Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN DEPARTEMEN MEDIKAL

DI RUANG 26 STROKE
RUMAH SAKIT UMUM dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners

Disusun oleh:

NIRMALA KS
150070300113001

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA


MALANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN, ASUHAN KEPERAWATAN


DAN RESUME KEPERAWATAN
DI RUANG 26 STROKE RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners


Departemen Medikal

Oleh:
Nirmala KS
NIM: 150070300113001

Telah diperiksa dan disetujui


Pada:...................................

Pembimbing Akademik

Pembimbing Klinik

Mengetahui
Kepala Ruang 26 Stroke

ANATOMI FISIOLOGI

Susunan anatomi sistem saraf secara garis besar terbagi menjadi 2 yaitu: Sistem saraf
pusat dan sistem saraf perifer.
1. Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat terbagi menjadi dua yaitu: encephalon, batang otak dan medula
spinalis.
Encephalon terdiri dari: cerebrum dan cerebelum. Cerebrum berdasarkan lobusnya
terbagi menjadi: lobus frontal, lobus parietal, lobus temporal, lobus occipital.
Enchepalon dilindungi oleh tiga lapisan yaitu: duramater, araknoidmater, dan
piamater. Batang otak terdiri dari: mesenchepalon, pons, dan medula oblongata.
2. Sistem Saraf Perifer
Sistem saraf perifer terbagi menjadi: 12 pasang nervi cranialis dan 31 pasang nervi
spinalis.
12 pasang nervi cranialis : N. olfactoris, N. opticus, N. occulomotoris, N.
trochlearis, N. trigeminus, N. abducens, N. facialis, N. vestibulochoclearis, N.
glossopharingeus, N. vagus, N. accesorius, N. hypoglossus. 31 pasang nervi spinalis
terdiri dari 8 pasang nn. cervicales, 12 pasang nn. thoracici, 5 pasang nn. Lumbales,
5 pasang nn. Sacrales, 1 pasang nn. Coccygeus.
Neuron:
1. Badan sel/soma/perikario
2. Cabang neuroplasma dendrit dan neurit (akson)
Dendrit adalah cabang yang pendek dan berfungsi untuk mengantarkan
rangsang dari luar ke dalam sel saraf. Neurit (akson) adalah cabang
neuroplasma yang panjang dan berfungsi untuk mengantarkan rangsang keluar
dari sel saraf/ Ada akson memiliki selubung mielin dan ada yang tidak
bermielin. Daerah yang tidak terlindungi selubung mielin disebut Nodus
Ranvier. Mielinisasi berfungsi untuk meningkatkan kecepatan hantaran

potensial aksi dan menghemat energi. Pada sistem saraf pusat, selubung mielin
dibentuk oleh oligodendroglia dan pada sistem saraf perifer dibentuk oleh Sel
Schwann.

KONSEP CVA THROMBOSIS


A. Definisi
Stroke (CVA) atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan
neurologi mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
sistem suplai arteri otak sehingga terjadi gangguan peredaran darah otak yang
menyebabkan terjadinya kematian otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian.
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran
darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemik.Stroke
thrombosis dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem arteri carotis atau
pembuluh darah kecil termasuk percabangan sirkulus wilis dan sirkulasi posterior.

Tempat yang umum terjadi thrombosis adalah titik percabangan arteri serebral khususnya
distribusi arteri carotis interna. (Fransisca, 2008; Price & Wilson,2006).
B. Klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
1. Stroke Hemoragi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di
daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
b. Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabangcabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya
keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat
disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
2. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
1. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam
atau beberapa hari.

3. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA
berulang
(Muttaqin, 2008)
C. Etiologi
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah
yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setetah thrombosis. Beberapa keadaan yang menyebabkan
trombosis otak:

1. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan
atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis
bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
a. Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
c. Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus)
d. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek danterjadi
perdarahan.
2. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
3. Arteritis( radang pada arteri )
Faktor Resiko CVA Thrombosis
Stroke dapat dicegah dengan memanipulasi faktor-faktor risikonya. Faktor risiko
stroke ada yang tidak dapat diubah, tetapi ada yang dapat dimodifikasidengan perubahan
gaya hidup atau secara medic. Menurut Sacco 1997, Goldstein2001, faktor-faktor risiko
pada stroke adalah :
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko mayor yang dapat diobati. Insidensi
stroke bertambah dengan meningkatnya tekanan darah dan berkurang bila tensi dapat

dipertahankan di bawah 140/90 mmHg, baik pada stroke iskemik, perdarahan


intrakranial maupun perdarahan subarachnoid.
2. Penyakit jantung
Meliputi penyakit jantung koroner, kongestif, hipertrofi ventrikel kiri,
aritmia jantung dan atrium fibrilasi merupakan faktor risiko stroke.
3. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah faktor risiko stroke iskemik. Resiko pada wanita lebih besar
daripada pria. Bila disertai hipertensi, risiko menjadi lebih besar.
D. Patofisiologi
Beberapa faktor penyebab stroke antara lain: hipertensi, penyakit kardiovaskularembolisme serebral berasal dari jantung, kolestrol tinggi, obesitas, peningkatan
hematokrit yang meningkatkan resiko infark serebral, diabetes mellitus, kontrasepsi oral
(khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi), merokok,
penyalahgunaan obat (khususnya kokain), dan konsumsi alcohol.(Arif muttaqin, 2008)
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan
faktor penyebab infark pada otak, trombus dapat berasal dari flak arterosklerosis,
sehingga terjadi thrombosis serebral, thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat
menimbulkan odema dan kongesti disekitarnya (Arif Muttaqin,2008).
Aneurisme intracranial adalah dilatasi dinding arteri serebral yang mungkin terjadi
karena hipertensi, arterosklerosis, yang mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh
darah dengan dilanjutkan kelemahan pada dinding pembuluh darah karena kerusaakan
congenital atau terjadi karena penambahan usia. Pelebaran Aneurisma dapat
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di otak yang mengakibatkan terjadinya
perdarahan intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subaraknoid atau kedalam
jaringan otak itu sendiri. Akibat pecahnya pembuluh darah menyebabkan perembesan
darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan jaringan otak yang
berdekatan sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi
infark otak, edema dan mungkin herniasi otak (Arif Muttaqin,2008 ; bruner & suddarth,
2002).
Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis infeksi, infark miocard,
katup jatung rusak, fibriasi atrium menyebabkan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara sehingga terjadinya emboli serebral, biasanya embolus
menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi
serebral (Bruner & suddarth, 2002).

Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan

pefusi darah pada otak akan

menyebabkan insufisiensi darah ke otak sehingga akan terjadi keadaan hipoksia.


Hipoksia yang berlangsung dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi
dalam waktu yang sangat singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan deficit
sementara dan bukan deficit permanen. Sedangkan iskemik yang dalam waktu lama
dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak sehingga
terdinya perubahan perfusi jaringan serebral. Gangguan predaran darah otak akan
menimbulkan gangguan pada metabolisme pada sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron
tidak mampu menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari
glukosa dan oksigen yang terdapat dari arteri-arteri yang menuju otak sehingga bisa
terjadi kerusan sel neuron. Selain kerusakan pada neuron terjadi kerusakan pada
pengaturan panas dalam otak (hipotalamus) yang mengakibatkan terjadinya peningkatan
metabolism serebral (Fransisca B. Batticaca, 2008; Bruner & Suddarth, 2002).
Semua faktor tersebut akan menyebabkan terjadinya stroke tergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah yang tersumbat). Secara patologis gambaran klinis yang sering terjadi
yaitu nyeri kepala, mual, muntah, hemiparesis atau hemiplegi, kesadaran menurun,
kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak,
kelemahan, gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemisensorik), perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor,
koma), afasia (bicara tidak lancar), kesulitan memahami ucapan, disartria (bicara cadel
atau pelo), gangguan penglihatan, vertigo, pasien harus berbaring di tempat tidur, pasien
sulit bernafas, adanya ronchi, dan batuk, pasien juga sering bertanya-tanya dengan
penyakitnya dan terjadi peningkatan suhu tubuh. Komplikasi yang terjadi akibat dari
CVA yaitu hipoksia serebral dan Embolisme serebral (FransiscaB.Batticaca, 2008;Bruner
& Suddarth, 2002;Arif Muttaqin,2008)
E. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran
darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan
membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang Homonimus Hemianopsia

6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)


7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala
(Arif Muttaqin,2008)
F. Pemeriksaan Penunjang
1.
Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2.
Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
3.

melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT)


CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,

4.

adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti
MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat

5.

dari hemoragik
EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari

6.

jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak
Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-

rangsur turun kembali


e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
G. Komplikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2006) komplikasi stroke di bagi menjadi 2 (dua)
sebagai berikut :
Komplikasi neurology yang terbagi menjadi :
1. Cacat mata dan cacat telinga
2. Kelumpuhan
3. Lemah
Komplikasi non neurology yang terbagi menjadi :
1. Akibat neurology yang terbagi menjadi :
a. Tekanan darah sistemik meninggi
b. Reaksi hiperglikemi (kadar gula dalam darah tinggi)
c. Oedema paru
d. Kelainan jantung dan EKG (elektro kardio gram)
e. Sindroma inappropriate ante diuretic hormone (SIADH)
2. Akibat mobilisasi meliputi :

Bronco pneumonia, emboli paru, depresi, nyeri, dan kaku bahu, kontraktor,
deformitas, infeksi traktus urinarius, dekubitus dan atropi otot.
H. Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua antar >50 tahun), jenis
kelamin(kebanyakan laki2 daripada perempuan), pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi
b. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
3. Pengumpulan data
a. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi

Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia, dan
hipertensi arterial.
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria,
distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang
e. Makanan/caitan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
f. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia,
lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang
berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di
muka
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas, whezing,
ronchi
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi
dan orientasi. Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur
kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
j. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
4. Pemeriksaan Neurologi
a. Fungsi serebral
Terdiri dari status mental, fungsi intelektual, daya pikir, status emosional,
persepsi, kemampuan motorik, dan bahasa.
b. Pengukuran GCS
- Eyes ( membuka mata )
Spontan
: 4
Terhadap rangsangan suara : 3
Terhadap rangsangan nyeri : 2
Tidak ada respon
: 1
- Motorik
Sesuai perintah
: 6
Karena nyeri local
:5
daerah nyeri
:4
Fleksi abnormal
:3
Ekstensi abnormal
:2
Tidak ada respon
:1
- Verbal

Orientasi waktu
:5
Bicara kacau (kalimat)
:4
Kata kata tidak tepat
:3
Tidak bermakna (bergumam): 2
Tidak berespon
:1
c. Saraf cranial
Besar pupil tidak sama, ptosis kelopak mata
Nervus : Defisit dari Nervus
a.

N. I.

: Olfactory

b.

N. II.

: Optic

c.

N. III. : Oculomotor

d.

N. IV : Moto trochlear ( gerakan kebawah / kedalam mata )

e.

N.V

: Trigeminal ( Gerakan rahang, muka )

f.

N.VI

: Abducens ( Lateral Mata )

g.

N.VII : Facial

h.

N.VIII : Acoustic ( cochlea, vestibular )

i.

N. IX : Glosofaringeal

j.

N.X

: Vogus ( motor, palatum, faring, laring )

k.

N.XI

: Asesori Spinal : mastoid, trapezius

l.

N.XII : Hypoglosal ( Motor lidah )

d. Pemeriksaan motorik
Meliputi pengkajian motorik kasar, tes keseimbangan, dan pengkajian motorik
halus.
e. Pemeriksaan sensorik
Meliputi sensasi taktil, sensasi suhu dan nyeri, vibrasi dan propriosepsi, dan
merasakan posisi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risk. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak,
gangguan pada N.VIII dan N.XII

3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan dengan


kerusakan neurovaskuler, gangguan pada N.II dan N.XI
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, gangguan
N.II
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran
6. Gangguan HDR berhubungan dengan gangguan N.VI dan VII
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d gangguan N.I, V, XI, dan X
8. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
9. Risiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, gangguan N. V
10. Risiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
11. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan pada N.II, N.VIII
C. Intervensi Keperawatan
1. Risiko Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah
ke otak terhambat
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, perfusi
jaringan serebral adekuat.
b. Kriteria hasil : tanda-tanda vital normal (t/d 110-130/70-90 mmHg ; nadi 60100x/menit ;RR 16-20x/menit ; suhu 36-37,5 0) tidak ada tanda peningkatan TIK
(mual,muntah,kaku kuduk), kesadaran membaik (composmentis)
c. Intervensi :
1) Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan
keadaan normalnya
R/ mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
TIK
2) Pantau tanda-tanda vital seperti: Tekanan darah, nadi, dan respirasi dan tanda
peningkatan TIK
R/ variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan atau trauma serebral pada
daerah vasomotor otak. Hipertensi atau hipotensi postural dapat menjadi
factor pencetus. Hipotensi dapat terjadi karena syok (kolaps sirkulasi
sirkuler), peningkatan TIK dapat terjadi (karena edema, adanya formasi
bekuan darah). Tersumbatnya arteri subklavika dapat dinyatakan dengan
adanya perbedaan tekanan pada kedua lengan. Perubahan adanya bradikardi
dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otak. Ketidak teraturan
pernafasan

dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan

serebral/

peningkatan TIK
3) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan (30 dari bidang anatomis)
dan dalam posisi anatomis
R/ menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi atau perfusi serebral.
4) Pertahankan tirah baring
R/ mencegah pendarahan dalam kasus stroke hemoragik

5) Kolaborasi dengan beri O2 sesuai indikasi


R/ menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral dan
tekanan meningkat/ terbentuknya edema.
6) Kolaborasi dalam pemberian obat steroid sesuai indikasi
R/ mengendalikan edema cerebral
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
a. Tujuan : Pasien dapat bermobilisasi sesuai kemampuan
b. Kriteria hasil : Pasien mampu melakukan aktivitas, pasien mampu mobilisasi
secara bertahap (menggerakkan jari tangan dan kaki, mengepal tangan,
mengangkat tangan dan kaki)
c. Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional atau luasnya kerusakan awal
R/ Mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan otot
2) Mulai melakukan latihan rentang gerak, aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
R/ Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
kontraktur
3) Anjurkan keluarga untuk melatih pasien mobilisasi secara bertahap seperti
latihan meremas bola karet, melebarkan jari-jari dan kaki/telapak
R/ Menurukan resiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah
utamanya adalah perdarahan. Catatan: stimulasi yang berlebihan dapat
menjadi pencetus adanya perdarahan yang berulang.
4) Bangunkan dari kursi segera mungkin setelah tanda-tanda vital stabil kecuali
pada haemoragic serebral.
R/ membantu menstabilkan takanan darah (tonus vasomotor terjaga),
meningkatkan keseimbangan keseimbangan ekstremitas dalam posisi normal
dan pengosonga kantunng kemih atau ginjal. Menurunkan resiko terjadinya
batu kandug kemih dan infeksi karena urine yang statis.
5) Kolaborasi dengan ahli fsioterapi secara aktif, latihan resistif, dana ambulasi
pasien
R/ Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan
yang berarti menjaga kekurangan tersebut keseimbangan, koordinasi, dan
kekuatan.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
a. Tujuan : Pemenuhan kebersihan diri mandi, gigi dan mulut, berpakaian,
BAB/BAK, makan minum dapat terpenuhi.
b. Kriteria hasil : Pasien mampu melakukan ADL sendiri, pasien tampak bersih dan
rapi.
c. Intervensi :
1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan seharihari

R/ Membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan pemenuhan


kebutuhan secara individual.
2) Bantu ADL pasien seperti :
Lakukan oral hygiene
R/ Membersihkan mulut dan gigi klien, perawat dapat menemukan
berbagai kelaianan seperti adanya gigi palsu, karies gigi, krusta, gigi

berdarah, bau aseton sebagai ciri khas penderita DM, serta adanya tumor
Bantu klien mandi
R/ Dengan memandikan klien, perawat akan menemukan berbagai
kelainan pada kulit seperti tanda lahir, luka memar, kulit pucat karena

dingin, kutil, bentuk kuku, dekubitus, ruam kulit, ulkus atau borok.
Bantu klien berpakaian
R/ Beberapa rumah sakit menyediakan pakaian khusus untuk klien .
Namun ada yang tidak. Klien yang mengenakan pakaian RS harus dirawat
dalam keadaan imergensi, tidak ada keluarga yang mengurus cucian
pakaian, menderita penyakit menular, menderita inkonteinesia urine, atau

akan melaksanakan tindakan pembedahan


Bantu klien menyisir rambut
R/ Menyisir rambut merupakan bentuk fisioterapi. Menyisir rambut klien
dilakukan terutama pada klien yang tidak berdaya.
Bantu makan klien
R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
Bantu klien BAB/BAK
R/ Memenuhi kebutuhan toileting pasien
Bantu klien mengganti alas tempat tidur
R/ Merupakan salah satu kebutuhan fisiologi manusia. klien yang tidak
berdaya dapat mengalami inkontinensia BAB dan BAK, sehingga
menimbulkan bau disekitarnya dan infeksi kulit, sehingga perawat perlu

memberikan bantuan.
Motivasi keluarga untuk membantu dalam pemenuhan ADL pasien.
R/ ADL pasien dapat terpenuhi

DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, F.B.(2008).Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Edisi 8). Jakarta :
EGC.
Carpenito, L.J. (2006). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis (Edisi 10).
Jakarta : EGC.
Nurarif, Amin H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing
Muttaqin,A.(2008).Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta :
Salemba Medika
Rendy, M.Clevo, Margaret. (2012) .Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogjakarta : Nuha Medika

RENCANA KEGIATAN MINGGUAN (RKM)


DI RUANG 26 STROKE
RUMAH SAKIT UMUM dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners

Disusun oleh:

NIRMALA KS
150070300113001

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

LAPORAN PENDAHULUAN CVA TROMBOSIS


DI RUANG 26 STROKE
RUMAH SAKIT UMUM dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners

Disusun oleh:

NIRMALA KS
150070300113001

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

ASUHAN KEPERAWATAN CVA TROMBOSIS


DI RUANG 26 STROKE
RUMAH SAKIT UMUM dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners

Disusun oleh:

NIRMALA KS
150070300113001

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

RESUME KEPERAWATAN
DI RUANG 26 STROKE
RUMAH SAKIT UMUM dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners

Disusun oleh:

NIRMALA KS
150070300113001

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

Anda mungkin juga menyukai