Suku NIAS
Sebagai Acuan untuk mengenal suatu Sistem sosial dalam
Masyarakat, khususnya pada Masyarakat NIAS.
Oleh :
Calvin Sozanolo Telaumbanua
14109003
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
berkatnya yang telah Ia berikan Kepada kita. Sehingga Makalah ini dapat
terselesaikan tanpa ada hambatan dan masalah yang berarti. Dan juga saya
ucapkan terimakasih kepada teman-teman blogger, yang telah memposting
artikel tentang Suku dan Kebudayaan Nias. Sehingga memudahkan saya untuk
menyusun makalah ini.
Dengan berbagi dan Memposting aritikel tentang Sistem Sosial dan Kebudayaan
Nias, saya brharap selurah masyarakat Nias dapat mengenal kembali bagaimana
Kebudayaan, Sistem Sosial Suku Nias. Dengan Makalah ini, saya berharap
teman-teman baik itu Masyarakat Nias maupun teman-teman se Bangasa dan
Setanah Air dapat mengenal Sistem sosial Masyarakat Nias.
Dalam pembuatan makalah ini, tidak semuanya adalah hasil dari pemikiran dari
Penulis, tapi dari teman-teman blogger yang telah memposting yang telah
langsung turun kelapangan untuk melihat sistem sosial budaya Suku Nias. Perlu
diketahui juga, Dewasa ini sistem sosial dan budaya Nias sudah mulai memudar.
Dan bahkan ada kebudayaan yang telah memudar dan menghilang. Tidak semua
yang dipaparkan ini, Dewasa ini masih di dijalani oleh masyarakt Nias baik itu
hukum dan Adat istiadat.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap
semoga
makalah
ini
dapat
bermanfaat
bagi
semua
pihak
yang
berkompeten. Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
...................................
..............................................................
i
Daftar Isi
...................................
..............................................................
ii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
............................................................................................
.....
1
1.2.
Rumusan Masalah
............................................................................................
.....
1
1.3.
Tujuan
............................................................................................
.....
1
BAB II : ISI
2.1
......
2.2
......
A. Beberapa kebiasaan mendasar
..............................................................
......
3
B. Interkasi
Sosial
Masyarakat
NIAS
....................................................................
5
.................................................................... 9
Batu
2.3
....................................................................
11
Hirearki & Sistem Kekerabatan
..............................................................
13
......
Masayarakat NIAS
2.4
Peraturan dan Hukum (Fondrak)
..............................................................
......
16
Adat Nias yang Mengutuk (tidak mengenal Tuhan )
BAB III: Sistem Sosial Masyarakat NIAS Dan Perencanaan Wilayah dan Kota
3.1
Kesimpulan
..............................................................
...................................
20
DAFTAR PUSTAKA
............................................................................................
.....
21
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hubungan Sistem Sosial Budaya dengan Perencaan Wilayah dan Kota
Sistem sosial dan budaya ini merupakan sebuah kegiatan kehidupan
bermasyarakat yang terdiri dari individu-individu yang melakukan kebiasaan,
kegiatan, dan tata cara sehingga timbul sebuah kesatuan atau komunitas
(Emile Durkheim). Dan Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) merupakan
disiplin ilmu yang terlahir karena adanya sebuah cita-cita yang sama dalam
meningkatkan kehidupan yang seimbang antara SDA dan SDM di wilayah dan
kota tersebut. Sebuah wilayah dan kota pasti terdapat kehidupan masyarakat
yang saling melakukan interaksi sosial dan budaya di dalamnya. Maka dari itu
sebuah perencanaan wilayah dan kota tidak akan berjalan dengan baik jika
perencana itu tidak mengenal sistem sosial dan budaya yang terdapat di
daerah tersebut. Budaya juga mempunyai hubungan dalam perencanaan.
Karena setiap daerah yang akan dibuat rencana itu pasti mempunyai budaya
dan adat istiadat yang berbeda-beda dalam kehidupannya. Jadi, seorang
perencana harus bisa memahami budaya yang terdapat dalam daerah tersebut
agar rencana yang dibuat terrealisasikan dengan lancar.
Untuk itu, sangat dianjurkan untuk Mahasiswa Teknik Perencanaan Wilayah dan
Kota untuk mempelajari Sistem Sosial lebih lanjut. Sebagai bahan acuan, Setiap
Mahasiswa di tuntut untuk dapat mengenali sistem sosial yang ada pada
masayarakat. Sebagai awal mahasiswa harus dapat mengenali sistem sosial
yang ada di daerah Asal Mahasiswa/ suku Mahasiswa. Agar memudahkan
mahasiswa untuk mengenali sistem sosial yang ada pada masyarakat.
Dalam hal ini, Penulis sebagai mahasiswa Perencanaan Wilayah & Kota yang
berasal dari suku Nias, akan memaparkan dalam Makalah ini bagaimana
Sistem Sosial yang ada pada Masyarakat/Suku Nias).
1.2
Rumusan Masalah
Mengenal apa itu sistem sosial
Mengenal Kehidupan Sosial Masyarakat NIAS
Hirearki dan Sistem Kekerabata Masyarakat NIAS
Peraturan dan Hukum Adat NIAS
1.3
Tujuan Pembahasan
Mahasiswa/i lebih mengenal bagaimana sistem Sosial yang ada pada
masyarakat, yang pada umunya Sistem Sosialnya berbeda-beda yang
sangat dipengaruhi oleh budya. Yang kedepannya saat melakukan
Perencanaan Wilayah & Kota yang berkaitan dengan sistem Sosial
Masyarakat, seorang Planner tidak kesulitan lagi mengenai sistem sosial
yang ada pada masyarakat.
Bab 2
ISI
2.1. Pengertian Sistem Sosial
Menurut Sosiologi "Sistem sosial" merupakan ciptaan dari manusia, dalam
hal ini "sistem sosial" terjadi karena manusia adalah makhluk sosial. Ada
beberapa hal yang membuat manusia menciptakan "sistem sosial", antara
lain karena : "
Istilah "sistem" berasal dari bahasa Yunani "Systema" yang mempunyai
pengertian :
a. Suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian.
b. Hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen
secara teratur.
Jadi, dengan kata lain istilah "systema" itu mengandung arti sehimpunan
bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan
satu keseluruhan. (Sumber: Tatang M. Amirin, Drs.).
Sedangkan pengertian "sistem sosial", menurut Jabal Tarik Ibrahim dalam
bukunya Sosiologi Pedesaan, adalah sejumlah kegiatan atau sejumlah orang
yang mempunyai hubungan timbal balik relatif konstan. Hubungan sejumlah
orang dan kegiatannya itu berlangsung terus menerus. Dari tiga hal di atas
terdapat tiga hal pokok, yaitu :
a. Dalam setiap "sistem sosial" ada sejumlah orang dan kegiatannya.
b. Dalam sustu "sistem sosial", orang-orang dan atau kegiatan-kegiatan
itu berhubungan secara timbal-balik.
c. Hubungan yang bersifat timbal-balik dalam suatu "sistem sosial"
bersifat konstan.
Dari uraian tadi menunjukkan bahwa "sistem sosial" merupakan kesatuan
yang terdiri dari bagian-bagian (elemen atau komponen), yaitu :
a. Orang dan atau kelompok beserta kegiatannya.
b. Hubungan sosial, termasuk di dalamnya norma-norma, dan nilai-nilai
yang mengatur hubungan antar orang atau kelompok tersebut.
Ibu rumah tangga berkata: Hadia g6da Gaa atau Baya? (apa makanan
kita?) dan sebagainya, Hana wamikaoniga? (Kenapa kalian
mengundang kami?).
Tamu yang datang menjawab: L6 had6i, m6iga man6r6-n6r6 man6
(tidak ada, hanya sekedar jalan-jalan saja).
Dari kata seorang ibu di atas, itu bukan berarti menghendaki supaya ada
makanan dengan bertanya apa makanan kita. Tetapi sapaan untuk
menindak lanjuti kata seterusnya supaya ada keakraban dan nampak lebih
dekat. Begitu sebaliknya dengan jawaban dari tamu yang mengatakan
hanya jalan-jalan saja atau meminta makanan kami. Itu semua kedua
belah pihak hubungan mereka lebih kekeluargaan. Hal ini juga tidak
dikatakan kepada orang yang tidak dikenal sama sekali. Kedua hal ini baik
sebagai tamu atau tuan rumah mempunyai tujuan yang berbeda dari pada
ungkapan pertama tadi.
Setelah beberapa saat baru tamu memberitahukan apa tujuan yang
sebenarnya dan tuan rumah baru berbicara yang sebenarnya sesuai dengan
tujuan yang dikehendaki oleh tamu. Setelah selesai pembicaraan baru
dilanjutkan dengan kata mofan6ga (permisi, kami pergi). Tuan rumah tidak
terus mengizinkan pergi tetapi harus Lasaisi artinya kita tahan mereka
untuk menunggu makan. Dengan kata Tabase6 6da idan6 ua (mari kita
minum dulu) atau tabase6 6da wakhe safusi ua hana wa a6s6-a6s6 sibaik6
(mari kita tunggu makanan kita nasi putih dulu, kenapa tergesa-gesa sekali)
Ha wal6 diwo-diwoda (hanya saja, tidak ada lauk pauk kita).
Kata-kata di atas sikap tamu bisa menunggu bisa juga tidak. Karena hanya
merupakan basa basi. Dilanjutkan dengan kata maaf tidak ada lauk pauk
kita. Itu hanya menunjukkan kerendahan hati walaupun kenyataannya laukpauk mereka anak babi yang tambun, ayam atau Niowuru (daging babi
yang
sudah
digarami).
3) Kebiasaan waktu makan
Pada hari biasa masyarakat Nias makan tiga kali sehari. Pagi hari
masyarakat Nias, makan Sinan6 (umbi-umbian), siang hari mereka makan
umbi-umbian dan nasi sebagai Fangaz6khi d6d6 (makanan yang
menyenangkan). Pada malam harinya mereka makan seperti makan siang.
Sehingga setiap hari mereka rutin makan nasi dua kali sehari. Pada hari
minggu mereka makan dua kali sehari makan sebelum pergi ke gereja dan
pada malam harinya.
Pada saat makan sedang berlangsung tidak boleh ngomong-ngomong
karena marah Sobawi (yang selalu menegur anggota keluarga bila
melalaikan
ketertiban
di
rumah).
Makanan nasi ini lebih tinggi nilainya dari pada makanan yang lain. Bila
makan, tidak boleh tersisa dan dibuang begitu saja. Kemudian kalau
4
dimasak harus pakai ukuran apakah Tumba (jumba), Hinaoya (liter), kata
(tekong) dan lain-lain serta tidak boleh Lafas6s6 (dipadatkan) dalam
periuk, tidak boleh dipukul-pukul pinggir periuk dengan sendok. Semua
pantangan ini apabila tidak ditaati maka bisa berakibat marah Sibaya
Wache (pemilik dari pada nasi tersebut) seandainya marah akibatnya bila
menanam padi tidak subur dan tidak menghasilkan banyak buah serta
banyak mendatangkan berbagai wabah penyakit dan bila dimasak L6
mo6si (artinya walaupun satu jumba dimasak tetapi hasil masakan
nampak seperti satu liter).
kepada Sitenga b6,6 dan lain-lain, maka itu sudah cukup yang setara
nilainya dengan empat alisi babi, dan dianggap sudah lunas utangnya yang
telah dituturkan dalam acara Fanika era-era mb6w6.
Dewasa ini kebiasaan tersebut sudah tidak ada lagi, penghormatan berupa
harta materi maupun penghormatan dengan kata-kata sudah hampir tidak
ada lagi. Kita tidak tau bahwa dari kata-kata kita itu sudah ada nilainya yang
lebih dari b6w6 atau makanan. Inilah yang dikatakan Ho maig6 ami li
moroi ba g6 artinya dengan penghormatan kata-kata itu sudah cukup
senang dan berharga.
Kosakata
A
Abua / Awua =
Berat
Adogo =
Pendek
Abeto = Hamil
Abila =
Bengkok
Afkh = Perih
Afuo = Kurus
Ahakh =
Terkikis
Ahe = Kaki
Aetu = Putus
Abu = Bau
Afeto = Pahit
Ahono =
Tenang, Diam
Ahori = Habis
Aine = Mari
Akho = Arang
Akhi = Adik
7
Alawa = Tinggi
Aleu = Layu
Alifa = Lipan
(Kelabang)
Alio = Cepat
Alisi = Pundak
Als = Licin
Alg = Gelap
Ama = Bapak
Anaa = Emas
Bakha =
Dalam
Bakhu = Ikan
Lele
Bana =
Benang
Banio /
Sekhula =
Buah Kelapa
Banua =
Kampung
Bua = Buah
Fagl =
Sama, Mirip
Buku = Buku
Fahna =
Berbekal
Faigi = Lihat
Dadaoma =
Tempat Duduk
Fakhili = Mirip
Dalinga =
Telinga
Fakhili khili =
Mirip
Dalu-dalu =
Obat-obatan
Falakhi / Faluk
ha = Jumpa /
Ketemu /
Bertemu
Dania = Nanti
Daro-daro =
Tempat Duduk
Famaala =
Jebakan
Famakao =
Penyiksaan
Famakhai =
Hubungan
Baru = Baju
Baso = Baca
Anau =
Panjang
Baloi = Tunggu
Asio = Garam
Baa =
Bawang
Asolo =
Gemuk
Baa = Bulan
Duria = Kabar
Asu = Anjing
Bawa = Muka /
Mulut
Teu = Hujan
Famati = Iman
Atar = Tajam
Fao = Ikut
Bee = Beri
Ate = Hati
Ebua = Besar
Faoma = Sama
Atul = Benar,
Betul
Bekhu =
Hantu
Faomasi =
Kasih
Belewa =
Parang
Efa =
Lepaskan
Emali = Maling
Felai = Jilad
Ena =
Supaya
Fena = Pulpen
Fera = Peras
Aukhu = Panas
Auri = Hidup
Betua = Perut
Awena =
Barusan
Bongi =
Malam
Bai = Jenis
Kelamin Pria
Baero = Luar
Darua =
Berdua
Fili = Pilih
Bowoa =
Periuk
Faudu =
Berantem
Fofo = Burung
Bu = Rambut
Fabali = Pisah
Fuli = Kembali
Buull =
Marga
Buull
Fagami /
Fazkhi =
Memperbaiki
Gaa = Abang
8
Gae = Pisang
Gambara =
Gambar
Garawa =
Baskom
Gaso = Kasur
Gasa-gasa =
Sementara
Gawu = Pasir
Gawe =
Nenek
Gawkhu /
Afkhu =
Empedu
Gefe = Duit
Gefe Gu =
Duit Ku
Gelera =
Kelereng
Gowi = Ubi
Gowasa =
Pesta
Gowasa =
Marga
Gowasa
Hezo So? =
Kamu Lagi
dimana?
Hondr =
Marga
Hondr
Hadia Duria?
= Apa Kabar?
Halawa =
Marga
Halawa
Langu =
Racun
Lakha = Janda
Lawe = Wanita
Li = Suara /
Bahasa
Hor = Dosa
Halawa =
Hanya Diatas
Hr = Mata
Li = Suara
Hal = Ambil
Htu = Kentut
Hamega =
Kapan
Huku = Hukum
L Nasa =
Belum
Ll = Ampas
Li = Marga
Li
Lfi-lfi / Lwilwi =
Pinggang
Hana =
Kenapa
Haniha Man
Naw M? =
Siapa Aja
Teman Mu?
Haniha Naw
M? = Siapa
Teman Mu?
Hanu-hanu =
Nafas
Harefa =
Marga
Harefa
Harita =
Marga Harita
Gul = Marga
Gul
Harita =
Kacang
Gul = Ular
Hauga Bzi? =
Jam Berapa?
Gulo = Gula
Guti = Gunting
Gna (Bua
Gna) = Kenak
(Buah Nenas)
Hawaara =
Berapa Lama
Hezo mi? =
Mau kemana?
Ia daa =
Sekarang Ini
Idan = Air
Ikhu = Hidung
Ina = Mamak
Jaji = Janji
Mabu = Mabuk
Maifu =
Sedikit
Maigi =
Tertawa/Ketaw
a
Mako =
Cangkir ,
Galasi = Gelas
Manag =
Mencuri
Laful =
Diperas Sambil
Diputar
Manere =
Miring
Manga =
Makan
Lala = Cara,
Jalan
Manifi = Mimpi
Laluo = Siang
Manr-nr =
Jalan-jalan
Kaliru = Ribut
Koda, Foto =
Gambar
Kurusi =
Bangku/Kursi
L
Manu = Ayam
Omasi =
suka / mau
Resileti =
Resleting
Maoso =
Bangun
Ono = Anak
Rigi-rigi =
Jagung
Maena = Tari
Mbaa = Bak
Ono Alawe =
Anak
Perempuan
Mee =
Menangis
Mendrefa =
Marga
Mendrefa
Mofkh =
Sakit
Mozizio /
Mosindro =
Berdiri
Tanga =
Tangan
Tan Owi =
Sore
Tebai = Tidak
Boleh/Bisa
Tenga = Bukan
Tesendra =
Ketemu
(Sesuatu
benda yang
dicari =
Ketemu)
Tola =
Boleh/Bisa
Tt`a = Dada
Tundraha =
Sampan/Perah
u
Tuo Nifar =
Tuak Suling
Orifi =
Hidupkan
Roti = Roti
Oroma =
Kelihatan /
Terlihat
Rugi = Rugi
Salidi =
Kangkung
Sami = Yang
Enak
Safeto = Yang
Pahit
Owulo = Bulat
P
Pade = Hebat
Rabuta =
Buah
Rambutan
Nukha = Kain
Omasi =
disayangi
Talifus =
Saudara
Rorog = Jaga
Nomo =
Rumah bisa
juga Omo
Omasi do =
aku suka / aku
mau
Rfa (tadra
rfa) = Salib
(tanda salib)
Tabaloi = Kita
Tunggu
Orahu = Rapat
Naw
Bawaauri =
Teman Hidup
Ofulo =
Ngumpul
Tako = Peluk
Roko = Rokok
Naw = Teman
Teu = Tikus
Ono Matua =
Anak Laki-laki
Mr = Tidur
N
Sanag =
Pencuri
Raga-Raga =
Tempat Ayam
Dari Bambu
(Kandang
Ayam)
Saraewa =
Celana
Saohagl =
Terimakasih
Uma = Cium
Rasoi =
Rasakan
Skhi / Baga =
Bagus/Baik/Ca
ntik
Umbu =
Sumber
Sukhu = Sisir
Undre =
Kunyit
Raso = Rasa
Ratigae =
Pisang Goreng
V
T
10
Waauri =
Kehidupan
Ya`ug =
Anda, Kamu
Yawa ba
Zorugo =
Diatas Surga
Zebua =
Marga
Zebua artinya
paling besar
Zendrat =
Marga
Zendrat
Zorugo =
Surga
Waruwu =
Marga
Waruwu
X
Yao = Aku,
Saya
Yawa = Diatas
Zagt =
Marga
Zagt
Zai = Marga
Zai
11
rumah
tersebut
haruslah
memberikan
oleh-oleh/bawaan
berupa satu ekor anak babi. Jika tidak dia akan merasa malu terhadap
tetangga dan orang sekampungnya apalagi kalau mereka mengetahui
kepergiannya itu.
kerumah
anak
jika
dilihatnya
anaknya
itu
masih
Dan bagi pemuda yang dapat selamat dari perangkap musuh itulah
yang kemudian akan pulang ke kampungnya dengan segala
kehormatan dan dielu-elukan sebagai pahlawan.
D. Pertarungan Identitas di Balik Batu
Dalam konteks kebudayaan Nusantara, Nias adalah representasi dari
kejayaan zaman megalitikum atau zaman batu besar. Tradisi
pembuatan benda-benda kebudayaan yang terbuat dari batu sangat
massif di pulau ini--dan mungkin tidak dapat dicari bandingannya di
kawasan-kawasan Nusantara lainnya. Hampir setiap jengkal di daerah
Nias tersebar batu-batu besar dengan berbagai bentuk, seperti menhir,
dolmen, peti kubur, tugu, arca megalitik, tangga rumah, dan tempat
duduk.
Bagi penduduk Nias, batu telah menjadi penanda bagi identitas
seseorang dan tertib sosial. Orang Nias secara turun-temurun mewarisi
ritual dan tradisi yang kompleks, di mana hampir di setiap momen
tradisi tersebut selalu melibatkan unsur batu di dalamnya. Batu
digunakan sebagai alat untuk mengabadikan momen-momen penting,
seperti upacara kelahiran, perkawinan, peneguhan status seseorang
(owasa), pemujaan roh leluhur, hingga kematian. Di balik batu tersebut
terpahat berbagai makna, seperti makna religi, status sosial,
keabadian, pengabdian (terhadap leluhur), dan pengetahuan.
Menurut kepercayaan orang Nias, pada hakikatnya sejak manusia
dilahirkan ke bumi ia harus berjuang untuk mendapat gelar setinggitingginya dengan menyelenggarakan beragam ritus (tata cara dl
upacara keagamaan) secara bertahap. Posisi ritus sangat penting
dalam kebudayaan Nias, karena di balik semua ritus tersimpan
semangat untuk menyemaikan harga diri dan identitas.
Kewajiban menyelenggarakan ritus bermula dari perkawinan. Setelah
pasangan suami-istri dikaruniai anak, mereka wajib melaksanakan
mamatoro toi nono atau ritus memberi nama kepada bayi yang baru
lahir dengan memotong beberapa ekor babi sesuai kesanggupan.
Setelah anak menginjak masa kanak-kanak, orang tua si anak wajib
menyelenggarakan pesta dengan memotong satu hingga empat ekor
babi yang dibagikan kepada keluarga dan tetangga. Pesta ini bertujuan
untuk menanamkan perasaan harga diri pada anak melalui perhatian
dari keluarga dan tetangga sekeliling (hlm. 89).
Orang tua juga wajib memotong 6-12 ekor babi setelah anak menginjak
dewasa. Setelah itu, pesta yang lebih besar masih harus
diselenggarakan. Dengan disaksikan seluruh anggota keluarga dan
orang kampung, harga diri anak kembali dimuliakan dengan 24 ekor
babi sebagai ongkosnya.
Kehadiran buku ini menurut saya tepat waktu, karena setelah gempa
besar dan tsunami melanda Nias pada 2004, perhatian masyarakat luar
tersedot pada fenomena tersebut, sehingga kekayaan tradisi yang
berkembang di Nias luput dari perhatian. Buku ini adalah semacam
reportase etnografis penulisnya yang berusaha menampilkan identitas
kebudayaan orang lain dengan derajat analisis dan empati yang tinggi.
Latar belakang penulisnya yang berasal dari budaya Sunda-Jawa
sepertinya tidak menjadi kendala dalam mengakrabi budaya lain. Ini
terbukti dengan kelincahannya dalam mengisahkan budaya Nias
secara cair dengan bahasa sehari-hari yang nyaris tanpa pretensi
ilmiah. Yang jelas, buku ini akan membawa pembaca memasuki relungrelung sejarah kebudayaan Nias yang terentang dari zaman prasejarah
hingga masa kini.
3. Siila
yaitu: kaum cerdik-pandai yang menjadi anggota badan musyawarah
desa. Mereka yang selalu bermusyawarah dan bersidang (Orahu) pada
setiap masalah-masalah yang dibicarakan dalam desa, dipimpin oleh
Bal Ziulu dan Siulu lainnya;
4. Sato
yaitu: Masyarakat biasa (masyarakat kebanyakan) juga sering disebut
Ono mbanua atau si fagl-gl atau niha si tol;
5. Sawuyu (Harakana)
perang, kemudian mereka menjadi budak.
BAB III
Sistem Sosial Masyarakat NIAS
Dan Perencanaan Wilayah dan Kota
3.1. Perencanaan Kawasan Wisata
PANTAI
Secara Gegrafis Suku Nias Berada di sebuah Pulau yang memilik Pesisir
pantai yang sunggug sangat Luas (belum di paparkan di atas). Nias
Memiliki pantai yang sangat Indah dan masih belum terjamah oleh
aktifitas manusia yang merusak. Tidak hanya 1 atau 2 Pantai saja, tetapi
ada puluhan Pantai yang berpotensi sebagai kawasan Wisata.
Di lihat dari sudut pandang Perencanaan Wilayah dan Kota, ini sangat
berpotensi untuk dijadikan sebagai kawasan Wisata. Kenapa tidak, lautnya
masih bersih belum tersentuh oleh aktifitas manusia. Degan
ditetapkannya sebagai kawasan wisata wisata dapat membantu
perekonomian Masayarakat Nias, serta hubungan Sosial dengan
masyarakat Luar Nias dapat terjalin.
Tentu saja Pemerintah yang berperan aktif untuk mengembangkannya
dan dibantu oleh masyarakat setempat.
Bekas Kerajaan
Bawamataluo merupakan salah kerajaan yang ada yang pada zaman dulu.
Dimana peninggalan sejarahnya masih dapat dilihat hingga saat ini.
Rumah Adat yang dulu dijadikan sebagai tempat tinggal Raja dan rumahrumah adata jaman dulu hingga kini masih berdiri kokoh. Ditambah
dengan peninggalan sejarah lompat batu yang khas dari daerah Nias. Ini
membuat
parawisatawan Mancanegara hingga Internasional ingin
menyaksikan nya secara langsung.
Hingga kini bawamataluo masih merupakan tempat yang eksis untuk
dikunjungi, selain rumah adat yang masih berdiri Kokoh, hingga lompat
batu dan tarian perang yang khas dari Nias. Pantainya juga sering
dikunjungi oleh Turis luar Negeri, yang sering dijadikan sebagai tempat
untuk Berselancar.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem sosial pada masyarakat Nias sangatlah Unik. Di mana dipengaruhi oleh
beberapa aspek-aspek kehidupan yang tumbuh dan berkembang pada
masyarakat itu sendiri, baik itu dari Adat istiadat, kepercayaan, tradisi, Peraturan
hingga kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah
masyarakat itu sendiri.
Lambat laun, setelah perkembangan zaman dan masuknya pengaruh budaya
luar ke Pulau Nias, Kebiasaan, hukum, dan adat yang ada pada masyarakat
dalam konteks yang tidak baik perlahan-lahan mulai hilang dan ditinggalkan.
Sehingga Dewasa ini, sistem sosial yang ada pada masayarakat Nias sekarang
berbeda dengan sistem sosial yang ada pada masa dulu.
DAFTAR PUSTAKA
Widjajati, Laely (2010). Pengertian Sistem Sosial (Menurut Sosiologi). [online].
Tersedia: http://laely-widjajati.blogspot.com/2010/01/pengertian-sistem-sosialmenurut.html (April 2015)
Halawa, Ernimawati (2014). Ingedible Atau Karya Sastra Yang Tidak Berwujud
Benda Masyarakat Nias. [online].
Tersedia : http://ernihalawa.blogspot.com/2014/10/sastra-ingedible-masyarakatnias.html (Mei 2015)
Ruang Baca|Koran Tempo (2008). Pertarungan Identitias di Balik Batu. [online].
Tersedia : http://www.ruangbaca.com/ruangbaca/?
doky=MjAwOA==&dokm=MDg=&dokd=MzE=&dig=YXJjaGl2ZXM=&on=VUxT&u
niq=NzI2 (April 2015)
Hulu, Dominiria (2010). Sistem Kekerabatan Masyarakat Nias. [online].
Tersedia : https://dominiriahulu.wordpress.com/2010/03/15/sistem-kekerabatanmasyarakat-nias/ (April 2015)
Hondro, Rivalry (2014). Bahasa Nias. [online].
Tersedia : https://rivalryhondro.wordpress.com/httpniasonline-net/bahasa-nias/
(Mei 2015)