BELLS PALSY
Disusun Oleh :
Nadia
Muhammad Fadhil
Preceptor : dr.Ami Rachmi., Sp.KFR
Bagian Ilmu Rehabilitasi Medik
P3D FK UNISBA-RSUD Al-Ihsan
BANDUNG
2016
BELLS PALSY
Bells palsy merupakan bagian tersering dari kasus paralisis fasial akut
(60-75%)
FAKTOR RISIKO
Orang dewasa
Wanita hamil
Pasien immunocompromised
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per
100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan
ETIOLOGI
Belum diketahui (Idiopatik), namun terdapat kemungkinan karena
terpapar udara yang dingin
Herpes Simplex Virus (HSV)> swelling+peradangan
Infeksi lain (herpes zoster, lyme disease, sifilis, epstein barr virus,
sitomegalovirus, HIV dan mikoplasma)
Penyakit mikrovaskular (diabetes melitus dan hipertensi)
Reaksi autoimun.
Patofisiologi
inflamasi pada nervus fasialis
peningkatan diameter nervus fasialis
kompresi dari saraf
gangguan dari konduksi
Manifestasi klinis
Lemah pada otot wajah
Gangguan untuk menutup mata
Sakit di telinga atau mastoid
Perubahan sensasi kecap
Hiperakusis > sensivitas berlebihan pada suara
Numbness pada pipi atau mulut
Epiphora > pengeluaran air mata
Sakit di bagian auricular
Penglihatan kabur
DIAGNOSIS
Anamnesa
Keluhannya dengan onset yang mendadak dan
biasanya pasien memiliki riwayat terpapar cuaca yang
dingin
Inspeksi
Paralisis wajah yang unilateral, dibagian yang sakit alis
tidak bisa diangkat dan saat menyeringai maka akan
lateralisasi ke sisi yang berlawanan dengan sisi yang
sakit.
Pemeriksaan otologik
pemeriksaan otologik akan normal. Jika ditemukan
ada keluhan pendengaran, biasanya bells palsy
disebabkan oleh otitis media.
Pemeriksaan mata
Selain pasien tidak bisa menutup mata secara
sempurna, bisa ditemukan reflex kornea yang
menurun pada sisi yang sakit.
Pemeriksaan oral
Pemeriksaan oral menunjukkan adanya gangguan
pengecapan pada sisi yang sakit.
Pemeriksaan penunjang
Bisa dilakukan MRI otak dan Elektromiograf, CT scan
jika dibutuhkan.
Kriteria Diagnosis
A. Paralisis dari semua kelompok otot ekspresi wajah pada satu sisi
wajah
B. Onset yang tiba- tiba
C. Tidak adanya tanda- tanda penyakit susunan saraf pusat (SSP)
D. Tidak adanya tanda penyakit telinga dan penyakit
cerebellopontine angle (
Menurut Ronthal dkk (2012):
A.
GRADING
Grade 1
Fungsi fasial masih normal
Grade 2 (Disfungsi ringan)
Kelemahan yang ringan yang ditemukan saat inspeksi. Tonus
otot normal dan simetris, pergerakkan dahi normal, mata dapat
menutup secara sempurna, mulut sedikit asimetris dengan
usaha yang maksimal.
Grade 3 (Disfungsi sedang)
Terjadi gangguan pergerakan dahi, , mata dapat menutup
dengan usaha maksimal, pergerakkan mulut sedikit melemah,
tonus otot normal.
DIFERENTIAL DIAGNOSIS
Komplikasi
Operasi
Pembedahan yang dilakukan adalah dekompresi nervus fasialis
Fisioterapi
latihan yang dilakukan yaitu :
Latihan wajah
Latihan ini dilakukan minimal 2-3 kali sehari. Latihan ini bisa
dimulai dengan kompres hangat dan pemijatan pada wajah,
kemudian dilakukan gerakan-gerakan wajah tertentu, seperti
:
Tersenyum
Mencucurkan mulut
Mengatupkan bibir
Mengerutkan hidung dan dahi
Mengangkat alis secara menual dengan keempat jari
latihan wajah
Pada fase akut dapat dimulai dengan kompres hangat dan pemijatan pada wajah
1. Tersenyum
3. Mengatupkan bibir
4. Mengerutkan hidung
5. Mengerutkan dahi
Prognosis
Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa.
Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah:
Paralisis komplit.
SUMBER BACAAN
TERIMAKASIH