Anda di halaman 1dari 8

BAB II

KERANGKA TEORITIS
2.1 TEORI PERENCANAAN KOTA
2.1.1 Teori Tempat Sentral (Central Place Theory)
Salah satu model dari struktur tat ruang wilayah ialah dinamakan Central
Plae Theory. Teori ini merumuskan bagaimana hubungan antara tempat sentral
dengan wilayah pengaruhnya (hinterland) serta merumuskan bagaimana hirarki
dari tempat sentral.
Perlu dicatat bahwa teori ini baru memperhitungkan tentang kegiatan dari
industri tersier (pelayanan jasa) untuk menetapkan loasi dari tempat sentral
tersebut.
Jenis-jenis Pelayanan jasa dapat dikelompokkan kepada:
a.
b.
c.
d.

pelayanan perbaikan (reapair work) dan pekrjaan lain dari sejenis;


distribusi dan pengaggkutan barang-barang;
pelayanan akan administrasi, pendidikan dan iformasi;
pelayanan keamanan dan kesehatan.

Jenis pelayanan ini pun bertingkat-tingkat dalam ukurannya;


Pedagang eceran dapat berbentuk toko kecil sampai dengan gedung
perbelanjaan (depertemen store). Atau degan kata lain pelayanan ini ersifat
hirarkis, yaitu pelayanan tingkat rendah yanganya terdapat pada pusat kegiatan
terkecil, dan pelayanan yang tlebih tinggi pada pusat kegiatan lebih besar. Jadi
kota-kota besar menyandang hampir seluruh jenis kegiatan denga berbagai
tingkat, sedangkan kota kecil hanya memiliki pelayanan yang terbatas. Tetapi
pelayanan mempunyai ambang batas penduduk dari luar pemasaran untuk
mendukung aktivitas pelayanan tersebt. Ambang batas penduduk, misalnya dapat
berbariasi dari 250 orang untuk sebuah toko kecil dan sampai mencapai 150.000
orang untuk sebuah gedung kesenian. Jumlah penduduk di bawah dari ambang
batas, akan menyebabkan mundurnya atau terhentinya kegiatan pelayanan
tersebut. Apabila berada di atas ambang atas akan menambah keuntungan dari

kegiatan pelayanan itu dan akan merangasang aktivitas pelayanan yang sejenis
sebagai saingan.
Luas pemasaran dari kegiatan pelayanan itu iala sampai sejauh mana
seseorang bersedia untuk berjalan mencapai pelayanan itu. Apabila jarak ini
dilampaui maka seseorang akan mencari pelayanan lain yang lebih dekat. Sebagai
contoh bahwa seseorang akan may berjalan untuk membeli rokok dari suatu toko
kecil yang terdekat, dan hanya akan mau berpergian ke kota besar yag agak jah
ntk membli permata dan pakaian yang bagus.
Oleh karena itu sebagai konsekuensi logis, maka toko kecil harus tumbuh
banyak untuk memberi kemudahan bagi manusia dan akan bertumbuh pula bagi
kota-kota kecil. Tetapi kota besar yang menjual permata tadi tidak perlu banyak
karena daerah pemasarannya cukup luas. Hal ini memberikan keterangan
mengapa dalam satu wilayah hanya ada bberapa kota besar, dan lebih banyak
kota-kota kecil.
2.1.2

Teori Struktur Ruang Kota


Ada tiga model klasik tata ruang kota dari studi tentang perkembangan

kota di Amerika. Walaupun diambil dari studi tentang perkembangan kota di


Amerika. Walaupun diambil dari studi dari luar negeri perlujuga dipahami untuk
dapat membandingkannya dengan kondisi Indonesia.
a. Teori Cosentric zone
Menemapatkan Central Bussines Distric (CBD) pada tengah dari wialayah
kota Zone 1. Dan secara brrut turut CBD ini akan dikelilingi oleh kawasan kelas
menegah, perumahan kelas tinggi, industri berat, kawasan komuter (penglaju).
Jadi model ini menganut paham bahwa setiap jenis lingkaran mempunyai
penggunaan lahan yang sama.
b. Teori Sector Model
Merupakan teori yang diperkenalkan oleh Hoyt (Hartshorn, Truman A 1980,
hal 219) yang pada dasaranya mengatakan bahwa suatu penggunaan lahan dimulai
dari CBD dan selanjutnya akan terus berkembana ke arah luar kota dengan
penggunaan yang sama. Artinya tidak berbentuk kumpulan lingakran, melainkan
satu lingkaran ang dipoton-poton menjadi sektor penggunaan lahan tertentu.

c. Teori Inti Handa (multiple Nuclei Mode).


Merupakan teori yang dikemukakn oleh Harris dan Ulman (Ibid. Hal. 221)
yang mengatakan bahwa penggunaan tanah pada kota tidak selamanya harus
berada di tengah kota.
Sumber: Proses Kota..

2.2 PENGERTIAN DAN KOSENSEP REVITALISASI


Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau
bagian kota yang dulunya pernah vital hidup akan tetapi mengalami kemunduran
dan degradasi. Sebagai sebuah kegiatan yang sangat kompleks, revitalisasi terjadi
melalui beberapa tahapan dan membutuhkan kurun waktu tertentu serta meliputi
hal - hal sebagai berikut.
1. Intervensi fisik
Mengingat citra kawasan sangat erat kaitannya dengan kondisi visual
kawasan khususnya dalam menarik kegiatan dan pengunjung, intervensi
fisik ini perlu dilakukan. Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik
revitalisasi dan dilakukan secara bertahap, meliputi perbaikan dan
peningkatan kualitas dan kondisi fisik bangunan, tata hijau, sistem
penghubung, system tanda/reklame dan ruang terbuka kawasan (urban
realm). Isu lingkungan (environmental sustainability) pun menjadi
penting, sehingga intervensi fisik pun sudah semestinya memperhatikan
konteks lingkungan. Perencanaan fisik tetap harus dilandasi pemikiran
jangka panjang.
2. Rehabilitasi ekonomi
Perbaikan fisik kawasan yang bersifat jangka pendek, diharapkan bisa
mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic
development), sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi kawasan
kota (P. Hall/U. Pfeiffer, 2001). Revitalisasi yang diawali dengan proses
peremajaan artefak urban harus mendukung proses rehabilitasi kegiatan
ekonomi. Dalam konteks revitalisasi perlu dikembangkan fungsi campuran
yang bisa mendorong terjadinya aktivitas ekonomi dan sosial (vitalitas
baru).
3. Revitalisasi sosial/institusionalS
Revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu menciptakan
lingkungan yang menarik (interesting), jadi bukan sekedar membuat
beautiful place. Kegiatan tersebut harus berdampak positif serta dapat
meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat/warga (public

realms). Kegiatan perancangan dan pembangunan kota untuk menciptakan


lingkungan sosial yang berjati diri (place making) dan hal ini pun
selanjutnya perlu didukung oleh suatu pengembangan institusi yang baik.
Konsep revitalisasi Pusat Kota

Konsep

revitalisasi

dirumuskan

secara

deskriptif

dengan

cara

menginterpretasikan hasil analisa yang telah dilakukan. Menurut Kvale


(1996) interpretasi adalah upaya untuk memahami data secara lebih
ekstensif

sekaligus

mendalam.

Peneliti

memiliki

perspektif

dan

menginterpretasi menurut perspektifnya. Proses interpretasi memerlukan


distansi (upaya mengambil jarak) dari data, dicapai melalui langkah yang
metodis dan teoretis yang jelas. Konsep revitalisasi didapat dari dan
perbandingan kondisi eksisting, faktor-faktor yang
berpengaruh, prioritas penanganan, teori dan best practice yang dijabarkan
secara deskriptif. Konsep disusun dengan pendekatan deduktif pada
keseluruhan serta masing-masing tipologi kawasan (makro dan mikro).
a. Faktro-faktro yang mempengaruhi kemunduran Kawasan Perkotaan P.
Susu
b. Tipologi Kawasan Berdasarkan Tingkat Kemunduran
c. Konsep Revitalisasi Kawasan Perkotaan P. Susu

Konsep revitalisasi dibagi menjadi 2 yaitu Konsep Makro dan


Mikro. Konsep Makro disusun dengan skala cakupan wilayah penelitian
secara keseluruhan. Sedangkan Konsep Mikro dirumuskan pada setiap
tipologi kemunduran. Konsep dirumuskan dengan cara melakukan
komparasi kondisi eksisting, hasil analisa sebelumnya, teori dan best
practice yang relevan dan dijabarkan secara deskriptif

2.3 PERENCANAAN

PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN

BERWAWASAN LINGKUNGAN
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Ppengelolaan lIngkunga Hidup menyatakan :
Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya
keadaan, dan makhluk hidup, teramasuk manusia dan perlakunya yang
mempengaruhi eklangsungn perikhiupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk lain
Pembangunan Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah
upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk
suber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,
keseahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
(Hal 25)
Secara Teoritis Pembangunan Berkelanjutan merupakan suatu
proses pembagunan yang mengoptimalakan manfaat sumber daya alam
dan smber daya manusia secara berkelanjutan, dengan cara menyerasikan
aktivitas manusi sesuai dengan kemampuan sumber alam yang
menopangnya dalam susatu ruang wilayah daratan, lautan dan udara
sebagai satu kesatuan (Sugandhy, 2000).
Dengan

demikian,

pembangunan

berkelanjutan

tidak

bisa

dilepaskan dengan pemanfatan ruang wilayah beserta potensi sumber daya


yang ada bagi tujuan pembagunan manusia atau masyarakat itu sendiri.
Untuk itu, hal yang berkaitan dengan upaya pelayanan pada masayraakat
dalam optimalisasi pemanfaaatan ruang wilayah harus di analisis secara
dinamis. Pembangunan yang dititikberatkan pada segi keutbutuhan kualita
hidup manusia dalam pemanfaatan ruang wilayah, meliputi masalah;
pemenuhan kebutuhan dasar, pengentaasn kemiskinan; perubahan pola
konsumsi termasuk energi; dinamika kependudukan dan pertumbuhan

wilayah; pengelolaan dan peningkatan kesehatan; serta pengembangan


perumahan dan permukiman.
1. Penegentasan kemiskinan
Merupakan masalah mendasar yang haus segera ditanggulangi.
Kemiskinan adalah salah sat penyebab kemerosostan lingkugnan dan
dapak negatif dari pebaganuan, sebaliknya kemerosotan daya dukung
lingkungan dapat menjadi penyebab muncul dan berkembangnya
kemisikinan.
2. Pola konsumsi dan pola produksi
Pola konsumsi kebutuhan dasar dan pola hidup melalui pola produksi
yang

tidak berkelanjutan merupakan salah satu penyebab utama

belanjutnya kerusakan lingkungan. Tuntutuan yang berlebihan dan


gaya hidp dari sebagaian orang atau bangsa, terutama dari kalangan the
haves telah menimbulkan tekanan yang berat terhadap lingkungan.
Selama ini belum ada kebijakan yang secara eksplisist mendorong pola
konsumsi dan pola produksi yang berkelanjutan. Di kalanagn
masayarakat kota, telah berkembang gaya hidup konsumtif yang tidak
lagi mengonsusi atas dasar nilai guna dan nilai pakai, tetapi
berdasarkan simbol, citra, atau image.
3. Dinamika pendudukan
Hal ini menjadi masalah sejalan dnengan munculnya kekhawatiran
akan pertambahan julah penduduk yang cepat. Dalam perencanaan
pembangunan, dilakukan upaya untuk memahami keterkaitan antara
variabel kependudukan dan lingkungan, serta dalam kaitaanya dengan
pembagnunan berkelanjutan. Hali ini sebagai uapya untuk mengatasi
kemerosostan sumber daya lam, yakni dengan menekan angka
kelahiran, sehingga terciptakesimbangan

antara penduduk dan

lingkungan di dalam satu wilayah dan atau antarwilayah.


4. Pengelolaan dan peningkatan kesehatan
Merupakan hal yang penting, sebab tingkat kesehatan masyarkat
behubungan erat dengan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan.
Hubungan ini bersifat timbal balik, terkadang pembangunan sosial

ekonomi akan mempengaruhi kualiatas lingkungan, terkadang kualitas


lingkungan akan mempengaruhi kesehatan, dan keshatan yang
merupakan dasar dalam pembagunan akan mempengaruhi proses
pembangunan itu sendiri. Pemenuhan kebutuhan pangan, sandang,
papan yang lqyak sangat menentukan terhadap kesehatan.
5. Pengembangan perumahan dan permukiman
Dalam pemanfaatan ruang wilayah dengan dinamika kependudukan
yang terus berkembagn akan didominasiuntuk permukiman (human
settlement). Pada suatu permukiman (baik perkotaa maupun pedesaan)
40% sampai dengan 60% akan didominasi oleh kawasan perumahan.
Untuk menciptakan iklim kehidupan bagi semua orang di mana semua
orang dapat hidup lebih sejahtera dan saling menghormati, srta
memunyai akses terhadap prasarana dasar, dan pelayanan diperlukan
pengembangan perumahan dan permukiman yang sesuai dan layak
serta mampu memlihara, serta meningkatkan kualitas lingkungannya.

Anda mungkin juga menyukai