LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEPTEMBER 2015
UNIVERSITAS HASANUDDIN
OSTEOARTHRITIS
Oleh:
Fauziah
Leonard Tatukude
Waazalimah binti Wahid
Pembimbing Residen:
dr. Hantoro
Pembimbing Dosen:
dr. Luthfy Attamimi, Sp.Rad
I.
KASUS
Nama pasien/umur
: Jumali L./52 tahun
No. Rekam Medik
: 633813
Alamat
: Jl. Poros Pinrang Sidrap
Ruang perawatan
: Lontara 1 bawah belakang, kamar 2 (II) bed 3
Tanggal MRS
: 23 Oktober 2013
A. Anamnesis
Keluhan utama:
Riwayat sesak napas
Anamnesis terpimpin:
Dialami sejak + 5 hari SMRS, hilang-timbul, terutama setelah
beraktivitas, tidak dipengaruhi posisi, riwayat sering sesak napas pada
malam hari (+). Demam (-). Batuk (-), nyeri dada (-). Mual (-), muntah
(-).
Bab : biasa, kuning
Bak : lancar, kuning
Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya (-)
Riwayat penyakit asma di keluarga (-)
Riwayat batuk lama (-)
Riwayat penyakit darah tinggi (+) + sejak 1 tahun terakhir, tidak
terkontrol
Riwayat penyakit gula dan penyakit jantung disangkal.
Riwayat minum minuman beralkohol (-), riwayat merokok (+) + sejak
20 tahun yang lalu, 3 bungkus perhari.
B.
Pemeriksaan fisis
Keadaan umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: Komposmentis (GCS 15)
Tanda Vital
Tekanan darah
: 150/110 mmHg
Pernapasan
: 24 x/menit
Nadi
: 96 x/menit
Suhu
: 36.6 0C
Mata
Kelopak mata
: Edema (-)
Konjungtiva
: Anemis (-)
Sklera
: Ikterus (-)
Kornea
: Jernih
Pupil
: Bulat, isokor
THT
Mulut
Bibir
Lidah
Tonsil
Faring
: Hiperemis (-)
Leher
KGB
DVS
: R+1 cmH2O
Dada
o Inspeksi
Bentuk
Sela iga
Lain-lain
: (-)
Paru-paru
o Palpasi
Nyeri tekan
: (-)
Massa tumor
: (-)
o Perkusi
Paru kiri
: Sonor
Paru kanan
: Sonor
o Auskultasi
Bunyi pernapasan
: Vesikuler
Bunyi tambahan
: Rh -/- , Wh -/-
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Pekak
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Ekstremitas
Edema
: -/-
Deformitas
: -/-
Jenis Pemeriksaan
DR
22/10/13
Elektrolit
22/10/13
Kimia
Darah
22/10/13
Profil
Lipid
22/10/13
Enzim
Jantung
22/10/13
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
RDW
MPV
NEU
LYM
MON
EOS
BAS
Na+
K+
ClSGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
GDS
Albumin
Kolesterol total
HDL
LDL
Trigliserida
CK
CK-MB
Troponin T
Hasil
Rujukan
143
4.1
107
27 U/L
20 U/L
48 mg/dl
1.3 mg/dl
103
2.9
225
26
163
99
57
14
0.84
4 - 10 x 103/ul
4 - 6 x 106/ul
12 - 16 g/dl
37 - 48 %
76 - 92 pl
22 - 31 pg
32 - 36 g/dl
150 - 400 x 103/ul
11.0 - 16.0 %
6.0-11.0 um3
0.0 99.9 %
0.0 99.9 %
0.0 99.9 %
0.0 99.9 %
0.0 99.9 %
135 145 mmol/l
3.5 5.1 mmol/l
97 111 mmol/l
< 38 U/L
< 41 U/L
10 50 mg/dl
< 1.3 mg/dl
< 140 mg/dl
3.5 5 gr/dl
< 200 mg/dl
L (>55), P (>65) mg/dl
< 130 mg/dl
< 200 mg/dl
L (<190), P (<167) U/L
< 25 U/L
< 0.05
D. Radiologi
II.
DISKUSI
A. Pendahuluan
Gagal jantung kongestif (congestive heart failure) adalah suatu sindrom
klinis akibat penyakit jantung, ditandai dengan kesulitan bernapas serta retensi
natrium dan air yang abnormal, yang sering menyebabkan edema. Kongesti ini
dapat terjadi dalam paru-paru atau sirkulasi perifer atau keduanya, bergantung
pada apakah gagal jantungnya pada sisi kanan atau menyeluruh. Faktor risiko
terpenting untuk CHF adalah penyakit arteri koroner dengan penyakit jantung
iskemik. Hipertensi adalah faktor risiko terpenting kedua untuk CHF. Faktor
risiko lain terdiri dari kardiomiopati, aritmia, gagal ginjal, diabetes, dan penyakit
katup jantung. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis
penyakit
jantung
kongenital
maupun
didapat.
Mekanisme
yang
dapat
2.
3.
4.
Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan
kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat
beristirahat.4
B. Resume Klinis
Laki-laki 52 tahun MRS dengan keluhan riwayat dispneu + 5 hari SMRS,
hilang- timbul, baru pertama kali dialami. Dispneu tidak dipengaruhi cuaca.
Dyspnea on exertion (+), orthopneu (-), paroxysmal nocturnal dyspnea (+). Batuk
(-), nyeri dada (-). Nausea (-), vomitus (-). Riwayat penyakit asma di keluarga (-),
riwayat batuk lama (-). Riwayat hipertensi (+) + sejak 1 tahun terakhir, tidak
terkontrol. Riwayat merokok (+) + sejak 20 tahun yang lalu, 3 bungkus perhari.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien sakit sedang, composmentis, dengan
tanda vital: tekanan darah 150/110 mmHg, frekuensi nadi 96 x/menit, frekuensi
pernapasan 24 x/menit, dan suhu tubuh axilla 36.6 0C. DVS R+1 cmH2O.
Pemeriksaan fisik lainnnya dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan adanya hipoalbuminemia dan dislipidemia. Pada pemeriksaan
radiologi didapatkan kesan kardiomegali dengan edema paru dan juga dilatasi
aorta.
C. Radiologi
Penilaian Kelayakan Foto Thoraks
Sebelum mulai membaca foto kita harus menentukan jenis foto apa dari
foto yang akan dibaca. Jika melihat hasil foto di atas, maka diketahui bahwa foto
di atas adalah foto thoraks. Hal pertama yang perlu dinilai dari foto thoraks diatas
adalah kelayakan foto. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menilai
kelayakan suatu foto thoraks. Yang pertama adalah memastikan identitas pasien
pada foto. Foto yang hendak dibaca, harus memiliki label identitas pasien. Hal ini
sangat penting karena sering terjadi kesalahan yang berhubungan dengan labeling
identitas pasien, baik nama, umur, maupun nomor rekam medik. Selain identitas
pasien, marker foto juga harus terdapat pada foto. Foto yang tidak memiliki
identitas pasien atau marker tidak layak untuk dibaca. Foto thoraks di atas, telah
memiliki label identitas pasien dan juga marker, maka dapat dikatakan bahwa foto
thoraks diatas telah layak baca.5,6
berbeda pada film. Untuk menilai ada atau tidaknya rotasi, dilakukan pengukuran
jarak antara prosesus spinosus ke ujung klavikula kanan dan kiri. Jika jaraknya
berbeda, maka kemungkinan pasien mengalami rotasi.5,6
10
Yang ketiga yang harus dinilai dari suatu foto thoraks adalah cakupannya.
Foto thoraks yang baik, haruslah mencakup seluruh lapangan paru dan cavum
thoraks. Jika ada sebagian dari foto thoraks yang tidak terlihat, maka kelainan
yang seharusnya ditemukan bisa jadi tidak ditemukan. Contohnya jika sinus
kostofrenikus tidak terlihat dengan baik, maka suatu efusi pleura mungkin tidak
dapat terlihat.6
Hal terakhir yang harus diperhatikan dalam menilai kualitas foto thoraks
adalah penetrasi dan paparan sinar X-Ray. Penetrasi ditentukan oleh pengaturan
voltase mesin foto dalam satuan kV (kiloVolts). Penetrasi dikatakan baik jika
korpus vertebra dapat terlihat melalui jantung, tidak terlalu putih ataupun gelap.
Jika terlalu putih, itu artinya photon yang ditembakkan tidak cukup, sebaliknya
jika terlalu gelap artinya photon yang ditembakkan terlalu banyak. Sedangkan
paparan ditentukan dari seberapa banyak jumlah sinar yang sampai di film atau
detektor, tergantung dari seberapa besar mAs (miliAmpersecond) yang diatur.
Paparan dikatakan baik jika daerah paparan yang murni udara atau udara bebas
terlihat hitam sekali (hiperradiolusen) dan daerah paparan yang tidak murni udara
terlihat lebih abu-abu atau lebih terang (radiolusen) seperti pada paru-paru. Jika
paparan kurang, maka film akan terlihat lebih putih dan akan susah menentukan
ada atau tidak kelainan di paru-paru. Jika paparan berlebih, maka film akan
terlihat lebih gelap dan penanda paru menjadi tidak jelas.5,6
Pada foto thoraks diatas, dapat dilihat bahwa inspirasi baik, terlihat dari
diafragma kiri yang menutupi kosta hingga X. Selain itu, foto thoraks di atas juga
simetris, dapat dilihat dari jarak prosesus spinosus ke klavikula kiri dan kanan
11
sama. Foto mencakup seluruh cavum thoraks dengan penetrasi dan paparan yang
baik. Maka dapat dikatakan kualitas foto thoraks ini baik.5,6
12
posisi PA atau AP. Pada posisi PA, pasien biasanya diposisikan memeluk detektor
atau berdiri dengan tangan dipinggang, hal ini dilakukan dengan harapan skapula
tidak akan menghalangi photon yang ditembakkan. Maka dari itu, jika ujung
skalpula tidak terlihat atau terlihat sedikit dan tertarik ke arah lateral, maka foto
thoraks tersebut adalah foto thoraks PA, sedangkan jika skapula terlihat lebih ke
medial, maka foto thoraks tersebut adalah foto AP. Pada foto thoraks di atas
terlihat skapula lebih mengarah ke medial, maka dari itu, foto ini adalah foto
thoraks posisi AP.6,8
13
14
inhomogen,
garis
fibrosis
atau
bintik
kalsifikasi
atau
densitas
yang
hiperradiolusen pada paru, baik vaskular maupun avaskular. Pada foto diatas
tampak perselubungan suprahilar dan paracardial yang menandakan adanya tandatanda edema paru.6
15
A+B
CTI
Pada foto diatas didapatkan nilai A = 3.2 cm, B = 10 cm, C = 22.6 cm. Dengan
menggunakan rumus diatas, maka didapatkan CTI: 0.58. Hal ini menandakan
adanya suatu pembesaran jantung (kardiomegaly). Pada foto juga didapatkan apex
terangkat, dimana ini menandakan terjadinya pembesaran pada jantung,
khususnya pada ventrikel kanan.10
16
Selanjutnya yang harus dinilai adalah aorta. Ada tiga hal yang harus
diperhatikan pada aorta, yaitu panjang, kaliber, dan ada atau tidaknya kalsifikasi
pada aorta. Pengukuran panjang aorta dilakukan dengan cara mengukur jarang
antara batas teratas arkus aorta dengan klavikula, normalnya jaraknya > 1 cm. Jika
jarak antara arkus aorta dengan klavikula < 1 cm, maka disebut aorta mengalami
17
elongasi. Pengukuran kaliber aorta dilakukan dengan cara mengukur dari midline
sampai pinggir arkus aorta (ke arah lateral sinistra), normalnya kaliber aorta < 4
cm. Jika kaliber yang didapat > 4 cm, maka aorta disebut mengalami dilatasi.
Pada foto diatas didapatkan bahwa aorta mengalami dilatasi tetapi tidak
elongasi.10
18
19
Edema paru & dilatasi aorta akibat tekanan intravaskular yang meningkat
Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada gagal
jantung akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume
residu ventrikel menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang
20
21
insufisiensi trikuspid. Dilatasi ventrikel kanan ini akan nampak pada foto jantung
pada posisi PA. Ventrikel kiri biasanya tidak mengalami banyak perubahan.
Pembuluh darah paru bertambah, terutama di daerah suprahilar kanan.9,10
2. Insufisiensi Mitral
Bila pada stenosis mitral katup menyempit, tetapi masih dapat menutup
dengan baik, maka pada insufisiensi mitral, katup tidak dapat menutup dengan
sempurna. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan pada otot papillaris,
prolaps katup, atau karena cincin katup melebar. Bentuk jantung pada insifisiensi
mitral ini hampir sama dengan stenosis mitral dan masih memiliki bentuk
konfigurasi mitral. Pada insufisiensi mitral, ventrikel kiri terlihat membesar,
sedang pada stenosis mitral, ventrikel ini normal. Akibat regurgitasi darah pada
insufisiensi mitral ini mengakibatkan beban kerja jantung kiri meningkat,
sehingga terjadilah pembesaran ventrikel dan atrium kiri. Pembesaran atrium kiri
ini akan menghambat masuknya darah dari paru melalui vena-vena pulmonalis.
Vena-vena pulmonalis terbendung, melebar dan dapat menyebabkan terjadinya
edema paru. 10
22
pulmonal
untuk
sebagian
besar
merupakan
kelainan
23
E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
radiologi, dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien ini adalah congestive heart
failure. Gagal jantung kongestif (congestive heart failure) adalah suatu sindrom
klinis akibat penyakit jantung, ditandai dengan kesulitan bernapas serta retensi
natrium dan air yang abnormal, yang sering menyebabkan edema. Hal ini
didukung dengan adanya temuan radiologi berupa kardiomegali disertai edema
paru, dimana hipertensi yang tidak terkontrol, riwayat merokok selama 20 tahun,
serta hasil laboratorium yang menunjukkan tanda-tanda dislipidemia merupakan
faktor risiko pada pasien ini.11
DAFTAR PUSTAKA
1. Hurianti H, et al, eds. Kamus kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta : EGC.
2002. p. 801.
2. Figueroa
MS,
Peters
JI.
Congestive
Heart
Failure:
Diagnosis,
24
25