Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PROGRAM KB
2.1. Pengertian

Upaya peningkatkan kepedulian masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang


bahagia sejahtera (Undang-undang No. 10/1992).

Keluarga Berencana (Family Planning, Planned Parenthood) : suatu usaha untuk


menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai
kontrasepsi.

WHO (Expert Committe, 1970), tindakan yg membantu individu/ pasutri untuk:


Mendapatkan objektif-obketif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,
mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan dan
menentukan jumlah anak dalam keluarga.

2.2. Tujuan dan Fungsi KB


Tujuan

umum

adalah

sosial ekonomi suatu keluarga

membentuk keluarga kecil

sesuai

dengan

kekutan

dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar diperoleh

suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Tujuan lain
meliputi pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan dan
kesejahteraan keluarga.
Kesimpulan dari tujuan program KB adalah:
Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu,anak, keluarga dan bangsa
Mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa
Memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan KR yang berkualitas, termasuk
upaya-upaya

menurunkan

angka kematian

ibu, bayi,

masalah kesehatan reproduksi.


Tujuan KB berdasar RENSTRA 2005-2009 meliputi:
1.

Keluarga dengan anak ideal

2.

Keluarga sehat

3.

Keluarga berpendidikan

dan anak serta

penanggulangan

4.

Keluarga sejahtera

5.

Keluarga berketahanan

6.

Keluarga yang terpenuhi hak-hak reproduksinya

7.

Penduduk tumbuh seimbang (PTS)

2.3. Kegiatan program pemberantasan penyakit menular


Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular yaitu program
pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan penular penyakit
menular/infeksi (misalnya TB, DBD, Kusta dll). Tujuan program: menurunkan angka
kesakitan,

kematian

dan kecacatan

akibat

penyakit

menular

dan

penyakit

tidak

menular. Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi adalah Malaria, demam
berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta tuberkulosis paru, HIV/AIDS, pneumonia, dan
penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Prioritas penyakit tidak menular
yang ditanggulangi adalah penyakit jantung dan gangguan sirkulasi, diabetes mellitus, dan
kanker.
Kegiatan pokok dan kegiatan indikatif program ini meliputi:
1; Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko:

Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan perundang-undangan,


dan kebijakan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko dan diseminasinya;
Menyiapkan materi dan menyusun rencana kebutuhan untuk pencegahan dan
penanggulangan faktor resiko;
Menyediakan kebutuhan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko sebagai
stimulam;
Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/juknis/pedoman pencegahan
dan penanggulangan faktor risiko;
Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk melakukan
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko;
Melakukan bimbingan, pemantauan dan evaluasi kegiatan pencegahan dan
penanggulangan faktor risiko;
Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja informasi dan
konsultasi teknis pencegahan dan penanggulangan faktor risiko;
Melakukan kajian program pencegahan dan penanggulangan faktor risiko;
Membina dan mengembangkan UPT dalam pencegahn dan penanggulangan faktor
risiko;

Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan pencegahan


dan pemberantasan penyakit.
2; Peningkatan imunisasi:
Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan perundangundangan, dan kebijakan peningkatan imunisasi, dan diseminasinya;
Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan peningkatan
imunisasi;
Menyediakan kebutuhan peningkatan imunisasi sebagai stimulan yang ditujukan
terutama untuk masyarakat miskin dan kawasan khusus sesuai dengan skala
prioritas;
Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/juknis/protap program
imunisasi;
Menyiapkan dan mendistribusikan sarana dan prasarana imunisasi;
Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk melaksanakan
program imunisasi
Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan imunisasi;
Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja informasi dan
konsultasi teknis peningkatan imunisasi;
Melakukan kajian upaya peningkatan imunisasi;
Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya peningkatan imunisasi;
Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan imunisasi.
3; Penemuan dan tatalaksana penderita:
Menyiapkan materi
dan
menyusun
rancangan
peraturan
dan
perundangundangan, dan kebijakan penemuan dan tatalaksana penderita dan
diseminasinya;
Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan penemuan
dan tatalaksana penderita;
Menyediakan kebutuhan penemuan dan tatalaksana penderita sebagai stimulan;
Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/juknis/pedoman program
penemuan dan tatalaksana penderita;
Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk melaksanakan
program penemuan dan tatalaksana penderita;
Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan penemuan dan
tatalaksana penderita;
Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja informasi
dan konsultasi teknis penemuan dan tatalaksana penderita;
Melakukan kajian upaya penemuan dan tatalaksana penderita;

Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya penemuan dan tatalaksana


penderita;
Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan penemuan dan
tatalaksana penderita.
4; Peningkatan surveilens epidemiologi dan penanggulangan wabah:
Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan perundangundangan, dan
kebijakan
peningkatan
surveilans
epidemiologi
dan penanggulangan KLB/wabah dan diseminasinya;
Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan peningkatan surveilans
epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah;
Menyediakan
kebutuhan
peningkatan surveilans
epidemiologi
dan
penanggulangan KLB/wabah sebagai stimulan;
Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/juknis/pedoman program
surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah;
Meningkatkan sistem kewaspadaan dini dan menanggulangi KLB/Wabah,
termasuk dampak bencana;
Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk melaksanakan
program surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah;
Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan surveilans
epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah;
Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja informasi
dan konsultasi teknis peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan
KLB/wabah;
Melakukan
kajian
upaya peningkatan
surveilans
epidemiologi
dan
penanggulangan KLB/wabah;
Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya peningkatan surveilans
epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah.
Melaksanakan
dukungan administrasi
dan
operasional
pelaksanaan
surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah.
5; Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan
pemberantasan penyakit:
Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan perundang-undangan, dan
kebijakan peningkatan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) pencegahan
dan pemberantasan penyakit dan diseminasinya;
Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan peningkatan komunikasi
informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit.
Menyediakan kebutuhan peningkatan komunikasi informasi dan edukasi (KIE)
pencegahan dan pemberantasan penyakit sebagai stimulan;

Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/juknis/pedoman program


komunikasi informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit;
Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk melaksanakan
program komunikasi informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan
penyakit;
Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan komunikasi informasi dan
edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit;
Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja informasi
dan konsultasi teknis peningkatan komunikasi informasi dan edukasi (KIE)
pencegahan dan pemberantasan penyakit;
Melakukan kajian upaya peningkatan komunikasi informasi dan edukasi (KIE)
pencegahan dan pemberantasan penyakit;
Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya peningkatan komunikasi informasi
dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit;
Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan komunikasi
informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit.

2.4. Indikator atau parameter penilaian


Indikator KB yang umum dipakai adalah:
1;

Pernah Pakai KB (Ever users)

Hasil Susenas 2004 menunjukkan bahwa 71,97% dari wanita yang berstatus kawin dan
berusia 15 49 tahun di Indonesia pernah memakai suatu alat/cara KB. Berdasarkan tempat
tinggal, persentase perempuan kawin usia 15 49 tahun yang pernah memakai suatu alat/cara
KB hanya sedikit lebih tinggi di wilayah perkotaan daripada di wilayah perdesaan, walaupun
tidak signifikan (73,15% versus 71,11%). Menurut propinsi, persentase perempuan kawin
usia 15 49 tahun yang pernah memakai suatu alat/cara KB bervariasi secara nyata antara
35,05% di Maluku dan 84,74% di Sulawesi Utara.
2;

Angka Prevalensi Kontrasepsi (CPR)


Hasil Susenas 2004 menunjukkan bahwa Angka Prevalensi Kontrasepsi Indonesia

adalah 56,71%. Artinya satu diantara dua pasangan usia subur di Indonesia pada tahun 2004
sedang memaki sesuatu cara KB. Perbedaan Angka Prevalensi Kontrasepsi di wilayah
perkotaan dengan wilayah perdesaan amat kecil, yang menunjukkan bahwa strategi
pendekatan program KB di daerah perkotaan dan pedesaaan hampir sama kuatnya. Menurut
propinsi, Angka Prevalensi Kontrasepsi bervariasi secara nyata antara 26,05% di Maluku dan
71,42% di Sulawesi Utara.

Kontraseptif mix

3;

Hasil SDKI 2002 2003 menunjukkan bahwa bahwa sebagian besar PUS memakai
suntikan (46,1%) kemudian diikuti dengan pil (21,9%). Hal ini mengindikasikan bahwa
sebagian besar PUS memakai alat/cara KB modern jangka pendek yang sangat tergantung
pada ketersediaan dan juga pada kedisiplinan penggunanya. Sangat disayangkan bahwa
pemakai alat kontrasepsi pria (kondom dan sterilisasi pria) amat rendah. Hal ini menunjukkan
masih adanya bias gender dalam hal pemakaian KB. Persentase pemakai alat/cara KB
menurut alat/cara KB dan latar belakang karakteristik PUS (seperti umur isteri, pendidikan
suami dan isteri, tempat tinggal, jumlah anak lahir hidup, dan tingkat kesejahteraan) juga
dapat dihitung. Informasi seperti ini sangat bermanfaat dalam penajaman sasaran kebijakan
pengendalian kelahiran.
2.5.

Permasalahan Kependudukan Akibat Kurangnya Kepedulian

Terhadap Program KB
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau yang
biasa disebut dengan BKKBN merupakan lembaga pemerintahan non
departemen Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan
di bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengingat masalah yang
sering dihadapi adalah masih tingginya pertumbuhan penduduk dan
masih belum tercapai sasaran indikator kerja di beberapa wilayah.
Berdasarkan Program Pembangunan Nasional yang dituangkan dalam
Peraturan Presiden Nomor : 5 Tahun 2010 tentang rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN), merupakan penjabaran dari Visi dan
Misi Pemerintah dalam penyelenggaraan negara selama kurun waktu
2010-2014

yang

salah

satunya

adalah

Program

Pembangunan

Kependudukan dan Keluarga Berencana. Dalam arah kebijakan dan


strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
disebutkan bahwa Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana
mempunyai tiga prioritas utama yaitu :
1;
2;

Revitalisasi Program KB;


Penyerasian Kebijakan Pengendalian Penduduk;

Peningkatan Ketersediaan dan Kualitas Data dan Informasi


Kependudukan yang memadai, akurat dan tepat waktu.
Kurangnya pergerakan pemerintah pada program KB menyebabkan
3;

permasalahan penduduk yang kompleks dan kualitas penduduk Indonesia


tetap rendah. Selama ini, masalah kependudukan boleh dikatakan masih
kurang

mendapat

perhatian

dari

masyarakat

maupun

tokoh-tokoh

masyarakat. Memang pada saat ini sebagian besar orang pada umumnya
sudah tidak berkeberatan lagi dengan program untuk mengontrol
kelahiran, tetapi masih kurang sekali kesadaran untuk melaksanakannya
dan dianggap sebagai hal yang tidak penting. Sebenarnya masalah
kependudukan ini adalah masalah yang penting karena berkaitan erat
dengan masalah ekonomi, hukum dan norma agama. Jadi, memang tidak
bisa

diabaikan begitu

saja.

Masalah ini sudah bisa diatasi dengan baik apabila sejak dulu sudah ada
pergerakan yang sungguh-sungguh dari pihak pemerintah maupun tokohtokoh masyarakat untuk mengatasi masalah ini. Dahulu masih banyak
orang yang menentang program KB dan kalaupun sudah ada yang
menyetujuinya, umumnya mereka masih tidak mau melaksanakannya.
Pada zaman Orde Lama, dari pihak pemerintah pun tidak ada kesadaran
akan masalah ini padahal pada saat itu jumlah penduduk Indonesia masih
berkisar 100 juta jiwa dan seandainya pada saat itu sudah ada upaya
yang sungguh-sungguh tentunya tidak perlu penduduk Indonesia meledak
seperti sekarang ini.
Tingkat kematian menurun dengan cukup drastis sedangkan tingkat
kelahiran tetap bertambah, maka ruang kehidupan bumi kita semakin
sempit dan semakin sulit memenuhi kebutuhan pangan karena tingkat
pertumbuhan penduduk dunia yang sekitar 1,2 persen per tahun. Jumlah
lahan

ini

pun

semakin

hari

semakin

berkurang

karena

semakin

meningkatnya kebutuhan akan perumahan. Hingga saat ini, tidak perlu


sampai

ada

pertempuran

antar

negara

untuk

memperebutkan

sumber makanan seperti yang terjadi pada suku-suku primitif, tetapi


persaingan antar individu untuk memperebutkan sumber makanan yaitu
pekerjaan.

Apabila tidak mendapatkan pekerjaan maka mereka akan menjadi


pengangguran, sulit untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal,
serta kemiskinan terjadi dimana-mana. Mereka yang tidak mendapatkan
tempat yang layak terpaksa mencari tempat yang kurang layak, dan yang
tidak mendapatkan tempat yang kurang layak terpaksa mencari tempat
yang tidak layak. Dari hari ke hari semakin meningkat besar jumlahnya
yang tentu pada akhirnya menimbulkan berbagai macam masalah sosial
ekonomi yang sulit untuk diatasi.
Program KB terutama pada program revitalisasi, sebaiknya yang
dilakukan adalah penekanan dan penajaman komitment pemerintah yang
menegaskan bahwa program KB adalah salah satu diantara 18 program
pro-rakyat, sehingga perlu mendapat perhatian yang lebih serius lagi.
Serta

makin

memberi

kepercayaan

pada

pemerintah

bahwa

kependudukan dan KB adalah faktor penentu keberhasilan pembangunan


di

Indonesia,

karena

pembangunan

digagas

untuk

kesejahteraan

penduduk yang dilakukan oleh penduduk.


Maka perlu dilakukan analisis dan evaluasi untuk melihat sejauh
mana upaya dan hasil pencapaian pelaksanaan program KB nasional
yang telah dilakukan selama tengah tahun pertama dibandingkan dengan
kebijakan, sasaran, dan program/kegiatan yang telah direncanakan.
Disamping itu, analisis dan evaluasi juga dilakukan terhadap pencapaian
RPJMN(Rencana Pembanunan Jangka Menengah Nasional) dan kinerja
kantor BKKBN wilayah berdasarkan kontrak kinerja yang telah disepakati.
Maka diharapkan Humas BKKBN dapat berperan dalam menjalankan
perannya untuk mencapai hasil sasaran kinerja sesuai target sehingga
Pelaksanaan Kependudukan dan Keluarga Berencana di Indonesia dapat
berjalan dengan sukses dan berhasil secara menyeluruh sehigga dapat
diketahui kekuatan dan kelemahan baik dikomponen Kabupaten/Kota
maupun Provinsi.
2.6; Proses terjadinya masalah dalam program KB

Banyak diantara masyarakat yang bersedia mengikuti program KB. Namun tidak
sedikit yang tidak menyetujui bahkan menolaknya. Salah satu alasannya adalah adanya

pendapat yang mengatakan penggunaan ala kontrasepsi KB dapat menimbulkan akibat


negatif, seperti pusing, perut mual, dan sebagainya.
Adapula yang beranggapan jika alat kontrasepsi dapat membuat badan menjadi gemuk.
Selain itu, beberapa diantara mereka takut jika dikemudian hari ingin hamil dan mendapatkan
anak lagi, maka akan kesulitan karena rahim atau kandungannya terlanjur kering dan tidak
bisa melakukan proses pembuahan . opini ini banyak bermunculan di kalangan pengguna alat
kontrasepsi berupa pil dan suntik.
Namun yang paling menarik, diantara berbagai alasan tersebut, ada argumen lain yang
menhyebutkan bahwa mengikuti program KB termasuk perbuatan yang melanggar ajaran dan
aturan agama. Mereka yang berpendapat seperti ini beralasan bahwa anak merupakan
anugerah dari Tuhan sehingga tidak boleh ditolak kehadiran atau kelahirannya. Membatasi
kelahiran anak dianggapnya perbuatan dosa atau haram.
Antara alasan masyarakat mengikuti program KB maupun yang menolaknya harus
sama-sama mendapat perhatian. Karena hal ini merupakan proses dan penyebab terjadinya
masalah serta kendala dalam program keluarga berencana.
2.7. Faktor yang mempengaruhi KB
1; Sosial ekonomi

Tinggi rendahnya status social dan keadaan ekonomi penduduk di Indonesia akan
mempengaruhi

perkembangan

dan

kemajuan

program KB di

Indonesia.

Kemajuan

program KB tidak bisa lepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena berkaitan erat dengan
kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan. Contoh : keluarga dengan
penghasilan cukup akan lebih mampu mengikuti program KB dari pada keluarga yang tidak
mampu, karena bagi keluarga yang kurang mampu KB bukan merupakan kebutuhan pokok.
Dengan suksesnya program KB maka perekonomian suatau negara akan lebih baik
karena dengan anggota keluarga yang sedikit kebutuhan dapat lebih tercukupi dan
kesejahteraan dapat terjamin.
2; Budaya

Sejumlah faktor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode


kontrasepsi. Faktor-faktor ini meliputi salah pengertian dalam masyarakat mengenai berbagai
metode, kepercayaan religius, serta budaya, tingkat pendidikan persepsi mengenai

resiko kehamilan dan status wanita., Penyedia layanan harus menyadari bagaimana faktorfaktor tersebut mempengaruhi pemilihan metode di daerah mereka dan harus memantau
perubahan perubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan metode.
3; Pendidikan

Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan keluarga


berencana tetapi juga pemilihan suatu metode. Beberapa studi telah memperlihatkan bahwa
metode kalender lebih banyak digunakan oleh pasangan yang lebih berpendidikan.
Dihipotesiskan bahwa wanita yang berpendidikan menginginkan keluarga berencana yang
efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil resiko yang terkait dengan sebagai metode
kontrasepsi.
4; Agama

Di berbagai daerah kepercayaan religius dapat mempengaruhi klien dalam memilih


metode. Sebagai contoh penganut katolik yang taat membatasi pemilihan kontrasepsi mereka
pada KB alami. Sebagai pemimpin islam pengklaim bahwa sterilisasi dilarang sedangkan
sebagian lainnya mengijinkan. Walaupun agama islam tidak melarang metode kontrasepsi
secara umum, para akseptor wanita mungkin berpendapat bahwa pola perdarahan yang tidak
teratur yang disebabkan sebagian metode hormonal akan sangat menyulitkan mereka selama
haid mereka dilarang bersembahyang. Di sebagaian masyarakat, wanita hindu dilarang
mempersiapkan makanan selama haid sehingga pola haid yang tidak teratur dapat menjadi
masalah.
5; Status wanita

Status wanita dalam masyarakat mempengaruhi kemampuan mereka memperoleh dan


menggunakan berbagai metode kontrasepsi. Di daerah daerah yang status wanitanya
meningkat, sebagian wanita memiliki pemasukan yang lebih besar untuk membayar metodemetode yang lebih mahal serta memiliki lebih banyak suara dalam mengambil keputusan.
Juga di daerah yang wanitanya lebih dihargai, mungkin hanya dapat sedikit pembatasan
dalam memperoleh berbagai metode, misalnya peraturan yang mengharuskan persetujuan
suami sebelum layanan KB dapat diperoleh.
2.8. Strategi pendekatan dalam program KB
Strategi pendekatan dalam program keluarga berencana antara lain :
1;

Pendekatan kemasyarakatan (community approach).

Diarahkan untuk meningkatkan dan menggalakkan peran serta masyarakat (kepedulian) yang
dibina dan dikembangkan secara berkelanjutan.
Pendekatan koordinasi aktif (active coordinative approach).

2;

Mengkoordinasikan berbagai pelaksanaan program KB dan pembangunan keluarga sejahtera


sehingga dapat saling menunjang dan mempunyai kekuatan yang sinergik dalam mencapai
tujuan dengan menerapkan kemitraan sejajar.
Pendekatan integrative (integrative approach)

3;

Memadukan pelaksanaan kegiatan pembangunan agar dapat mendorong dan menggerakkan


potensi yang dimiliki oleh semua masyarakat sehingga dapat menguntungkan dan memberi
manfaat pada semua pihak.
Pendekatan kualitas (quality approach).

4;

Meningkatkan kualitas pelayanan baik dari segi pemberi pelayanan (provider) dan penerima
pelayanan (klien) sesuai dengan situasi dan kondisi.
Pendekatan kemandirian (self rellant approach)

5;

Memberikan peluang kepada sektor pembangunan lainnya dan masyarakat yang telah mampu
untuk segera mengambil alih peran dan tanggung jawab dalam pelaksanaan program KB
nasional.
Pendekatan tiga dimensi ( three dimension approach).

6;

Strategi

tiga

dimensi

program

kb

sebagai

pendekatan

program

kb

nasional.

Strategi ini diterapkan atas dasar survei terhadap kecenderungan respon pasangan usia subur
(PUS) di Indonesia terhadap ajakan (KIE) untuk berkb. Berdasarkan hasil survei tersebut
respon pus terhadap KIE kb terbagi dalam 3 kelompok
1)

15% pus langsung merespon ya untuk berkb.

2)

15% - 55% pus merespon raguragu untuk berkb.

3)

30% pus merespon tidak untuk berkb.

Strategi 3 dimensi ini juga diterapkan untuk merespon kemendesakkannya untuk scepatnya
menurunkaj TFR dan membudayakan NKKBS sebagai normaprogram KBN .
Selain itu, Strategi program KB terbagi dalam dua hal yaitu:

1;

2;

Strategi dasar
Meneguhkan kembali program di daerah
Menjamin kesinambungan program
Strategi operasional

Peningkatan kapasitas sistem pelayanan Program KB Nasional

Peningkatan kualitas dan prioritas program

Penggalangan dan pemantapan komitmen

Dukungan regulasi dan kebijakan

Pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas pelayanan

Anda mungkin juga menyukai