Anda di halaman 1dari 7

Inhibisi Korosi pada Baja Karbon dalam Larutan NaCl 1% Menggunakan

Ekstrak Daun Nanas (Ananas cosmosus)


Dedy Leonardo Nadeak
Kimia, FMIPA ITB
Bandung, Jawa Barat
dedy.leonardonadeak@s.itb.ac.id

Abstrak
Penggunaan inhibitor korosi berbahan alam sudah banyak digunakan untuk mengurangi
korosi pada baja karbon karena limbahnya yang lebih ramah lingkungan. Telah dilakukan
percobaan pengujian inhibitor korosi menggunakan ekstrak daun nanas dalam larutan NaCl
1% dengan menggunakan metode pengukuran berat hilang, metode EIS, dan metode Tafel.
Metode pengukuran berat dan metode EIS mendapatkan pada konsentrasi 400 ppm ekstrak
daun nanas secara berturut-turut adalah 0,4416% besi terkorosi dan efisiensi inhibisi sebesar
88,1096%. Metode tafel menunjukkan ekstrak daun nanas adalah inhibitor katodik.
Kata kunci: ekstrak daun nanas, inhibisi, korosi, EIS, Tafel

Abstract
Green corrosion inhibitor has been used to reduce corrosion effect on mild steel because it waste is
more eco-friendly. I have try an experiment to test pineapple leaves extract as a corrosion inhibitor in
NaCl 1% solution. The tests are weight loss measurement method, EIS method and Tafel method.
Weight loss measurement obtain 400 ppm as the best data with 0.4416% corroded ion and EIS method
obtain 400 ppm as the best data with inhibition efficiency 88.1096%. Tafel method obtain pineapple
leaves extract as corrosion inhibitor is a cathodic inhibitor
Keywords: pineapple leaves extract, inhibition, corrosion, EIS, Tafel

1. PENDAHULUAN
Penggunaan bahan baja karbon untuk
penggunaan industri masih sangat tinggi dari
data profil industri baja yang dikeluarkan oleh
Kementrian Perindustrian Republik Indonesia
pada tahun 2013 dituliskan bahwa konsumsi baja
di Indonesia bernilai 61,6 kg per kapita per tahun
dan diproyeksikan sampai 2025 mendatang
kebutuhannya akan terus meningkat [1].
Semakin terus bertumbuhnya kebutuhan baja di
Indonesia tak lepas dari profil negara Indonesia
yang masih termasuk negara berkembang,
sehingga banyak industri yang berpacu
mengembangkan usaha di Indonesia. Industri
yang tidak dapat lepas dari penggunaan baja
adalah industri air minum ataupun industri
minyak dan gas. Hal ini disebabkan kedua
industri tersebut banyak menggunakan pipa yang
terbuat dari baja untuk proses transpor produk
mentahnya.
Penggunaan baja tidak lepas dari proses
korosi yang mempercepat kerusakan pada pipa.
Proses korosi adalah proses alami yang terjadi
dan tidak dapat dicegah namun dapat dihambat.
Proses korosi terjadi karena adanya reaksi
oksidasi pada besi dikarenakan terdapat air dan
oksigen yang mengalami reduksi. Hal ini

dipercepat dengan kondisi adanya perubahan


suhu, gas terlarut CO2 dan hidrogen sulfida yang
menambah kondisi asam serta ion-ion dari garam
seperti NaCl yang ada dalam pasir pada sumur
[2]. Banyak cara yang digunakan untuk
menghambat
korosi
seperti
melakukan
pengecatan, pelumuran oli dan perlindungan
katoda, namun sayangnya cara mencegah korosi
dengan cara tersebut selain memiliki biaya tinggi
juga sulit diaplikasikan pada pipa yang memiliki
lubang dan memiliki potensi mengalami korosi.
Oleh sebab itu, untuk menghambat terjadinya
korosi pada bagian yang sulit dijangkau,
berbahan relatif murah dan memiliki efektivitas
yang tinggi digunakan inhibitor korosi.
Banyak penelitian yang telah mencari
tentang inhibitor korosi yang bekerja efektif
dengan kemampuan menghambat korosi lebih
dari 95% seperti garam diazonium, triazole,
indole, oxadiazole dan molekul organik
heterosiklik lainnya [3] [4] [5] [6] . Walaupun
aktivitas menghambat korosi tergolong tinggi
tetapi bahaya terhadap alam kemungkinan dapat
saja terjadi, karena bahan tersebut termasuk
beracun sehingga berbahaya. Penggunaan
inhibitor yang berasal dari ekstrak tanaman
(green corrosion inhibitor) sebagai inhibitor
yang ramah lingkungan. Banyak penelitian yang

telah mengembangkannya seperti dari ekstrak


kopi, ekstrak teh hijau, ekstrak kulit pisang,
bunga rosemary bahkan sampai modifikasi
polisakarida [7] [8] [9] [10]. Kelebihan dari
inhibitor korosi berbahan alam adalah limbahnya
yang mudah terdegradasi di alam, selain itu
efektivitas korosi yang cukup baik dan beberapa
mudah dan murah diperoleh di alam.
Jawa Barat termasuk provinsi dengan
penghasil buah nanas terbanyak di Indonesia,
salah satu kabupaten penghasil buah nanas
terbanyak adalah Kabupaten Subang. Buah nanas
sendiri banyak dimanfaatkan untuk konsumsi
langsung ataupun di jadikan olahan jajanan
seperti dodol. Bonggol bagian atas digunakan
untuk penanaman kembali buah nanas. Bagian
daunnya sering kali hanya bersisa di tunggu
pembakaran dan digunakan untuk pupuk
organik, adapun yang hanya membuangnya saja
sebagai limbah. Pada bagian daun nanas yang
dimanfaatkan dan akan digunakan sebagai salah
satu inhibitor korosi, untuk meningkatkan nilai
ekonomis dari tanaman nanas dan dapat
diaplikasikan
untuk
meningkatkan
perekonomian masyarakat.
Daun nanas yang akan diekstraksi sehingga
dapat digunakan sebagai inhibitor korosi.
Ekstrak daun nanas akan diuji efektivitas inhibisi
terhadap baja karbon pada suasana NaCl 1%.
Pengujian pun akan dilakukan menggunakan
variasi suhu yaitu di suhu 25oC, 40oC, 50oC, dan
60oC, untuk melihat daya tahan dari inhibitor
korosi serta mencari suhu optimum di mana
ekstrak daun nanas memiliki efisiensi terbaik
untuk menginhibisi. Sehingga penelitian ini akan
menentukan apakah ekstrak daun nanas memiliki
daya inhibisi atau tidak serta bila memiliki daya
inhibisi berapa nilai efisiensi inhibisinya..
2. METODE PERCOBAAN
1.

Pembuatan Ekstrak Daun Nanas

Daun nanas diperoleh dari Desa Ciater


Kecamatan Jalancagak Kabupaten Subang Jawa
Barat. Daun nanas yang telah diperoleh
dikeringkan dengan cara dioven pada suhu
rendah 40oC, lalu dihancurkan dengan blender
hingga membentuk bubuk. Sehingga satu
kilogram bubuk kering diekstrak menggunakan
etanol 96% selama 72 jam. Sehingga diperoleh
berupa larutan ekstrak.
Larutan ekstrak yang diperoleh diekstraksi
menggunakan n-heksana 20 ml x 3 per 50 ml
larutan ekstrak dan diambil fasa air. Fasa air yang
diperoleh
dikeringkan
dengan
vacuum
evaporator atau dengan destilasi bertingkat
hingga diperoleh residu. Lalu dilakukan freeze
dryer untuk memperoleh fasa padat.

2.

Pengukuran kemampuan inhibisi metode


pengukuran berat hilang

Fasa padat yang diperoleh dilarutkan dalam


air untuk memperoleh larutan induk 10000 ppm.
Pengukuran dilakukan dengan dua cara yaitu
secara kuantitatif dan kualitatif. Kualitatif
dilakukan dengan cara menyiapkan paku yang
telah ditimbang dan dimasukkan ke dalam
larutan 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm,
dan tanpa ditambahkan larutan induk dalam
tabung volume 10 ml berisi larutan dengan
suasana NaCl 1%. Sampel ditinjau selama 144
jam pada suhu ruang. Paku dibersihkan dari karat
yang menempel lalu dilakukan penimbangan.
Penentuan persen paku terkorosi dilakukan
dengan persamaan berikut:

% =
100%

dimana m adalah massa dari masing-masing
paku, massa awal adalah massa sebelum
dimasukkan dalam larutan dan massa akhir
adalah massa sesudah dimasukkan dalam larutan.
3.

Pengukuran efisiensi inhibisi metode EIS


(Electrical Impedance Spectroscopy)

Fasa padat yang diperoleh dilarutkan dalam


air untuk memperoleh larutan induk 10000 ppm.
Larutan suasana NaCl 1% disiapkan. Pengukuran
hambatan pada baja karbon dilakukan dengan
prinsip
voltammetri
menggunakan
alat
VoltaLab potensiostat PGZ 301 dengan metode
Electrical Impedance Spectroscopy (EIS) yang
diukur pada suhu 25oC, 30 oC, 40 oC, 50 oC dan
60 oC. Pada pengukuran voltammetri digunakan
tiga elektroda yaitu elektroda kerja (baja karbon),
elektroda bantu (platina), dan elektroda
pembanding (elektroda kalomel jenuh). Jarak
antara elektroda kerja dengan elektroda bantu
adalah 80 mm serta dialiri gas CO2. Elektroda
kerja yang digunakan merupakan elektroda baja
karbon berukuran 0,2826 cm2 produksi Krakatau
Steel dengan komposisi sebagai berikut: Fe
(99,5756%), C (0,05991%) serta komponen
lainnya.
Penentuan efisiensi inhibisi dari ekstrak
daun nanas dilakukan dengan persamaan berikut:
1
% =
100%
1
dimana R1 adalah hambatan pada larutan sampel
pada konsentrasi tertentu dan Ro adalah
hambatan pada blanko. Data ditampilkan dalam
bentuk kurva Nyquist.
4.

Penentuan karakteristik inhibitor korosi


dalam larutan dengan metode Tafel

Persiapan dengan metode Tafel sama


dengan EIS, hanya saja larutan yang digunakan
adalah larutan blanko dan larutan 100 ppm

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Pembuatan ekstrak daun nanas
Daun nanas memiliki kandungan air yang
cukup tinggi sekitar 10,4% [11]. Sehingga daun
nanas yang diperoleh terlebih dahulu dilakukan
pengering di bawah sinar matahari dengan tujuan
agar menurunkan kadar air di dalam daun nanas
tanpa menyebabkan daun menjadi gosong yang
dapat berakibat rusaknya senyawa aktif di dalam
daun nanas. Penurunan kadar air bertujuan agar
pada saat dilakukan maserasi menggunakan
etanol teknis hanya senyawa-senyawa yang
memiliki kemampuan inhibisi yang terlarut di
dalam etanol, selain itu kandungan air yang
tinggi akan menyulitkan proses pengeringan
ekstrak daun nanas, karena air larut baik di dalam
etanol sedangkan pada saat proses pengeringan
menggunakan vacuum evaporator dan freeze
dryer, etanol akan menguap dan menyisakan air
dalam sampel yang membuat sampel sukar
kering. Senyawa yang terduga memiliki
kemampuan inhibisi korosi memiliki kepolaran
yang cukup baik, karena memiliki gugus hidroksi
yang cukup banyak sehingga meningkatkan
kepolaran senyawa. Senyawa tersebut antara lain
ananasate (1,3-Di-caffemoylglycerol), 1-o-pcoumaroylglycerol, caffeic acid, p-coumaric
acid dan 1-o-caffeonylglycerol [12].

larutan NaCl 1% dengan penambahan ekstrak


daun nanas dengan konsentrasi 100, 200, 300,
400, dan blanko. Pengukuran ini dilakukan pada
suhu ruang (26oC). Data yang diperoleh
ditampilkan pada Tabel 1 dan diperoleh

Konsentrasi
(ppm)
0
100
200
300
400

Massa
awal
(g)
0.4529
0.4535
0.4262
0.434
0.4755

Massa
akhir
(g)
0.4497
0.4506
0.4238
0.4316
0.4734

Massa
terkorosi
(g)
0.0032
0.0029
0.0024
0.0024
0.0021

Massa
terkorosi
(%)
0.7065
0.6394
0.5631
0.5529
0.4416

Pengukuran Korosi Paku


0.80%
Persen korosi

dalam suhu ruang. Sehingga dihasilkan data


berupa kurva polarisasi Tafel.

0.60%
0.40%
0.20%
0.00%
0

200

400

600

Konsentrasi Inhibitor

Gambar 2 penurunan persen korosi pada paku


besi.
Tabel 1 Hasil pengukuran massa terkorosi terhadap
penambahan inhibitor korosi pada sampel paku besi

Pengukuran Korosi Paku


Persen korosi

0.80%
0.60%
0.40%
0.20%
0.00%
0

Sehingga ekstraksi menggunakan n-heksana


bertujuan untuk memisahkan komponen selain
senyawa aktif yang memiliiki sifat non polar
seperti
klorofil,
lignin,
hemiselulosa,
holoselulosa dan komponen lainnya yang ikut
terlarut di dalam fasa etanol. Sehingga senyawa
dengan kepolaran yang lebih rendah akan berada
di fasa n-heksana dan senyawa dengan kepolaran
lebih tinggi akan terlarut di dalam fasa etanol.
3.2 Pengukuran kemampuan inhibisi dengan
metode berat hilang
Pengukuran kemampuan inhibisi dilakukan
pula menggunakan 5 buah paku besi dalam

400

600

Pada
Pengukuran Korosi Paku
0.80%
Persen korosi

Gambar 1 Senyawa aktif pada daun nanas

200

Konsentrasi Inhibitor
Gambar 2 Pengukuran korosi paku dengan suasana NaCl
1% dan konsentrasi 0-400 ppm dalam suhu ruang (26oC)

0.60%
0.40%
0.20%
0.00%
0

200

400

600

Konsentrasi Inhibitor

Gambar 2 terlihat bahwa dengan tidak


ditambahkannya ekstrak daun nanas paku besi

dengan perendaman dalam larutan NaCl 1%


selama 144 jam mengalami korosi sebesar
0,7065% dan hasil menunjukkan dengan
penambahan inhibitor ekstrak daun nanas persen
massa yang terkorosi makin semakin turun.
Sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak daun
nanas yang memiliki kemampuan inhibisi yang
paling baik adalah 400 ppm dengan persen massa
terkorosi adalah sebesar 0,4416%. Hasil ini
menunjukkan bahwa adanya aktivitas inhibisi
yang baik dari ekstrak daun nanas yang
ditambahkan dalam larutan NaCl 1% pada suhu
ruang.

Metode EIS merupakan salah satu metode


yang baik dalam pengukuran kemampuan
inhibisi suatu inhibitor. Pengukuran dilakukan
pada konsentrasi 25, 50, 75, 100, 200, 300, dan
400 ppm. Variasi konsentrasi diperoleh dengan
cara mengerkan larutan induk 10000 ppm. Hasil
yang diperoleh dari pengukuran menggunakan
EIS ditunjukkan pada Gambar 3 dalam kurva
Nyquist dan hasil pengolahan data ditunjukkan
pada
Tabel 2.
Kurva Nyquist menunjukkan hubungan
antara impedansi nyata dengan impedansi
imajiner yang merupakan hasil pengukuran OCP
(Open-Circuit Potential). OCP adalah voltase

3.3 Pengukuran kemampuan inhibisi dengan


metode EIS

Tabel 2 Hasil penentuan hambatan dan efisiensi inhibisi pada baja karbon dalam larutan NaCl 1% pada rentang suhu 26 oC-60oC dan p
konsentrasi ekstrak daun nanas pada 0 ppm 400 ppm dengan menggunakan metode EIS

Konsentrasi
(ppm)

26 C
164.4
257.1
644.1
782.9
1008
1090
1201
1204

0 (blanko)
25
50
75
100
200
300
400

Hambatan (ohm.cm2)
40 oC
50 oC
136.7
84.18
184.3
112
433.3
253.6
560.1
381.9
723.6
446.5
736.1
496.3
781.1
528.1
793.3
564.8

60 oC
77.05
107.3
402.8
488.9
549
605.2
621.8
648

26 oC
36.056
74.476
79.0011
83.6905
84.9174
86.3114
86.3455

Efisiensi inhibisi (%)


40 oC
50 oC
25.8275 24.8393
68.4514 66.806
75.5936 77.9576
81.1083 81.1467
81.4292 83.0385
82.499 84.0598
82.7682 85.0956

60 oC
28.192
80.8714
84.2401
85.9654
87.2687
87.6086
88.1096

Kurva Nyquist suhu ruang (26oC)


0.7

-Zi (kohm.cm2)

0.6

blanko

0.5

25 ppm

0.4

50 ppm

0.3

75 ppm
100 ppm

0.2

200 ppm

0.1

300 ppm

0
-0.1

0.5

1.5

400 ppm

Zr (kohm.cm2)

Gambar 3 Kurva Nyquist pada suhu 26oC dengan rentang konsentrasi blanko sampai 400 ppm

pada elektroda diukur terhadap elektroda


pembanding menggunakan voltameter impedansi
tinggi sehingga tidak ada arus yang mengalir antara
elektroda kerja dan elektroda pembanding. Kurva
Nyquist pada Gambar 3 menunjukkan hasil nilai
hambatan pada blanko menghasilkan nilai paling
kecil sedangkan dengan penambahan ekstrak daun
nanas dari konsentrasi 25 ppm sampai 400 ppm
menghasilkan nilai hambatan yang semakin besar

yang berarti kemampuan menghambat korosi


semakin baik. Pada Gambar 3 kenaikan nilai
hambatan yang sangat besar tiap penambahan
konsentrasi terlihat pada rentang konsentrasi dari
blangko hingga konsentrasi 100 ppm. Sesudah
melewati 100 ppm, hasil inhibisi dari ekstrak daun
nanas tidak menunjukkan hasil yang signifikan
walaupun cenderung naik. Hal ini disebabkan
mulai jenuhnya larutan sehingga efektifitas

inhibitor untuk menempel pada permukaan besi


menjadi tidak terlalu besar perubahannya.
Tabel 2 menunjukkan nilai hambatan akan
semakin menurun dengan kecenderungan semakin
naiknya suhu. Penurunan nilai hambatan ini terjadi
pada seluruh larutan uji baik itu blanko maupun
dengan ditambahkan ekstrak daun nanas. Hal ini
disebabkan peningkatan suhu menurunkan tahanan
polarisasi pada antarmuka elektroda dan larutan
uji, akibatnya zona serangan pada permukaan baja
karbon semakin meluas [13]. Pada saat
pengukuran dilakukan pengaliran gas CO2, hal ini
bertujuan untuk mengurangi kadar O2 terlarut
sehingga hasil yang ditinjau memang oksidasi besi
terjadi oleh peningkatan nilai konduktivitas
larutan. Pada suhu yang semakin tinggi, besi
karbonat, FeCO3, sebagai hasil reaksi Fe2+ dengan
CO32- teradsorpsi baik pada permukaan baja
karbon, tetapi dengan adanya ion-ion Cl- kenaikan
suhu dapat meningkatkan serangan ion-ion Clterhadap lapisan pasif FeCO3, sehingga terurai
menjadi ion-ion Fe2+, akibatnya arus korosi dan
laju korosi semakin tinggi [13].

permukaan logam. Pencegahan terjadinya reaksi


katodik dengan cara menempel pada permukaan
besi sehingga terdapat lapisan yang menutupi
logam dengan demikian kontak besi dengan
lingkungan akan semakin berkurang. Penggunaan
inhibitor katodik jauh lebih aman dari pada
menggunakan inhibitor anodik [14]. Tingginya
sifat inhibitor katodik ini disebabkan tingginya
kadar caffeic acid pada ekstrak daun nanas yang
bekerja secara inhibitor katodik [7].
Pengukuran efisiensi inhibisi pada Tabel 2
menunjukkan hasil penurunan nilai efisiensi
inhibisi pada suhu ruang menuju suhu 40oC. Hal
ini disebabkan penempelan inhibitor pada suhu
ruang yang terjadi masih berupa fisisorpsi yaitu
berupa ikatan van der Waals dari senyawa pada
ekstrak daun nanas. Salah satu senyawa dalam
ekstrak daun nanas misalnya caffeic acid, C-
bermuatan positif akibat resonansi dengan gugus
karbonil terlihat pada Gambar 5. C- bermuatan
positif dengan ion negatif logam Fe terjadi ikatan
antar molekul, yang mencegah kontak dengan air,
garam maupun asam sehingga memperbesar

Gambar 5 Resonansi pada caffeic acid, yang menyebabkan C-


menjadi bermuatan positif

: blanko
: 100 ppm
Gambar 4 Kurva polarisasi Tafel untuk perilaku baja karbon dalam
larutan blanko dan 100 ppm NaCl 1% pada suhu ruang

Pengukuran menggunakan metode Tafel


bertujuan untuk melihat karakteristik dari inhibitor
korosi ekstrak daun nanas dengan menggunakan
larutan blanko dan larutan 100 ppm ekstrak daun
nanas. Larutan blanko digunakan sebagai standar
nol. Larutan 100 ppm ekstrak daun nanas pada
suhu ruang digunakan karena peningkatan efisiensi
korosi besar selain itu nilai efisiensinya sudah
mewakili nilai inhibisi yang besar. Pada Gambar 4,
larutan blanko ditunjukkan dengan garis biru dan
larutan 100 ppm ekstrak daun nanas ditunjukkan
dengan warna merah. Kurva merah menunjukkan
pergeseran ke sebelah kiri blanko, sehingga dapat
terlihat nilai potensial dari larutan 100 ppm ekstrak
daun nanas menjadi bernilai lebih kecil. Hal ini
menunjukkan karakteristik dari ekstrak daun nanas
adalah inhibitor katodik. Inhibitor katodik bekerja
dengan cara mencegah terjadinya reaksi katodik di

Gambar 6 Ikatan antar molekul yang terjadi antara permukaan


baja karbon dengan molekul caffeic acid

efisiensi inhibitor, skema pada Gambar 6. Namun


karena masih berupa fisisorpsi maka pada saat
suhu dinaikkan vibrasi molekul meningkat
sehingga mengganggu ikatan antar molekul dan
energi panas yang diberikan belum mampu untuk
mengaktivasi terjadinya ikatan (kemisorpsi) antara
senyawa di dalam inhibitor korosi dengan logam
Fe. Hal ini membuat terjadinya penurunan efisiensi
inhibisi pada suhu 40oC, karena molekul air, ion
garam maupun asam dapat lebih mudah
menyerang baja karbon. Sedangkan pada suhu
50oC, efisiensi inhibisi mulai meningkat kembali
begitu pun pada suhu 60oC. Hal ini menunjukkan
adanya kemisorpsi yang terjadi. Ikatan dapat
terjadi karena pada senyawa yang terkandung
dalam ekstrak daun nanas banyak memiliki ikatan
rangkap serta memiliki gugus aromatik, yang mana
gugus-gugus ini memiliki karakter [15].

Gambar 7 Kompleks yang terjadi membentuk ikatan

Hal ini mendukung terjadinya kemisorpsi melalui


pembentukkan kompleks, dimana logam besi yang
kaya akan elektron akan mendonorkan elektron
pada gugus aromatik dan ikatan rangkap yang
memiliki karakter -acceptor, sehingga ikatan kuat
membentuk kompleks terjadi. Reaksi terdapat pada
Gambar 7. Kemisorpsi yang terjadi membuat
kenaikan efisiensi inhibisi pada suhu 50oC dan
60oC, sehingga diperoleh efisiensi inhibisi terbaik
terdapat pada konsentrasi 400 ppm dengan
efisiensi inhibisi sebesar 88,1096%.

4. KESIMPULAN
Ekstrak daun nanas memberikan aktivitas
inihibisi korosi melalui pengujian menggunakan
sampel paku besi yaitu dengan aktivitas tertinggi
pada 400 ppm yaitu 0,4416% mengalami korosi.
Pengujian
menggunakan
metoda
tafel
menunjukkan hasil ekstrak daun nanas merupakan
inhibitor katodik. Pengujian menggunakan metode
EIS memberikan efisiensi inhibisi korosi paling
efektif pada suhu 60oC dengan konsentrasi 400
ppm dalam larutan NaCl 1% yaitu sebesar
88,1096%.
UCAPAN TERIMAKASIH
Tuhan Yesus Kristus yang memberi
kekuatan sehingga memampukan melewati semua.
Orang tua yang selalu berdoa kepada-Nya. Bpk.
Dr. Bunbun Bundjali dan Ibu Dr. Deana
Wahyuningrum sebagai dosen pembimbing.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Kementerian Perindustrian Republik
Indonesia, "Profil Industri Baja,"
Kemenperin, Jakarta, 2014.
[2] J. Hobbs, "Reliable Corrosion Inhibition in
the Oil and Gas Industry," Health and Safety
Executive, p. 3, 2014.
[3] e. a. P. Morales-Gil, "Corrosion inhibition of
pipeline steel grade API 5L X52 immersed in
a 1 M H2SO4 aqueous solution using
heterocyclic organic molecules," Elsevier,
vol. 49, no. Electrochimica Acta, p. 1, 2004.
[4] G. Avci, "Corrosion inhibition of indole-3acetic acid on mild steel in 0.5 M HCl,"
Elsevier, vol. 317, no. Colloids and Surfaces
A: Physicochemical and Engineering
Aspects, pp. 730-736, 2008.

[5] e. a. F. Bentiss, "The substituted 1,3,4oxadiazoles: a new class of corrosion


inhibitors of mild steel in acidic media,"
Elsevier, vol. 42, no. Corrosion Science, pp.
127-146, 2000.
[6] F. Bentiss, "The corrosion inhibition of mild
steel in acidic media by a new triazole
derivative," Elsevier, vol. 41, no. 4, pp. 789803, 1999.
[7] F. S. d. Souza, "Caffeic acid as a green
corrosion inhibitor for mild steel," Elsevier,
vol. 51, no. 3, pp. 642-649, 2009.
[8] N. O. E. Eddy, "Adsorption and inhibitive
properties of ethanol extracts of Musa
sapientum peels as a green corrosion inhibitor
for mild steel in H2SO4," African Journal of

Pure and Applied Chemistry, vol. 2, pp. 4654, 2008.


[9] "A study of rosemary oil as a green corrosion
inhibitor for steel in 2M H3PO4," Emerald
Group Publishing Limited, vol. 35, no. 2, pp.
95-100, 2006.
[10] "Chemically modified natural polysaccharide
as green corrosion inhibitor for mild steel in
acidic medium," Elsevier, vol. 59, pp. 35-41,
2012.
[11] A. N. Diana, "Pemanfaatan Daun Nanas
(Ananas Comosus) Sebagai Adsorben Logam
Berat," UIN Sunan Gunung Djati, p. 2, 2014.
[12] S.-y. X. e. a. Chao Ma, "Characterization of
active phenolic components in the ethanolic
extract of Ananas comosus L. leaves using
high-liquid chromatography with diode array
detection and tandem mass spectrometry,"
Elsevier, vol. 1165, no. 1-2, p. 40, 2007.
[13] B. Bundjali, Perilaku dan Inhibisi Korosi
Baja Karbon dalam Larutan Buffer Asetat
Bikarbonat-CO2, Disertasi Program Doktor
ed., Bandung: Institut Teknologi Bandung,
2005.
[14] C. G. D. a. A. F. Calio, "Corrosion Inhibitors
Principles, Mechanisms and Applications,"
INTECH, p. 365, 2014.
[15] F. B. Mansfeld, Corrosion Mechanisms, New
York: Marcel Dekker, 1987.

Anda mungkin juga menyukai