Oleh :
Selvia Anggraeni
(G99142101)
(G99142104)
Karla Kalua
(G99142105)
Pembimbing :
dr. Junardi, Sp.B, FINACS
BAB I
PENDAHULUAN
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering
ditemukan pada pria yang memasuki usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic
hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat1,2,3
Suatu penelitian menyebutkan bahwa prevalensi Benigna Prostat
Hiperplasia (BPH) yang bergejala pada pria berusia 4049 tahun mencapai hampir
15%. Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 5059
tahun prevalensinya mencapai hampir 5% dan pada usia 60 tahun mencapai angka
sekitar 43%. Angka kejadian BPH di Indonesia sebagai gambaran hospital
prevalensi di dua Rumah Sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan Sumberwaras
selama 3 tahun (19941999) terdapat 1040 kasus.1
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang
menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari
pembesaran kelenjar prostat yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher
buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO).
Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut
sebagai benign prostate obstruction (BPO)1,5. Obstruksi ini lama kelamaan dapat
menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan
komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.
Adanya BPH ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih
dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai
dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai
tindakan yang paling berat yaitu pembedahan.1
Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan
pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
ANATOMI PROSTAT
Kelenjar prostat adalah salah satu organ
II.
IV.
hiperplasia
prostat
erat
kaitannya
dengan
peningkatan
kadar
DHT
sehingga
replikasi
sel
lebih
banyak
terjadi
c.
membuktikan
bahwa
diferensiasi
dan
mensintesis
suatu
growth
factor
yang
selanjutnya
mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin,
serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma. 5
d.
kelenjar
prostat.
Pada
jaringan
nomal,
terdapat
prostat.1
Teori stem cell
Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi
bahwa pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma
dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di
dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel
aplifying, yang keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel
aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara
mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan
berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.
V.
PATOFISIOLOGI
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,
sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
MANIFESTAS KLINIK
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)5
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia
Obstruksi
Hesistansi
Iritasi
Frekuensi
Nokturi
Intermitensi
Urgensi
Disuria
Distensi abdomen
pengobatan
BPH,
dibuatlah
suatu
skoring
10
pemeriksaan
yang
sangat
penting,
DRE
dapat
12
13
14
b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba
yang diujikan
c. Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran
kemih bagian atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk
insufisiensi ginjal kronis pada pasien yang memiliki postvoid
residu (PVR) yang tinggi.
d. Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang
dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli
neurogenik)
e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat
2. Pemeriksaan Patologi Anatomi 9
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan
stroma di prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot
hampir
murni,
meskipun
kebanyakan
menunjukkan
pola
fibroadenomyomatous hyperplasia
15
rumus : (H x W x L)
c. Sistoskopi 7,11
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui
pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah
solusi numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang.
Tabung, disebut sebuah cystoscope , berisi lensa dan sistem cahaya
yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung
kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran
kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.
16
USG
transabdominal
mampu
pula
mendeteksi
adanya
17
Residual urin :
Jumlah sisa urin
setelah
miksi,
dengan
cara
melakukan
(ml/detik)
atau
dengan
alat
uroflometri
yang
18
Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran
urin lebih dari 15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia
prostat, terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang
dari 10mL/s, pasien ini urin residunya 100 mL.
IX.
KOMPLIKASI
Retensi urine akut ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin,
19
X.
PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan
medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh
sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja.
Namun adapula yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan
medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan
miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi
intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5)
mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas
penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau
tindakan endourologi yang kurang invasif.
Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna
Observasi
Watchful
waiting
Medikamentosa
Penghambat
Operasi
Prostatektomi terbuka
adrenergi
k
Penghambat
Endourologi
reduktese
Fisioterapi
Hormonal
1. TURP
2. TUIP
3. TULP
Elektovaporasi
20
Invasive minimal
TUMT
TUBD
Stent uretra
TUNA
Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)
Indeks gejala
AUA
Gejala ringan
(AUA7)/
tdk ada
Gejala sedang
Tes diagnostic
Uroflow
Residu urin postvoid
Pilihan terapi
Terapi non-invasif
Watchful waiting
Terapi invasif
Terapi medis
Tes diagnostic
Pressure flow
Uretrosistoskopi
USG prostat
21
Operasi
Efek samping
Wactfull waiting
BPH
Gejala hilang/timbul
Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers
Sedang 6-8
Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
5 alpha-reductase
Menggigil-15%
Masalah ereksi-8%
Ringan 3-4
inhibitors
Terapi kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave
Sedang 6-7
Berkurangnya semen-4%
kombinasi
Sedang-berat 9-11
Urgensi/frekuensi-28-74%
heat
Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-
TUNA
10-16%
Urgensi/frekuensi-31%
Sedang 9
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan23%
Operasi
TURP, laser & operasi
Berat 14-20
Retensi urinaria-1-21%
sejenis
Urgensi&frekuensi-6-99%
Operasi terbuka
a. Watchful waiting 5
Gangguan ereksi-3-13%
Inkontinensia 6%
Berat
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pasien tidak mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai
22
batasi
penggunaan
obat-obat
influenza
yang
mengandung
23
transurethral
(TUMT),
perangkat
mengirim
24
25
d. Bedah
1) Operasi transurethral. 5,11,13,16,17
Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah
memberikan
anestesi, ahli
bedah mencapai
prostat dengan
27
(a)
(b)
(c)
Gambar 14. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra
prostatika pasca TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat
(TUIP), prosedur ini melebar urethra dengan membuat beberapa
potongan kecil di leher kandung kemih, di mana terdapat kelenjar
prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak
28
tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen
yang umurnya masih muda.
kandung
kemih
telah
rusak
dan
perlu
diperbaiki.
5, 7,11
29
30
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk
mengetahui apakah terdapat perbaikan klinis
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui
kemungkinan penyulit.
31
BAB III
KESIMPULAN
Hiperplasia kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna
pada populasi pria lanjut usia. Dengan bertambah usia, ukuran kelenjar dapat
bertambah karena terjadi hiperplasia jaringan fibromuskuler dan struktur epitel
kelenjar (jaringan dalam kelenjar prostat). Gejala dari pembesaran prostat ini
terdiri dari gejala obstruksidan gejala iritatif.
Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi
bedah konvensional, dan terapi minimal invasif. Prognosis untuk BPH berubahubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung
meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang
buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat.
32
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs Principles of Surgery
8th Edition. Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005
2. Mansjoer A,
Suprahaita,
Wardhani. 2000.
33