Ipelaporan Ipe Tipus Dan Pengkajian
Ipelaporan Ipe Tipus Dan Pengkajian
PASIEN PNEUMONIA
DI BANGSAL MELATI 2 RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Disusun oleh :
1. Atika Pretty Amalia
(15/390638/KU/18354)
2. Puti Damayanti
(15/390641/KU/18357)
(15/390636/KU/18352)
(15/390687/KU/18391)
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA PNEUMONIA
1.
DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli.
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya
konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993).
Mengingat adanya perubahan pathogen yang menyebabkan pneumonia, maka
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
2.
ETIOLOGI
-
Virus Influensa
Adenovirus
Rhinovirus
Rubeola
Varisella
Pneumococcus
Streptococcus
Staphilococcus
ventilasi
maupun
difusi
seperti
yang
diuraikan
dalam
pneumonia
bakterial.
5. MANIFESTASI KLINIK
cuping
hidung,
dan
penggunaan
otot-otot
aksesori
pernapasan.
Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung pada organisme penyebab. Banyak
pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas (kongesti nasal, sakit tenggorok), dan
awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang menonjol adalah sakit kepala, demam
tingkat rendah, nyeri pleuritis, mialgia, ruam, dan faringitis. Setelah beberapa hari, sputum
mukoid atau mukopurulen dikeluarkan.
Nadi cepat dan bersambungan (bounding). Nadi biasanya meningkat sekitar 10
kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat Celcius. Bradikardia relatif untuk suatu demam
tingkatan tertentu dapat menandakan infeksi virus, infeksi mycoplasma, atau infeksi dengan
spesies Legionella.
Pada banyak kasus pneumonia, pipi berwarna kemerahan, warna mata menjadi lebih
terang, dan bibir serta bidang kuku sianotik. Pasien lebih menyukai untuk duduk tegak di
tempat tidur dengan condong ke arah depan, mencoba untuk mencapai pertukaran gas yang
adekuat tanpa mencoba untuk batuk atau napas dalam. Pasien banyak mengeluarkan keringat.
Sputum purulen dan bukan merupakan indikator yang dapat dipercaya dari etiologi. Sputum
berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada pneumonia pneumokokus, stafilokokus,
Klebsiella, dan streptokokus. Pneumonia Klebsiella sering juga mempunyai sputum yang
kental; sputum H. influenzae biasanya berwarna hijau.
Tanda-tanda lain terjadi pada pasien dengan kondisi lain seperti kanker, atau pada
mereka yang menjalani pengobatan dengan imunosupresan, yang menurunkan daya tahan
terhadap infeksi dan terhadap organisme yang sebelumnya tidak dianggap patogen serius.
Pasien demikian menunjukkan demam, krekles, dan temuan fisik yang menandakan area
solid (konsolidasi) pada lobus-lobus paru, termasuk peningkatan fremitus taktil, perkusi
pekak, bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik yang
terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi melalui dinding
dada). Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan lebih baik melalui jaringan padat
atau tebal (konsolidasi) ketimbang melalui jaringan normal.
Pada pasien lansia atau mereka dengan PPOM, gejala-gejala dapat berkembang secara
tersembunyi. Sputum purulen mungkin menjadi satu-satunya tanda pneumonia pada pasien
ini. Sangat sulit untuk mendeteksi perubahan yang halus pada kondisi mereka karena mereka
telah mengalami gangguan fungsi paru yang serius.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram
(airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae; bronkopneumonia
(segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan
pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat
pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi.
Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas
sering ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat
terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.
Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah
dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga
tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi
imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada
pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.
Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum
transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris
dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.
Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer
tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat
hipoksia dan kebutuhan oksigen.
7. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai seperti yang
ditetapkan oleh hasil pewarnaan Gram. Penisilin G merupakan antibiotik pilihan untuk
infeksi oleh S. pneumoniae. Medikasi efektif lainnya termasuk eritromisin, klindamisin,
sefalosporin generasi kedua dan ketiga, penisilin lainnya, dan trimetoprim-sulfametoksazol
(Bactrim).
yang
belum
selesai
pertumbuhannya. (Yulianto:
B. ETIOLOGI
Penyebab Cerebral palsy dapat dibagi menjadi dalam 3 bagian :
1.
Pranatal
a.
b.
Radiasi
c.
d.
2.
Toksemia grafidarum
Perinatal
a) Anoksia/hipoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan
inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada
keadaan presentasi bayi abnoemal, disproporsi sefalopelvik, partus lama,
plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan
lahir dengan seksio sesar.
b) Perdarahan otak
Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar
membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,
mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia.
Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan
CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus.Perdarahan di ruangsubdural dapat
menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
c) Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih
banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim,
factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
d) Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang
kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan
inkompatibilitas golongan darah.
e) Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.
3.
Postnatal
a.
Trauma kepala
b.
c.
d.
dari pada factor postnatal. Studi oleh nelson dkk(1986) menyebutkan bayi dengan
berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemia pranatal, merupakan faktor penyebab
Cerebral palsy.
Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat akhir,sedangkan factor
perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan Cerebral palsy mulai dari lahir
sampai satu bulan kehidupan. Sedangkan faktor pascanatal mulai dari bulan pertama
C. GEJALA
Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus yang
berat,bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan. Gejalanya bervariasi,mulai dari
kejanggalan yang tidak tampak nyata sampai kekakuan yang berat,yang
menyebabkan bentuk lengan dan tungkai sehingga anak harus memakai kursi roda.
Cerebral palsy Dibagi menjadi 4 kelompok :
1. Tipe spastic atau pyramidal (50% dari semua kasus CP,otot-otot menjadi
kaku dan lemah
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :
a.
b.
c.
d.
Reflex patologis
Tipe
disginetik
(koreatetoid,20%
dari
semua
kassus
CP),otot
3.
Tipe ataksik, (10% dari demua kasus CP)terdiri dari tremor,langkah yang
goyah dengan kedua tungkai terpisah jauh, gangguan kooordinasi dan
gerakan abnormal.
4.
Ringan :
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan/aktifitas sehari-hari sehingga
sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
2.
Sedang
Aktifitas
sangat
terbatas.penderita
membutuhkan
bermacam-macam
bergerak
dan
berbicara.
Dengan
pertolongan
secara
Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak
mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau
pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya.sebaiknya
penderita seperti ini ditampung dengan retardasi mental berat,atau yang
akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya
maupun lingkungannya.
2.
Keterbelakangan mental
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Gangguan penglihatan
9.
Gangguan pendengaran
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis cerebral palsy tergantung dari bagian dan luas jaringan otak
yang mengalami kerusakan :
a. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan
reflek Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak
hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama
derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan
kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada
sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi
sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi,
fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki
berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada
waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis.
Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya
kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak,
tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/
hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/
diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat
daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota
gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
b. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan
berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower
motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari
rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya
seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya
berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif,
tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan
biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
c. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid,
tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap
dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan
ataksia, kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau
ikterus kern pada masa neonatus.
d. Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid
dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan
tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua
pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
e. Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan
neurogen terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata.
Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
f. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang
terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otototot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak
berliur.
g. Gangguan mata
Gangguan
mata
biasanya
berupa
strabismus
konvergen
dan
E. PATOFISIOLOGI
Adanya malformasi pada otak, penyumbatan pada vaskuler, atropi, hilangnya
neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrower gry, saluran sulci dan
berat otak rendah.
Anoxia merupakan penyebab yang berarti dengan kerusakan otak, atau
sekunder dari penyebab mekanisme yang lain. CP (Cerebral Palsy) dapat dikaitkan
dengan
premature
yaitu
spastic
displegia
yang
disebabkan
oleh hypoxic
cerebral menyebabkan
beratnya
F. PENGOBATAN / TERAPI
Tapi tidak dapat disembuhkan dan merupakan kelainan yang berlangsung
seumur hidup. Tetapi banyak hal yang dapat dilakukan agar anak bisa hidup
semandiri mungkin. Pengobatan yang dilakukan biasanya tergantung kepada gejala
dan bisa berupa:
1.
Terapi fisik
2.
Loraces (penyangga)
3.
Kaca mata
4.
5.
6.
7.
8.
Terapi okupasional
9.
10. Terapi wicara bisa memperjelas pembicaraan anak dan membantu mengatasi
masalah makan
11. Perawatan (untuk kasus yang berat)
Jika tidak terdapat gangguan fisik dan kecerdasan yang berat, banyak anak
dengan cp yang tumbuh secara normal dan masuk ke sekolah biasa. Anak
lainnya memerlukan terapi fisik yang luas. Pendidikan khusus dan selalu
memerlukan bantuan dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari.
Pada beberapa kasus, untuk membebaskan kontraktur
persendian
Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status
bayi secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . jika dijumpai
adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera
memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.
Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak
walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan
kepad orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal supaya segera
dibawa konsultasi ke dokter.
G. DIAGNOSA PENUNJANG
1.
2.
harus
dilakukan
untuk
4.
Foto rontgen kepala.
2. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
3. Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental.
H. KOMPLIKASI
1. Ataksi
2. Katarak
3. Hidrosepalus
I. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada gejala dan tipe sebral palsi. Prognosis paling baik pada derajat
fungsional yang ringan. Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental,
bangkitan kejang, gangguan pengkiahatan dan pendengaran.
2.
3.
Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM (Protein
Calori Malnutrition)/ disebut juga Protien Energi Malnutrisi ( PEM ) atau (MEP)
Malnutrisi Energi dan Protein.
Penyakit ini paling banyak menyerang anak balita, terutama di negara-negara
berkembang. Gejala kurang gizi ringan relatif tidak jelas, hanya terlihat bahwa
berat badan anak tersebut lebih rendah dibanding anak seusianya. Rata-rata berat
badannya hanya sekitar 60-80% dari berat ideal. Adapun ciri-ciri klinis yang biasa
menyertainya antara lain:
Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun.
Ukuran lingkaran lengan atas menurun.
Maturasi tulang terlambat.
Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun.
Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang.
4.
lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita).
Tanda-tanda
dan
gejala
adalah
sebagai
berikut:
c.
Adapun Tanda dan gejala dari gizi buruk tergantung dari jenis nutrisi yang
mengalami defisiensi. Walaupun demikian, gejala umum dari gizi buruk adalah:
Kelelahan dan kekurangan energy
Pusing
Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan
untuk melawan infeksi
Kulit yang kering dan bersisik
Gusi bengkak dan berdarah
Gigi yang membusuk
Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
Berat badan kurang
Klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perban dingan berat badan terhadap
umur anak sebagai berikut:
1.
Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan).
2.
3.
4.
B. PATOFISIOLOGI/PATHWAY
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.
Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan
terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk
sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung cukup karbohidrat, maka produksi
insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah
kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot. Makin berkurangnya asam amino
dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin hepar, yang berakibat
timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan betalipoprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu, dengan akibat
terjadinya penimbunan lemak di hati.
C. ETIOLOGI
1. Agen
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2. Host
a.
b.
Tujuan imunisasi adalah mencegah penyakit dan kematian anak balita yang
disebabkan oleh wabah yang sering terjangkit, artinya anak balita yang telah
memperoleh imunisasi yang lengkap sesuai dengan umurnya otomatis sudah
memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu maka jika ada kuman yang masuk
ketubuhnya secara langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap kuman
tersebut.
c. Status ASI Eksklusif
ASI mengandung gizi yang cukup lengkap untuk kekebalan tubuh bayi.
Keunggulan lainnya, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat
gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang
diberikan secara dini kepada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi
sehingga dapat menyebabkan susah buang air besar pada bayi. Proses pembuatan
susu formula yang tidak steril menyebabkan bayi rentan terkena diare. Hal ini akan
menjadi pemicu terjadinya kurnag gizi pada anak.
d. Pemberian Kolostrum
e. Tingkat pendidikan Ibu
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang
dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidkan yang lebih
tingggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi
lebih baik.
f. Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan tentang gizi sangat diperlukan agar dapat mengatasi masalah yang
timbul akibat konsumsi gizi. Wanita khususnya ibu sebagai orang yang
bertanggung jawab terhadap konsumsi makanan bagi keluarga, ibu harus memiliki
pengetahuan tentang gizi baik melalui pendidikan formal maupun informal.
g. Pekerjaan Ibu
Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu untuk tugas-tugas
pemeliharaan anak, kurang pemberian ASI.
h. Jumlah Anak dalam Keluarga
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada
masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang sangat
miskin, akan lebih mudah memenuhi makanannya jika yang harus diberi makan
jumlahnya sedikit. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah
paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang
paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan.
i. Penyakit Infeksi
Gizi kurang menghambat reaksi imunologis dan berhubungan dengan tingginya
prevalensi dan beratnya penyakit infeksi. Penyakit infeksi pada anak-anak yaitu
Kwashiorkor atau Marasmus sering didapatkan pada taraf yang sangat berat.
Infeksi sendiri mengakibatkan penderita kehilangan bahan makanan melalui
muntah-muntah dan diare.
3. Environment (Lingkungan)
a.
Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan
kebersihan lingkungan.
b.
B.
MANIFESTASI KLINIS
1.
Secara umum anak tampak sembab, letargik, cengeng, dan mudah terangsang. Pada
Gejala terpenting adalah pertumbuhan yang terhambat, berat dan tinggi badan lebih
rendah dibandingkan dengan BB baku. Penurunana BB ini tidak mencolok atau mungkin
tersamar bila dijumpai edema anasarka.
3.
Sebagian besar kasus menunjukkan adanya edema, baik derajat ringan maupun
berat. Edema ini muncul dini, pertama kali terjadi pada alat dalam, kemudian muka,
lengan, tungkai, rongga tubuh, dan pada stadium lanjut mungkin edema anasarka.
4.
Jaringan otot mengecil dengan tonusnya yang menurun, jaringan subkutan tipis dan
lembek.
5.
Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan diare. Diare terdapat
6.
Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah dicabut. Pada
taho lanjut, terlihat lebih kusam, jarang, kering, halus, dan berwarna pucat atau putih,
juga dikenal signo de bandero.
C.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses lengkap,
Tes mantoux
4.
EKG
BAB 2
KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. N
Tanggal lahir : 16 November 2014
Umur : 1 tahun 5 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat: Catur Tunggal, Sleman, Yogyakarta
Perkawinan
: Belum kawin
Agama : Islam
Gol. Darah
: tidak tahu
Asuransi
Pekerjaan
: Belum bekerja
Riwayat Makanan:
Usia 0 sampai 6 bulan: ASI ekslusif
Usia 6 bulan sampai sekarang: ASI + Nasi tim 3x sehari habis sampai 1 porsi
Riwayat Imunisasi
BCG
1x
DPT
3x
Polio
1x
Campak
1x
Hepatitis B 0x
4. ANAMNESIS SISTEM
Termoregulasi
: Demam (+)
Respirologi
Kardiovaskuler
Gastrohepatologi
Urinarius
Muskuloskeletal
Sistem integumentum
5. PEMERIKSAAN FISIK
- Kesan umum: Compos mentis, rewel
- Tanda vital:
N: 130x/menit, isi dan tegangan cukup, teratur
RR: 36x/menit tipe thorakoabdominal, Wheezing (-), Ronkhi (+), Krepitasi (-)
T: 37,80 C
-
Kepala
Bentuk
: Mesocephal
Ubun-ubun : Menutup
Mata
: CA -/-, SI -/-
Hidung
: sekret (-)
Telinga
: Discharge (-)
Mulut
: lidah putih
Pharynx
Gigi
Batas jantung
SIC II LPS (D)
SIC IV LPS (D)
Paru-paru Depan:
KANAN
Simetris
Fremitus ka-ki
Sonor (+)
Vesikuler (+), ronki (+),
I
P
P
A
krepitasi (+)
KIRI
Simetris
Fremitus ka-ki
Sonor (+)
Vesikuler (+), ronki (+),
krepitasi (+)
Paru-belakang
KANAN
Simetris
Fremitus ka-ki
Sonor (+)
Vesikuler (+), ronki (+),
I
P
P
A
KIRI
Simetris
Fremitus ka-ki
Sonor (+)
Vesikuler (+), ronki (+),
krepitasi (+)
-
krepitasi (+)
- Hepar
: tidak teraba
- Lien
Gerakan
Tonus
Trofi
Clonus
Refleks fisiologis
Reflek patologis
M. Sign
Sensibilitas
Tungkai
Kanan
Kiri
terbatas
terbatas
meningkat meningkat
Eutrofi
Eutrofi
+
+
+
+
+
+
Lengan
Kanan
terbatas
Meningkat
Eutrofi
+
+
Kiri
Terbatas
Meningkat
Eutrofi
+
+
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 4 April 2016
AL
Hb
Hmt
AT
N
L
M
MCV
MCH
MCHC
PCT
4,5-11,00
12,3-15,3
35,0-47,0
154-336
25,0-60,0
25,0-50,0
1,0-6,0
80,0-96,0
28,0-33,0
33,0-36,0
0,0-1,0
15,69 x103/L
10,5 g/dL
32,5 %
536x103/L
43,6%
47,3%
7,7%
84,0 fL
27,1 pg
32,3 g/dL
0,05%
26 Maret 2016
Infiltrat di pulmo bilateral
Besar Cor normal
4 April 2016
pulmo bilateral
Infiltrat
dengan
7. DIAGNOSIS MEDIS
- Pneumonia
- Cerebral Palsy
- Gizi kurang
8. TATA LAKSANA:
Fisioterapi dada
Obat :
Ceftazidime 200mg/8 jam (25mg/kgBB/8jam) melalui IV
Phenobarbital 30mg/12 jam melalui PO
Kebutuhan Pasien
Pasien tidak sesak
Cerebral palsy
Kekakuan
berkurang
Gizi tercukupi
Bebas demam
Gizi kurang
Demam
Batuk
produk)
Planning
Monitor KU/VS per 4-6 jam
Keb Cairan: 700ml/hari dengan ASI
Lacak hasil kultur darah
Fisioterapi dada
Nebulasi NaCl 0,9% tiap 6 jam
Obat :
Ceftazidime
200mg/8
jam
(25mg/kgBB/8jam) melalui IV
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
HARI,
TANGGAL
Selasa, 5
April 2016
Selasa, 5
April 2016
Selasa, 5
April 2016
Selasa, 5
April 2016
Selasa, 5
DATA
DS:DO:
- Pasien masih batuk dan ada sekret
- Pasien masih tampak sedikit sesak
DS:- DO: BB: 7,6 kg
- TB: 69 cm
- IMT 15,9
DS:DO:
- Usia: 1 tahun 5 bulan
- Pasien terdiagnosa cerebral palsy
DS:DO:
- Pasien berusia <2tahun
- Pasien terdiagnosa cerebral palsy
DS: -
MASALAH
Bersihan jalan napas
tidak efektif
Ketidakseimbangan
Nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
Gangguan mobilitas
fisik
Risiko jatuh
Resiko infeksi
ETIOLOGI
Faktor yang
berhubungan: ada
sekret/sputum yang
berlebih
Faktor yang
berhubungan: intake
kurang
Faktor yang
berhubungan: penyakit
yang dialami (cerebral
palsy)
Faktor yang
berhubungan:
Anak dengan usia <2
tahun
Faktor resiko:
April 2016
DO:
- Pasien dirawat inap di bangsal
dengan pasien infeksius
- Pasien anak-anak
lingkungan sekliling
pasien dan pertahanan
sekunder yang kurang
efektif
RENCANA KEPERAWATAN
NO
.
1.
DIAGNOSA/ MASALAH
KEPERAWATAN
Bersihan Jalan Napas Tidak
Efektif (00031)
Definisi: Ketidakmampuan
untuk membersihkan sekret
atau penghalang pada saluran
pernapasan untuk menjaga
bersihan jalan napas.
Domain 11 : Safety / Protection
Class 2: Physical Injury
Batasan Karakteristik:
- Ada sekret yang berlebih
- Dyspnea
Faktor yang berhubungan: ada
sekret/sputum yang berlebih
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
Airway Management
Aktivitas:
1. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
2. Mengeluarkan sekret dengan cara batuk efektif
ataupun suctioning atau fisioterapi dada
3. Menginstruksikan cara batuk efektif
4. Memposisikan pasien untuk mengurangi dyspnea
5. Monitor status respirasi dan oksigenasi pasien
6. Kolaborasi pemberikan terapi Nebulizer
2. Kemampuan untuk
3
membuang sekret
Keterangan:
1: Deviasi berat dari rentang normal
2: Deviasi substansial dari rentang normal
3: Deviasi sedang dari rentang normal
4: Deviasi ringan dari rentang normal
5: Tidak ada deviasi
No
Indikator
1. Dyspnea saat istirahat
2. Batuk
Keterangan:
1: Berat
2 : Substansial
3 : Sedang
4 : Ringan
Awal Target
4
5
3
Respiratory Monitoring
Aktivitas:
1. Monitor rate, ritme, dan kedalaman respirasi
2. Monitor adanya suara tambahan saat respirasi
3. Monitor pola pernapasan (bradypnea, takypnea,dll)
4. Monitor level saturasi oksigen
5. Auskultasi suara pernapasan pasien
6. Monitor adanya peningkatan kelelahan dan cemas
7. Monitor kemampuan pasien untuk batuk
8. Monitor faktor pemicu bertambah beratnya
dyspnea
NO
.
2.
DIAGNOSA/ MASALAH
KEPERAWATAN
Ketidakseimbangan Nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh
(00002)
Definisi: Intake nutrisi kurang
dari kebutuhan metabolik tubuh
Domain 2: Nutrition
Class 1: Ingestion
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
5 : Tidak
Nutritional Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam status nutrisi pasien meningkat dengan indikator:
No
Indikator
Awal Target
1. Intake makanan
4
5
2. Intake cairan
Batasan Karakteristik:
- Berat badan kurang dari Keterangan:
1: Deviasi berat dari rentang normal
normal
2: Deviasi substansial dari rentang normal
Fakytor yang berhubungan:
3: Deviasi sedang dari rentang normal
intake kurang
4: Deviasi ringan dari rentang normal
5: Tidak ada deviasi
3.
Mobility
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam status nutrisi pasien meningkat dengan indikator:
No
Indikator
Awal Target
1. Pergerakan otot
4
5
2. Posisi tubuh
Domain 4: Activity/Rest
Class 2: Activity/Excercise
Keterangan:
Nutrition Management
Aktivitas:
1. Menentukan status nutrisi serta kebutuhan nutrisi
pasien
2. Mengidentifikasi adanya alergi makanan
3. Mendiskusikan dengan keluarga tentang kebutuhan
nutrisi pasien
4. Monitor kalori dan intake pasien
5. Monitor adanya penurunan berat badan dan
kekuatan pada pasien
6. Meganjurkan keluarga untuk memberikan menu
makanan sesuai dengan yang telah dianjurkan
7. Motivasi keluarga untuk memenuhi intake nutrisi
pasien dan memantaunya
NO
.
DIAGNOSA/ MASALAH
KEPERAWATAN
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
1: Terganggu berat
Batasan Karakteristik:
2: Terganggu substansial
- Pergerakan
yang
tidak 3: Terganggu sedang
terkoordinasi
4: Terganggu ringan
- Penurunan
kemampuan 5: Tidak terganggu
pergerakan
Faktor yang berhubungan:
penyakit yang dialami (cerebral
palsy)
4.
Infection Protection
Aktivitas:
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik maupun
lokal
2. Monitor kerentanan terhadap
3. Menjaga asespsis pada pasien beresiko
4. Dorong intake nutrisi yang cukup
5. Dorong intake cairan
6. Instruksikan pasien untuk mengkonsumsi antibiotik
yang dianjurkan
7. Ajarkan keluarga mengenai tanda dan gejala
infeksi.
8. Ajarkan keluarga cara mencegah infeksi.
Infection Control
Aktivitas:
NO
.
DIAGNOSA/ MASALAH
KEPERAWATAN
TUJUAN (NOC)
Memastikan
petugas kebersihan membersihkan ruang rawat
klien.
2.
Mengajarkan
kepada keluarga cara mencuci tangan yang baik
dan benar.
3.
Menganjurkan
pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan
setelah meninggalkan ruang rawat.
4.
Mengajarkan
kepada keluarga cara meminimalisir terjadinya
infeksi, salah satunya dengan menjaga kebersihan
diri.
5.
Memberikan
kolaborasi terapi antibiotik.
6.
Mengajarkan
kepada keluarga untuk mengenali tanda dan gejala
infeksi dan segera melaporkannya pada petugas
medis yang jaga.
7.
Mempertahankan
lingkungan aseptik IV line yang terpasang.
8.
Mencuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan perawatan
terhadap klien.
Fall Prevention Behavior
Fall Prevention
Setelah dilakukan tindakan keperawatan minimal 1 x 24 Aktivitas :
jam, klien menunjukkan perilaku yang aman untuk
1. Mengidentifikasi keterbatasan fisik dan kognitif
4. Mempraktikkan kebersihan
tangan
Keterangan:
1 : Tidak pernah ditunjukkan
2 : Jarang ditunjukkan
3 : Kadang Kadang ditunjukkan
4 : Sering ditunjukkan
5 : Selalu ditunjukkan
5.
INTERVENSI (NIC)
3
1.
NO
.
DIAGNOSA/ MASALAH
KEPERAWATAN
dapat menyebabkan bahaya
fisik.
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
Awal
5
5
CATATAN PERKEMBANGAN
DIAGNOSA/
MASALAH
KOLABORASI
Bersihan Jalan
Napas Tidak
Efektif
HARI/TANGGAL
Rabu, 6 April 2016
IMPLEMENTASI
Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Nebulizer
Monitor status respirasi dan oksigenasi pasien
Monitor rate, ritme, dan kedalaman respirasi
Monitor pola pernapasan (bradypnea, takypnea,dll)
Monitor level saturasi oksigen
Auskultasi suara pernapasan pasien
EVALUASI
S: orang tua pasien menyatakan pasien masih
sering batuk dan terdapat sekret
O: RR = 42x/menit; SpO2 = 96%
Tidak ada retraksi dinding dada. Pasien tidak
tampak dyspnea, terdapat suara nafas
tambahan ronkhi pada paru kanan dan kiri
A: masalah belum teratasi
No
Indikator
A
1. Respiratory
5
rate
2. Kemampuan 3
untuk
membuang
sekret
T
5
C
5
Ketidakseimbanga
n Nutrisi: kurang
dari kebutuhan
tubuh
A
4
T
5
C
5
2. Intake cairan
P: Manajemen nutrisi
Gangguan
Mobilitas Fisik
(00085)
Resiko Infeksi
(00004)
A
4
T
5
C
4
A
3
T
4
C
4
3.
1.
2.
Risiko Jatuh
(00155)
potensial
Monitor lingkungan
terhadap faktor yang
berhubungan dengan
resiko infeksi
Menjaga kebersihan
lingkungan
Mempraktikkan
kebersihan tangan
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman, Arvin, 1999. Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15 Nelson,
Jakarta : EGC
Dochterman, Bullechek, Butcher, Wagner. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC)
6th edition. St. Louis: Mosby.
Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
Buat Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Dr. Soetjiningsih, SpAK, 1995. Tumbuh Kembang Anak, Jakarta : EGC
Kartasasmita, C.B. 2010. Pneumonia Pembunuh Balita. Buletin Jendela Epidemiologi; 3;2226.
Morhead, S., Jhonson, M., Maas. ML., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes Classification
(NOC) 5th edition. St. Louis: Mosby.
North American Nursing Diagnosis Association. 2014. Nursing Diagnoses: Definition &
Classification 2015-2017. Philadelphia:Wiley Blackwell.
Nurjannah, Intansari. 2014. ISDA : Intans Screening Diagnoses Assesment. Versi Bahasa
Indonesia. Yogyakarta : Moco Media
Riyadi dan Sujono, 2009. Buku Saku Pediatri. Jakarta: EGC
Santi Wijaya, Skep. Ns, 1999. Lumpuh Otak, Bandung :http//:id.wikipedia.org
Vivi Melva Diana.2004.Hubungan Pola Asuh Dengan Status gizi anak Balita di Kecamatan
Kelurahan Pasar Ambacang kota padang tahun 2004. http://issuu.com/psikmunand/docs/jurnal_1
Wilson, Hockenberry. 2007. Wongs Nursing Care of Infants and Children. Wosby Elsevier:
Evolve
Wong, D.L,dkk. 2008. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Buku Kedokteran
Yulianto, 2000. Cerebral Palsy Pada Anak, Jakarta :http://www.pediatrik.com . 5 April
2016
Yustisia,Wina Sofie.2006.Analisi Faktor Untuk Angka Gizi Buruk Pada Balita di Kabupaten
Langkat.Diakses
pada
tanggal
5
April
2016
:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14021/1/09E00372.pdf