Anda di halaman 1dari 25

IDENTIFIKASI BAKTERI Escherichia coli dan Salmonella sp

PADA IKAN TUNA (Thunnus sp) UNTUK KELAYAKAN


EKSPOR DI BALAI UJI STANDAR KARANTINA IKAN,
PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL
PERIKANAN
DKI JAKARTA

PROPOSAL KERJA PRAKTEK

Oleh :
ANNA HEIRINA
08121005003

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDERALAYA
2015
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Kerja Praktek : Identifikasi Bakteri Escherichia Coli Dan Salmonella Sp


Pada Ikan Tuna (Thunnus Sp) Untuk Kelayakan Ekspor
di Balai Uji Standar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu
Dan Keamanan Hasil Perikanan DKI Jakarta
Nama : Anna Heirina
NIM : 08121005003
Program Studi : Ilmu Kelautan

Mengesahkan,

Sekretaris Program Studi Ilmu Kelautan Pembimbing


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sriwijaya

Isnaini, S.Si. M.Si Rezi Apri, S.Si. M.Si


NIP : 198209222008122002 NIP : 198404252008121005
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah.SWT karena berkat Rahmat-Nya proposal


Kerja Praktek yang berjudul “Teknik Identifikasi Bakteri Escherichia coli dan
Salmonella sp Pada Ikan Tuna (Thunnus sp) di Balai Uji Standar Karantina Ikan,
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Provinsi DKI Jakarta” dapat
diselesaikan dengan baik.
Proposal Kerja Praktek ini diajukan sebagai salah satu syarat, dasar teori
dan tujuan untuk melaksanakan Kerja Praktek di Balai Uji Standar Karantina
Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Provinsi DKI Jakarta,
juga untuk memenuhi syarat matakuliah wajib yakni Kerja Praktek dengan bobot
4 sks.
Semoga dengan selesainya Proposal Kerja praktek ini dapat melengkapi
syarat untuk pelaksanaan Kerja Praktek mengenai Teknik Identifikasi Bakteri
Escherichia coli dan Salmonella sp Pada Ikan Tuna (Thunnus sp) di Balai Uji
Standar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
Provinsi DKI Jakarta.

Inderalaya, Juni 2015

Penulis
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


DKP (2008) dalam Trilaksani et al. (2010) mengemukakan bahwa salah
satu sumber utama devisa perikanan Indonesia adalah ikan tuna (Thunnus Sp.)
yang merupakan komoditas ekspor terbesar kedua setelah udang. Volume
produksi ikan tuna pada tahun 2007 mencapai 191.558 ton, menunjukkan
kenaikan sebesar 20,17% bila dibandingkan dengan volume produksi tahun 2006.
Namun demikian saat ini ekspor ikan tuna masih dihadapkan pada tantangan
semakin ketatnya persaingan dan merebaknya berbagai issue global, seperti
keamanan pangan (food safety) dan isu lingkungan.
Menurut Dirjen Perikanan (1998) dalam Yudiarosa (2009) ada tiga jenis
olahan ikan tuna Indonesia yang diekspor yaitu ikan tuna segar, beku dan kaleng.
Menurut Ababouch et al. (2005) dalam Trilaksani et al, (2010) Mengemukakan
bahwa persyaratan keamanan pangan dari negara importir yang ditetapkan dalam
bentuk peraturan sering menjadi penghambat dalam perdagangan. Negara
berkembang yang merupakan eksportir tuna sering kali dihadapkan pada
penolakan akibat kompleksitas program sanitasi dan standar mutu dari negara
tujuan ekspor.
Trilaksani et al. (2010) mengemukakan Escherichia coli dan Salmonella
sp merupakan jenis bakteri yang telah ditetapkan sebagai indikator persyaratan
teknis tuna beku dan kaleng. Pada indikator standar jenis mikrobiologi, dimana
nilai minimum yang diperbolehkan pada produk segar atau beku siap ekspor yaitu
E.coli : 230 MPN/100 gram dan Salmonella sp tidak terdeteksi dalam 25 gram.
Suriawiria (1985) mengemukakan bahwa bakteri umumnya uniseluler (sel
tunggal), tidak mempunyai klorofil, berkembang biak dengan pembelahan sel
secara transversal atau biner. Hidup bebas secara kosmopolitan dimana-mana,
khususnya di udara, di tanah, di adalam air, pada bahan makanan, pada tubuh
manusia, hewan ataupun tanaman. Adapula yang hidup bersimbiosis dengan jasad
hidup lain, baik hewan ataupun tanaman. Golongan bakteri coli merupakan jasad
indikator didalam substrat air, bahan makanan, dan sebagainya untuk kehadiran
jasad berbahaya, yang mempunyai persamaan sifat : gram negatif berbentuk
batang, tidak membentuk spora. Salmonella adalah anaerobik fakultatif (dapat
tumbuh dengan atau tanpa oksigen) bakteri positif dan oksidase negatif katalase.
Namun, Salmonella tidak termasuk dalam kelompok organisme disebut sebagai
coliform.
Identifikasi bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp pada ikan tuna
sangat penting dilakukan untuk mengetahui seberapa besar koloni kedua bakteri
tersebut yang terdapat pada ikan tuna. Pengidentifikasian ini dilakukan untuk
mengontrol aktifitas ekspor ikan tuna dari hasil tangkapan nelayan. Hal ini juga
didukung pemerintah dengan menetapkannya Keputusan Menteri Kelautan Dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor 52a/Kepmen-Kp/2013 Tentang Persyaratan
Jaminan Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Pada Proses Produksi, Pengolahan
Dan Distribusi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No.
PER.25/MEN/2011 Pasal 28, Balai Uji Standar Karantina Ikan, Pengendalian
Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan (BUSKIPM) bertugas melaksanakan
pengujian dan pengembangan teknik dan metode pengujian karantina ikan, mutu,
dan keamanan hasil perikanan dalam rangka uji standar karantina ikan,
pengendalian mutu, dan keamanan hasil perikanan.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui teknik identifikasi bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp
pada ikan tuna (Thunnus sp) untuk kelayakan ekspor.
2. Membandingkan tingkat persentase yang paling dominan diantara bakteri
Escherichia coli dan Salmonella sp pada ikan tuna (Thunnus sp)

1.3 Manfaat
1. Dapat mengidentifikasi bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp pada
ikan tuna (Thunnus sp) untuk kelayakan ekspor.
2. Dapat mengetahui perbandingan tingkat persentase yang paling dominan
diantara bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp pada ikan tuna
(Thunnus sp
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Ikan Tuna (Thunnus sp)


Tuna merupakan jenis ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari
famili Scombridae terutama genus Thunnus. Ikan ini adalah perenang handal.
Tidak seperti kebanyakan ikan yang memiliki daging berwarna putih, ikan tuna
memiliki berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna lebih
banyak mengandung myoglobin dari pada ikan lainnya. Beberapa spesies tuna
besar, seperti tuna sirip biru, tuna mata besar dan lain sebagainya dapat
menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan aktivitas ototnya. Hal ini
menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih dingin dan dapat bertahan
dalam kondisi yang beragam. Kebanyakan tuna besar memiliki nilai komersial
tinggi.
Klasifikasi ikan tuna Saanin (1984) dalam Affiano (2011) adalah sebagai
berikut :
Phylum : Chordata
Class : Teleostei
Ordo : Perciformes
Subordo : Scombridae
Family : Scombridae
Genus : Thunnus
Species : Thunnus sp
Menurut Affiano (2011) Ikan tuna memiliki bentuk tubuh seperti torpedo
dengan kepala yang lancip. Selain itu tubuh ikan tuna licin, sirip dada melengkung
dan sirip ekor bersesak dengan celah yang lebar. Bagian belakang sirip punggung
dan sirip dubur terdapat sirip–sirip tambahan yang kecil-kecil dan terpisah-pisah.
Sirip-sirip punggung, dubur, perut, dan dada, pada pangkalnya mempunyai
lekukan pada tubuh sehingga dapat memperkecil daya gesakan air pada saat ikan
itu berenang dengan kecepatan penuh. Ikan tuna terkenal sebagai perenang-
perenang yang hebat, bisa mencapai kecepatan sekitar 77 km/jam. Migrasi jenis
ikan tuna di perairan Indonesia merupakan bagian dari jalur migrasi tuna dunia
karena wilayah Indonesia terletak pada lintasan perairan Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik Morfologi ikan Tuna dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ikan tuna (Thunnus sp)


Sumber : Fishbase (2010) dalam Affiano (2011)

2.2 Komposisi Gizi Ikan Tuna


Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan
lemak yang rendah. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6-26,2 g/100 g
daging, lemak antara 0,2-2,7 g/100 g daging serta mengandung mineral (kalsium,
fosfor, besi, sodium), vitamin A (retinol), dan vitamin B (thiamin,riboflavin, dan
niasin). Komposisi gizi beberapa jenis tuna tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi gizi beberapa jenis ikan tuna (Thunnus sp.) per 100
gram daging ikan
Komposisi Bluefin Yellowfin Satuan
Energi 121,0 105,0 Kal
Protein 22,6 24,1 G
Lemak 2,7 0,2 G
Abu 1,2 1,2 Mg
Calsium 8,0 9,0 Mg
Phosphor 190,0 220,0 Mg
Besi 2,7 1,1 Mg
Sodium 90,0 78,0 Mg
Retinol 10,0 5,0 Mg
Thiamin 0,1 0,1 Mg
Riboflavin 0,06 0,1 Mg
Niasin 10,0 12,2 Mg
Sumber : US Departemen of Health, Education, and Welfare (1972) dalam Affiano
(2011)
2.3 Jenis – Jenis Ikan Tuna Ekspor
2.3.1 Ikan Tuna Segar ( Fresh Tuna )
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 52a/Kepmen-Kp/2013. Produk segar adalah setiap produk
perikanan baik utuh atau produk yang mengalami perlakuan pembuangan isi
perut, insang, pemotongan kepala, dan pemfilletan (produk preparasi), termasuk
produk yang dikemas secara vacuum atau modifikasi atmosfir yang belum
mengalami perlakuan pengawetan selain pendinginan. Umumnya ekspor ikan tuna
segar merupakan ikan tuna mata besar. Menurut Dirjen Perikanan (1998) dalam
Yudiarosa (2009) ekspor ikan tuna segar mengalami peningkatan yang cukup
pesat. Dari harga rata-ratanya dapat diketahui bahwa ikan tuna dalam bentuk segar
memiliki harga yang paling tinggi.

Gambar 2. Ikan Tuna Segar Untuk Ekspor


Sumber : http://moneter.co/thailand-masih-jadi-pasar-potensial-ekspor-tuna/

2.3.2 Ikan Tuna Beku (Frozen Tuna)


Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 52a/Kepmen-Kp/2013. Produk Beku adalah setiap hasil
perikanan yang telah mengalami proses pembekuan untuk mencapai suhu pusat
ikan -18°C atau lebih rendah. Umumnya produk ikan tuna beku biasanya berupa
tuna loin beku. Menurut Hardiana (2009) tuna loin beku merupakan produk
olahan hasil perikanan dengan bahan baku tuna segar atau beku yang mengalami
perlakuan sebagai berikut: penerimaan, penyiangan atau tanpa penyiangan,
pencucian, pembuatan loin, pengulitan dan perapihan, sortasi mutu,
pembungkusan (wrapping), pembekuan, penimbangan, pengepakan, pelabelan,
dan penyimpanan. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan tuna loin beku
adalah tuna madidihang (yellowfin tuna/Thunnus albacores), tuna mata besar
(bigeye tuna/Thunnus obesus), tuna sirip biru (bluefin tuna/Thunnus thynnus dan
Thunnus maccoyii), dan tuna albakora (albacore/Thunnus alalunga).

Gambar 3. Ikan Tuna Beku Gambar 4. Ikan Tuna Loin


Sumber : http://www.radioaustralia.net.au Sumber : http://www.rajasupplierbali.com

2.3.3 Ikan Tuna Kaleng ( Canning Tuna)


Menurut Mahendra (2005) ikan tuna kaleng merupakan olahan produk
ikan tuna yang telah mengalami proses pemasakan pendahuluan (pre-cooking)
umumnya berkisar 1 – 4 jam (dengan dengan suhu pemasakan 100o - 105o C
menggunakan uap panas (steam) yang kemudian dikemas dalam kaleng dengan
ukuran tertentu. Setelah dikemas selanjutnya dilakukan proses sterilisai,
penurunan suhu dan pencucian. Kaleng yang telah dingin dimasukkan ke dalam
suatu ruang dengan suhu kamar dan diletakkan dengan posisi terbalik, dan
kemudian dilakukan pengecekan terhadap kerusakan kaleng. Kaleng yang
dianggap rusak adalah kaleng yang menggembung atau bocor. Pemeraman
dilakukan minimal selama 7 (tujuh) hari.
Gambar 5. Ikan tuna kaleng
Sumber : http://food.detik.com

2.4 Bakteri
Dwidjoseputro (1989) mengemukakan bakteri berasal dari kata
“bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama ini
dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu,
berkembang biak dengan pembelahan sel, serta berukuran sangat kecil yang hanya
terlihat menggunakan mikroskop. Suriawiria (1985) mengemukakan secara umum
sifat hidup bakteri ialah saprofitik pada sisa atau buangan hewan ataupun tanaman
yang sudah mati, tetapi banyak juga yang parasitik pada hewan, manusia dan
tanaman yang menyebabkan banyak jenis penyakit. Bakteri termasuk kedalam
divisi Schizophyta yang terbagi dalam beberapa kelas antara lain
Pseoudomonadales, Chlamydobacteriales, Eubacteriales, Actinimycetales dan
Rickettsiales.
Umumnya bakteri yang terkait dengan keracunan makanan diantaranya
adalah Salmonella, Shigella, Campylobacter, Listeria monocytogenes, Yersinia
enterocolityca, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Clostridium
botulinum, Bacillus cereus, Vibrio cholerae, Vibrio parahaemolyticus, E.coli
enteropatogenik dan Enterobacter sakazaki. Selain itu terdapat makanan yang
berfungsi sebagai media pertumbuhan bakteri, sehingga bakteri dapat berkembang
biak, diantaranya bakteri Salmonella, Clostridium perfringens, Bacillus cereus,
dan Escherichia coli. Jenis mikroba yang terdapat dalam makanan meliputi
bakteri, kapang / jamur dan ragi serta virus yang dapat menyebabkan perubahan-
perubahan yang tidak diinginkan seperti penampilan, tekstur, rasa dan bau dari
makanan. Pengelompokan mikroba dapat berdasarkan atas aktifitas mikroba
(proteolitik, lipofilik, dsb) ataupun atas pertumbuhannya (psikrofilik, mesofilik,
halofilik, dsb) (BADAN POM RI, 2008).

2.5 Bentuk Bakteri


Dwidjoseputro (1989) menjelaskan bahwa berdasarkan bentuk morfologinya
bakteri dapat dibagi atas tiga golongan, yaitu golongan basil, golongan kokus, dan
golongan spiril.
a. Basil
Basil berbentuk serupa tongkat pendek dan silindris. Sebagian besar
bakteri berupa basil. Basil dapat bergandengan panjang disebut streptobasil,
bergandengan dua disebut diplobasil.
b. Kokus
Baktei yang bentuknya serupa bola – bola kecil. Golongan bakteri ini
tidak sebanyak seperti basil. Kokus ada yang bergandeng panjang yang
disebut streptokokus, ada yang bergandeng dua disebut diplokokus, ada yang
mengelompok empat yang disebut tetrakokus, kokus yang mengelompok
berupa suatu untaian disebut stafilokokus dan yang mengelompok serupa
kubus disebut sarsina.
c. Spiril
Bakteri yang bengkok serupa spiral. Bakteri yang berbentuk spiral
tidak banyak terdapat. Golongan ini merupakan golongan yang paling kecil
jika dibandingkan dengan golongan basil dan kokus.

2.6 Pertumbuhan Bakteri


Banyak faktor mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang terdapat
dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban,
nilai gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan tersebut diperoleh, serta
kondisi pengolahan ataupun penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu tinggi
dapat mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi / nilai
gizi atau bahkan merusak makanan tersebut (BADAN POM RI, 2008).
Menurut Hidayat (2005) dalam Jalaludin (2012) mengemukakan bahwa
pertumbuhan bakteri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Temperatur, secara umum bakteri dapat tumbuh baik pada suhu antara 25 –
35oC
b. Kelembaban, lingkungan lembab dan tingginya kadar air sangat
menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri.
c. Zat kimia, antibiotik, logam berat dan senyawa – senyawa kimia tertentu dapat
menghambat bahkan mematikan bakteri.

2.7 Bakteri Escherichia coli


Menurut Francesca et al. (2014) bakteri Escherichia merupakan bakteri
yang dapat hidup pada usus hewan mamalia termasuk manusia. Penyebaran
kotoran baik manusia dan hewan yang tidak terkontrol dalam lingkungan perairan
dapat menyebabkan lingkungan perairan tercemar oleh bakteri ini. Bakteri
Escherichia juga banyak mengkontaminasi ikan-ikan segar dan ini sangat
membahayakan jika ikan segar yang sudah terkontaminasi oleh bakteri
Escherichia dikonsumsi oleh konsumen. Bakteri Escherichia yang
mengkontaminasi ikan-ikan segar sumber utamanya adalah air, dan penanganan
ikan yang kurang baik.
Berdasaran taksonomi ilmiah, klasifikasi Escherichia coli sebagai berikut :
Ordo : Eubacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
Sumber : Staf pengajar FKUI (1999) dalam Jalaludin (2012)

Menurut Wibisono et al. (2000) dalam Faridz et al. (2007) Escherichia


coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang tidak berkapsul. Bakteri ini
umumnya terdapat dalam alat pencernaan manusia dan hewan. Sel Escherichia
coli memiliki ukuran panjang 2 – 6 µm dan lebar 1,1 – 1,5 µm, tersusun tunggal,
dan berflagel. Escherichia coli ini tumbuh pada suhu antara 10 – 45oC, dengan
suhu optimum 37oC dan pH optimum untuk pertumbuhannnya adalah pada 7 –
7,5. Bakteri Escherichia coli dapat menyebabkan diare pada manusia yang disebut
Entro patogenik Escherichia coli (EEG). Inveksi dari EEG dapat menyebabkan
penyakit seperti kolera dan desentri pada anak – anak dan orang dewasa. Masa
inkubasinya 8 – 44 jam.
Menurut Melliawati (2009) tanda- tanda umum E. coli :
- Bentuk bulat cenderung ke batang panjang
- Bentuk batang, biasanya berukuran 0,5 x 1 - 3 μ
- Terdapat sendiri sendiri, berpasang-pasangan dan rangkaian pendek
- Bergerak atau tidak bergerak
- Bergerak dengan menggunakan flagella peritrik
- biasanya tidak berbentuk kapsul
- Tidak membentuk spora
- Gram negatif
- Aerob, anaerob fakultatif.
Sifat - sifat khusus E. coli antara lain :
- Merupakan parasit dalam saluran pencernaan makanan manusia dan hewan
berdarah panas.
- Pada manusia kadang kadang menyebabkan penyakit enteritis, peritonitis,
cistitis dan sebagainya.
- Hasil uji methil red positif. Keluarga dari species ini memfermentasikan
laktosa dan glukosa dengan menghasilkan asam dan gas.
- Menghasilkan asam dalam jumlah yang banyak dari glukosa tetapi acethyl
methyl carbinol tidak dihasilkan.
- CO2 dan H2 kira kira dihasilkan dalam volume yang sama dalam glukosa.
- Pada umumnya asam uric tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya sumber
nitrogen.

2.8 Bakteri Salmonella sp


Poernomo (2004) mengemukakan Salmonella adalah salah satu dari 14
genus bakteri dari keluarga Enterobacteriaceae. Enterobacteriaceae ini adalah
bakteri yang berbentuk batang pendek, gram negatif, aerob/fakultatif, tidak
berspora, bergerak (peritrichous) tidak bergerak (atrichous), mereduksi nitrat
menjadi nitrit, mengadakan fermentasi glukosa dengan atau tanpa gas, katalase
positif, dan oksidasi negatif.
Salmonella adalah bakteri pendek (1-2 μm), Gram negatif, batang yang
tidak membentuk spora, biasanya motil dengan flagella peritrisous. Salmonella
adalah anaerob fakultatif yang secara biokimia dikarakterisasi dengan
kemampuannya memfermentasi glukosa yang memproduksi asam dan gas, dan
ketidakmampuannya menyerang laktosa dan sukrosa. Temperatur pertumbuhan
optimumnya 38oC (Forsythe and Hayes 1998 dalam Isyana, 2012).
D’aoust (2001) dalam Isyana (2012) mengemukakan Salmonella adalah
anaerob fakultatif yang secara biokimia dikarakterisasi dengan kemampuannya
memfermentasi glukosa yang memproduksi asam dan gas, dan
ketidakmampuannya menyerang laktosa dan sukrosa. Temperatur pertumbuhan
optimumnya 38oC (Forsythe and Hayes 1998). Salmonella adalah bakteri pendek
(1-2 µm), Salmonella aktif bertumbuh pada kisaran pH 3,6 – 9,5 dan optimal pada
nilai pH mendekati normal.
Taksonomi dari Salmonella sp adalah sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Camma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella sp
Sumber : D’aoust (2001) dalam Isyana (2012)

Menurut Sorrels et al. (1970) dalam Isyana (2012) sakit yang diakibatkan
oleh bakteri Salmonella dinamakan salmonellosis. Salmonella adalah penyebab
utama dari penyakit yang disebarkan melalui makanan. Pada umumnya, serotipe
Salmonella menyebabkan penyakit pada organ pencernaan. Orang yang
mengalami salmonellosis dapat menunjukkan beberapa gejala seperti diare, keram
perut, dan demam dalam waktu 8-72 jam setelah memakan makanan yang
terkontaminasi oleh Salmonella. Gejala lainnya adalah demam, sakit kepala, mual
dan muntah - muntah.
2.9 Sertifikat Kesehatan (Health Certification)
Menurut Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil
Perikanan, Pusat Sertifikasi Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan (2011)
Sertifikat Kesehatan (Health Certificate) yang sering di singkat dengan HC
merupakan sertifikat yang menya-takan bahwa ikan dan hasil per- ikanan telah
memenuhi persyaratan ja-minan mutu dan keamanan untuk di kon-sumsi manusia.
HC merupakan salah satu kelengkapan dokumen ekspor. Penerbitan HC dilakukan
oleh laboratorium pengujian yang ditunjuk oleh Kepala Badan Karantina Ikan,
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) selaku Otoritas
Kompeten, berdasarkan surat Keputusan Pendelegasian Kewenangan Kementerian
Kelautan dan Perikanan.
Persyaratan sertifikat kesehatan hasil perikanan :
a. Setiap produk perikanan yang dipasarkan untuk konsumsi manusia wajib
disertai dengan sertifikat kesehatan yang diterbitkan berdasarkan hasil
inspeksi dan hasil pengujian selama proses produksi atau In-Process
Inspection (IPI)
b. Sertifikat Kesehatan sebagaimana dimaksud huruf (a) hanya dapat diterbitkan
terhadap hasil perikanan yang berasal dari UPI yang telah mendapatkan
Sertifikat Penerapan HACCP dan atau Sertifikat Cara Penanganan Ikan yang
baik di Kapal
c. Sertifikat Kesehatan dimaksud huruf (b) harus sesuai dengan format yang
ditetapkan oleh Otoritas Kompeten
d. Sertifikat Kesehatan ditandatangani oleh Pejabat Penandatangan dengan
dibubuhi stempel BKIPM
e. Sertifikat Kesehatan harus memuat data dan informasi yang sesuai dengan
produk yang disertifikasi
f. Sertifikat Kesehatan harus diterbitkan sebelum hasil perikanan didistribusikan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 52a/Kepmen-Kp/2013, persyaratan jaminan mutu dan kemanan
hasil perikanan pada proses produksi, pengolahan, dan distribusi merupakan salah
satu upaya untuk melindungi masyarakat dari hal yang merugikan dan
membahayakan kesehatan, membina produsen serta untuk meningkatkan daya
saing produk dalam mencapai tingkat pemanfaatan sumber daya perikana secara
berdayaguna dan berhasil guna serta dalam rangka pengawasan dan pengendalian
mutu yang dipersyaratkan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor
Kep.61/Men/2009 Tentang Pemberlakuan Wajib Standar Nasional Indonesia
Bidang Kelautan Dan Perikanan. Memberlakukan secara wajib Standar Nasional
Indonesia bidang kelautan dan perikanan yang telah ditetapkan oleh Badan
Standardisasi Nasional (BSN) sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan
ini, untuk keperluan pembinaan dan/atau pengawasan kepada pelaku usaha di
bidang perikanan.
III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Kerja praktek ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Laboratorium
Balai Uji Standar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil
Perikanan (BUSKIPM) Provinsi DKI Jakarta

3.2 Rencana Jadwal Pelaksanaan Kerja Praktek


Tabel 2. Rencana Kegiatan
Kegiatan Kerja Bulan
Praktek Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sept
Pengajuan Judul KP
Draft Proposal KP
Pelaksanaan KP
Pembuatan Laporan KP
Ujian KP

3.3 Alat dan Bahan


Tabel 3. Alat
No. Alat Fungsi
1. Inkubator basah (Waterbath) Tempat pengembang biakkan bakteri
dengan direndam air pada suhu 43oC
± 0,5oC
2. Inkubator kering Tempat pengembang biakkan bakteri
pada suhu 43oC ± 0,5oC
3. Autoclave Untuk sterilisasi alat
4. Stomatcher Untuk menghomogenkan sampel
dengan media
5. Vortex Mixer Untuk pengadukan sampel dengan
media
6. Neraca analitik Untuk menimbang sampel dan media
7. Hot Plate Sebagai pemanas media agar cepat
homogen
8. Stirer Pengaduk media pada Hot Plate
9. Bunsen Sebagai pemanas atau penyeteril alat
jarum ose
10. Erlenmeyer Tempat pembuatan atau pencampuran
media
11. Gelas ukur Tempat media atau pencampuran
media dan tempat aquades
12. Labu ukur
13. Micropipet Untuk memindahkan larutan
14. Oven Untuk sterilisasi kering
15. Cawan petri Tempat media tumbuh bakteri
16. Spatula Sebagai alat pengaduk
17. Tabung durham Alat untuk melihat ada tidaknya
bakteri dengan gas yang terdapat di
tabung

Adapun bahan yang digunakan sebagai berikut :


Tabel 4. Bahan
No. Bahan Fungsi
1. Ikan Tuna (Thunnus sp) Sampel yang akan diuji
2. Aquadest Sebagai pelarut media dan
pengkalibrasi alat
3. Media Lactose Broth (LB) Media pengkayaan bakteri
4. LARUTAN Butterfield’s Phosphate
Buffered (BFP)
5. EC Broth Media pendugaan bakteri E. coli
6. Briliant Green Lactose Bele (BGLB) Media penegasan bakteri E. Coli
7. Levine’s Eosin Methylen Blue (L- Media selektif agar untuk
EMB) penegasan bakteri E.coli
8. Media Tetrahionate Broth (TTB) Media pengkayaan bakteri
9. Media Triple Sugar Iron (TSI) Media penegasan
10. Media Rapaport Vassiliadis (RV) Media pengkayaan bakteri
11. Media Hectoen Enteric Agar (HE) Untuk media isolasi
12. Media Lysine Iron Agar (LIA) Untuk media penegasan
13. Media Bismut Sulfit Agar (BSA) Untuk media isolasi
14. Media XLD Agar Untuk media isolasi
15. Media Triptose Bouillon (TB) Untuk media uji biokimia
16. Media MR-VP Broth Untuk media uji biokimia
17. Media Simmons Citrate Agar (SC) Untuk media uji biokimia
18. Spritus Bahan bakar bunsen
19. Kertas kopi Untuk penutup tempat media
20. Kertas Label Untuk memberi tanda pada
media
21. Kapas Sebagai penutup erlenmeyer

3.4 Metode Kerja Praktek


Langkah pertama yang dilakukan dimulai dari pengambilan sampel produk
ikan Tuna, kemudian dilakukan pengujian di laboratorium (Pengujian yang
dilakukan adalah uji identifikasi bakteri Eschericia coli dan Salmonella sp) dan di
lampirkan Laporan Hasil Uji (LHU) yang dikeluarkan sebagai jaminan
diterbitkannya sertifikat kesehatan (Health Sertificate). Berikut skema atau
langkah-langkah pengujian bakteri sampai penerbitan sertifikat kesehatan (Health
Sertificate).

Pengambilan sampel produk Ikan Tuna

Pengujian sampel produk Ikan Tuna di Laboratorium

Identifikasi Bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp pada Ikan Tuna

Penerbitan Sertifikat Kesehatan (Health Certificate)

Gambar 6. Skema Pengujian


3.4.1 Uji Identifikasi Bakteri Eschericia coli
a. Uji pendugaan coliform
1. 10 g sampel ikan + 100 mL aquadest, haluskan dan dilakukan pengenceran
bertingkat 10-1, 10-2, dan 10-3
2. Pengenceran 10-2 disiapkan terlebih dahulu dengan cara melarutkan 1 ml
larutan 101 ke dalam 9 ml larutan pengencer Butterfield’s Phosphate
Buffered (BFP). Kemudian di siapkan kembali pengenceran selanjutnya
sesuai dengan pendugaan kepadatan populasi contoh (10-3). Dan pada
setiap pengenceran dilakukan penghomogenisasian dengan menggunakan
Vortex Mixer.
3. Larutan 10-2 di siapkan dengan menggunakan Finnpipette untuk
memindahkannya, sebanyak 1 ml larutan dari setiap pengenceran ke dalam
3 seri atau 5 seri tabung Lauryl Tryptose Broth (LTB) yang berisi tabung
durham.
4. Tabung-tabung tersebut di inkubasi selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 35oC
± 1oC. Kemudian lihat gas yang terbentuk setelah di inkubasi selama 24
jam dan kemudian tabung-tabung negatif di inkubasi selama 24 jam.
Tabung yang positif ditandai dengan kekeruhan dan gas dalam tabung
durham. Kemudian dilakukan “uji penegasan coliform” untuk tabung-
tabung positif tersebut.

b. Uji penegasan coliform


1. Tabung-tabung LTB yang positif di inokulasikan ke tabung-tabung BGLB
Broth yang berisi tabung durhamdengan menggunakan jarum ose loop.
BLGB Broth yang telah diinokulasi kemudian di inkubasi selama 48 jam ±
2 jam pada suhu 35oC ± 1oC.
2. Tabung-tabung BGLB yang menghasilkan gas selama 48 jam ± 2 jam pada
suhu 35oC ± 1oCkemudian di analisis dan Tabung positif ditandai dengan
kekeruhan gas dalam tabung durham.
3. Kemudian lihat angka paling memungkinkan (APM) berdasarkan jumlah
tabung-tabung BGLB yang positif dengan menggunakan Angka Paling
Memungkinkan (APM). Dan nilainya bias di tentukan sebagai “APM/g
coliform”.

c. Uji pendugaan Escherichia coli


1. Pada setiap tabung LTB yang positif, di inokulasikan ke tabung-tabung EC
Broth yang berisi tabungdurhamdengan menggunakan jarum ose loop.
Kemudian EC Broth diinkubasi basah pada waterbathdengan sirkulasi
selama 48 jam ± 0,5oC. Waterbath harus dalam keadaan bersih, air di
dalamnya harus lebih tinggi dari tinggi cairan yang ada dalam tabung yang
akan diinkubasi.
2. Periksa tabung-tabung EC Broth yang menghasilkan gas selama 24 jam ±
2 jam di analisis, jika negatif di inkubasi kembali sampai 48 jam ± 2 jam.
Dan Tabung positif ditandai dengan kekeruhan dan gas dalam tabung.
3. Kemudian lihat angka paling memungkinkan (APM) berdasarkan jumlah
tabung-tabung BGLB yang positif dengan menggunakan Angka Paling
Memungkinkan (APM). Dan nilainya bias di tentukan sebagai “APM/g
coliform”.
4. Untuk menegaskan ada atau tidaknya bakteri tersebut kemudian dilakukan
uji penegasan Escherichia coli

d. Uji penegasan Escherichia coli


1. Tabung-tabung EC Broth yang positif di gores dengan menggunakan
jarum ose ke LEMB agar, kemudian di Inkubasi selama 24 jam ± 2jam
pada suhu 35oC ± 1oC.
2. Koloni Escherichia coli terduga, memberikan ciri khas (typical) yaitu :
tempat penggoresan yang di gores dengan menggunakan jarum ose tadi
berubah menjadi warna kuning keemasan.
3. Kemudian koloni (typical) Escherichia colipada masing-masing cawan
LEMB– agar di pindahkan lebih dari satu koloni dan di gores dengan
menggunakan jarum ose ke media PCA miring dengan menggunkan jarum
tanam. Selanjutnya di inkubasi selama 24 jam ± 2 jam pada suhu 35oC ±
1oC.
4. Jika koloni yang khas (typical) tidak ada, maka koloni yang tidak khas
(typical) Escherichia colidi pindahkan ke media PCA miring satu atau
lebih koloni.

3.4.2 Uji Identifikasi Bakteri Salmonella sp


a. Persiapan Sampel Ikan Tuna
Sampel ikan tuna diambil dagingnya secara acak lalu di timbang 25gr
dengan timbangan analitik.

b. Pengkayaan Bakteri Pada Media Lactose Broth (LB)


1. Masukkan sampel ikan tuna 25 gr ke dalam plastik lalu tambahkan 225 ml
larutan Lactose Broth (LB).
2. Homogenisasi pada stomatcher selama ± 3 menit
3. Inkubasi sampel pada inkubator kering selama ± 24 jam dengan suhu 43ºC

c. Pengkayaan Bakteri Pada Media Rapaport Vassiliadis (RV) dan


Tetrahionate Broth (TTB)
1. Hasil pengayaan bakteri pada media LB di dalam inkubator di aduk dengan
hati - hati menggunakan spatula, lalu di campurkan ke dalam media RV
dan TTB yang ada di dalam tabung reaksi yang telah disediakan sebanyak 1
ml dengan finnpippette.
2. Beri label pada masing-masing tabung reaksi.
3. Inkubasi kembali ke Waterbath Incubator (Inkubasi basah) selama ±
24 jam, dengan suhu 43ºC.

d. Uji Pada Media Selektif Agar HE, BSA, dan XLD


1. Media TTB dan RV yang telah di inkubasi, kemudian setiap tabung reaksi
yang telah diberi label di ambil sampel didalamnya dengan menggunakan
Jarum Ose Lingkar
2. Lalu masing-masing setiap tabung di pindahkan ke media HE, BSA,dan
XLD dengan metode penggoresan :
Gambar 7. Formasi goresan untuk metode penggoresan

3. Di inkubasi pada Inkubator kering selama ± 24 jam dengan suhu 42ºC.


4. Setelah itu dapat ditentukan petridish dengan media dan sampel apa yang
positif diduga terdapat bakteri Salmonella sp. Dengan cara melihat warna
yang di timbulkan masing-masing pada petridish.
5. Pada media HE, koloni akan berwarna hijau kebiruan dengan atau tanpa
titik hitam dan H2S.
6. Pada media XLD, koloni akan berwarna pink dengan atau tanpa titik hitam
dan H2S, atau terlihat hampir seluruh koloni berwarna hitam.
7. Pada media BSA, koloni akan berwarna keabu-abuan atau
kehitaman,kadang-kadang metalik, media sekitar koloni berwarna hitam
dengan makin lamanya waktu inkubasi.
DAFTAR PUSTAKA

Affiano Ibnu. 2011. Analisis Perkembangan Histamin Tuna (Thunnus Sp.) Dan
Bakteri Pembentuknya Pada Beberapa Setting Standar Suhu Penyimpanan
[skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor. hlm 3-5

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Pengujian


Mikrobiologi Pangan. Info POM. Vol. 9 No. 2 : hlm 2-3

BKIPM. 2011. Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan Serifikat Kesehatan Hasil
Perikanan. Jakarta : Kementerian Kelautan dan Perikanan

Dwidjoseputro. 1989. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Malang : Djambatan. 22 hal

Faridz R, Hafiluddin, Anshari M. 2007. Analisis Jumlah Bakteri dan Keberadaan


Escherichia coli Pada Pengolahan Ikan Teri Nasi di PT. Kelola Mina Laut
Unit Sumenep. Embryo. Vol. 4 (No. 2) : 2 hal

Francesca L, Lohoo LH, Mewegkang HW. 2014. Identifikasi Bakteri Escherichia


Pada Ikan Selar (Selaroides Sp.) Bakar Di Beberapa Resto Di Kota
Manado. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan. Vol. 2 (No.1) : 1-2

Hardiana PK. 2009. Evaluasi Risiko Semi-Quantitative Kadar Histamin Ikan Tuna
Pada Proses Pembongkaran Di Transit Dan Pengolahan Produk Tuna Loin
Beku [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor. hlm 9-11

Isyana Fitrah. 2012. Studi Tingkat Higiene Dan Cemaran Bakteri Salmonella Sp
Pada Pembuatan Dangke Susu Sapi Di Kecamatan Cendana Kabupaten
Enrekang [skripsi]. Makassar : Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin. hlm 15-20

Jalaluddin. 2012. Analisa Bakteri Escherichia coli di Kolam Renang Waterboom


[skripsi]. Aceh : Akademi Analisis Kesehatan Banda Aceh. hlm 9-15
Mahendra Timor. 2005. Evaluasi Risiko Bahaya Keamanan Pangan (Haccp) Tuna
Kaleng Dengan Metode Statistical Process Control [skripsi]. Bogor :
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. hlm 10-12

Melliawati Ruth. 2009. Escherichia coli Dalam Kehidupan Manusia. BioTrends.


Vol. 4 No.1

Poernomo Sri. 2004. Variasi Tipe Antigen Salmonella Pullorum yang Ditemukan
Di Indonesia Dan Penyebaran Serotipe Salmonella Pada Ternak.
Wartazoa. Vol. 14 (No. 4) : 1 hal

Suriawiria Unus. 1985. Mikrobiologi Air. Bandung : Alumni 1986. 8 hal

Trilaksani W, Bintang M, Monintja, Hubeis M. 2010. A. Jurnal Pengolahan Hasil


Perikanan Indonesia. Vol 13 (No. 1) : 2-5

Yudiarosa Indriana. 2009. Analisis Ekspor Ikan Tuna Indonesia. Wacana. Vol 12
(No.1) : 8

Anda mungkin juga menyukai