Anda di halaman 1dari 8

Analisis Penerapan Sanitasi dan Higiene Terhadap Proses Pembuatan Ikan Asap

di Tempat Pengasapan Ikan Kawasan Wisata Pantai Kenjeran

Disusun Oleh :

1. Novrida Wulan Amalia (142011233025)

2. Warda Chafidya (142011233026)

3. Halimatus Sa’adiyah (142011233027)

4. Dian Rosa Sahara (142011233028)

5. Nova Elisa Aderly (142011233029)

6. Fiqkri Pramana Adji (142011233030)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL

PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA


SURABAYA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Hasil perikanan tangkap yang ada di Indonesia memiliki peran yang vital, yaitu
sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, sumber pangan terkhususnya protein hewani,
dan penyedia lapangan kerja (Kusdiantoro dkk., 2019). Ikan merupakan sumber
pangan yang memiliki banyak manfaat karena kandungan protein, asam lemak tak
jenuh, vitamin dan mineralnya. Konsumsi ikan banyak memberikan manfaat berupa
mencegah penyakit kardiovaskular, kelainan metabolik, demensia, pengurangan
depresi dan lain – lain. Meskipun ikan menjadi makanan yang permintaannya
meningkat, pemenuhan konsumsi ikan memiliki tantangan karena sifatnya yang
mudah sekali mengalami kemunduran mutu, mudah teroksidasi dan ketersediaannya
yang sebagian musiman (Zang et al., 2020). Penurunan mutu ikan terjadi setelah ikan
ditangkap atau mati. Kecepatan penurunan mutu ini diakibatkan oleh beberapa faktor
yaitu jenis kelamin, jenis ikan, kondisi lingkungan, perlakuan fisik, jumlah jasad renik,
dan aktivitas enzim (Kalista et al., 2018).
Akibat dari mudah busuknya ikan, munculah teknologi pengawetan ikan dengan
pembekuan, penggaraman, pengasapan, serta fermentasi yang banyak dilakukan
karena biaya yang murah, mudah, dan hemat energi (Zang et al., 2020). Pengasapan
merupakan salah satu teknik pengawetan ikan secara tradisional yang banyak dan
sudah digunakan sejak 9000 tahun lalu (Slámová et al., 2021). Hal ini dikarenakan
proses pengasapan mampu memperpanjang daya simpan ikan, memberikan rasa serta
aroma yang khas pada produk ikan nantinya (Iko et al., 2021). Meskipun begitu, ikan
hasil pengasapan juga dapat terkontaminasi saat pemrosesannya, saat proses
pengasapan komponen kimia yang terkandung dapat terakumulasi dan mengendap
dalam produk karena suhu, kelembaban, laju alir, densitas asap, serta volatilitas
senyawa tertentu (Slámová et al., 2021).
Usaha perikanan tangkap di Kota Surabaya meliputi penangkapan
ikan, budidaya ikan, dan usaha pasca penangkapan yang mengelola dan
memasarkan produknya yang biasanya berskala rumah tangga. Salah satu sentra
olahan ikan di Kota Surabaya adalah di daerah tepi Pantai Kenjeran. Pengasapan Ikan
di Kenjeran sudah cukup lama berdiri dan didirikan oleh pengusaha disekitaran
kawasan Kenjeran. Olahan hasil laut yang terdapat di Kawasan Kenjeran salah
satunya yakni ikan panggangan (ikan asap). Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilihan lokasi Pedagang Kaki Lima berada di kawasan
Kenjeran adalah kedekatan lokasi dengan tempat keramaian dan kedekatan lokasi
dengan tempat tinggal (Wijaya dkk., 2021).
Masyarakat kawasan Kenjeran umumnya mengolah hasil perikanan tangkap
mereka menjadi ikan asap, proses pengasapan yang digunakan pada kawasan ini
banyak menggunakan teknik tradisional dengan ikan diletakkan pada atas kayu yang
dibakar dan terjadi kontak langsung antara ikan dan asap hasil pembakaran kayu,
umumnya pengasapan tradisional dilakukan menggunakan alat sederhana dan kurang
memperhatikan sanitasi serta higiene dari produk yang akan dihasilkan, hal ini dapat
berdampak pada kesehatan konsumen dan lingkungan kedepannya(Rorano dkk.,
2019). Oleh karena alasan tersebut, perlu dilakukan analisis terhadap sanitasi dan
higiene ikan asap yang diolah di kawasan Kenjeran agar produk ikan asap Kenjeran
tidak berbahaya jika dikonsumsi jangka panjang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sanitasi dan higiene dari proses pengolahan ikan asap
di Kenjeran?
2. Bagaimana penerapan GMP pada proses pengolahan ikan asap kawasan
Kenjeran?
3. Bagaimana organoleptik dari ikan asap kawasan Kenjeran?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui sanitasi dan higiene dari proses pengolahan ikan asap di
Kenjeran.
2. Untuk mengetahui penerapan GMP pada proses pengolahan ikan asap
kawasan Kenjeran.
3. Untuk mengetahui organoleptik ikan asap kawasan Kenjeran.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Hasil
Tabel 1. Perhitungan jumlah mikrobia pada sampel………………………….

No Media Jumlah koloni CFU

10-1 10-2 10-3

1 Nutrien Agar >300 >300 >10 Pengenceran


10-1 = 300

Pengenceran
10-2 = 30

Pengenceran
10-3 =0,1

CFU/ml dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

CFU/ml = (jumlah koloni x faktor pengenceran) / volume inokulum


1. Pengenceran 10-1
CFU/ml = (300 x 10-1) : 0,1 = 300
2. Pengenceran 10-2
CFU/ml = (300 x 10-2) : 0,1 = 30
3. Pengenceran 10-3
CFU/ml = (10 x 10-3) : 0,1 = 0,1

2.2 Pembahasan
Terasi merupakan salah satu bumbu masakan khas Indonesia. terasi terbuat
dari udang kecil atau rebon dengan penambahan garam yang difermentasi pada suhu
tertentu selama beberapa hari. Terasi yang baik dan berkualitas tidak mengandung
bakteri yang dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi konsumen. Kandungan
bakteri dalam terasi tercantum dalam stndar kualitas mikrobiologis terasi menurut
SNI 2076:2016. Standar kualitas mikrobiologis terasi yaitu tidak mengandung bakteri
E.coli dan Salmonella dengan standar batas bakteri yang diperbolehkan pada bahan
pangan yaitu 103 CFU/g. Adanya bakteri pada terasi menunjukkan rendahnya sanitasi.
Proses pembuatan terasi fermentasi dengan menggunakan bahan baku dan peralatan
yang tidak steril dapat meyebabkan tumbuhnya bakteri pathogen (Helmi dkk, 2022).
Escherichia coli merupakan salah satu jenis spesies utama bakteri gram
negative. E. coli hidup di dalam tanah. Apabila terjadi pencemaran, tanah menjadi
media pertumbuhan yang baik untuk bakteri ini dan menyebabkan peningkatan
konsentrasi E.coli dalam tanah. E. coli tidak dapat dibunuh dengan pendinginan
maupun pembekuan, bakteri ini hanya bisa dibunuh oleh antibiotic, sinar ultraviolet
(UV), atau suhu tinggi >100 °C. E.coli merupakan bakteri berbentuk batang dengan
panjang sekitar 2 micrometer dan diameter 0.5 micrometer. Pada umumnya, bakteri
E.coli dapat ditemukan pada makanan yang terkontaminasi melalui peralatan yang
digunakan maupun bahan yang digunakan. E.coli juga dapat ditemukan dalam usus
besar manusia. Bakteri E.coli kebanyakan tidak berbahaya, namun beberapa E.coli
tipe O157:H7 dapat mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia
yaitu diare berdarah karena eksotoksin yang dihasilkan verotoksin (Sutiknowati,
2016).
Bakteri selanjutnya yang umunya terdapat pada terasi yaitu salmonella.
Salmonella sp. Merupakan salah satu contoh bakteri gram negative. Salmonella sp.
Merupakan penyebab utama keracunan pada makanan yang dapat menyebabkan
gastroenteritis dan juga merupakan bakteri penyebab terjadinya demam tipoid. Bakteri
ini dapat ditularkan melalui makanan, khusunya makanan yang berasal dari laut dan
perairan (Ubaidillah, 2020). Salah satu sumber makanan yang berasal dari hasil
perairan yaitu udang. Udang tersebut nantinya akan diolah menjadi produk lainnya
seperti terasi yang digunakan untuk bumbu masakan dapur masyarakat Indonesia.
Akan tetapi udang yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan terasi tidak menutup
kemungkinan tercemar oleh bakteri diantaranya salmonella sp. Sumber dari
pencemaran bermacam-macam, mulai dari bahan baku yang digunakan, proses
pengolahan, penangangan, hingga peralatan yang dipakai.
Pengujian total bakteri pada terasi udang dilakukan dengan 3 kali pengenceran.
Pada pengenceran pertama (10-1) diperoleh jumlah sebesar >300 koloni. Pengenceran
kedua (10-2) memiliki jumlah total bakteri sebanayak >30 koloni. Sedangkan pada
pengenceran ketiga (10-3) tidak ditemukan bakteri yang tumbuh pada media agar
sehingga ditulis <10 koloni. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Tivani (2018) jika
tidak ada koloni yang tumbuh dalam cawanpetri, nyatakan jumlah bakteri perkiraan
lebih kecil dari satu dikalikan dengan faktor pengenceran yang terendah (<10). Hasil
pengujian menunjukkan bahwa jumlah ALT (Angka Lempeng Total) mengalami
penurunan seiring bertambah tingginya pengenceran. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Tivani (2018), semakin tinggi tingkat pengenceran maka semakin rendah
jumlah koloni yang tumbuh dalam medium.
Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa jumlah ALT (Angka
Lempeng Total) pada terasi udang dilakukan perhitungan rata – rata pada setiap
pengenceran dan menghasilkan jumlah 1,1 x 10-2. Angka tersebut berada di bawah
batas maksimal yang ditentukan oleh SNI-19-2897-1992 yaitu sebesar 1 x 104
sehingga mutu terasi tersebut memenuhi syarat (Novinta, 2021). Jumlah nilai ALT
dipengaruhi oleh sanitasi dan higiene yang diterapkan oleh perusahaan selama proses
pembuatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan yang memproduksi terasi
tersebut telah menerpakan sanitasi dan higiene dengan baik dan menghindari
kontaminasi bakteri pada produk yang dapat mempengaruhi jumlah ALT. Terjadinya
kontaminasi bakteri pada terasi dapat dimulai dari ketika proses pengolahan, tempat
penyimpanan, selanjutnya pada saat penyiapan bisa saja pembungkus terasi atau
tempat yang lain sudah tercemar (Linda dkk., 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Helmi, H., Arsyadi, A., & Salmi, S. (2022). Uji Kualitas Bakteri pada Terasi Toboali
dengan Lama Fermentasi yang Berbeda. EKOTONIA: Jurnal Penelitian
Biologi, Botani, Zoologi Dan Mikrobiologi, 7(1), 77-83.
Iko Afé, O. H., Kpoclou, Y. E., Douny, C., Anihouvi, V. B., Igout, A., Mahillon, J., ...
& Scippo, M. L. (2021). Chemical hazards in smoked meat and fish. Food
Science & Nutrition, 9(12), 6903-6922.
Kalista, Ayu, Amin Redjo, dan Umi Rosidah. 2018. Analisis Organoleptik
(Scoring Test) Tingkat Kesegaran Ikan Nila Selama Penyimpanan.
FishtecH – Jurnal Teknologi Hasil Perikanan, 7(1), 98-103.
Kusdiantoro, Achmad Fahrudin, Sugeng Hari W., dan Bambang Juanda. 2019.
Perikanan Tangkap di Indonesia: Potret dan Tantangan Keberlanjutannnya.
Jurnal Sosek KP, 14(2), 145-162.
Linda, L., Gani, A., & Darwis, I. (2017). Identifikasi
Salmonella sp Pada Terasi Yang Diperjualbelikan di Pasar Daya Kota
Makassar. Jurnal Media Laboran, 7(2), 38-45.
Novinta. (2021). Pemeriksaan Angka Lempeng Total dan Angka Kapang Khamir
pada Terasi yang Dijual di Pasar Tradisional di Kota Medan.
Rorano, M., & Nur, R. M. (2019). Sanitasi dan Higiene Pengolahan Ikan Tuna dan
Cakalang Asap Di Tanah Tinggi Desa Gotalamo Kabupaten Pulau
Morotai. Jurnal Aksara Publik, 3(2), 134-141.
Slámová, T., Fraňková, A., & Banout, J. (2021). Influence of traditional Cambodian
smoking practices on the concentration of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons
(PAHs) in smoked fish processed in the Tonle Sap area, Cambodia. Journal of
Food Composition and Analysis, 100, 103902.
Sutiknowati, L. I. (2016). Bioindikator pencemar, bakteri Escherichia coli. Jurnal
Oseana, 41(4), 63-71.
Tivani, I. (2018). Uji Angka Lempeng Total (ALT) Pada Jamu
Gendong Temu Ireng Di Desa Tanjung Kabupaten Brebes. Para
pemikir: Jurnal Ilmiah Farmasi, 7(1).
Ubaidillah, U. (2020). Deteksi Cemaran Salmonella spp. pada Udang Putih yang
Dijual di Pasar Tradisional. Jurnal Farmasetis, 9(1), 81-88.
Wijaya, D. O., Soedarto, T., & Santoso, W. (2021). KAJIAN FINANSIAL
AGROINDUSTRI IKAN ASAP DI KECAMATAN BULAK KOTA
SURABAYA. Agrienvi: Jurnal Ilmu Pertanian, 15(1), 33-40.
Zang, J., Xu, Y., Xia, W., & Regenstein, J. M. (2020). Quality, functionality, and
microbiology of fermented fish: a review. Critical Reviews in Food Science
and Nutrition, 60(7), 1228-1242.

Anda mungkin juga menyukai