensi tersebut disebabkan
adanya imunotoleransi terhadap HbeAg yang masuk ke dalam tubuh janin
mendahului invasi VHB, sedangkan persistensi pada usia dewasa diduga
disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel virus.
Persistensi infeksi VHB dapat disebabkan karena mutasi pada daerah precore dari
DNA yang menyebabkan tidak dapat diproduksinya HbeAg. Tidak adanya HbeAg
pada mutan tersebut akan menghambat eliminasi sel yang terinfeksi VHB.
Perjalanan Penyakit Hati
Sebagian besar Individu yang mendapat infeksi sejak lahir akan tetap HbsAg
positif sepanjang hidupnya dan menderita Hepatitis B Kronik, sedangkan hanya
sedikit individu dewasa yang mendapat infeksi akan mengalami persistensi
infeksi. Persistensi VHB menimbulkan kelainan yang berbeda pada individu yang
berbeda, tergantung dari konsentrasi partikel VHB dan respons imun tubuh.
Interaksi antara VHB dengan respons imun tubuh terhadap VHB, sangat besar
perannya dalam menentukan derajat keparahan hepatitis. Makin besar respons
imun tubuh terhadap virus, makin besar pula kerusakan jaringan hati, sebaliknya
bila tubuh toleran terhadap virus tersebut maka tidak terjadi kerusakan hati. Ada 3
E.
1.
2.
3.
b.
c.
Diagnosis 3,7
Anamnesis
Menanyakan tentang keluhan pasien sesuai dengan gejala-gejala yang khas
pada penyakit hati,menanyakan tentang riwayat kontak dengan darah orang yang
di curigai terinfeksi virus hepatitis dll. Anamnesis yang baik dan sistematika 80%
dapat mendiagnosis suatu penyakit.
b.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik biasa di ditemukan Sklera, dan kulit ikterik.
Penurunan bunyi usus besar, peningkatan lingkar abdomen, dan adanya
pergerakan cairan. Biasa juga yang khas terdapat nyeri tekan perut kanan. Bila
hepatitis kronik dengan komplikasi sirosis hepatis maka sering ditemukan hati
mengecil, spider nevi, eritema palmar dan edema pada kedua tungkai.
c.
Pemeriksaan penunjang
Evaluasi Lab
Biasanya meliputi beberapa pemeriksaan penapisan untuk fungsi hati.
Pemeriksaan
biokimiawi
bisa
mencakup:
Enzim-enzim
serum
termasuk SGOT/PT, alkaline phosphatase,HbsAg
F.
a.
HBsAg sudah positif dalam masa inkubasi, biasanya 2-6 minggu sebelum
timbulnya gejala-gejala. Pada Hepatitis B Akut HbsAg hilang dalam waktu
beberapa minggu atau bulan, kemudian timbul Anti-HBs yang akan tetap
terdeteksi seumur hidup. Pada sebagian kecil Anti-HBS kemudian bisa tidak
terdeteksi. Bila HBsAg tidak hilang,dan persisten lebih dari 6 bulan dinamakan
Hepatitis B kronik. Pada bayi yang lahir dari ibu pengidap Hepatitis B kronis,
HBsAg timbul antara usia 6 minggu sampai 6 bulan dan umumnya bersifat
persisten.
HBeAg
HBeAg terdeteksi dalam serum dalam waktu singkat setelah terdeteksi
HBsAg. HBeAg bersama dengan HBVDNA adalah tanda-tanda bahwa ada
replikasi HBV yang masih aktif. Bila infeksi mereda HBeAg hilang dari serum
dalam waktu singkat sebelum HbsAg menghilang
HBV DNA
Seperti HBeAG, HVDNA adalah petanda bahwa ada replikasi HBV yang
masih aktif. Ditemukan dan hilang dari serum kira-kira bersamaan dengan
HBeAg.
Setelah terinfeksi HBV, penanda virologik pertama yang terdeteksi dalam
serum selama 1-12 minggu, biasanya antara 8-12 minggu, adalah HbsAg.
Sirkulasi HbsAg mendahului peningkatan aktivitas serum aminotransferase dan
gejala-gejala klinis 2-6 minggu dan tetap terdeteksi selama fase ikterik atau fase
simtomatik dari hepatitis B akut dan sesudahnya. Setelah HbsAg tidak terdeteksi
1-2 bulan setelah onset dari jaundice dapat bertahan lebih dari 6 bulan.
Setelah HBsAg menghilang, antibody terhadap HBsAg (anti-HBS) mulai
terdeteksi dalam serum dan bertahan sampai waktu yang tidak terbatas. Karena
HbcAg intraseluler dan ketika di dalam serum, tersembunyi dalam mantel HbsAg,
jelas terlihat HbcAg tidak bersirkulasi dalam serum dan oleh karena itu, HBcAg
tidak terdeteksi dalam serum pasien dengan infeksi HBV.
Di lain pihak, antibodi terhadap HbcAg (anti-HBc) dengan cepat terlihat
dalam serum dimulai dalam 1-2 minggu pertama setelah timbulnya HbsAg dan
mendahului terdeteksinya kadar anti-HBs dalam beberapa minggu hingga
beberapa bulan. Karena terdapat variasi dalam waktu timbulnya anti-HBs setelah
infeksi HBV, kadang terdapat suatu tenggang waktu beberapa minggu atau lebih
yang memisahkan hilangnya HbsAg dalam timbulnya anti-HBs. Selama periode
gap atau window period ini anti-HBc dapat menjadi bukti serologik pada
infeksi HBV yang sedang berlangsung, dan darah yang mengandung anti-HBc
tanpa adanya HbsAg dan anti-HBs telah terlibat pada pada perkembangan
hepatitis B akibat transfusi. IgM Anti-Hbc terdeteksi kira-kira selama 6 bulan
pertama setelah infeksi akut, sedangkan IgG anti-HBc setelah 6 bulan. Oleh
karena itu, pasien yang menderita hepatitis B akut memiliki IgM anti-HBc dalam
serumnya.
Evaluasi radiographic
USG paling
baik
digunakan
sebagai
alat
penapis untukmemperlihatkan dilatasi percabangan-percabangan saluran empedu
dan memperlihatkan batu empedu. Alat ini juga dapat digunakan untuk
mendeteksi penyakit parenkim.
G. Penatalaksanaan
1. Non-Farmakologi
Pasien hepatitis B harus menghindar kontak seksual sampai antigenemia
hilang. menghindari semua hepatitisatotoksin, terutama alcohol. pengaturan diet
yang tepat dapat mempercepat pemulihan fungsi hati. Pemberian protein bermutu
tinggi dan vitamin dapat mempercepat pemulihan dari sel-sel hati yang
mengalami kerusakan seperti Aminoleban mengandung AARC / BCAA ( Branch
Chain Amino Acids) kadar tinggi serta diperkaya dengan asam amino penting lain
seperti arginin, histidin, vitamin, dan mineral. Nutrisi khusus hati ini akan
menjaga kecukupan kebutuhan protein dan mempertahankan kadar albumin darah
tanpa meningkatkan risiko terjadinya hiperamonia. Dosis Dewasa 500-1000
ml/dosis dengan infus drip intravena 25-40 tetes/menit
Namun perlu diingat bahwa pemberian protein harus disesuaikan dengan
toleransi tubuh penderita karena bila berlebih dapat menyebabkan kadar ammonia
dalam darah meningkat atau tidak seimbang sehingga timbullah berbagai
gangguan dalam tubuh. Oleh karenanya, diperlukan suatu pengaturan diet yang
tepat untuk penderita hepatitis agar diperoleh pemulihan yang maksimal.1
Tujuan pengaturan diet pada penderita penyakit hati adalah memberikan
makanan cukup untuk mempercepat perbaikan fungsi tanpa memperberat kerja
hati. Syaratnya adalah sebagai berikut :3,6
1.
Kalori tinggi, kandungan karbohidrat tinggi, lemak sedang dan protein
disesuaikan dengan keadaan penderita.
2.
Diet diberikan secara berangsur, disesuaikan dengan nafsu makan dan toleransi
pendeita.
3.
Cukup vitamin dan mineral.
4.
Rendah garam atau cairan dibatasi bila terjadi penimbunan garam/air.
5.
Mudah dicerna dan tidak merangsang.
6.
Bahan makanan yang mengandung gas dihindarkan
Macam - Macam Diet Untuk Penderita Penyakit Hati 4
a.
Diet 1
Untuk penderita sirosis hati yang berat dan hepatitis akut prekoma. Biasanya
diberikan makanan berupa cairan yang mengandung karbohidrat sederhana
misalnya sari buah, sirop, teh manis. Pemberian protein sebaiknya dihindarkan.
Bila terjadi penimbunan cairan atau sulit kencing maka pemberian cairan
maksimum 1 liter perhari. Diet ini sebaiknya diberikan lebih dari 3 hari.
b.
Diet 2
Diberikan bila keadan akut atau prekoma sudah dapat diatasi dan mulai timbul
nafsu makan. Diet berbentuk lunak atau dicincang, tergantung keadaan penderita.
Asupan protein dibatasi hingga 30 gram perhari, dan lemak diberikan dalam
bentuk yang mudah dicerna.
c.
Diet 3
Untuk penderita yang nafsunya cukup baik. Bentuk makanan lunak atau biasa,
tergantung keadaan penderita. Kandungan protein bisa sampai 1 g/kg berat badan,
lemak sedang dalam bentuk yang mudah dicerna.
d.
Diet 4
Untuk penderita yang nafsu makannya telah membaik, dapat menerima protein
dan tidak menunjukan sirosis aktif. Bentuk makanan lunak atau biasa, tergantung
kesanggupan penderita. Kalori, kandungan protein dan hidrat arang tinggi, lemak,
vitamin dan mineral cukup.
Kelompok Makanan Sehari-hari
Secara praktis, makanan sehari-hari dapat dibagi menjadi 3 kelompok :
1.
Kelompok kuning
Makanan yang digunakan sebagai sumber energi seperti nasi, kentang, minyak,
gula, dan kue. Asupan makanan dari kelompok ini harus ditetapkan jumlahnya
perhari.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.
Kelompok hijau
Kelompok makanan yang harus dimakan sesuai kebutuhan. Contohnya sayursayuran dan buah-buahan. Karena mengandung serat, makanan ini bisa mencegah
sembelit. Makanan ini mengandung pula vitamin dan mineral.
Kelompok merah
Terdiri atas makanan banyak protein misalnya daging, telur, ikan dan lain-lain.
Konsumsi makanan kelompok ini harus berhati-hati karena bila dikonsumsi dalam
jumlah berlebih akan mengakibatkan peningkatan kadar ammonia dalam darah.
Pemilihan Bahan Makanan Bagi Penderita Hepatitis:4,5
Hindari makanan yang dapat menimbulkan gas, seperti ubi, singkong, kacang
merah, kol, sawi, lobak, nangka, durian dan lain-lain.
Hindari makanan yang telah diawetkan seperti sosis, ikan asin, kornet, dan lainlain.
Pilihlah bahan makanan yang kandungan lemaknya tidak banyak seperti daging
yang tidak berlemak, ikan segar, ayam tanpa kulit.
Sebaiknya pilih sayur-sayuran yang sedikit mengandung serat seperti bayam,
wortel, bit, labu siam, kacang panjang muda, buncis muda, daun kangkung dan
sebagainya.
Bumbu-bumbu jangan terlalu merangsang. Salam, laos, kunyit, bawang merah,
bawang putih dan ketumbar boleh dipakai tetapi jangan terlalu banyak.
Hindarkan makanan yang terlalu berlemak seperti daging babi, usus, babat, otak,
sum-sum dan santan kental.
Bagi penderita hepatitis, terapi diet sangat penting untuk dilakukan. Kandungan
gizi pada terapi diet penderita hepatitis berbeda-beda tergantung pada kondisi
penderita. Total kalori yang diberikan juga berbeda, tergantung besar badan dan
aktifitas penderita. Selain itu, pada umumnya kurang baik jika terlalu banyak
mengurangi lemak kecuali bila ada gejala kuning pada mata atau kulit. Lemak
yang mengandung banyak asam lemak esensial seperti minyak nabati atau minyak
ikan boleh diberikan seperti biasa.
Farmakologi
Pencegahan 6
Pencegahan dapat dilakukan dengan melalui tindakan Health Promotion baik
pada hospes maupun lingkungan dan perlindungan khusus terhadap penularan.
Health Promotion terhadap hos berupa pendidikan kesehatan, peningkatan
higiene perorangan, perbaikan gizi, perbaikan sistem transfusi darah dan
mengurangi kontak erat dengan bahan-bahan yang berpotensi menularkan virus
VHB.
Pencegahan virus hepatitis B melalui lingkungan, dilakukan melalui upaya:
meningkatkan perhatian terhadap kemungkinan penyebaran infeksi VHB melalui
tindakan melukai seperti tindik, akupuntur, perbaikan sarana kehidupan di kota
dan di desa serta pengawasan kesehatan makanan yang meliputi tempat penjualan
makanan dan juru masak serta pelayan rumah
Pada negara dengan prevalensi tinggi, immunisasi diberikan pada bayi yang
lahir dari ibu HBsAg positif, sedang pada negara yang prevalensi rendah
immunisasi diberikan pada orang yang mempunyai resiko besar tertular. Vaksin
hepatitis diberikan secara intra muskular sebanyak 3 kali dan memberikan
perlindungan selama 2 tahun.
Program pemberian sebagai berikut: Dewasa:Setiap kali diberikan 20 g IM yang
diberikan sebagai dosis awal, kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya
setelah 6 bulan. Anak :Diberikan dengan dosis 10 g IM sebagai dosis awal ,
kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan.
H.
-
KOLESISTITIS KRONIK
1. 1. Definisi
Kolesistitis kronik adalah peradangan kandung empedu menahun Mungkin
merupakan kelanjutan dari kolesistitis akut berulang, tapi keadaan ini dapat
muncul tanpa riwayat serangan akut..1,4
2. Epidemiologi
Di dunia, faktor risiko utama untuk kolesistitis, memiliki peningkatan prevalensi
di kalangan orang-orang keturunan Skandinavia, Pima India, dan populasi
Hispanik, dan jarang terjadi di antara orang dari sub-Sahara Afrika dan Asia
Sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk di Indonesia, insidens
kolesistitis di Indonesia relative lebih rendah di banding negara-negara barat1.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat
pada
usia
diatas
40
tahun.1,4
3. Etiologi dan Patogenesis
Sama seperti kolesistitis akut, kolesistitis kronik juga berhubungan erat dengan
batu empedu. Namun batu empedu tampaknya tidak berperan langsung dalam
inisiasi peradangan atau nyeri. Supersaturasi empedu mempermudah terjadinya
peradangan kronik dan terutama pembentukan batu. Mikroorganisme (E. coli dan
enterokokus) dapat dibiak dari empedu pada 1/3 kasus.1,3.4
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Factor resiko
lainnya adalah wanita, usia, obesitas, obat obatan hormonal, kehamilan.
Kolesistitis kronis dapat merupakan kelanjutan dari kolesisititis akut,
Tindakan bedah akut pada pasien >75 tahun mempunyai prognosis buruk, bisa
terjadi komplikasi pasca bedah. Prognosis tepat dari kolesistitis kronis belum
dapat diperkirakan (dubia)
DAFTAR PUSTAKA
1. Pridadi. Kolesistitis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Ed.IV. Hal 477- 478. Jakarta : FKUI. 2007 . Hal 477 478