masyarakat kita. Dan tiap kali mendengar kata birokrasi, kita langsung terpikir
mengenai berbagai urusan prosedural penyelesaian surat-surat yang berkaitan dengan
pemerintahan. Birokrasi kini
dipandang sebagai sebuah sistem dan alat manajemen pemerintahan yang amat buruk.
Dikatakan demikian karena kita
mencium bahwa aroma birokrasi sudah melenceng dari tujuan semula sebagai medium
penyelenggaraan tugas-tugas
kemanusiaan, yaitu melayani masyarakat (public service) dengan sebaik-baiknya.
Lagi-lagi, yang terpampang birokrasi kini identik dengan peralihan dari meja ke meja, proses
yang ribet, berbelit-belit, dan
tidak efisien. Urusan-urusan birokrasi selalu menjengkelkan karena selalu berurusan dengan
pengisian formulir-formulir,
proses perolehan izin yang melalui banyak kontrol secara berantai, aturan-aturan yang ketat
yang mengharuskan
seseorang melewati banyak sekat-sekat formalitas dan sebagainya.
Citra buruk yang melekat dalam tubuh birokrasi dikarenakan sistem ini telah dianggap
sebagai tujuan bukan lagi
sekadar alat untuk mempermudah jalannya penyelenggaraan pemerintahan.
Kenyataannya, birokrasi telah lama
menjadi bagian penting dalam proses penyelenggaraan pemerintahan negara. Terkesan,
mustahil negara tanpa
birokrasi. Tapi, birokrasi seperti apa yang sangat menjanjikan bagi kita kalau sudah demikian
parahnya penyakit yang
melekat dalam tubuhnya itu?
Sangat penting apabila kita meninjau kembali definisi birokrasi. Menurut Peter M. Blau
(2000:4), birokrasi adalah tipe
organisasi yang dirancang untuk menyelesaikan tugas-tugas administratif dalam skala besar
dengan cara
mengkoordinasi pekerjaan banyak orang secara sistematis. Poin pikiran penting dari definisi
di atas adalah bahwa
birokrasi merupakan alat untuk memuluskan atau mempermudah jalannya penerapan
kebijakan pemerintah dalam upaya
melayani masyarakat.
Kenyataan yang terjadi hingga detik ini, birokrasi hanya sebagai perpanjangan
tangan pemerintah untuk dilayani
masyarakat. Atau dengan birokrasi pejabat pemerintahan ingin mencari keuntungan lewat
birokrasi. Sebuah logika yang
terbalik, memang! Seharusnya birokrasi adalah alat untuk melayani masyarakat dengan
berbagai macam bentuk
kebijakan yang dihasilkan pemerintah.
Birokrasi menjadi sarang penyamun bagi beberapa oknum yang berupaya memanfaatkan
sistem ini. Birokrasi telah
menjadi terali besi (iron cage) yang membuat pengap kondisi bangsa kita akibat ulah para
penjahat berbaju birokrat.
Konsep Max Weber
Berbicara soal birokrasi, kita pasti teringat konsep yang digagas Max Weber, sosiolog
ternama asal Jerman, yang dikenal
melalui ideal type (tipe ideal) birokrasi modern. Model itulah yang sering diadopsi dalam
berbagai rujukan birokrasi negara
kita, walaupun dalam penerapan tidak sepenuhnya bisa dilakukan. Tipe ideal itu melekat
dalam struktur organisasi
rasional dengan prinsip rasionalitas, yang bercirikan pembagian kerja, pelimpahan
wewenang, impersonalitas,
kualifikasi teknis, dan efisiensi.
Pada dasarnya, tipe ideal birokrasi yang diusung oleh Weber bertujuan ingin menghasilkan
efisiensi dalam pengaturan
negara. Tapi, kenyataan dalam praktik konsep Weber sudah tidak lagi sepenuhnya tepat
disesuaikan dengan keadaan
saat ini, apalagi dalam konteks Indonesia. Perlu ada pembaharuan makna dan kandungan
birokrasi.
Secara filosofis dalam paradigma Weberian, birokrasi merupakan organisasi yang rasional
dengan mengedepankan
mekanisme sosial yang memaksimumkan efisiensi. Pengertian efisiensi digunakan secara
netral untuk mengacu pada
aspek-aspek administrasi dan organisasi. Dalam pandangan ini, birokrasi dimaknai sebagai
institusi formal yang
memerankan fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat.
Jadi, birokrasi dalam
pengertian Weberian adalah fungsi dari biro untuk menjawab secara rasional terhadap
serangkaian tujuan yang
ditetapkan pemerintahan.
Kalau boleh dibilang, birokrasi Weber berparadigma netral dan bebas nilai. Tidak ada unsur
subyektivitas yang masuk
dalam pelaksanaan birokrasi karena sifatnya impersonalitas: melepaskan baju individu
dengan ragam kepentingan yang
ada di dalamnya.
Berbeda dengan konsep birokrasi yang digagas oleh Hegel dan Karl Marx. Keduanya
mengartikan birokrasi sebagai
instrumen untuk melakukan pembebasan dan transformasi sosial. Hanya saja Marx pesimis
dengan birokrasi karena
instrumen negara ini hanya dijadikan alat untuk meneguhkan kekuatan kapitalisme dan
akhirnya jauh dari harapan dan
keinginan masyarakat.
Sebagai sebuah konsep pemerintahan yang paling penting, birokrasi sering dikritik karena
ternyata dalam praktiknya
banyak menimbulkan problem inefisiensi. Menjadi sebuah paradoks, seharusnya dengan
adanya birokrasi segala
urusan menjadi beres dan efisien tapi ternyata setelah diterapkan menjadi batu penghalang
yang tidak lagi menjadi
efisien. Ada yang mengkritik bahwa birokrasi hanya menjadi ajang politisasi yang dilakukan
oleh oknum partai yang ingin
meraih kekuasaan dan jabatan politis. Term efisiensi layak digugat.
Zaman Sudah Berbeda
Rasionalitas dan efisiensi adalah dua hal yang sangat ditekankan oleh Weber. Rasionalitas
harus melekat dalam
tindakan birokratik, dan bertujuan ingin menghasilkan efisiensi yang tinggi. Menurut Miftah
Thoha (2003:19), kaitan
keduanya bisa dilacak dari kondisi sosial budaya ketika Weber masih hidup dan
mengembangkan pemikirannya. Kata
kunci dalam rasionalisasi birokrasi ialah menciptakan efisiensi dan produktifitas yang tinggi
tidak hanya melalui rasio
yang seimbang antara volume pekerjaan dengan jumlah pegawai yang profesional tetapi juga
melalui pengunaan
anggaran, pengunaan sarana, pengawasan, dan pelayanan kepada masyarakat.
Kalau ditelisik, konsep rasionalitas dan efisiensi yang membingkai dalam ramuan birokrasi
adalah susunan hirarki, di
mana ukurannya tergantung kebutuhan pada masing-masing zaman. Zaman kita sangat
berbeda dengan zaman yang
tengah terjadi pada saat Weber masih hidup.
Hal yang sangat menarik adalah kritik yang disampaikan Warren Bennis melalui tulisannya
Organizational Developments
and the Fate of Bureucracy dalam Industrial Management Review 7 (1966). Bennis
1. Pengertian Birokrasi
Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bahasa inggris bureau + cracy),
diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk
piramida, dimana lebih banyak orang berada ditingkat bawah dari pada tingkat
atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya administratif maupun militer.
(Wikipedia)
Berikut beberapa definisi birokrasi menurut para ahli :
1. Jay M Shafritz dan E. W Russel (1997)
Jay M Shafritz dan E. W Russel merumuskan birokrasi sebagai :
Karakteristik Negatif
Para pejabat tidak memiliki kantor sendiri. (The official does not own his or
her office)
Promosi didasarkan pada pertimbangan kemampuan yang melebihi ratarata. (Promotion is based on superiors judgement)
Jabatan Struktural
Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dalam struktur
organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang
terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh jabatan
struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro,
dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah adalah:
sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang,
kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah.
1. b.
Jabatan Fungsional
Jabatan fungsional adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur
organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya sangat diperlukan dalam
pelaksansaan tugas-tugas pokok organisasi, misalnya: auditor (Jabatan
Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker,
peneliti, perencana, pranata komputer, statistisi, pranata laboratorium
pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor.
Sumber Referensi :
Dari Buku :
Patalogi Birokrasi
Senin, 22 Oktober 2012
Kritik Birokrasi "ideal type" Weber ditinjau dari ekologi
BIROKRASI PEMERINTAHAN DAN KEKUASAAN DI INDONESIA
(KRITIK TERHADAP : PERCAKAPAN IMAJINER DENGAN MAX WEBER)
Penulis : Prof. Miftah Thoha, MPA
PENGANTAR
yang terjadi saat ini dan mampu meramalkan persoalan yang akan datang.
Perubahan tersebut juga mempengaruhi penataan kembali tatanan organisasi,
yaitu suatu pertumbuhan yang cepat dalam organisasi yang akan mengalami
penambahan dan perubahan yang bervariasi guna menerobos kesulitan birokrasi
itu sendiri.
Dan akhirnya saya berpendapat bahwa birokrasi Weberian merupakan dasar
munculnya sebuah teori Birokrasi dengan model ideal type dengan
menitikberatkan pada impersonalitas guna tercapainya rasionalitas. Yang saya
yakini sebagai Pondasi dari konsep birokrasi itu sendiri. Namun sesuai dengan
perkembangan jaman maka bermunculan bentuk-bentuk organisasi baru, dan ini
memerlukan perpaduan antara impersonal dan personal. Karena manusia
bagaimanapun tetap manusia, sehingga mampu menggabungkan kedua
konsepsi ini dalam menjawab permasalahan dalam organisasi sehingga muncul
suatu Keseimbangan Birokrasi (Miftah Thoha).
MAP UGM Angkatan 57