Anda di halaman 1dari 7

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)


Ikan tongkol (Euthynnus affinis) termasuk dalam famili scombridae
terdapat di seluruh perairan hangat Indo-Pasifik Barat, termasuk laut kepulauan
dan laut nusantara. Klasifikasi Ikan Tongkol Menurut Saanin (1986), adalah
sebagai berikut:
Phylum : Animalia
Sub Phylum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Perchomorphi
Sub Ordo : Scombrina
Famili : Scombridae
Genus : Euthynnus
Spesies : Euthynnus affinis
Ciri-ciri ikan tongkol (Euthynnus affinis), badan berukuran sedang,
memanjang seperti torpedo, mempunyai dua sirip punggung yang dipisahkan oleh
celah sempit, sirip punggung pertama diikuti oleh celah sempit, sirip punggung
kedua diikuti oleh 8-10 sirip tambahan, tidak memiliki gelembung renang, warna
tubuh pada bagian punggung gelap kebiruan dan terdapat tanda garis-garis miring
terpecah dan tersusun rapi (Collete dan Nauen 1983). Bentuk ikan tongkol dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis)


(Sumber: Anonimb 2010 )

Ikan tongkol memiliki sifat cenderung membentuk kelompok (school)


multi spesies berdasarkan ukuran. Satu kelompok umumnya terdiri dari
5

100-5000 individu. Habitat ikan ini berada di perairan epipelagik, merupakan


spesies neuritik yang mendiami perairan dengan kisaran suhu antara 18-29 C.
Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan predator yang rakus memakan
berbagai ikan kecil, udang, dan cepalopoda, sebaliknya juga merupakan mangsa
dari hiu dan marlin. Panjang baku maksimum 100 cm dengan berat 13,6 kg,
umumnya 60 cm, di Samudera Hindia usia 3 tahun panjang bakunya mencapai
50-65 cm (Collete dan Nauen 1983).

2.2 Ikan Pindang


Pemindangan merupakan pengolahan sekaligus pengawetan ikan yang
menggunakan metode penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut
dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram
selama waktu tertentu di dalam suatu wadah (Adawyah 2007).
Jenis pindang di Indonesia ada beberapa macam. Pengelompokan pindang
tergantung proses pembuatan, wadah yang digunakan, jenis ikan, bumbu, dan asal
daerah ikan pindang tersebut. Beberapa istilah ikan pindang telah dikenal
di masyarakat, dan digolongkan berdasarkan jenis ikan serta daerah asal
pengolahannya. Istilah pindang berdasarkan jenis ikannya, misalnya pindang
tongkol, pindang bandeng, pindang kembung, pindang cue, pindang presto,
pindang naya, dan pindang besek. Sedangkan istilah pindang sesuai dengan
daerah asal pengolahannya, misalnya pindang Muncar, pindang Bawean, pindang
Pekalongan, dan pindang Tuban (Adawyah 2007). Persyaratan baku mutu untuk
bahan baku ikan pindang tercantum dalam Tabel 1, dan untuk persyaratan mutu
pindang menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 2.
6

Tabel 1 Persyaratan mutu dan keamanan pangan bahan baku ikan


(SNI 01-4110.1-2006)
Jenis uji Satuan Persyaratan
a. Organoleptik angka (1-9) minimal 7
b. Cemaran mikroba
- ALT koloni/g maksimal 5,0 x 105
- Escherichia coli APM/g maksimal < 2
- Salmonella per 25 g negatif
- Vibrio cholerae per 25 g negatif
c. Cemaran kimia*
- Raksa (Hg) mg/kg maksimal 1
- Timbal (Pb) mg/kg maksimal 0,4
- Histamin mg/kg maksimal 100
- Cadmium (Cd) mg/kg maksimal 0,1
d. Fisika
o
- Suhu pusat C maksimal -18
e. Parasit Ekor maksimal 0
*) Bila diperlukan
Tabel 2 Persyaratan mutu ikan pindang (SNI 01-2717-1992 Ikan pindang)
Persyaratan Mutu
Jenis uji
Pindang air garam Pindang garam
a. Organoleptik
- Nilai minimum 7 6
- Kapang Negatif Negatif
b. Mikrobiologi
- TPC per gram, maks 1 x 105 1 x 105
- Escherecia coli MPN per gram, 3 3
maks
- Salmonella Negative Negative
- Vibrio cholera Negative Negative
- Staphylococcus aureus 1 x 103 1 x 103
c. Kimia
- Air, % bobot/bobot, maks 70 70
- Garam, % bobot/bobot, maks 10 10

Menurut Adawyah (2007), proses pembuatan ikan pindang cue dengan


bahan baku ikan tongkol (Euthynnus affinis) adalah sebagai berikut: mula mula
pemilihan bahan baku dengan kondisi yang masih bagus, kondisi baik, segar dan
tidak ada bagian tubuh yang terluka. Selanjutnya ikan tongkol disiangi, dibuang
bagian insang dan isi perut, kemudian dicuci bersih dan ditiriskan. Setelah
ditiriskan, ikan direndam dalam larutan garam 3% selama 15 menit untuk
membersihkan sisa-sisa darah dan kotoran yang ada. Ikan disusun di atas naya
7

atau besek. Naya atau besek yang berisi ikan disusun dalam langseng kemudian
dicelupkan ke dalam dandangan atau drum berisi larutan garam jenuh yang
mendidih selama 30-60 menit. Setelah perebusan selesai naya atau besek
diangkat, disiram dengan air panas untuk menghilangkan kotoran yang dibawa
dari air perebus. Naya atau besek diletakkan di atas rak-rak untuk didinginkan.
Diagram alir pengolahan ikan pindang cue dapat dilihat pada Gambar 2.

Ikan tongkol

Disiangi
Disangi dan
dan dicuci
dicuci

Ditiriskan

Disusun di wadah naya atau besek

Direbus

Diangkat dari perebusan

Disiram dengan air panas

Didinginkan

Pindang ikan
tongkol

Gambar 2. Diagram alir pengolahan pindang ikan tongkol (Adawyah 2007)

2.3 Kelayakan Dasar (Pre Requisite Programe)


Kelayakan dasar (Pre Requisite Programe) merupakan prasyarat yang
harus dipenuhi oleh suatu unit pengolahan perikanan sebelum menerapkan
program Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), sehingga penerapan
HACCP dapat berjalan dengan efektif. Langkah-langkah dalam persyaratan
8

kelayakan dasar antara lain, Good Manufacturing Practices (GMP), Prosedur


operasi standar tentang sanitasi (Sanitatios Standard Operation Procedure/SSOP)
dan identifikasi, penelusuran serta penarikan kembali produk (Gasperz 2002
diacu dalam Erungan et.al. 2008).
Menurut Direktorat Jenderal PPHP (2007) adanya kendala teknis dalam
penerapan program kelayakan dasar, mengakibatkan ketidaksesuaian dengan
peraturan yang ada atau penyimpangan. Oleh karena itu disusun klasifikasi
penyimpangan sebagai berikut:
(a) Penyimpangan minor (minor deficiency). Penyimpangan yang apabila tidak
dilakukan tindakan koreksi mempengaruhi mutu pangan
(b) Penyimpangan mayor (mayor deficiency). Penyimpangan yang apabila tidak
dilakukan koreksi akan mempunyai potensi mempengaruhi keamanan
pangan.
(c) Penyimpangan serius (serious deficiency). Penyimpangan yang apabila tidak
dilakukan koreksi akan mempengaruhi keamanan pangan.
(d) Penyimpangan kritis (critical deficiency). Penyimpangan yang apabila tidak
dilakukan tindakan koreksi akan segera mempengaruhi keamanan pangan.
Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu prosedur yang
mengatur cara berproduksi yang baik dan benar yang merupakan penilaian dari
status kelayakan dasar (pre-requisite), dimana semua proses produksi harus
memenuhi persyaratan standar mutu (Winarno dan Surono 2004).
Menurut Thaheer (2005) tujuan spesifik dari penerapan GMP dalam
industri pangan adalah memberikan prinsip-prinsip dasar makanan yang
diterapkan dalam memproduksi makanan sepanjang rantai dan jalur makanan
(dimulai dari produk primer hingga produk siap konsumsi). Selain itu
mengarahkan industri agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi,
persyaratan lokasi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi dan karyawan.
Sanitasi dalam bidang industri pangan merupakan dasar pengetahuan
dalam memelihara kondisi yang higiene dan sehat untuk menciptakan makanan
yang aman. Secara umum sanitasi dan higiene mencakup kegiatan secara aseptik
dalam persiapan pengolahan dan pengemasan produk pangan, pembersihan dan
sanitasi pabrik serta lingkungan pabrik dan kesehatan pekerja. Sanitasi pangan
9

adalah suatu kondisi yang bebas dari zat-zat yang menjadi penyebab penyakit dan
juga harus bebas dari bahan asing yang tidak bisa diterima. Tujuan penerapan
sanitasi ini adalah untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme penyebab
penyakit dan meminimalkan pertumbuhan mikroorganisme penyebab kebusukan
(Marriott dan Robert 2006 diacu dalam Darmo 2008).
Sanitasi dan higiene dari suatu pabrik pengolahan hasil perikanan
mempunyai hubungan erat dengan mutu hasil produk akhir. Sanitasi yang buruk,
yang tidak mampu menghindari terjadinya kontak makanan dengan serangga atau
mikroorganisme lain umumnya akan berujung pada suatu masalah mikrobiologis.
Hal tersebut memberikan peluang mikroba yang masuk ke dalam makanan
semakin banyak. Sistem pengendalian sanitasi dan higiene sangat dibutuhkan
agar keamanan pangan dapat terjamin baik. Sanitasi sangat berkaitan dengan
kondisi lingkungan perusahaan tempat proses pengolahan dilakukan. Higiene
berkaitan dengan kondisi para pekerja dalam melakukan proses pengolahan.
Sanitasi dan higiene ini akan berhubungan atau erat kaitannya dengan keamanan
pangan dan kesehatan masyarakat (Jenie 1988).
Operasional sanitasi meliputi semua aspek yang berhubungan dengan
kegiatan dan kondisi lingkungan yang dilaksanakan dalam SSOP, sedangkan
higiene berhubungan dengan kondisi pekerja dalam melakukan proses pengolahan
(Thaheer 2005). Menurut FDA (1995) diacu dalam Thaheer (2005) SSOP terdiri
dari delapan aspek kunci:
(a) Keamanan air dan es yang digunakan dalam proses produksi.
Air yang digunakan untuk seluruh proses produksi, baik yang digunakan
untuk pengolahan maupun untuk para pekerja harus air yang bersih dan aman atau
mengalami proses perlakuan (treatment), sehingga memenuhi standar baku mutu
(b) Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan termasuk
peralatan , sarung tangan dan seragam produksi.
Kebersihan berhubungan dengan kegiatan sanitasi, sanitasi dalam proses
pengolahan pangan bertujuan:
- Menghilangkan sisa bahan baku atau produk pangan yang banyak
mengandung nutrisi yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme.
10

- Desinfeksi yang bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba sehingga


menekan kontaminasi pada produk yang menyentuh permukaan secara
langsung.
(c) Pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter misalnya
makanan, material kemasan dari permukaan yang kontak dengan bahan
pangan seperti peralatan, sarung tangan, seragam produksi dan kontaminasi
silang bahan baku.
(d) Pengelolaan fasilitas untuk kebersihan pekerja.
- Meliputi fasilitas cuci tangan, sanitasi tangan dan toilet yang digunakan.
- Kebersihan pekerja harus selalu diperhatikan, fasilitas cuci pakaian
sebaiknya disediakan. Terutama untuk pekerja yang kontak langsung
dengan produk akhir.
- Perilaku yang bersih dan sehat dari pekerja sangat menunjang kebersihan
produk yang dihasilkan.
(e) Pencegahan adulterasi
Bahan pangan atau produk akhir atau bahan yang kontak dengan bahan
pangan harus terhindar dari bahan nonpangan dan cemaran kimia, fisik serta
biologis. Bahan- bahan nonpangan tersebut antara lain pelumas, bahan bakar,
senyawa pembersih, dan sanitizer
(f) Penggunaan labeling dan penyimpanan yang tepat
Pelabelan dan penyimpanan bahan pangan dan nonpangan, yaitu bahan-
bahan kimia yang tepat dapat meminimalisir kontaminasi silang. Komponen yang
toksik harus dalam kemasan yang tertutup rapat dan terpisah penempatannya.
(g) Mengontrol kesehatan pekerja.
Pengendalian kesehatan pekerja supaya tidak menjadi sumber kontaminasi
terhadap produk, kemasan atau permukaan yang kontak langsung dengan
makanan.
(h) Pencegahan hama pabrik.
Ruang produksi, gudang dan ruangan lainnya dalam pabrik pabrik harus
bebas hama. Hama tersebut misal tikus, serangga dan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai