Oleh:
Rinda Kusumawati
(135100101111033)
Kurnia Wulandari
(135100101111037)
Inna Suryani
(135100101111039)
Maya Puspito N.
(135100100111041)
Sultan Al-Fathir
(135100100111043)
(135100101111045)
Indonesia yang sebagian besar penduduknya adalah Muslim membuat negara ini
menjadi pasar terbesar di dunia bagi perbankan syariah. Besarnya populasi muslim itu
memberikan ruang yang cukup lebar bagi perkembangan bank syariah di Indonesia.
Di Indonesia, bank syariah pertama baru lahir tahun 1991 dan beroperasi secara resmi
tahun 1992. Padahal, pemikiran mengenai hal ini sudah terjadi sejak dasawarsa 1970-an.
Menurut Dawam Raharjo, saat memberikan Kata Pengantar buku Bank Islam Analisa Fiqih
dan Keuangan penghalangnya adalah faktor politik, yaitu bahwa pendirian bank Islam
dianggap sebagai bagian dari cita-cita mendirikan Negara Islam (baca buku Bank Islam
Analisa Fiqih dan Keuangan karya Adiwarman Karim IIIT Indonesia, 2003).
Namun, sejak 2000-an, setelah terbukti keunggulan bank syariah (bank Islam) dibandingkan
bank konvensional antara lain, Bank Muamalat tidak memerlukan suntikan dana, ketika
bank-bank konvensional menjerit minta Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ratusan
triliunan akibat negative spread bank-bank syariah pun bermunculan di Indonesia.
Hingga akhir Desember 2006, di Indonesia terdapat tiga Bank Umum Syariah (BUS) dan 20
Unit Usaha Syariah (UUS).
Salah satu tonggak perkembangan perbankan Islam adalah didirikannya Islamic
Development Bank (IDB, atau Bank Pembangunan Islam) pada tahun 1975, yang berpusat di
Jeddah. Bank pembangunan yang menyerupai Bank Dunia (World Bank) dan Bank
Pembangunan Asia (Asia Development Bank, ADB) ini dibentuk oleh Organisasi Konferensi
Islam (OKI) yang anggota-anggotanya adalah negara-negara Islam, termasuk Indonesia.
2. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah
Bank Syariah
Melakukan hanya investasi yang halal menurut
Bank Konvensional
Melakukan investasi baik yang halal
hukum Islam
Berorientasi keuntungan
kemitraan
bentuk kreditur-debitur
3. Murobahah
Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan
membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke
pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan
bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat
sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang
disepakati. Contoh: harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka
yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang
disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
Menurut definisi Ulama Fiqh Murabahah adalah akad jual beli atas barang
tertentu. Dalam transasksi penjualan tersebut penjual menyebutkan secara jelas barang
yang akan dibeli termasuk harga pembelian barang dan keuntungan yang akan diambil.
Dalam perbankan Islam, Murabahah merupakan akad jual beli antara bank selaku
penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Dari transaksi
tersebut bank mendapatkan keuntungan jual beli yang disepakati bersama. Selain itu
murabahah juga merupakan jasa pembiayaan oleh bank melalui transaksi jual beli dengan
nasabah dengan cara cicilan. Dalam hal ini bank membiayai pembelian barang yang
dibutuhkan oleh nasabah dengan membeli
mejualnya kepada nasabah dengan menambahkan biaya keuntungan (cost-plus profit) dan
ini dilakukan melalui perundingan terlebih dahulu antara bank dengan pihak nasabah
yang bersangkutan.
Pemilikan barang akan dialihkan kepada nasabah secara propisional sesuai dengan
cicilan yang sudah dibayar. Dengan demikian barang yang dibeli berfungsi sebagai
agunan sampai seluruh biaya dilunasi.
4. Mudhorabah
Secara teknis Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana
pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100 %) modal sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
Landasan syariah antara lain al-Quran surat al-Muzammil ayat 20, Surat alJumuah ayat 10 dan surat al-Baqarah ayat 198. Dari Al-Hadits riwayat Thabrani dan
Ibnu majah serta Ijma para sahabat.
Secara umum
dan dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Sedangkan
mudharabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib
dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu dan tempat usaha. Adanya pembatasan ini
biasanya mencerminkan kecenderungan umum si shahibul mal dalam memasuki jenis
dunia usaha.
5. Ijaroh
Pengertian secara etimologi ijarah disebut juga al-ajru (upah) atau al-iwadh
(ganti). Ijarah disebut juga sewa, jasa atau imbalan. Sedangkan menurut Syara Ijarah
adalah salah satu bentuk kegiatan Muamalah dalam memenuhi kebutuhan hidup
manusia, seperti sewa menyewa dan mengontrak atau menjual jasa, atau menurut Sayid
Sabiq Ijarah ini adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan
penggantian.
Menurut Ulama Fiqh Imam Hanafi Ijarah adalah transaksi terhadap suatu manfaat
dengan imbalan. Sedangkan menurut Ulama Syafii Ijarah adalah transaksi terhadap
suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan dapat dimanfaatkan dengan
imbalan tertentu. Sementara menurut Ulama Maliki dan Hambali Ijarah adalah pemilikan
manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.
Berdasarkan definisi dari para Ulama Madzhab tersebut, terdapat kesamaan
pandangan bahwa adanya unsur penting dalam pembiayaan Ijarah yakni adanya manfaat
pada barang yang disewakan baik yang bersifat jasa, dan adanya imbalan atas nilai yang
disepakati dalam transaksi tersebut.
6. Gadai ( Rahn )
Gadai (rahn) menurut pengertian terminologi (istilah) terdapat beberapa pendapat,
diantaranya menurut Sayyid Sabiq, Rahn adalah menyandera sejumlah harta yang
diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan.
Menurut Muhammad Syafii Antonio, Rahn (Gadai) adalah menahan salah satu
harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang
ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis, dengan demikian pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
7. Salam
Salam secara etimologi berarti salaf (pendahuluan) yang bermakna akad atau
penjualan/pembuatan sesuatu yang disepakati dengan kriteria tertentu dalam tempo
(tanggungan), sedang pembayarannya disegerakan.
Baii salam adalah suatu jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli barang,
sedang pembayarannya dilakukan dimuka bukan berdasarkan fee melainkan berdasarkan
keuntungan (margin). Dengan kata lain bai salam adalah suatu jasa free-paid purchase of
goods.
Menurut para Fuqaha menamai Bai Salam dengan Al-Mahawij (barang-barang
mendesak). Praktik jual beli ini dilakukan dengan tanpa ada barangnya di tempat,
sementara dua pihak melakukan jual beli, secara mendesak.
Dasar hukum Bai salam ini sama dengan dasar hukum jual beli yang
disyariatkan dalam al-Quran, seperti Firman Allah dalam surat al-Baqarah 282 yang
artinya : Hai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, maka hendaklah kamu menuliskannya
Akad jual beli tangguh/pesanan dimana pembayaran dilakukan di muka dan
barang diterima beberapa waktu kemudian. Dalam pembiayaan ini bank bertindak selaku
pembeli sedangkan nasabah bertindak selaku penjual. Uang pembelian diberikan dimuka
kepada nasabah. Barang yang dipesan harus memiliki spesifikasi dan jumlah satuan yang
jelas dan standar. Biasanya diterapkan untuk pembiayaan produk pertanian (agrobased
industries) atau produk2 yang terstandarisir. Apabila nasabah gagal (wan prestasi,
default) menyerahkan barang yang dipesan, maka kewajiban terhadap bank tidak
berubah.
Bank dapat menjual barang tersebut sebelum jatuh tempo kepada pihak lain
dengan cara yang sama (salam) tapi tidak boleh dikaitkan dengan Salam yang pertama.
Produk ini disebut Salam Paralel. Salam Paralel dilarang dilakukan terhadap nasabah
yang sama, karena dikhawatirkan terkena hukum riba.
8. Wadiah
Akad titipan dimana barang yang dititipkan dapat diambil sewaktu-waktu. Pihak
yang menerima titipan dapat meminta jasa untuk keamanan dan pemeliharaan barang
yang dititipkan.
Ada 2 jenis wadiah
1. Wadiah Amanah Pihak yang menerima titipan tidak diperkenankan
mengambil manfaat dari barang yang dititipkan (contoh : safe deposit box).
2. Wadiah Yaddhamanah Pihak yang menerima titipan boleh mengambil
manfaat dari barang yang dititipkan (contoh : giro & tabungan)