Anda di halaman 1dari 17

2.1.9.

Pencatatan dan Pelaporan


1. Pencatatan
Pencatatan dilakukan oleh kader segera setelah kegiatan dilaksanakan.
Pencatatan dilakukan dengan menggunakan format baku sesuai dengan Sistem
Informasi Posyandu (SIP) terlampir, yakni (Departemen Kesehatan RI, 2006):
a) Buku register kelahiran dan kematian bayi, ibu hamil, ibu melahirkan, dan ibu
nifas.
b) Buku register Wanita Usia Subur (WUS) dan Pasangan Usia Subur (PUS).
c) Buku register bayi dan balita yang mencatat jumlah seluruh bayi dan balita di
wilayah Posyandu.
d) Buku register pelayanan Posyandu khusus balita yang mencatat jumlah
seluruh balita, jumlah balita yang memiliki kartu, jumlah balita yang datang
berkunjung serta hasil timbangan masing-masing balita. Data yang tercatat
dalam buku register ini digunakan untuk membuat grafik SKDN.
e) Buku catatan rekapitulasi kegiatan Posyandu pada hari buka Posyandu.
f) Buku catatan kegiatan pertemuan yang diselenggarakan oleh Posyandu.
g) Buku catatan kegiatan usaha apabila Posyandu menyelenggarakan kegiatan
usaha.
h) Buku pengelolaan keuangan.
i) Dan lain-lain sesuai kegiatan yang dilaksanakan dan kebutuhan Posyandu
yang bersangkutan.
2. Pelaporan
Pada dasarnya kader Posyandu tidak wajib melaporkan kegiatannya kepada
Puskesmas ataupun kepada sektor terkait lainnya. Bila Puskesmas atau sektor
terkait membutuhkan data tertulis yang terkait dengan pelbagai kegiatan
Posyandu, Puskesmas atau sektor terkait tersebut harus mengambilnya langsung
ke Posyandu. Untuk itu setiap Puskesmas harus menunjuk petugas yang
bertanggungjawab untuk pengambilan data hasil kegiatan Posyandu (Departemen
Kesehatan RI, 2006).

2.1.10. Pembinaan Posyandu


Pembinaan Posyandu dilaksanakan secara terpadu melalui Pokja Posyandu
yang ada di desa/kelurahan. Tujuan dilakukannya pembinaan adalah agar
Posyandu dapat menyelenggarakan berbagai kegiatannya sehingga tujuan
didirikannya Posyandu dapat dicapai. Pembinaan

yang dilakukan meliputi:

peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengurus dan kader Posyandu serta


pembinaan administrasi yang mencakup penyelenggaraan dan keuangan
(Departemen Kesehatan RI, 2006).
Bentuk Pembinaan
Pembinaan Posyandu dapat dilakukan dengan pelbagai bentuk, antara lain:
a) Rapat koordinasi berkala Pokja Posyandu, yang bertujuan untuk membahas
kemajuan dan kendala penyelenggaraan Posyandu.
b) Kunjungan

bimbingan

dan fasilitasi

yang

bertujuan untuk melihat

operasionalisasi kegiatan Posyandu, mengetahui kendala yang dihadapi dan


memberikan saran penyelesaian dan perbaikannya, baik dalam aspek
administratif maupun teknis medis.
c) Menghadiri rapat/pertemuan yang diselenggarakan masyarakat, khususnya
yang membahas masalah Posyandu, dengan tujuan untuk memberikan
dukungan moril dalam penyelenggaraan Posyandu.
d) Memberikan penghargaan kepada pengurus dan kader Posyandu yang
berprestasi. Penghargaan yang diberikan dapat dalam bentuk pemberian tanda
penghargaan, bantuan pelatihan, studi banding ke Posyandu lain atau
pemberian seragam Posyandu (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Tingkat Perkembangan Posyandu
Perkembangan masing-masing Posyandu tidak sama. Dengan demikian,
pembinaan yang dilakukan untuk masing-masing Posyandu juga berbeda. Untuk
mengetahui tingkat perkembangan Posyandu, telah dikembangkan metode dan
alat telaahan perkembangan Posyandu, yang dikenal dengan nama Telaah

Kemandirian Posyandu. Tujuan telaahan adalah untuk mengetahui tingkat


perkembangan Posyandu yang secara umum dibedakan atas 4 tingkat sebagai
berikut (Departemen Kesehatan RI, 2006).
1. Posyandu Pratama
Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh
kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader
sangat terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang. Penyebab tidak terlaksananya
kegiatan rutin bulanan Posyandu, di samping karena jumlah kader yang terbatas,
dapat pula karena belum siapnya masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan
untuk perbaikan peringkat adalah memotivasi masyarakat serta menambah jumlah
kader.
2. Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang
atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah, yaitu kurang
dari 50%. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah
meningkatkan cakupan dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai
motivator serta lebih menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan Posyandu.
Contoh intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
1) Pelatihan tokoh masyarakat, menggunakan Modul Eskalasi Posyandu dengan
metode simulasi.
2) Menerapkan pendekatan PKMD, terutama SMD dan MMD di Posyandu,
dengan

tujuan

untuk

merumuskan

masalah

dan

menetapkan

cara

penyelesaiannya, dalam rangka meningkatkan cakupan Posyandu.


3. Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima
orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu

menyelenggarakan

program

tambahan,

serta

telah

memperoleh

sumber

pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih
terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu. Intervensi yang
dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat antara lain:
1) Sosialisasi program dana sehat yang bertujuan untuk memantapkan
pemahaman masyarakat tentang dana sehat.
2) Pelatihan dana sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh dana sehat yang kuat,
dengan cakupan anggota lebih dari 50% KK. Peserta pelatihan adalah para
tokoh masyarakat, terutama pengurus dana sehat desa/kelurahan, serta untuk
kepentingan Posyandu mengikutsertakan pula pengurus Posyandu.
4. Posyandu Mandiri
Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima
orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu
menyelenggarakan

program

tambahan,

serta

telah

memperoleh

sumber

pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya lebih
dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu. Intervensi yang
dilakukan bersifat pembinaan termasuk pembinaan program dana sehat, sehingga
terjamin kesinambungannya. Selain itu dapat dilakukan intervensi memperbanyak
macam program tambahan sesuai dengan masalah dan

kemampuan masing-

masing yang dirumuskan melalui pendekatan PKMD.


Secara sederhana indikator untuk tiap peringkat Posyandu dapat diuraikan
pada Tabel 2.2., Jenis indikator yang digunakan untuk setiap program disesuaikan
dengan prioritas program tersebut. Apabila prioritas program imunisasi di suatu
daerah adalah campak, maka indikator cakupan imunisasi yang digunakan adalah
cakupan imunisasi campak. Apabila prioritas program KIA adalah kunjungan
antenatal pertama (K1) maka indikator cakupan KIA yang digunakan adalah
cakupan K1.
No

Indikator

Pratama

Madya

Purnama

Mandiri

1
2
3
4
5

Frekuensi
penimbangan
Rerata kader tugas
Rerata
cakupan
D/S
Cakupan
kumulatif KIA
Cakupan
kumulatif KB
Cakupan

kumulatif

Imunisasi
Program tambahan
Cakupan
dana

<8

>8

>8

>8

<5

<50%

<50%

50%

50%

<50%

<50%

50%

50%

<50%

<50%

50%

50%

<50%

<50%

50%

50%

<50%
<50%
<50%
50%
sehat
Tabel 2.2. Tingkat perkembangan Posyandu (Departemen Kesehatan RI,
2006)
Dana sehat adalah dana yang berasal dari sumbangan sukarela masyarakat

(dapat dalam bentuk sumbangan natura), dikelola oleh masyarakat serta


dimanfaatkan untuk membiayai program-program kesehatan masyarakat di
wilayah kerjanya termasuk membiayai penyelenggaraan Posyandu. Program dana
sehat dibedakan dengan iuran peserta Posyandu. Sumber dana sehat adalah
seluruh anggota masyarakat di wilayah keja Posyandu, sedangkan sumber dana
iuran peserta adalah masyarakat pengunjung Posyandu (Departemen Kesehatan
RI, 2006).
Dana sehat tidak sama dengan asuransi kesehatan yang untuk Indonesia
dibedakan atas 2 macam yakni yang bersifat wajib seperti yang tercantun dalam
UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang disebut
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta yang bersifat sukarela seperti yang
tercantum dalam UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang disebut Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Pada dana sehat iuran dari masyarakat bersifat sukarela, sesuai dengan
kondisi, kemampuan, ditetapkan berdasar-kan musyawarah serta tidak mengikat.
Program dana sehat termasuk dalam kelompok program pembiayaan masyarakat
mandiri (community self financing) yang perun-ukannya terutama untuk
membiayai program-program kesehatan masyarakat (public goods) sesuai
kesepakatan masyarakat setempat. Dana sehat dapat juga dipakai untuk
membiayai pelayanan medik anggota masyarakat yang membutuhkan. Tetapi
sifatnya hanya bantuan bukan menanggung pembiayaan secara keseluruhan
(Departemen Kesehatan RI, 2006).
Sedangkan pada asuransi kesehatan, untuk menjadi peserta harus mambayar
iuran secara berkala dalam jumlah tertentu sesuai dengan nilai premi yang
peruntukannya terutama untuk membiayai pelayanan medik (private goods) bagi
peserta sendiri (Departemen Kesehatan RI, 2006).

2.1.11. Pelayanan Gizi di Posyandu


Kegiatan UPGK yang diintegrasikan dalam kegiatan Posyandu yang berupa
kegiatan bulanan merupakan kegiatan rutin yang bertujuan untuk (Departemen
Kesehatan RI, 2006):
1. Memantau pertumbuhan berat badan balita dengan menggunakan Kartu
Menuju Sehat
2. Memerikan konseling gizi
3. Memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar dan

data SKDN dapat

digunakan untuk menilai keadaan pertumbuhan balita di suatu wilayah.


Adapun data tersebut adalah:
1. S atau jumlah seluruh balita di masing-masing tingkatan yaitu posyandu,
desa, puskesmas, dan kecamatan.
2. K atau jumlah balita yang memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS) di
masing-masing tingkatan pada bulan ini, dan

3. D atau jumlah balita yang dating ke posyandu dan ditimbang pada bulan
ini di masing-masing tingkatan.
4. N Atau

Balita yang ditimbang 2 bulan berturut-turut dan garis

pertumbuhan pada KMS menunjukkan naik


Yang dimaksud dengan pengelolaan program disini adalah:
1. Untuk kegiatan memotivasi masyarakat agar berpartisipasi dalam kegiatan
posyandu dengan indikator yang didasarkan pada data S dan D
2. Untuk menghitung ketersediaan dan kebutuhan KMS dalam rangka
menunjang kegiatan pemantauan pertumbuhan yang didasarkan pada data S
dan K.
Ketiga data tersebut diatas dalam pemanfaatannya disajikan dalam bentuk
pembandingan sederhana untuk posyandu, dan dalam bentuk nilai indikator %
D/S dan % K/S untuk desa, puskesmas dan kecamatan.
Penggunaan data S, K dan D di masing-masing tingkat dapat dijelaskan dan
disajikan pada tabel di bawah ini (Departemen Kesehatan RI, 2006):

Data yang
Tingkat

diperluka
n

Posyand
u

D, S, K

Penyajian

Interpretas

data

Bandingka D = S
n D dengan
S
Bandingka K = S
n
K
dengan S
K<S

Tindak lanjut
Partisipasi
baik

masyarakat

Sampai bulan ini semua


anak sudah memiliki
KMS,
tidak
perlu
meminta ke puskesmas
Ada sejumlah balita yang
belum memiliki KMS.

Perlu meminta tambahan


KMS ke puskemas
Nilai
% Data 100 % Partisipasi
masyarakat
D/S
baik (semua balita yang
Desa
D, S, K
ada di desa mengikuti
penimbangan
di
posyandu)
Nilai
% Menaik tapi Partisipasi
masyarakat
D/S
belum
terus membaik. Perlu
100 %
dipelajari
sebab-sebab
pada mereka yang belum
berpartisipasi
untuk
dimotivasi
Menurun
Dicari
sebab-sebab
atau datar
turunnya atau rendahnya
partisipasi masayarakat
sebagai
bahan
memotivasi masyarakat
agar ikut berpartisipasi
dalam kegiatan posyandu
Nilai
% 100 %
Jumlah KMS di desa
K/S
bulan ini sudah cukup,
belum perlu meminta ke
puskesmas
< 100 %
Jumlah KMS di desa
bulan ini kurang. Perlu
meminta ke puskesmas
Tabel2.3. Pemanfaatan data kegiatan bulanan posyandu untuk pengelolaan
program di masing-masing tingkat (Departemen Kesehatan RI, 2006)

Data yang
Tingkat

diperluka

n
Puskesmas D, S, K
atau
Kecamata
n

Penyajia

Interpretas

n data

Nilai
D/S

% Data
%

Tindak lanjut

100 Partisipasi masyarakat


baik, perlu dipertahankan

Menaik tapi Partisipasi masyarakat


belum 100 terus membaik. Perlu
%
dipelajari sebab-sebab

pada mereka yang belum


berpartisipasi
untuk
dimotivasi
Menurun
Dicari
sebab-sebab
atau datar
turunnya atau rendahnya
partisipasi masyarakat
sebagai
bahan
memotivasi masyarakat
agar ikut berpartisipasi
dalam
kegiatan
posyandu
Grafik % Desa-desa
Pembinaan
terhadap
D/S setiap yang perlu desa-desa sesuai dengan
desa
prioritas
permasalahannya
pembinaan
Nilai % 100 %
Jumlah KMS di desa
K/S
bulan ini sudah cukup,
belum perlu meminta ke
tingkat kabupaten
Nilai % Desa-desa
Distribusi KMS ke desaK/S antar yang masih desa
yang
masih
desa
kekurangan memerlukan KMS
KMS
Tabel 2.4. Pemanfaatan data kegiatan bulanan posyandu untuk pengelolaan
program di Puskesmas atau kecamatan (Departemen Kesehatan RI, 2006)
2.2. Tinjauan Mengenai Perilaku Kesehatan
2.2.1. Derajat Kesehatan Masyarakat
Kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks yang merupakan gabungan
dari berbagai masalah, termasuk masalah lingkungan, baik yang alamiah maupun
buatan manusia, sosial budaya, perilaku, penduduk, genetika dan sebagainya
(Soekidjo Notoatmodjo, 2003).
Menurut Hendrik L Blum, derajat kesehatan masyarakat merupakan hasil
gabungan dari 4 faktor, yaitu (Soekidjo Notoatmodjo, 2003):
(1) Lingkungan
Masalah lingkungan pada teori Blum dapat dibagi menjadi dua, yaitu
lingkungan alamiah dan lingkungan

buatan manusia. Paradigma sehat

berperanan untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik, yang merupakan


faktor yang berperanan besar dalam menentukan derajat kesehatan.

(2) Keturunan
Keturunan adalah faktor yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk,
genetika dan sosial budaya.
(3) Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah merupakan program Departemen
Kesehatan yang memberikan kontribusi besar terhadap derajat kesehatan
meskipun masih di bawah faktor lingkungan dan perilaku.
(4) Perilaku
Faktor perilaku memberikan kontribusi yang terbesar dalam meningkatkan
derajat kesehatan. Namun justru faktor perilaku ini masih belum diupayakan
untuk digarap secara intensif. Perilaku yang bertentangan dengan norma
kesehatan seringkali merupakan akibat dari budaya masyarakat yang telah
berakar berabad-abad. Pendidikan formal tidak banyak bermanfaat untuk
perilaku masyarakat.

Perilaku sering dianggap bukan sebagai masalah

kesehatan, padahal pengaruhnya sangat besar terhadap terhadap kesehatan.


Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, maka diperlukan
upaya-upaya untuk mengubah perilaku masyarakat yang tidak mendukung
norma-norma kesehatan.
2.2.2. Perilaku Kesehatan
Menurut Skinner, perilaku kesehatan adalah respons seseorang, baik aktif
maupun pasif, terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan

kesehatan,

makanan,

minuman,

dan

lingkungan

(Soekidjo Notoatmodjo, 2003).


Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok (Soekidjo Notoatmodjo, 2003):
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan,
atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior).
3. Perilaku kesehatan lingkungan.

10

Becker (1979), membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini


(Soekidjo Notoatmodjo, 2003):
1. Perilaku hidup sehat (Health Behavior)
Perilaku hidup sehat adalah perilaku perilaku yang berkaitan dengan upaya
atau

kegiatan

seseorang

untuk

mempertahankan

dan

meningkatkan

kesehatannya.
2. Perilaku Sakit (Illnes Behavior)
Perilaku sakit yaitu respons seseorang terhadap sakit dan penyakit,
persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang: penyebab dan gejala
penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya.
3. Perilaku Peran sakit (the sick Role Behavior)
Perilaku peran sakit yaitu segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan
individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan, mengenal fasilitas
atau sarana pelayanan / penyembuhan penyakit yang layak, mengetahui hak
dan kewajiban orang sakit.
2.2.3. Domain Perilaku Kesehatan
Benyamin Bloom (1908), seorang ahli psikologi pendidikan membagi
perilaku manusia itu ke dalam 3 domain yakni: kognitif, afektif, dan psikomotor.
Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil
pendidikan kesehatan, yaitu (Soekidjo Notoatmodjo, 2003):
A. Pengetahuan ( Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).

11

Penelitian

Rogers

(1950)

mengungkapkan

bahwa

sebelum

orang

mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yakni:
1. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut. Di sini sikap
subyek sudah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, di mana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, di mana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas .
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses
seperti ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif,
maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting), sebaliknya apabila
perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung
lama.
B. Sikap (Attitude)
Sikap adalah merupakan reaksi atau respons terhadap seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi
terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan
reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,

12

akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu
masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku
yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok,
yakni:
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir,
keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya pengetahuan,
sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:
1.

Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (obyek).

2.

Merespons (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas
pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3.

Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4.

Bertanggung jawab (Responsible)


Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
C. Perilaku

13

Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku


merupakan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan
(stimulus) dari luar subyek tersebut.
Respons ini berbentuk dua macam, yakni:
1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam itu disebut
eliciting stimulation karena menimbulkan respons respons yang relatif tetap.
2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu. Perangsang ini disebut
reinforcing stimulation karena memperkuat respons.
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua:
1.

Perilaku tertutup (covert behavior)


Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert)

2.

Perilaku terbuka (overt behavior)


Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi
dua, yakni faktor intern dan ekstern. Faktor intern mencakup pengetahuan,
kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk
mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan
sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial-ekonomi,
kebudayaan dan sebagainya.

2.2.4. Pengaruh Perilaku Kesehatan terhadap Derajat Kesehatan


Pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan program Departemen
Kesehatan yang memberikan kontribusi besar terhadap derajat kesehatan

14

meskipun

masih

dibawah

faktor

perilaku

dan

lingkungan

(Soekidjo Notoatmodjo, 2003).


Faktor perilaku yang memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan
derajat kesehatan justru belum di upayakan secara intensif. Perilaku yang
bertentangan dengan norma kesehatan lebih banyak diakibatkan oleh budaya
masyarakat yang telah berakar selama berabad-abad. Pendidikan formal tidak
banyak bermanfaat untuk mengubah perilaku masyarakat. Demikian pula program
kesehatan yang bersifat sentralisasi. Mayarakat hanya akan berperan aktif jika
penyebab perilaku digali secara mendalam melalui penelitian antropologi
kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).
Perilaku sering dianggap masalah non kesehatan meskipun telah terbukti
kontribusinya terhadap kesehatan sangar besar. Dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat, diperlukan upaya-upaya untuk mengubah perilaku
masyarakat

yang

tidak

mendukung

upaya

kesehatan

(Soekidjo Notoatmodjo, 2003).


Perilaku mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap derajat kesehatan
mayarakat. Diperlukan upaya untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku
masyarakat yang bertentangan dengan norma hidup sehat. Perilaku masyarakat
tersebut biasanya bersifat lokal spesifik, terjadi pada golongan, ras, atau daerah
tertentu, dipengaruhi oleh lingkungan alam serta sudah berlangsung bertahuntahun lamanya. Perilaku tersebut harus digali secara mendalam penyebabnya agar
dalam

penanggulangannya

masyarakat

dapat

dilibatkan

secara

aktif

(Soekidjo Notoatmodjo, 2003).


2.2.5. Perubahan Perilaku Kesehatan
Mengubah perilaku seseorang bukanlah hal yang mudah, sebab didalamnya
tersangkut tidak hanya proses intrapersonal, tetapi juga interpersonal, yaitu apakah
dengan menerima gagasan atau perilaku yang dianut seseorang bukan saja
berdasarkan yang dialami dan dianggap baik oleh dirinya sendiri, tetapi terutama
merupakan nilai-nilai yang telah dianut bersama oleh masyarakat tersebut
(Soekidjo Notoatmodjo, 2003).

15

Dalam perilaku kesehatan hal yang penting adalah masalah pembentukan


dan perubahan perilaku adalah merupakan tujuan dari pendidikan atau
penyukuhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatannya lainnya
(Soekidjo Notoatmodjo, 2003).
Bentuk perubahan perilaku sangant bervariasi. Menurut WHO, perubahan
perilaku dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu (Soekidjo Notoatmodjo, 2003):
1. Perubahan Alamiah ( Natural Change)
Perubahan Alamiah yaitu perubahan perilaku manusia yang disebabkan karena
kejadian alamiah, baik perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan
ekonomi.
2. Perubahan Terencana (Planned Change)
Perubahan Terencana yaitu perubahan perilaku yang direncanakan oleh subyek
3. Kesediaan Untuk Berubah (Readiness to Change)
Kesediaan untuk berubah yaitu kesediaan seorang untuk berubah, sesuai
dengan perubahan pada lingkungannya, oleh karena inovasi baru dalam
masyarakat.
2.2.6. Cara-cara Perubahan Perilaku Kesehatan
Menurut

Kelman

ada

tiga

cara

perubahan

perilaku

yaitu

(Soekidjo Notoatmodjo, 2003):


1. Karena Terpaksa
Individu mengubah perilakunya karena berharap akan :
Memperoleh imbalan, baik berupa materi maupun non-materi

Memperoleh pengakuan dari kelompoknya atau dari orang yang


menganjurkan perubahan perilaku tersebut.

Terhindar dari hukuman


Dengan cara ini perubahan perilaku yang terjadi tidak lestari karena dilakukan
secara terpaksa

2. Karena ingin meniru


Individu mengubah perilakunya karena ingin disamakan dengan seseorang
yang dikaguminya. Disini perubahan yang terjadi juga tidak lestari

16

3. Karena menghayati manfaatnya


Disini perubahan perilaku individu yang terjadi benar-benar mendasar. Artinya
: benar-benar telah menjadi bagian dari hidupnya. Karena itulah maka
perubahan melalui cara ini umumnya bersifat lestari. Perubahan seperti inilah
yang diharapkan akan dicapai melalui penyuluhan kesehatan.
2.2.7. Tahap-tahap Perubahan Perilaku Kesehatan
Proses perubahan perilaku dalam menerima ide baru merupakan suatu
proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang cukup lama. Seseorang akan
memperoleh informasi atau pengetahuan baru sampai dia memustuskan untuk
menerima

atau

menolak

ide

tersebut

melalui

empat

tahap

yaitu

(Soekidjo Notoatmodjo, 2003):


1. Pengenalan
Orang mengetahui adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian
tentang bagaimana inovasi itu berfungsi.
2. Persuasi
Orang membentuk sikap yang berkenan atau tidak berkenan terhadap inovasi.
3. Keputusan
Orang terlibat dalam kegiatan dan membawanya pada pilihan untuk menerima
atau menolak inovasi.
4. Konfirmasi
Mencari penguat yang dapat mendukung keputusannya

17

Anda mungkin juga menyukai