jenis Ulva reticulata dan Gracilaha spp. dan setelah dewasa hidup di perairan
yang lebih dalam dengan dasar yang terdiri atas pasir berlumpur (Purba, 1990).
Selain itu, Ikan kerapu lumpur memiliki badan yang berwarna dasar sawo
matang dan pada bagian bawah agak keputihan. Terdapat garis menyerupai pita
yang berwarna gelap, yang melintang pada badannya dalam jumlah sekitar 4-6
buah. Saat masih muda, pada seluruh tubuhnya terdapat noda-noda berwarna
merah sawo (Murtidjo, 2002). Adapun klasifikasi ikan kerapu lumpur adalah
sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Famili
: Serranidae
Genus
: Epinephelus
Spesies
: Epinephelus tauvina
terjadi
secara
subkutan
dengan
pembengkakan
sehingga
3. Histopatologi
Nikrosis pada jaringan dengan kolonisasi bakteri, inflamasi sedikit
dijumpai karena bakteri menghasilkan leukocytolytic exotoxin.
Ikan kerapu yang menderita sakit biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang
dapat diketahui dengan jelas dan mudah. Beberapa gejala yang dapat terlihat
dengan jelas seperti kelainan tingkah laku pada kondisi ikan berenang terlihat
sangat lemah dengan posisi miring (Menukik dari permukaan langsung ke dasar,
bergerak kembali ke permukaan dan akan tetap berada di permukaan), nafsu
makan berkurang dan daya tahan tubuh melemah, kelainan bentuk mata, sisik dan
warna tubuh, mata menonjol, sisik badan sebagian lepas, warna tubuh menjadi
lebih gelap, kelainan pada insang dan sirip ekor. Tutup insang membuka terusmenerus secara cepat, sirip ekor tidak normal serta kelainan pada kulit, ada lukaluka pada kulit dan bintik-bintik putih serta merah (Purba, 1990).
mempunyai
kelebihan
antara
lain
rendahnya
biaya
operasional
(2000) penyakit bakterial pada ikan kerapu lumpur adalah Vibrio sp., Aeromonas
sp., Pasteurella spp., Streptococcus dan Mycobacterium. Kasus penyakit bakterial
pada ikan kerapu macan disebabkan oleh adanya infeksi bakteri Vibrio sp. dan
dapat bersifat patogen ataupun hanya penyebab sekunder (Bessie, 1988 diacu oleh
Wong dkk.,1990). Sedangkan pada kerapu lumpur kasus penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi (Saeed, 1995) atau Pseudomonas sp.
berupa peradangan pada kulit (Nash dkk., 1987).
akibat interaksi antara toksin dengan inang. Bordas., dkk (2004), mengemukakan
bahwa beberapa jenis bakteri patogen memproduksi toksin tetrodotoksin. Bakteribakteri penghasil toksin tersebut antara lain adalah Vibrio alginolyticus, Vibrio
Parahaemolyticus dan Vibrio anguillarum yang berupa anhydrotetrodotoksin.
Beberapa jenis Vibrio yang bersifat patogen yaitu dengan mengeluarkan
toksin ganas dan seringkali mengakibatkan kematian pada manusia dan hewan.
Vibrio cholera yang berasal dari darat atau air tawar, sudah dikenal sebagai
penyebab penyakit muntah berak di Indonesia (Thayib, 1977). Jenis Vibrio yang
terdapat pada ikan dan invertebrata laut adalah Vibrio alginolyticus, Vibrio
damsela, Vibrio charchariae, Vibrio anguilarum, Vibrio ordalli, Vibrio cholerae,
Vibrio salmonicida, Vibrio vulnificus, Vibrio parahaemolyticus, Vibrio pelagia,
Vibrio splendida, Vibrio fischeri dan Vibrio harveyi (Austin dan Austin, 1993).
Umumnya ikan yang terserang penyakit Vibriosis memperlihatkan gejalagejala ikan kehilangan nafsu makan (anorexia), kulit ikan menjadi gelap, insang
ikan pucat, sering terjadi pembengkakan pada kulit yang lama-kelamaan akan
pecah menjadi luka (bisul) dan mengeluarkan cairan nanah berwarna kuning
kemerah-merahan, terjadi pendarahan pada dinding perut dan permukaan jantung
dan jika dilakukan pembedahan akan terlihat pembengkakan dan kerusakan pada
jaringan hati, ginjal dan limpa (Kordi, 2004).
Bakteri Vibrio sp. diketahui sebagai bakteri oportunistik dan merupakan
bakteri yang sangat ganas dan berbahaya pada budidaya ikan kerapu karena dapat
bertindak sebagai patogen primer dan sekunder. Sebagai patogen primer bakteri
masuk tubuh ikan melalui kontak langsung, sedangkan sebagai patogen sekunder
bakteri menginfeksi ikan yang telah terserang penyakit lain, misalnya oleh parasit
(Post, 1987).
Ciri bakteri Vibrio adalah bentuknya seperti batang pendek, tidak
membentuk spora, sumbu melengkung atau lurus, ukurannya 0,51 mm x 1 2
mm, bersifat gram negatif, tumbuh baik pada kadar NaCl 1 1,5 %, terdapat
tunggal atau kadang-kadang bersatu dalam bentuk s atau spiral. Vibrio harveyi
umumnya hidup di air laut dan payau, terutama air dangkal serta musim dimana
temperatur air menjadi tinggi, ditemukan di habitat-habitat akuatik, sebagian pada
air laut, lingkungan estuarin dan berasosiasi dengan hewan laut. Bakteri Vibrio
spp termasuk jenis bakteri halofit. Dapat tumbuh secara optimum pada salinitas 20
30 ppt, dan dapat tumbuh dengan baik pada kondisi alkali, yaitu pH optimum
berkisar antara 7,5 8,5 (Prajitno, 2005).
menyebabkan penyakit
Furuncolosis
dan
merupakan bakteri gram negatif. Bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak
mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram.
Aeromonas salmonicida berbentuk batang pendek ( 1,3 2,0 x 0,8 1,3 m ),
non motil atau tidak bergerak, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob,
pertumbuhan optimum pada suhu 22C. Koloni bakteri ini berwarna putih, kecil,
bulat, dan cembung. Strain typical dapat menghasilkan pigmen coklat yang akan
lebih kelihatan apabila medium ditambah dengan tyrosine atau phenylalanine.
Pada media dengan kandungan asam amino tinggi pigmen coklat akan jelas
kelihatan pada umur kultur 48 jam. Secara biokimia bakteri ini bersifat oksidase
positif dan memfermentasi glukosa (Septiama, 2008).
Suhu
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari
permukaan laut, waktu harian, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta
kedalaman badan air (Effendi, 2006). Suhu dalam budidaya ikan berpengaruh
terhadap laju metabolisme, pemijahan dan penetasan telur, aktivitas patogen,
sistem imunitas, daya larut senyawa kimia, serta kalarutan oksigen dan
karbondioksida.
Ikan adalah hewan poikiotermal, dimana suhu lingkungan sangat
berpengaruh tehadap metabolisme termasuk sistem imunitas (Noga, 2000).
Apabila suhu mengalami penurunan akan menyebabkan kelarutan oksigen
meningkat, laju metabolisme menurun, nafsu makan berkurang, pertumbuhan
berkurang, sistem imun menurun, gerakan ikan melemah, disorientasi sehingga
ikan dapat mengalami kematian. Sedangkan bila suhu meningkat, maka suhu
tubuh meningkat, laju metabolisme juga meningkat, konsumsi oksigen bertambah
sedangkan kadar oksigen terlarut menurun, toksistas perairan dari senyawa kimia
Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Salinitas
menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat di konversi
menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua
bahan organik telah dioksidasi. Kisaran salinitas perairan laut antara 30 40 ppm.
Tingkat
salinitas
mengakibatkan respon stres dari akut hingga kronis pada ikan budidaya (Noga
2000).
Semakin tinggi salinitas maka kadar oksigen terlaut di perairan akan
semakin menurun, hal ini menyebabkan ikan menjadi stress dam mudah terkena
penyakit, selain itu, perubahan salinitas yang signifikan dapat mempengaruhi
sistem osmoregulasi ikan (Effendi, 2006).
Kecerahan
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan
merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan
menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai
ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruahan, dan
padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran.
Pengkuran kecerahan sebaiknya dilakukan ketika cuaca cerah (Effendi, 2006).