Penampilan
Kering tidak ada
gelembung.
Oedem minimal atau
Warna
Bertambah
merah.
Perasaan
Nyeri
Page 142
(tingkat I)
Lebih dalam
dari
ketebalan
partial
(tingkat II)
- Superfisial
- Dalam
Ketebalan
sepenuhnya
(tingkat III)
(terbakar
oleh
matahari).
Kontak
dengan
bahan air
atau bahan
padat.
Jilatan api
kepada
pakaian.
Jilatan
langsung
kimiawi.
Sinar ultra
violet.
Kontak
dengan
bahan cair
atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak
dengan arus
listrik.
tidak ada.
Pucat bila ditekan
dengan ujung jari,
berisi kembali bila
tekanan dilepas.
Blister besar dan
lembab yang
ukurannya bertambah
besar.
Pucat bila ditekan
dengan ujung jari, bila
tekanan dilepas berisi
kembali.
Berbintik-bintik Sangat
yang kurang
nyeri
jelas, putih,
coklat, pink,
daerah merah
coklat.
Putih, kering,
hitam, coklat
tua.
Hitam.
Merah.
Tidak
sakit,
sedikit
sakit.
Rambut
mudah
lepas bila
dicabut.
Page 143
a.
b.
c.
d.
Tingkat II
: 30% atau lebih.
Tingkat III
: 10% atau lebih.
Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
2) Sedang moderate:
a. Tingkat II
: 15 30%
b. Tingkat III
: 1 10%
3) Ringan minor:
a. Tingkat II
: kurang 15%
b. Tingkat III
: kurang 1%
d. Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar
Perubahan Tingkatan hipovolemik
( s/d 48-72 jam pertama)
Mekanisme
Dampak
dari...
Pergeseran Vaskuler ke
Hemokonsentr
cairan
insterstitial.
asi oedem pada
ekstra
lokasi luka
seluler.
bakar.
Fungsi
Aliran darah renal Oliguri.
renal.
berkurang karena
desakan darah
turun dan CO
berkurang.
Kadar
Na+ direabsorbsi
Defisit sodium.
sodium/
oleh ginjal, tapi
natrium.
kehilangan Na+
melalui eksudat
dan tertahan dalam
cairan oedem.
Kadar
K+ dilepas sebagai Hiperkalemi
potas
akibat cidera
sium.
jarinagn sel-sel
darah merah, K+
berkurang ekskresi
karena fungsi renal
berkurang.
Kadar
Kehilangan protein Hipoproteinem
protein.
ke dalam jaringan ia.
akibat kenaikan
permeabilitas.
KeseimKatabolisme
Keseimbangan
bangan
jaringan,
nitrogen
nitrogen.
kehilangan protein negatif.
dalam jaringan,
lebih banyak
Departemen | Keperawatan Kegawatdaruratan
Tingkatan diuretik
(12 jam 18/24 jam pertama)
Mekanisme
Dampak
dari...
Interstitial ke
Hemodilusi.
vaskuler.
Peningkatan aliran
darah renal karena
desakan darah
meningkat.
Diuresis.
Kehilangan Na+
melalui diuresis
(normal kembali
setelah 1 minggu).
Defisit
sodium.
K+ bergerak
Hipokalemi.
kembali ke dalam
sel, K+ terbuang
melalui diuresis
(mulai 4-5 hari
setelah luka
bakar).
Kehilangan protein Hipoproteinewaktu berlangsung mia.
terus katabolisme.
Katabolisme
jaringan,
kehilangan
protein,
immobilitas.
Keseimbangan
nitrogen
negatif.
Page 144
Keseimbnagan
asam basa.
Respon
stres.
Eritrosit
Lambung.
Jantung.
kehilangan dari
masukan.
Metabolisme
anaerob karena
perfusi jarinagn
berkurang
peningkatan asam
dari produk akhir,
fungsi renal
berkurang
(menyebabkan
retensi produk
akhir tertahan),
kehilangan
bikarbonas serum.
Terjadi karena
trauma,
peningkatan
produksi cortison.
Terjadi karena
panas, pecah
menjadi fragil.
Curling ulcer
(ulkus pada
gaster), perdarahan
lambung, nyeri.
MDF meningkat
2x lipat,
merupakan
glikoprotein yang
toxic yang
dihasilkan oleh
kulit yang
terbakar.
Asidosis
metabolik.
Kehilangan
sodium bicarbonas
melalui diuresis,
hipermetabolisme
disertai
peningkatan
produk akhir
metabolisme.
Asidosis
metabolik.
Aliran darah
renal
berkurang.
Terjadi karena
sifat cidera
berlangsung lama
dan terancam
psikologi pribadi.
Tidak terjadi pada
hari-hari pertama.
Stres karena
luka.
Peningkatan
jumlah
cortison.
Luka bakar
termal.
Rangsangan
central di
hipotalamus
dan peingkatan
jumlah
cortison.
Disfungsi
jantung.
Hemokonsentr
asi.
Peningkatan zat
CO menurun.
MDF (miokard
depresant factor)
sampai 26 unit,
bertanggung jawab
terhadap syok
spetic.
Page 145
Pernafasan:
a) Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi
obstruksi gagal nafas.
Sirkulasi:
A. gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra
vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.
B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi cairan Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun
: BB x 100 cc
1 3 tahun : BB x 75 cc
3 5 tahun : BB x 50 cc
diberikan 8 jam pertama
diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa
: Dextran 500 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak
: Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 7 hari, kecuali balutan kotor.
F. Obat obatan:
- Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
- Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil
kultur.
- Analgetik
: kuat (morfin, petidine)
- Antasida
: kalau perlu
Page 146
b. Sirkulasi:
Tanda ( dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok);
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer
umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan
(semua luka bakar).
c. Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan
bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%
sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD)
pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan
retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik
(syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan
derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak
nyeri.
h. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan
menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
i. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan
nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema
laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal);
sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
j. Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit
tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status
syok.
k. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase
intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa
hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar
mulut dan atau lingkar nasal.
l. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Departemen | Keperawatan Kegawatdaruratan
Page 147
m. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh;
ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari
tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam
setelah cedera.
n. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis.
Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif),
luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar
termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
o. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik
sehubungan dengan syok listrik).
p. Pemeriksaan diagnostik:
- LED: mengkaji hemokonsentrasi.
- Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama
penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama
karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
- Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya pada cedera inhalasi asap.
- BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
- Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan
otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
- Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
- Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka
bakar masif.
- Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
C. Diagnosa Keperawatan ( Doengoes ; 2000)
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obtruksi trakea
bronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia ; luka bakar daerah leher;
kompresi jalan nafas thorak dan dada.
2. Deficit volume cairan b/d. Kehilangan cairan melalui rute abnormal; status
hypermetabolik
3. Gangguan pertukaran gas b/d cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen
torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4. Resiko infeksi b/d. Pertahanan primer tidak adequat; kerusakan perlinduingan
kulit; jaringan traumatik.
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
keperawatan
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
b/d obstruksi
trakheobronkhial;
Noc
Nic
Monitoring:
1. Frekuensi, kedalaman, dan
kesimetrisan pernafasan.
2. Warna kulit (adanya sianosis)
Page 148
oedema mukosa;
kompressi jalan
nafas .
Defisit Volume
Cairan
Berhubungan
dengan:
- Kehilangan
volume cairan
secara aktif
No
1
2
Kriteria
Score
Batuk (-)
5
Tidak ada suara
5
nafas tambahan
(rhonki,
wheezing)
3
Ekspansi dada
5
maksimal
(pernafasan
dalam) dan
simetris
4
RR=125
20x/menit
5
Pola nafas
5
regular
6
Tidak mengalami 5
gangguan
pemenuhan
istirahat
7
Sianosis (-)
5
8
Tidak mengalami 5
kesulitan
berbicara
9
Dispnea (-)
5
10 Sputum (-)
5
11 Orthopnea (-)
5
Keterangan :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan,
Setelah diberikan asuhan keperawatan
selama x24 jam, diharapkan status
cairan dan biokimia membaik.
Dengan Kriteria hasil:
No
1.
2.
3.
Nic
Tidak ada
manifestasi
dehidrasi
Tidak ada
resolusi
oedema
elektrolit
serum
dalam
batas
normal
Noc
5
5
5
4.
haluaran
urine di
atas 30
ml/jam.
diperlukan.
5. Beritahu dokter bila:
haluaran urine < 30 ml/jam,
haus, takikardia, CVP < 6
mmHg, bikarbonat serum di
bawah rentang normal,
gelisah, TD di bawah
rentang normal, urine gelap
atau encer gelap.
6. Konsultasi doketr bila
manifestasi kelebihan cairan
terjadi.
7. Berikan antasida yag
diresepkan atau antagonis
reseptor histamin seperti
simetidin.
Kriteria
Tidak terdapat rubor
Tidak terdapat kalor
Tidak terdapat dolor
Tidak terdapat tumor
Tidak terdapat
fungsiolesa
Ekstrim
Berat
Sedang
Ringan
Tidak
Score
5
5
5
5
5
Kontrol infeksi
1. Bersihkan ruangan sebelum
digunakan tindakan pada
pasien
2. Ganti peralatan untuk
tindakan pada pasien
3. Batasi jumlah pengunjung
4. Ajarkan pada pasien untuk
melakuakn cuci tangan
dengan benar
5. Instruksikan pada
pengunjung untuk
melakukan cuci tangan
sebelum ke pasien
6. Gunakan sabun antimikroba
untuk cuci tangan
7. Bersihkan tangan sebelum
dan setelah melakukan
tindakan pada pasien
8. Gunakan universal
precaution
9. Gunakan sarung tangan
sesuai standar universal
precaution
10. Kolaborasi pemberian
antibiotik sesuai dengan
kondisi pasien
11. Ajarkan pada pasien dan
keluarga untuk mengenali
tanda dan gejala infeksi
serta melaporkan pada
tenaga kesehatan ketika
Page 150
Gangguan
Pertukaran gas
Berhubungan
dengan :
ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
perubahan
membran kapiler-
Manajemen nyeri
1. Kaji secara komphrehensif
tentang nyeri, meliputi: skala
nyeri, lokasi, karakteristik
dan onset, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas/beratnya
nyeri, dan faktor-faktor
presipitasi.
2. Observasi isyarat-isyarat non
verbal dari ketidaknyamanan
3. Berikan analgetik sesuai
dengan anjuran sebelum
memulai aktivitas
4. Gunakan komunkiasi
terapeutik agar klien dapat
mengekspresikan nyeri
5. Kaji latar belakang budaya
klien
6. Evaluasi tentang keefektifan
dari tindakan mengontrol
nyeri yang telah digunakan
7. Berikan dukungan terhadap
klien dan keluarga
8. Berikan informasi tentang
nyeri, seperti: penyebab,
berapa lama terjadi, dan
tindakan pencegahan
9. Motivasi klien untuk
memonitor sendiri nyeri
10. Ajarkan penggunaan teknik
relaksasi nafas dalam
11. Evaluasi keefektifan dari
tindakan mengontrol nyeri
12. Tingkatkan tidur/istirahat
yang cukup
13. Beritahu dokter jika tindakan
tidak berhasil atau terjadi
keluhan
1. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
2. Pasang mayo bila perlu
3. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
4. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
5. Auskultasi suara nafas, catat
Page 151
alveolar
2.
3.
4.
5.
6.
- Kerusakan
integritas kulit b/d
Faktor mekanik
(kontak dengan
bahan bakar)
oksigenasi yang
Memelihara
kebersihan paru
paru dan bebas dari
tanda tanda distress
pernafasan
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan
suara nafas yang
bersih, tidak ada
sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
Tanda tanda vital
dalam rentang
normal
GDA dalam batas
normal
Status neurologis
dalam batas normal
5
5
5
Score
5
5
5
5
Texture
kulit
5
6.
7.
8.
9.
Bahan Kimia
Termis
Biologis
Pada Wajah
Psikologis
LUKA
BAKAR
mukosa
Oedema laring
Di ruang
tertutup
Keracunan gas
CO2
CO2 mengikat
Obstruksi jalan
nafas
Gagal nafas
Hb
Hb tidak
mampu
mengikat O2
Kerusakan
Patofisiologi:
Radiasi
MK:
Gangguan
Konsep diri
Kurang
pengetahuan
Anxietas
Kerusakan kulit
Penguapan
meningkat
Peningkatan pembuluh
darah kapiler
Ektravasasi cairan (H2O,
Elektrolit, protein)
Masalah
Keperawatan:
Resiko tinggi terhadap
infeksi
Gangguan rasa nyaman
Ganguan aktivitas
Kerusakan integritas kulit
Hipoxia otak
Tekanan onkotik
menurun. Tekanan
hidrostatik meningkat
Cairan intravaskuler
menurun
Hipovolemia dan
hemokonsentrasi
Gangguan sirkulasi
makro
Masalah
Keperawatan:
Kekurangan volume cairan
Gangguan perfusi jaringan
Gangguan
sirkulasi seluler
Kardiovaskuler
Ginjal
Hepar
Hipoxia
Kebocoran
kapiler
Hipoxia
sel ginjal
Pelepasan
katekolamin
Penurunan
curah jantung
Fungsi
ginjal
menurun
Hipoxia
hepatik
Sel otak
mati
GI
Traktus
Dilatasi
lambung
Neurologi
Imun
Gangguan
Neurologi
Daya
tahan
tubuh
menurun
Gangguan
perfusi
Laju
metabolisme
meningkat
Hambahan
pertumbuhan
Gagal
Gagal jantung
Gagal
Gagal hepar
fungsi
Departemen | Keperawatan
Kegawatdaruratan
ginjal
sentral
Glukoneogenesis
glukogenolisis
Page 153
MK: Perubahan
nutrisi
DAFTAR PUSTAKA
1. Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.
2. Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Jilid II Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. Donna D. Ignatavicius (1991), Medical Surgical Nursing: A Nursing Process Approach,
WB. Sauders Company, Philadelphia.
4. Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta
5. Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Volume I, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta.
6. Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya (2001), Pendidikan
Keperawatan Berkelanjutan (PKB V) Tema: Asuhan Keperawatan Luka Bakar Secara
Paripurna, Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
7. Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakart
8. R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
9. Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4
Buku 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Page 154
Page 155