Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS KELOLAAN INTERPROFESIONAL EDUCATION PADA

PASIEN PNEUMONIA
DI BANGSAL MELATI 2 RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kelompok


Stase Keperawatan Anak

Disusun oleh :
1. Atika Pretty Amalia

(15/390638/KU/18354)

2. Puti Damayanti

(15/390641/KU/18357)

3. Putri Eka Sudiarti

(15/390636/KU/18352)

4. Tiara Endah Anggani

(15/390687/KU/18391)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA PNEUMONIA
1.

DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli.
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya
konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993).
Mengingat adanya perubahan pathogen yang menyebabkan pneumonia, maka
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Community-acquired pneumonia, dimulai sebagai penyakit pernapasan umum dan

bisa berkembang menjadi pneumonia.


Pneumonia streptococcal merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini

biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.


Hospital-acquire pneumonia, dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme
seperti aeruginosa pseudomonas, klebsiella, atau aureus stapilococcus, merupakan

bakteri umum penyebab hospital-acquired pneumonia.


Lobar dan bronchopneumonia, dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi.
Sekarang ini, pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut

lokasi anatominya saja.


Pneumonia viral, bakterial, dan fungal, dikategorikan berdasarkan pada agen
penyebabnya. Kultur sputum dan sensitivitas dilakukan untuk mengidentifikasi
organisme perusak.

2.

ETIOLOGI
-

Virus Synsitical respiratorik

Virus Influensa

Adenovirus

Rhinovirus

Rubeola

Varisella

Micoplasma (pada anak yang relatif besar)

Pneumococcus

Streptococcus

Staphilococcus

3. TANDA dan GEJALA


Sesak Nafas
Batuk nonproduktif
Ingus (nasal discharge)
Suara napas lemah
Retraksi intercosta
Penggunaan otot bantu nafas
Demam
Ronchii
Cyanosis
Leukositosis
Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar
4. PATOFISIOLOGI
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi inflamasi
yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang
mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih,
kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya
mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema
mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli dengan
mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang memasuki paru-paru
lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami
oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran
darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia
arterial.
Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia yang berkaitan dengan mikoplasma, fungus,
klamidia, demam-Q, penyakit Legionnaires. Pneumocystis carinii, dan virus termasuk ke
dalam sindrom pneumonia atipikal.
Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling
umum. Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh membran berlapis tiga
tanpa dinding sel. Organisme ini tumbuh pada media kultur khusus tetapi berbeda dari virus.
Pneumonia mikoplasma paling sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewasa
muda.

Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang terinfeksi, melalui


kontak dari individu ke individu. Pasien dapat diperiksa terhadap antibodi mikoplasma.
Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar. Pneumonia ini menyebar ke
seluruh saluran pernapasan, termasuk bronkiolus. Secara umum, pneumonia ini mempunyai
ciri-ciri bronkopneumonia. Sakit telinga dan miringitis bulous merupakan hal yang umum
terjadi. Pneumonia atipikal dapat menimbulkan masalah-masalah yang sama baik dalam

ventilasi

maupun

difusi

seperti

yang

diuraikan

dalam

pneumonia

bakterial.

5. MANIFESTASI KLINIK

Pneumonia bakterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan awitan


menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5oC sampai 40,5oC), dan nyeri dada yang
terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Pasien sangat sakit dengan
takipnea sangat jelas (25 sampai 45 kali/menit) disertai dengan pernapasan mendengkur,
pernapasan

cuping

hidung,

dan

penggunaan

otot-otot

aksesori

pernapasan.

Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung pada organisme penyebab. Banyak
pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas (kongesti nasal, sakit tenggorok), dan
awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang menonjol adalah sakit kepala, demam
tingkat rendah, nyeri pleuritis, mialgia, ruam, dan faringitis. Setelah beberapa hari, sputum
mukoid atau mukopurulen dikeluarkan.
Nadi cepat dan bersambungan (bounding). Nadi biasanya meningkat sekitar 10
kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat Celcius. Bradikardia relatif untuk suatu demam
tingkatan tertentu dapat menandakan infeksi virus, infeksi mycoplasma, atau infeksi dengan
spesies Legionella.
Pada banyak kasus pneumonia, pipi berwarna kemerahan, warna mata menjadi lebih
terang, dan bibir serta bidang kuku sianotik. Pasien lebih menyukai untuk duduk tegak di
tempat tidur dengan condong ke arah depan, mencoba untuk mencapai pertukaran gas yang
adekuat tanpa mencoba untuk batuk atau napas dalam. Pasien banyak mengeluarkan keringat.
Sputum purulen dan bukan merupakan indikator yang dapat dipercaya dari etiologi. Sputum
berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada pneumonia pneumokokus, stafilokokus,
Klebsiella, dan streptokokus. Pneumonia Klebsiella sering juga mempunyai sputum yang
kental; sputum H. influenzae biasanya berwarna hijau.
Tanda-tanda lain terjadi pada pasien dengan kondisi lain seperti kanker, atau pada
mereka yang menjalani pengobatan dengan imunosupresan, yang menurunkan daya tahan
terhadap infeksi dan terhadap organisme yang sebelumnya tidak dianggap patogen serius.
Pasien demikian menunjukkan demam, krekles, dan temuan fisik yang menandakan area
solid (konsolidasi) pada lobus-lobus paru, termasuk peningkatan fremitus taktil, perkusi
pekak, bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik yang
terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi melalui dinding
dada). Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan lebih baik melalui jaringan padat
atau tebal (konsolidasi) ketimbang melalui jaringan normal.
Pada pasien lansia atau mereka dengan PPOM, gejala-gejala dapat berkembang secara
tersembunyi. Sputum purulen mungkin menjadi satu-satunya tanda pneumonia pada pasien

ini. Sangat sulit untuk mendeteksi perubahan yang halus pada kondisi mereka karena mereka
telah mengalami gangguan fungsi paru yang serius.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram
(airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae; bronkopneumonia
(segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan
pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat
pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi.
Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas
sering ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat
terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.
Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah
dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga
tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi
imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada
pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.
Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum
transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris
dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.
Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer
tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat
hipoksia dan kebutuhan oksigen.
7. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai seperti yang
ditetapkan oleh hasil pewarnaan Gram. Penisilin G merupakan antibiotik pilihan untuk
infeksi oleh S. pneumoniae. Medikasi efektif lainnya termasuk eritromisin, klindamisin,
sefalosporin generasi kedua dan ketiga, penisilin lainnya, dan trimetoprim-sulfametoksazol
(Bactrim).

Pneumonia mikoplasma memberikan respons terhadap eritromisin, tetrasiklin, dan


derivat tetrasiklin (doksisiklin). Pneumonia atipikal lainnya mempunyai penyebab virus, dan
kebanyakan tidak memberikan respons terhadap antimikrobial. Pneumocystis carinii
memberikan respons terhadap pentamidin dan trimetropim-sulfametoksazol (Bactrim, TMPSMZ). Inhalasi lembab, hangat sangat membantu dalam menghilangkan iritasi bronkial.
Asuhan keperawatan dan pengobatan (dengan pengecualian terapi antimikrobial) sama
dengan yang diberikan untuk pasien yang mengalami pneumonia akibat bakteri.
Pasien menjalani tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda penyembuhan. Jika
dirawat di RS, pasien diamati dengan cermat dan secara kontinu sampai kondisi klinis
membaik.
Jika terjadi hipoksemia, pasien diberikan oksigen. Analisis gas darah arteri dilakukan
untuk menentukan kebutuhan akan oksigen dan untuk mengevaluasi keefektifan terapi
oksigen. Oksigen dengan konsentrasi tinggi merupakan kontraindikasi pada pasien dengan
PPOM karena oksigen ini dapat memperburuk ventilasi alveolar dengan menggantikan
dorongan ventilasi yang masih tersisa dan mengarah pada dekompensasi. Tindakan dukungan
pernapasan seperti intubasi endotrakeal, inspirasi oksigen konsentrasi tinggi, ventilasi
mekanis, dan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) mungkin diperlukan untuk beberapa
pasien tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA CEREBRAL PALSY


A. DEFINISI
Cerebral palsy ialah suatu gangguan nonspesifik yang disebabkan oleh
abnormalitas system motor piramida (motor kortek,basal ganglia dan otak
kecil)yang ditandai dengan kerusakan pergerakan dan postur pada serangan
awal. (Suriadi Skep : 2006,hal 23-27)
Cerebral palsy adalah kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak
progresif,terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) sertamerintangi
perkembangan otak normal denga gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan
menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan,disertai kelainan neurologis
berupa kelumpuhan spastis ,gangguan ganglia basal dan sebelum juga kelainan
mental. (Ngastiyah : 2000,hal 54-56)
Cerebral palsy ialah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun
waktu dalam perkembangan anak,mengenai sel-sel motorik didalam susunan saraf
pusat,bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan
otak

yang

belum

selesai

pertumbuhannya. (Yulianto:

2000,http:// www.medicastore .com)

B. ETIOLOGI
Penyebab Cerebral palsy dapat dibagi menjadi dalam 3 bagian :
1.

Pranatal
a.

Infeksi intrauterin TORCH, sifilis, rubella, toksoplasmosis, dan


sitomegalovirus

b.

Radiasi

c.

Asfiksia intrauterin (abrupsio plasenta previa,anoksia maternal,kelainan


umbilicus,perdarahan plasenta,ibu hipertensi,dan lain-lain)

d.
2.

Toksemia grafidarum

Perinatal
a) Anoksia/hipoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan
inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada
keadaan presentasi bayi abnoemal, disproporsi sefalopelvik, partus lama,

plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan
lahir dengan seksio sesar.
b) Perdarahan otak
Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar
membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,
mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia.
Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan
CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus.Perdarahan di ruangsubdural dapat
menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
c) Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih
banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim,
factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
d) Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang
kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan
inkompatibilitas golongan darah.
e) Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.
3.

Postnatal
a.

Trauma kepala

b.

Meningitis/ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan

c.

Racun : logam berat

d.

Luka Parut pada otak pasca bedah


Beberapa penelitian menyebutkan factor pranatal dan perinatal lebih berperan

dari pada factor postnatal. Studi oleh nelson dkk(1986) menyebutkan bayi dengan
berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemia pranatal, merupakan faktor penyebab
Cerebral palsy.
Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat akhir,sedangkan factor
perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan Cerebral palsy mulai dari lahir
sampai satu bulan kehidupan. Sedangkan faktor pascanatal mulai dari bulan pertama

kehidupan sampai 2 tahun.(Hagbreg dkk,1975),atau sampai 5 tahun kehidupan


(Blair dan Stanley,1982),atau sampai 16 tahun (Perlstein,Hod,1964)

C. GEJALA
Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus yang
berat,bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan. Gejalanya bervariasi,mulai dari
kejanggalan yang tidak tampak nyata sampai kekakuan yang berat,yang
menyebabkan bentuk lengan dan tungkai sehingga anak harus memakai kursi roda.
Cerebral palsy Dibagi menjadi 4 kelompok :
1. Tipe spastic atau pyramidal (50% dari semua kasus CP,otot-otot menjadi
kaku dan lemah
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :
a.

HIpertoni (fenomena pisau lipat)

b.

Hiperrefleksi yag disertai klonus

c.

Kecenderungan timbul kontraktur

d.

Reflex patologis

Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut :


a. Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama
b. Spastik diplegia, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak
atas sedikit lebih berat.
c. Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas
sedikit lebih berat.
d. Monopologi, bila hanya satu anggota gerak.
e. Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota
gerak bawah, biasanya merupakn varian dan kuadriplegi.
2.

Tipe

disginetik

(koreatetoid,20%

dari

semua

kassus

CP),otot

lengan,tungkai dan badan secara spontan bergerak perlahan,menggeliat dan


tak terkendali;tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan mengejang.
Luapan emosi menyebabkan keadaan semakin memburuk,gerakan akan
menghilang jika anak tidur.

3.

Tipe ataksik, (10% dari demua kasus CP)terdiri dari tremor,langkah yang
goyah dengan kedua tungkai terpisah jauh, gangguan kooordinasi dan
gerakan abnormal.

4.

Tipe Campuran (20% dari semua kasus CP),merupakan gabungan dari 2


jenis diatas ,yang sering ditemukan adalah gabungan dari tipe spastik dan
koreoatetoid.

Berdasarkan derajat kemampuan fungsional :


1.

Ringan :
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan/aktifitas sehari-hari sehingga
sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.

2.

Sedang
Aktifitas

sangat

terbatas.penderita

membutuhkan

bermacam-macam

bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya


sendiri,dapat

bergerak

dan

berbicara.

Dengan

pertolongan

secara

khusus,diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri,berjalan atau


berbicara sehingga dapat bergerak,bergaul ,hidup di tengah masyarsakat
dengan baik.
3.

Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak
mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau
pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya.sebaiknya
penderita seperti ini ditampung dengan retardasi mental berat,atau yang
akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya
maupun lingkungannya.

Gejala lain yang juga bisa dimukan pada CP :


1.

Kecerdasan dibawah normal

2.

Keterbelakangan mental

3.

Kejang/epilepsy (trauma pada tipe spastik)

4.

Gangguan menghisap atau makan

5.

Pernafasan yang tidak teratur

6.

Gangguan perkembangan kemampauan motorik (misalnya menggapai


sesuatu, duduk, berguling, merangkak, berjalan)

7.

Gangguan berbicara (disatria)

8.

Gangguan penglihatan

9.

Gangguan pendengaran

10. Kontraktur persendian


11. Gerakan menjadi terbatas

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis cerebral palsy tergantung dari bagian dan luas jaringan otak
yang mengalami kerusakan :
a. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan
reflek Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak
hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama
derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan
kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada
sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi
sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi,
fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki
berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada
waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis.
Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya
kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak,
tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/
hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/
diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat
daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota
gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
b. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan
berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower

motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari
rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya
seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya
berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif,
tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan
biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
c. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid,
tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap
dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan
ataksia, kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau
ikterus kern pada masa neonatus.
d. Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid
dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan
tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua
pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
e. Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan
neurogen terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata.
Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
f. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang
terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otototot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak
berliur.
g. Gangguan mata
Gangguan

mata

biasanya

berupa

strabismus

konvergen

kelainan refraksi.pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.

dan

E. PATOFISIOLOGI
Adanya malformasi pada otak, penyumbatan pada vaskuler, atropi, hilangnya
neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrower gry, saluran sulci dan
berat otak rendah.
Anoxia merupakan penyebab yang berarti dengan kerusakan otak, atau
sekunder dari penyebab mekanisme yang lain. CP (Cerebral Palsy) dapat dikaitkan
dengan

premature

yaitu

spastic

displegia

yang

disebabkan

oleh hypoxic

infarction atau hemorrhage dalam ventrikel.


Type athetoid / dyskenetik disebabkan oleh kernicterus dan penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, adanya pigmen berdeposit dalam basal ganglia dan beberapa
saraf nuclei cranial. Selain itu juga dapat terjadi bila gangsal banglia mengalami
injury yang ditandai dengan idak terkontrol; pergerakan yang tidak dosadari dan
lambat.
Type CP himepharetic, karena trauma pada kortek atau CVA pada arteri
cerebral tengah. Cerebral hypoplasia; hipoglicemia neonatal dihubungkan dengan
ataxia CP.
Spastic CP yang paling sering dan melibatkan kerusakan pada motor korteks
yang paling ditandai dengan ketegangan otot dan hiperresponsif. Refleks tendon
yang dalam akan meningkatkan dan menstimulasi yang dapat menyebabkan
pergerakan sentakan yang tiba-tiba pada sedikit atau semua ektermitas.
Ataxic CP adanya injury dari serebelum yang mana mengatur koordinasi,
keseimbangan dan kinestik. Akan tampak pergerakan yang tidak terkoordinasi pada
ekstremitas aras bila anak memegang / menggapai benda. Ada pergerakan berulang
dan cepat namun minimal.
Rigid / tremor / atonic CP ditandai dengan kekakuan pada kedua otot fleksor
dan ekstensor. Type ini mempunyai prognosis yang buruk karena ada deformitas
multiple yang terkait dengan kurangnya pergerakan aktif.
Secara

umum cortical dan antropy

cerebral menyebabkan

kuadriparesis dengan retardasi mental dan microcephaly.

beratnya

F. PENGOBATAN / TERAPI
Tapi tidak dapat disembuhkan dan merupakan kelainan yang berlangsung
seumur hidup. Tetapi banyak hal yang dapat dilakukan agar anak bisa hidup
semandiri mungkin. Pengobatan yang dilakukan biasanya tergantung kepada gejala
dan bisa berupa:
1.

Terapi fisik

2.

Loraces (penyangga)

3.

Kaca mata

4.

Alat bantu dengar

5.

Pendidikan dan sekolah khusus

6.

Obat anti kejang

7.

Obat pengendur otot (untuk mengurangi tremor dan kekakuan) : baclofen


dan diazepam

8.

Terapi okupasional

9.

Bedah ortopedik / bedah saraf, untuk merekonstruksi terhadap deformitas


yang terjadi

10. Terapi wicara bisa memperjelas pembicaraan anak dan membantu mengatasi
masalah makan
11. Perawatan (untuk kasus yang berat)
Jika tidak terdapat gangguan fisik dan kecerdasan yang berat, banyak anak
dengan cp yang tumbuh secara normal dan masuk ke sekolah biasa. Anak
lainnya memerlukan terapi fisik yang luas. Pendidikan khusus dan selalu
memerlukan bantuan dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari.
Pada beberapa kasus, untuk membebaskan kontraktur

persendian

yang semakin memburuk akibat kekakuan otot, mungkin perlu dilakukan


pembedahan. Pembedahan juga perlu dilakukan untuk memasang selang
makanan dan untuk mengendalikan pefluks gastroesofageal.
12. Tindakan keperawatan

Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status
bayi secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . jika dijumpai
adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera
memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.

Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak
walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan
kepad orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal supaya segera
dibawa konsultasi ke dokter.

G. DIAGNOSA PENUNJANG
1.
2.

Pemeriksaan mata dan pendengaran segera

dilakukan setelah diagnosis sebral palsi di tegakkan.


Fungsi lumbal

harus

dilakukan

untuk

menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada serebral


palsi. CSS normal.
3.

Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien


kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang
tidak.

4.
Foto rontgen kepala.
2. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
3. Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental.
H. KOMPLIKASI
1. Ataksi
2. Katarak
3. Hidrosepalus
I. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada gejala dan tipe sebral palsi. Prognosis paling baik pada derajat
fungsional yang ringan. Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental,
bangkitan kejang, gangguan pengkiahatan dan pendengaran.

TINJAUAN PUSTAKA GIZI BURUK


A. DEFINISI
Zat gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses
pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut
selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk kedalam cairan tubuh.
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang
akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari
pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang
digunakan.
Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut
reference. Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah World Health
Organization National Centre for Health Statistic (WHO-NCHS). Berdasarkan baku
WHO - NCHS status gizi dibagi menjadi empat :
1.

Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.

2.

Gizi baik untuk well nourished.

3.

Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM (Protein
Calori Malnutrition)/ disebut juga Protien Energi Malnutrisi ( PEM ) atau (MEP)
Malnutrisi Energi dan Protein.
Penyakit ini paling banyak menyerang anak balita, terutama di negara-negara
berkembang. Gejala kurang gizi ringan relatif tidak jelas, hanya terlihat bahwa
berat badan anak tersebut lebih rendah dibanding anak seusianya. Rata-rata berat
badannya hanya sekitar 60-80% dari berat ideal. Adapun ciri-ciri klinis yang biasa
menyertainya antara lain:
Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun.
Ukuran lingkaran lengan atas menurun.
Maturasi tulang terlambat.
Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun.
Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang.

4.

Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan


kwasiorkor.
a.

Marasmus yaitu keadaan kurang kalori, dengan tanda dan gejala:

badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit


wajah seperti orang tua
mudah menangis/cengeng dan rewel
kulit menjadi keriput
jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai
celana longgar)
perut cekung, dan iga gambang
seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
b.

Kwarshiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien

lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita).
Tanda-tanda

dan

gejala

adalah

sebagai

berikut:

Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung


kaki sampai seluruh tubuh.
Perubahan Status mental
Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah
dicabut tanpa rasa sakit, rontok
Wajah membulat dan sembab
Pandangan mata sayu
Pembesaran hati
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

c.

Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan


kwashiorkor.

Adapun Tanda dan gejala dari gizi buruk tergantung dari jenis nutrisi yang
mengalami defisiensi. Walaupun demikian, gejala umum dari gizi buruk adalah:
Kelelahan dan kekurangan energy
Pusing
Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan
untuk melawan infeksi
Kulit yang kering dan bersisik
Gusi bengkak dan berdarah
Gigi yang membusuk
Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
Berat badan kurang

Pertumbuhan yang lambat


Kelemahan pada otot
Perut kembung
Tulang yang mudah patah
Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh

Klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perban dingan berat badan terhadap
umur anak sebagai berikut:
1.

Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan).

2.

Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat).

3.

Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat).

4.

Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP


berat).

B. PATOFISIOLOGI/PATHWAY
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.
Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan
terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk
sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung cukup karbohidrat, maka produksi
insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah
kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot. Makin berkurangnya asam amino
dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin hepar, yang berakibat
timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan betalipoprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu, dengan akibat
terjadinya penimbunan lemak di hati.
C. ETIOLOGI
1. Agen
a.

Makanan tidak seimbang

b.

Penyakit infeksi yang mungkin di derita anak.

c.

Tidak cukup tersedia pangan atau makanan di keluarga

d.

Pola pengasuhan anak yang tidak memadai

e.

Keadaan sanitasi yang buruk dan tidak tersedia air bersih

f.

Pelayanan kesehatan dasar yang tidak memad

2. Host
a.
b.

Berat Badan Lahir Anak Balita


Status Imunisasi

Tujuan imunisasi adalah mencegah penyakit dan kematian anak balita yang
disebabkan oleh wabah yang sering terjangkit, artinya anak balita yang telah
memperoleh imunisasi yang lengkap sesuai dengan umurnya otomatis sudah
memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu maka jika ada kuman yang masuk
ketubuhnya secara langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap kuman
tersebut.
c. Status ASI Eksklusif
ASI mengandung gizi yang cukup lengkap untuk kekebalan tubuh bayi.
Keunggulan lainnya, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat
gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang
diberikan secara dini kepada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi
sehingga dapat menyebabkan susah buang air besar pada bayi. Proses pembuatan
susu formula yang tidak steril menyebabkan bayi rentan terkena diare. Hal ini akan
menjadi pemicu terjadinya kurnag gizi pada anak.
d. Pemberian Kolostrum
e. Tingkat pendidikan Ibu
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang
dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidkan yang lebih
tingggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi
lebih baik.
f. Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan tentang gizi sangat diperlukan agar dapat mengatasi masalah yang
timbul akibat konsumsi gizi. Wanita khususnya ibu sebagai orang yang
bertanggung jawab terhadap konsumsi makanan bagi keluarga, ibu harus memiliki
pengetahuan tentang gizi baik melalui pendidikan formal maupun informal.
g. Pekerjaan Ibu
Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu untuk tugas-tugas
pemeliharaan anak, kurang pemberian ASI.
h. Jumlah Anak dalam Keluarga

Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada
masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang sangat
miskin, akan lebih mudah memenuhi makanannya jika yang harus diberi makan
jumlahnya sedikit. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah
paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang
paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan.
i. Penyakit Infeksi
Gizi kurang menghambat reaksi imunologis dan berhubungan dengan tingginya
prevalensi dan beratnya penyakit infeksi. Penyakit infeksi pada anak-anak yaitu
Kwashiorkor atau Marasmus sering didapatkan pada taraf yang sangat berat.
Infeksi sendiri mengakibatkan penderita kehilangan bahan makanan melalui
muntah-muntah dan diare.
3. Environment (Lingkungan)
a.

Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan
kebersihan lingkungan.

b.
B.

Tidak cukupnya persediaan pangan di keluarga (household food insecurity).

MANIFESTASI KLINIS
1.

Secara umum anak tampak sembab, letargik, cengeng, dan mudah terangsang. Pada

tahap lanjut anak menjadi apatik, sopor atau koma.


2.

Gejala terpenting adalah pertumbuhan yang terhambat, berat dan tinggi badan lebih

rendah dibandingkan dengan BB baku. Penurunana BB ini tidak mencolok atau mungkin
tersamar bila dijumpai edema anasarka.
3.

Sebagian besar kasus menunjukkan adanya edema, baik derajat ringan maupun

berat. Edema ini muncul dini, pertama kali terjadi pada alat dalam, kemudian muka,
lengan, tungkai, rongga tubuh, dan pada stadium lanjut mungkin edema anasarka.
4.

Jaringan otot mengecil dengan tonusnya yang menurun, jaringan subkutan tipis dan

lembek.
5.

Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan diare. Diare terdapat

pada sebagian besar penderita, yang selain infeksipenyebabnya mungkin karena


gangguan fungsi hati, pankreas, atau usus (atrofi). Intoleransi laktosa juga bisa terjadi.

6.

Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah dicabut. Pada

taho lanjut, terlihat lebih kusam, jarang, kering, halus, dan berwarna pucat atau putih,
juga dikenal signo de bandero.
C.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses lengkap,

elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin. Pada pemeriksaan


laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik normokrom karena
adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sumsum tulang di samping
karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan
absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun
2.

Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan untuk

menemukan adanya kelainan pada paru.


3.

Tes mantoux

4.

EKG

BAB 2
KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. N
Tanggal lahir : 16 November 2014
Umur : 1 tahun 5 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat: Catur Tunggal, Sleman, Yogyakarta
Perkawinan

: Belum kawin

Agama : Islam
Gol. Darah

: tidak tahu

Asuransi

: JKN Non PBI

Pekerjaan

: Belum bekerja

2. IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ayah: Tn. P
Pendidikan: SMU
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama Ibu : Ny. D
Pendidikan: SMU
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3. PENGKAJIAN
- Keluhan Utama:
Demam dan batuk grok-grok (ada produk)
-

Riwayat Penyakit Sekarang:


Anak pasca mondok di Bangsal Melati 2 dengan Diare Cair Akut, gizi kurang, dan
cerebral palsy pada tanggan 24 Maret-1April 2016, mendapatkan terapi Cefixime
50mg/12 jam PO, Zinc 20mg/24 jam PO, Paracetamol sirup 3xcth1, Salbutamol
3xcth 0,5, Phenobarbital 25 mg/12 jam PO.
Malam hari setelah pulang, anak mulai demam +, batuk + grok-grok, tampak sesak,
dan cenderung rewel.
HMRS: Anak demam naik turun, batuk grok-grok, rewel, dan tampak sesak.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Usia 7 bulan terdiagnosis Cerebral Palsy
Riwayat Diare Cair Akut (mondok sebelumnya 24 Maret-1 April 2016)
Riwayat gizi buruk (mondok sebelumnya 24 Maret-1April 2016)
Terdiagnosis CMV dan diberikan Gancyclovir selama 6 minggu
CT Scan dan Bera

Riwayat Penyakit Keluarga:


Ayah dari ayahnya (kakek) memiliki riwayat stroke (meninggal th 2009)
Ibu dari ibunya (Nenek) memiliki riwayat komplikasi DM (meninggal th 2011)

Riwayat Makanan:
Usia 0 sampai 6 bulan: ASI ekslusif
Usia 6 bulan sampai sekarang: ASI + Nasi tim 3x sehari habis sampai 1 porsi

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian


Motorik kasar

Anak belum mampu mengangkat kepala

Anggota gerak spastik

Sosial: Senyum (11 bulan)


Motorik Halus: Menggenggam saat usia 6 bulan
Bicara: Bicara belum bisa membentuk kata yang dimengerti
-

Riwayat Imunisasi
BCG

1x

pada usia 2 bln (scar +)

DPT

3x

pada usia 2,3,4 bln di Puskesmas

Polio

1x

Campak

1x

pada usia 0 bln di Puskesmas


pada umur 9 bln di Puskesmas

Hepatitis B 0x
4. ANAMNESIS SISTEM
Termoregulasi

: Demam (+)

Respirologi

: Batuk (+), sesak (+)

Kardiovaskuler

: kebiruan (-), berdebar-debar(-)

Gastrohepatologi

: kembung (-), muntah (+), diare (-)

Urinarius

: BAK (+), nyeri saat kencing (-)

Muskuloskeletal

: anggota tubuh kaku

Sistem integumentum

: kebiruan (-), kekuningan (-), tidak ada keluhan

5. PEMERIKSAAN FISIK
- Kesan umum: Compos mentis, rewel
- Tanda vital:
N: 130x/menit, isi dan tegangan cukup, teratur
RR: 36x/menit tipe thorakoabdominal, Wheezing (-), Ronkhi (+), Krepitasi (-)
T: 37,80 C
-

Kepala
Bentuk

: Mesocephal

Ubun-ubun : Menutup

Mata

: CA -/-, SI -/-

Hidung

: sekret (-)

Telinga

: Discharge (-)

Mulut

: lidah putih

Pharynx

: dalam batas normal

Gigi

: belum tumbuh gigi

Leher: limfonadi tidak teraba, retraksi suprasternal (-)


Thoraks: simetris (+), retraksi (-)
Jantung:
Suara jantung
S1 tunggal, S2 split tidak konstan,bising jantung (-)

Batas jantung
SIC II LPS (D)
SIC IV LPS (D)

SIC II LPS (S)


SIC IV LMC (S)

Paru-paru Depan:
KANAN
Simetris
Fremitus ka-ki
Sonor (+)
Vesikuler (+), ronki (+),

I
P
P
A

krepitasi (+)

KIRI
Simetris
Fremitus ka-ki
Sonor (+)
Vesikuler (+), ronki (+),
krepitasi (+)

Paru-belakang
KANAN
Simetris
Fremitus ka-ki
Sonor (+)
Vesikuler (+), ronki (+),

I
P
P
A

KIRI
Simetris
Fremitus ka-ki
Sonor (+)
Vesikuler (+), ronki (+),

krepitasi (+)
-

krepitasi (+)

Abdomen: supel (+), peristaltik/bising usus (+) normal


I: tampak normal
A: peristaltic (+)
P: tympani di 4 quadran
P:

- Hepar

: tidak teraba

- Lien

: tidak teraba membesar

Anogenital: laki-laki, tak tampak discharge, dalam batas normal


Ekstremitas :

Gerakan
Tonus
Trofi
Clonus
Refleks fisiologis
Reflek patologis
M. Sign
Sensibilitas

Tungkai
Kanan
Kiri
terbatas
terbatas
meningkat meningkat
Eutrofi
Eutrofi
+
+
+
+
+
+

Lengan
Kanan
terbatas
Meningkat
Eutrofi
+
+

Kiri
Terbatas
Meningkat
Eutrofi
+
+

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 4 April 2016
AL
Hb
Hmt
AT
N
L
M
MCV
MCH
MCHC
PCT

4,5-11,00
12,3-15,3
35,0-47,0
154-336
25,0-60,0
25,0-50,0
1,0-6,0
80,0-96,0
28,0-33,0
33,0-36,0
0,0-1,0

Hasil rontgen tanggal 26 Maret 2016

Hasil Rontgen tanggal 4 April 2016

15,69 x103/L
10,5 g/dL
32,5 %
536x103/L
43,6%
47,3%
7,7%
84,0 fL
27,1 pg
32,3 g/dL
0,05%

Kesimpulan hasil Rontgen taggal 26 Maret 2016 dan 4 April 2016


-

26 Maret 2016
Infiltrat di pulmo bilateral
Besar Cor normal

4 April 2016
pulmo bilateral

Infiltrat

dengan

limfadenopati, suspek TB paru


Konfigurasi Cor normal
Dibandingkan foto sebelumnya,
infiltrat di kedua paru bertambah

7. DIAGNOSIS MEDIS
- Pneumonia
- Cerebral Palsy
- Gizi kurang
8. TATA LAKSANA:

Monitor KU/VS per 4-6 jam

Keb Cairan: 700ml/hari dengan ASI

Usul kultur darah sebelum pemberian antibiotik

Fisioterapi dada

Nebulasi NaCl 0,9% tiap 6 jam

Obat :
Ceftazidime 200mg/8 jam (25mg/kgBB/8jam) melalui IV
Phenobarbital 30mg/12 jam melalui PO

Paracetamol 80mg/4 jam melalui PO k/p


9. PERENCANAAN TERINTEGRASI:
Masalah
Pneumonia

Kebutuhan Pasien
Pasien tidak sesak

Cerebral palsy

Kekakuan
berkurang
Gizi tercukupi
Bebas demam

Gizi kurang
Demam
Batuk
produk)

(ada Batuk dan


berkurang

Planning
Monitor KU/VS per 4-6 jam
Keb Cairan: 700ml/hari dengan ASI
Lacak hasil kultur darah
Fisioterapi dada
Nebulasi NaCl 0,9% tiap 6 jam
Obat :

Ceftazidime
200mg/8
jam
(25mg/kgBB/8jam) melalui IV

Phenobarbital 30mg/12 jam melalui


PO
sedikit
Fisioterapi dengan ROM pasif

Monitor pemberian ASI eksklusif


Paracetamol 80mg/4 jam melalui PO k/p, atau jika
suhu tubuh >37,8oC
sekret Fisioterapi dada dan nebulasi dengan NaCl 0,9%
tiap 6 jam

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
HARI,
TANGGAL
Selasa, 5
April 2016

Selasa, 5
April 2016
Selasa, 5
April 2016

Selasa, 5
April 2016

Selasa, 5

DATA
DS:DO:
- Pasien masih batuk dan ada sekret
- Pasien masih tampak sedikit sesak
DS:- DO: BB: 7,6 kg
- TB: 69 cm
- IMT 15,9
DS:DO:
- Usia: 1 tahun 5 bulan
- Pasien terdiagnosa cerebral palsy
DS:DO:
- Pasien berusia <2tahun
- Pasien terdiagnosa cerebral palsy
DS: -

MASALAH
Bersihan jalan napas
tidak efektif

Ketidakseimbangan
Nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
Gangguan mobilitas
fisik

Risiko jatuh

Resiko infeksi

ETIOLOGI
Faktor yang
berhubungan: ada
sekret/sputum yang
berlebih
Faktor yang
berhubungan: intake
kurang
Faktor yang
berhubungan: penyakit
yang dialami (cerebral
palsy)
Faktor yang
berhubungan:
Anak dengan usia <2
tahun
Faktor resiko:

April 2016

DO:
- Pasien dirawat inap di bangsal
dengan pasien infeksius
- Pasien anak-anak

lingkungan sekliling
pasien dan pertahanan
sekunder yang kurang
efektif

RENCANA KEPERAWATAN
NO
.
1.

DIAGNOSA/ MASALAH
KEPERAWATAN
Bersihan Jalan Napas Tidak
Efektif (00031)
Definisi: Ketidakmampuan
untuk membersihkan sekret
atau penghalang pada saluran
pernapasan untuk menjaga
bersihan jalan napas.
Domain 11 : Safety / Protection
Class 2: Physical Injury
Batasan Karakteristik:
- Ada sekret yang berlebih
- Dyspnea
Faktor yang berhubungan: ada
sekret/sputum yang berlebih

TUJUAN (NOC)

INTERVENSI (NIC)

Respiratory Status: Airway Patency


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam jalan napas pasien bersih dengan indikator:
No
Indikator
Awal Target
1. Respiratory rate
5
5

Airway Management
Aktivitas:
1. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
2. Mengeluarkan sekret dengan cara batuk efektif
ataupun suctioning atau fisioterapi dada
3. Menginstruksikan cara batuk efektif
4. Memposisikan pasien untuk mengurangi dyspnea
5. Monitor status respirasi dan oksigenasi pasien
6. Kolaborasi pemberikan terapi Nebulizer

2. Kemampuan untuk
3
membuang sekret
Keterangan:
1: Deviasi berat dari rentang normal
2: Deviasi substansial dari rentang normal
3: Deviasi sedang dari rentang normal
4: Deviasi ringan dari rentang normal
5: Tidak ada deviasi
No
Indikator
1. Dyspnea saat istirahat
2. Batuk
Keterangan:
1: Berat
2 : Substansial
3 : Sedang
4 : Ringan

Awal Target
4
5
3

Respiratory Monitoring
Aktivitas:
1. Monitor rate, ritme, dan kedalaman respirasi
2. Monitor adanya suara tambahan saat respirasi
3. Monitor pola pernapasan (bradypnea, takypnea,dll)
4. Monitor level saturasi oksigen
5. Auskultasi suara pernapasan pasien
6. Monitor adanya peningkatan kelelahan dan cemas
7. Monitor kemampuan pasien untuk batuk
8. Monitor faktor pemicu bertambah beratnya
dyspnea

NO
.
2.

DIAGNOSA/ MASALAH
KEPERAWATAN
Ketidakseimbangan Nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh
(00002)
Definisi: Intake nutrisi kurang
dari kebutuhan metabolik tubuh
Domain 2: Nutrition
Class 1: Ingestion

TUJUAN (NOC)

INTERVENSI (NIC)

5 : Tidak
Nutritional Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam status nutrisi pasien meningkat dengan indikator:
No
Indikator
Awal Target
1. Intake makanan
4
5
2. Intake cairan

3. Rasio berat badan

Batasan Karakteristik:
- Berat badan kurang dari Keterangan:
1: Deviasi berat dari rentang normal
normal
2: Deviasi substansial dari rentang normal
Fakytor yang berhubungan:
3: Deviasi sedang dari rentang normal
intake kurang
4: Deviasi ringan dari rentang normal
5: Tidak ada deviasi
3.

Gangguan Mobilitas Fisik


(00085)
Definisi: Keterbatasan dalam
kemandirian, yang ditujukan
pada pergerakan tubuh dari 1
atau lebih bagian ekstremitas

Mobility
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam status nutrisi pasien meningkat dengan indikator:
No
Indikator
Awal Target
1. Pergerakan otot
4
5
2. Posisi tubuh

Domain 4: Activity/Rest
Class 2: Activity/Excercise

Keterangan:

Nutrition Management
Aktivitas:
1. Menentukan status nutrisi serta kebutuhan nutrisi
pasien
2. Mengidentifikasi adanya alergi makanan
3. Mendiskusikan dengan keluarga tentang kebutuhan
nutrisi pasien
4. Monitor kalori dan intake pasien
5. Monitor adanya penurunan berat badan dan
kekuatan pada pasien
6. Meganjurkan keluarga untuk memberikan menu
makanan sesuai dengan yang telah dianjurkan
7. Motivasi keluarga untuk memenuhi intake nutrisi
pasien dan memantaunya

Excercise Therapy: Joint Mobility


Aktivitas:
1. Menentukan batas pergerakan pasien
2. Menginstruksikan keluarga untuk melakukan range
of motion (ROM) pasif kepada pasien
3. Monitor adanya ketidaknyamanan pada pasien saat
dilakukan ROM
4. Mencatat setiap perubahan yang terjadi setelah
dilakukan ROM

NO
.

DIAGNOSA/ MASALAH
KEPERAWATAN

TUJUAN (NOC)

INTERVENSI (NIC)

1: Terganggu berat
Batasan Karakteristik:
2: Terganggu substansial
- Pergerakan
yang
tidak 3: Terganggu sedang
terkoordinasi
4: Terganggu ringan
- Penurunan
kemampuan 5: Tidak terganggu
pergerakan
Faktor yang berhubungan:
penyakit yang dialami (cerebral
palsy)

4.

Resiko Infeksi (00004)


Definisi : Kerentanan terhadap
invasi dan multiplikasi
organisme patogen, yang dapat
membahayakan kesehatan

Risk Control : Infectious Process


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam pasien dapat mengontrol resiko dengan indikator:
No
Indikator
Awal Target
1. Identifikasi faktor resiko
3
4
pada situasi setiap hari
2. Identifikasi tanda dan gejala
3
4
Domain 11 : Safety / Protection
personal yang
Class 1 : Infection
mengindikasikan resiko
potensial
Faktor Resiko:
3.
Monitor lingkungan
3
4
- Lingkungan
sekeliling
terhadap faktor yang
pasien
berhubungan dengan resiko
- Pertahanan sekunder yang
infeksi
kurang efektif
3. Menjaga kebersihan
3
4
lingkungan

Infection Protection
Aktivitas:
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik maupun
lokal
2. Monitor kerentanan terhadap
3. Menjaga asespsis pada pasien beresiko
4. Dorong intake nutrisi yang cukup
5. Dorong intake cairan
6. Instruksikan pasien untuk mengkonsumsi antibiotik
yang dianjurkan
7. Ajarkan keluarga mengenai tanda dan gejala
infeksi.
8. Ajarkan keluarga cara mencegah infeksi.
Infection Control
Aktivitas:

NO
.

DIAGNOSA/ MASALAH
KEPERAWATAN

TUJUAN (NOC)

Memastikan
petugas kebersihan membersihkan ruang rawat
klien.
2.
Mengajarkan
kepada keluarga cara mencuci tangan yang baik
dan benar.
3.
Menganjurkan
pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan
setelah meninggalkan ruang rawat.
4.
Mengajarkan
kepada keluarga cara meminimalisir terjadinya
infeksi, salah satunya dengan menjaga kebersihan
diri.
5.
Memberikan
kolaborasi terapi antibiotik.
6.
Mengajarkan
kepada keluarga untuk mengenali tanda dan gejala
infeksi dan segera melaporkannya pada petugas
medis yang jaga.
7.
Mempertahankan
lingkungan aseptik IV line yang terpasang.
8.
Mencuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan perawatan
terhadap klien.
Fall Prevention Behavior
Fall Prevention
Setelah dilakukan tindakan keperawatan minimal 1 x 24 Aktivitas :
jam, klien menunjukkan perilaku yang aman untuk
1. Mengidentifikasi keterbatasan fisik dan kognitif
4. Mempraktikkan kebersihan
tangan
Keterangan:
1 : Tidak pernah ditunjukkan
2 : Jarang ditunjukkan
3 : Kadang Kadang ditunjukkan
4 : Sering ditunjukkan
5 : Selalu ditunjukkan

5.

Risiko Jatuh (00155)


Definisi: Peningkatan
kerentanan untuk jatuh yang

INTERVENSI (NIC)
3

1.

NO
.

DIAGNOSA/ MASALAH
KEPERAWATAN
dapat menyebabkan bahaya
fisik.

TUJUAN (NOC)

mencegah jatuh dengan indikator:


No
Indikator
1 Menempatkan penghalang
Domain 11 : Safety / Protection
untuk mencegah jatuh
2
Menggunakan prosedur
Class 2: Physical Injury
berpindah yang aman
Keterangan:
Faktor risiko:
1: tidak ditunjukkan sama sekali
- Anak anak : usia < 2 tahun
2: jarang ditunjukkan
3: kadang ditunjukkan
4: sering ditunjukkan
5: selalu ditunjukkan

INTERVENSI (NIC)
Awal
5
5

pasien yang dapat meningkatkan potensi jatuh


2.
Mengidentifikasi karakteristik lingkungan yang
Target
meningkatkan potensi jatuh
5
3. Menggunakan side rail pada bagian kiri dan kanan
untuk mencegah jatuh dari tempat tidur
5
4. Kunci roda tempat tidur pasien saat transfer.
5. Edukasi keluarga mengenai faktor risiko yang
berkontribusi terhadap jatuh da bagaimana dapat
menurunkan risiko tersebut.
6. Menjaga side rail boks bayi pada posisi elevasi saat
caregiver tidak ada.

CATATAN PERKEMBANGAN
DIAGNOSA/
MASALAH
KOLABORASI
Bersihan Jalan
Napas Tidak
Efektif

HARI/TANGGAL
Rabu, 6 April 2016

IMPLEMENTASI
Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Nebulizer
Monitor status respirasi dan oksigenasi pasien
Monitor rate, ritme, dan kedalaman respirasi
Monitor pola pernapasan (bradypnea, takypnea,dll)
Monitor level saturasi oksigen
Auskultasi suara pernapasan pasien

EVALUASI
S: orang tua pasien menyatakan pasien masih
sering batuk dan terdapat sekret
O: RR = 42x/menit; SpO2 = 96%
Tidak ada retraksi dinding dada. Pasien tidak
tampak dyspnea, terdapat suara nafas
tambahan ronkhi pada paru kanan dan kiri
A: masalah belum teratasi
No
Indikator
A
1. Respiratory
5
rate
2. Kemampuan 3
untuk
membuang
sekret

T
5

C
5

P: airway management, respiraory monitoring

Ketidakseimbanga
n Nutrisi: kurang
dari kebutuhan
tubuh

Rabu, 6 April 2016

Menentukan status nutrisi


Monitor intake makanan pasien
Monitor kekuatan pada pasien
Meganjurkan keluarga untuk memberikan menu makanan
sesuai dengan yang telah dianjurkan
Motivasi keluarga untuk memenuhi intake nutrisi pasien
dan memantaunya.

S: orang tua menyatakan pasien sulit makan, tetapi


sudah lebih baik dibandingkan dulu. Dari 1
mangkok makanan yang disediakan, sekarang
pasien mau makan sebanyak setengah mangkok,
dulu paling hanya 1-2 sendok makan
O: pasien tampak lemah dan digendong oleh orang
tua pasien dan pasien tanpak kurus, BC= +193
A: masalah teratasi sebagian
No
Indikator
1. Intake makanan

A
4

T
5

C
5

2. Intake cairan

3. Rasio berat badan

P: Manajemen nutrisi

Gangguan
Mobilitas Fisik
(00085)

Rabu, 6 April 2016

Menentukan kemampuan mobilitas pasien


Mengajarkan dan memotivasi keluarga untuk melakukan
range of motion (ROM) pasif kepada pasien
Monitor adanya ketidaknyamanan pada pasien saat
dilakukan ROM
Mencatat setiap perubahan yang terjadi setelah dilakukan
ROM

S: orang tua menyatakan keadaan anggota gerak


pasien lemah
O: pasien tampak lemah dan digendong oleh orang
tua pasien
A: masalah teratasi sebagian
No
Indikator
1. Pergerakan otot
2. Posisi tubuh

Resiko Infeksi
(00004)

Rabu, 6 April 2016

Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik maupun lokal


Monitor kerentanan terhadap infeksi
Memastikan kebersihan ruangan pasien
Memberikan kolaborasi terapi antibiotik.
Mempertahankan lingkungan aseptik IV line yang
terpasang.
Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
perawatan terhadap klien.
Memonitor tanda-tanda vital

A
4

T
5

C
4

P: Mengajarkan dan memotivasi keluarga untuk


melakukan range of motion (ROM) pasif kepada
pasien
S: O: tidak ada tanda-tanda infeksi, pasien terpasang
threeway h2, AL= 15,69 x103/L, RR= 42, N=
148 S=38,1.
A: masalah teratasi sebagian
No
Indikator
1. Identifikasi faktor
resiko pada situasi
setiap hari
2. Identifikasi tanda dan
gejala personal yang
mengindikasikan resiko

A
3

T
4

C
4

3.

1.
2.

Risiko Jatuh
(00155)

Rabu, 6 April 2016

potensial
Monitor lingkungan
terhadap faktor yang
berhubungan dengan
resiko infeksi
Menjaga kebersihan
lingkungan
Mempraktikkan
kebersihan tangan

P: monitor tanda-tanda infeksi pada pasien


Mengidentifikasi keterbatasan fisik pasien yang dapat S: meningkatkan potensi jatuh
Mengidentifikasi
karakteristik
lingkungan
yang O: pasien tanpak lemah, pasien selalu digendong
orang tua, pasien selalu terbaring di atas tempat
meningkatkan potensi jatuh
tidur.
Menggunakan side rail pada bagian kiri dan kanan untuk
mencegah jatuh dari tempat tidur
A: masalah teratasi sebagian
mengedukasi keluarga mengenai faktor risiko yang
No
Indikator
A T C
berkontribusi terhadap jatuh da bagaimana dapat
1 Menempatkan
5 5 5
menurunkan risiko tersebut.
penghalang untuk
mencegah jatuh
2 Menggunakan prosedur 4 5 5
berpindah yang aman
P: fall prevention

DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman, Arvin, 1999. Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15 Nelson,
Jakarta : EGC
Dochterman, Bullechek, Butcher, Wagner. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC)
6th edition. St. Louis: Mosby.
Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
Buat Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Dr. Soetjiningsih, SpAK, 1995. Tumbuh Kembang Anak, Jakarta : EGC
Kartasasmita, C.B. 2010. Pneumonia Pembunuh Balita. Buletin Jendela Epidemiologi; 3;2226.
Morhead, S., Jhonson, M., Maas. ML., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes Classification
(NOC) 5th edition. St. Louis: Mosby.
North American Nursing Diagnosis Association. 2014. Nursing Diagnoses: Definition &
Classification 2015-2017. Philadelphia:Wiley Blackwell.
Nurjannah, Intansari. 2014. ISDA : Intans Screening Diagnoses Assesment. Versi Bahasa
Indonesia. Yogyakarta : Moco Media
Riyadi dan Sujono, 2009. Buku Saku Pediatri. Jakarta: EGC
Santi Wijaya, Skep. Ns, 1999. Lumpuh Otak, Bandung :http//:id.wikipedia.org
Vivi Melva Diana.2004.Hubungan Pola Asuh Dengan Status gizi anak Balita di Kecamatan
Kelurahan Pasar Ambacang kota padang tahun 2004. http://issuu.com/psikmunand/docs/jurnal_1
Wilson, Hockenberry. 2007. Wongs Nursing Care of Infants and Children. Wosby Elsevier:
Evolve
Wong, D.L,dkk. 2008. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Buku Kedokteran
Yulianto, 2000. Cerebral Palsy Pada Anak, Jakarta :http://www.pediatrik.com . 5 April
2016
Yustisia,Wina Sofie.2006.Analisi Faktor Untuk Angka Gizi Buruk Pada Balita di Kabupaten
Langkat.Diakses
pada
tanggal
5
April
2016
:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14021/1/09E00372.pdf

Anda mungkin juga menyukai