Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN HAP (HOSPITAL ACQUIRED PNEUMONIA)


DAN TUBERCULOSIS PARU
DI RUANG DAHLIA 3 RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun oleh:
Anisa Nuri Kurniasari
15/390621/KU/18342

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
HAP (HOSPITAL ACQUIRED PNEUMONIA)
A. DEFINISI
Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam
dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah

sakit. Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah pneumonia
yang didapat di rumah sakit menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi nosokomial di
Amerika Serikat, hal ini berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan, kematian dan
biaya perawatan di rumah sakit. Pneumonia nosokomial terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien
yang masuk ke rumah sakit dan menjadi lebih tinggi 6-20x pada pasien yang memakai alat
bantu napas mekanis. Angka kematian pada pneumonia nosokomial 20-50%. Angka kematian
ini meningkat pada pneumonia yang disebabkan P.aeruginosa atau yang mengalami
bakteremia sekunder. Angka kematian pasien pada pneumonia yang dirawat di istalansi
perawatan intensif (IPI) meningkat 3-10x dibandingkan dengan pasien tanpa pneumonia.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa lama perawatan meningkat 2-3x dibandingkan
pasien tanpa pneumonia, hal ini tentu akan meningkatkan biaya perawatan di rumah sakit. Di
Amerika Serikat dilaporkan bahwa lama perawatan bertambah rata-rata 7-9 hari. Angka
kejadian pneumonia nosokomial di Jepang adalah 5 10 per 1000 kasus yang dirawat. Lebih
kurang 10% pasien yang dirawat di IPI akan berkembang menjadi pneumonia dan angka
kejadian pneumonia nosokomial pada pasien yang menggunakan alat bantu napas meningkat
sebesar 20 30%. Angka kejadian dan angka kematian pada umumnya lebih tinggi di rumah
sakit yang besar dibandingkan dengan rumah sakit yang kecil.
B. ETIOLOGI
Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti.
Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR)
misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA)
dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance
Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman
anaerob dan virus jarang terjadi. Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab
dapat diambil dari dahak, darah, cara invasif misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus,
biopsi aspirasi transtorakal dan biopsi aspirasi transtrakea.
C. PATOGENESIS
Patogenesis pneumonia nosokomial pada prinsipnya sama dengan pneumonia komuniti.
Pneumonia terjadi apabila mikroba masuk ke saluran napas bagian bawah. Ada empat rute
masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu:

1. Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus neurologis
dan usia lanjut.
2. Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan pasien.
3. Hematogenik
4. Penyebaran langsung
Pasien yang mempunyai faktor predisposisi terjadi aspirasi mempunyai risiko mengalami
pneumonia nosokomial. Apabila sejumlah bakteri dalam jumlah besar berhasil masuk ke
dalam saluran napas bagian bawah yang steril, maka pertahanan pejamu yang gagal
membersihkan inokulum dapat menimbulkan proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi
pneumonia.
Interaksi antara faktor pejamu (endogen) dan faktor risiko dari luar (eksogen) akan
menyebabkan kolonisasi bakteri patogen di saluran napas bagian atas atau pencernaan
makanan. Patogen penyebab pneumonia nosokomial ialah bakteri gram negatif dan
Staphylococcus aureus yang merupakan flora normal sebanyak < 5%. Kolonisasi di saluran
napas bagian atas karena bakteri-bakteri tersebut merupakan titik awal yang penting untuk
terjadi pneumonia.
D. FAKTOR RESIKO PNEUMONIA NOSOKOMIAL
Faktor risiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian:
1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh
Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme, azotemia),
perawatan di rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur, perokok, intubasi
endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid, pengobatan antibiotik, waktu
operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik, infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut
(acute lung injury) serta bronkiektasis.
2. Faktor eksogen adalah:
a. Pembedahan : Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis
pembedahan, yaitu torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan operasi
abdomen bawah (5%).
b. Penggunaan antibiotik : Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama
antibiotik yang aktif terhadap Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di
saluran pencernaan. Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan penisilin
mempengaruhi flora normal di orofaring dan saluran pencernaan. Sebagaimana
diketahui Streptococcus merupakan flora normal di orofaring melepaskan bacterocins

yang menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif. Pemberian penisilin dosis tinggi
akan menurunkan sejumlah bakteri gram positif dan meningkatkan kolonisasi bakteri
gram negatif di orofaring.
c. Peralatan terapi pernapasan : Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri
Pseudomonas aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya sering terjadi
d. Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi enteral : Pada
individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di lambung karena asam lambung
dengan pH < 3 mampu dengan cepat membunuh bakteri yang tertelan. Pemberian
antasid / penyekat H2 yang mempertahankan pH > 4 menyebabkan peningkatan
kolonisasi bakteri gram negatif aerobik di lambung, sedangkan larutan enteral
mempunyai pH netral 6,4 - 7,0.
e. Lingkungan rumah sakit :
Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan prosedur
Penatalaksanaan dan pemakaiaan alat-alat yang tidak sesuai prosedur, seperti alat
bantu napas, selang makanan, selang infus, kateter dll
Pasien dengan kuman MDR tidak dirawat di ruang isolasi.
Faktor risiko kuman MDR penyebab HAP dan VAP (ATS/IDSA 2004):
Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir
Dirawat di rumah sakit 5 hari
Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di rumah sakit tersebut
Penyakit immunosupresi dan atau pemberian imunoterapi

E. PATHWAY PNEUMONIA NOSOKOMIAL/HAP

F. KRITERIA DIAGNOSIS
Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis
pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut :
1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan
semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit
2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
Ditambah 2 diantara kriteria berikut: - suhu tubuh > 38 C - sekret purulen - leukositosis
Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS
1. Dirawat di ruang rawat intensif.
2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 > 35 % untuk
mempertahankan saturasi O2 > 90 %
3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari
infiltrat paru

4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau disfungsi
organ yaitu :
Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
Memerlukan vasopresor > 4 jam
Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialysis
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pewarnaan Gram dan kultur dahak yang dibatukkan, induksi sputum atau aspirasi sekret
dari selang endotrakeal atau trakeostomi. Jika fasiliti memungkinkan dapat dilakukan
pemeriksaan biakan kuman secara semikuantitatif atau kuantitatif dan dianggap bermakna
jika ditemukan 106 colony-forming units/ml dari sputum, 105 106 colony-forming
units/ml dari aspirasi endotrracheal tube, 104 105 colony-forming units/ml dari
bronchoalveolar lavage (BAL) , 103 colony-forming units/ml dari sikatan bronkus dan
paling sedikit 102 colony-forming units/ml dari vena kateter sentral . Dua set kultur darah
aerobik dan anaerobik dari tempat yang berbeda (lengan kiri dan kanan) sebanyak 7 ml.
Kultur darah dapat mengisolasi bakteri patogen pada > 20% pasien. Jika hasil kultur
darah (+) maka sangat penting untuk menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada semua
pasien pneumonia nosokomial harus dilakukan pemeriksaan kultur darah. Kriteria dahak
yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biakan yaitu bila
ditemukan sel PMN > 25 / lapangan pandang kecil (lpk) dan sel epitel < 10 / lpk.
2. Analisis gas darah untuk membantu menentukan berat penyakit
3. Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan maka dilakukan
pemeriksaan secara invasif. Bahan kultur dapat diambil melalui tindakan bronkoskopi
dengan cara bilasan, sikatan bronkus dengan kateter ganda terlindung dan
bronchoalveolar lavage (BAL). Tindakan lain adalah aspirasi transtorakal.
H. PENGOBATAN
Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah :
1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus mampu
mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab,
perhitungkan pola resistensi setempat.
2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara
pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. Pemberian terapi

emperis harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons
klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.
3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur
yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis.
4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR
5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk
6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila
respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data
mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah
memberikan hasil yang memuaskan.
TUBERCULOSIS PARU

A. DEFINISI
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menyerang parenkim paru, agen
infeksius

utama adalah Mycobakterium Tuberculosis. Tuberkulosis paru merupakan

problem kesehatan masyarakat terutama di negara-negara berkembang.


B. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis paru adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 /m dan tebal 0,3-0,6 /m. sebagian besar
kuman terdiri dari asam lemak (lipid).
Sifat-sifat kuman:
1. Tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan fisik dan kimia karena
adanya lipid.
2. Bersifat aerob, sifat ini menunjukkan bahwa kuman menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya.
3. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin.
4. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yaitu dalam sitoplasma
makrofag.
C. PATOFISIOLOGI
Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri
dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai

untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah
ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya
(lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag)

menelan

banyak

bakteri;

limfosit

spesifik-tuberkulosis

melisis

(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan


penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan.
Massa jaringan baru yang disebut granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa,
bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bakteri dan makrofag
menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju, massa ini mengalami kalsifikasi,
membentuk skar kolagenosa. Bateri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit yang
aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat
juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman, dalam kasus ini, tuberkel
Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki, bakteri kemudian
menyebar ke udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang
memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih
membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut.

D. MANIFESTASI KLINIS
1.

Demam
Biasanya sub febril menyerupai demam influenza, kadang-kadang panas badan dapat
mencapai 40-41C, penderita merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam
influenza, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh dan berat ringannya
infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

2.

Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif,
keadaan lanjut adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh
darah yang pecah.

3.

Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru-paru.

4.

Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
5. Maleise
Gejala maleise sering ditemukan berupa anoreksia, tidak nafsu makan, badan makin
kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
E. CARA DIAGNOSIS
1.

Pemeriksaan Fisik
Pada apeks (puncak) paru, bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, didapatkan
perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas yang bronkial, suara nafas tambahan
berupa ronkhi basah kasar dan nyaring.
Pada tuberkulosis paru yang yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan
atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bila jaringan fibrotik amat luas, lebih dari
setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paruparu, meningkatnya tekanan arteri pulmonalis mengakibatkan cor pulmonal dengan
gagal jantung kanan seperti: takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift, right
atrial gallop, Graham-Steel murmur, bunyi P2 yang mengeras.

2.

Pemeriksaan Radiologis
Pada segmen apeks dan posterior lobus atas atau segmen superior lobus bawah
merupakan tempat-tempat yang sering menimbulkan lesi yang terlihat homogen
dengan densitas yang lebih pekat, dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas dan
gambaran penyakit yang menyebar yang biasanya bilateral.

3.
a.

Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Terdapat peningkatan laju endap darah, peningkatan jumlah leukosit, jumlah
limfosit di bawah normal.

b.

Sputum
Pada pemeriksaan ini akan ditemukan kuman BTA, kriteria sputum BTA positif
adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu
sediaan.

c.

Tes Tuberkulin
Biasanya dipakai cara Mantoux yaitu dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin
P.P.D (purified protein derivative) intrakutan berkekuatan 5. T.U (intermediate
strength), setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa
indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yaitu reaksi persenyawaan
antara antibodi selular dan antigen tuberkulin.

F. PENATALAKSANAAN
Tuberkulosis paru terutama diobati dengan agens kemoterapi selama periode 6-12 bulan.
5 medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH), rifampin (RIF), Streptomisin (SM),
etambutol (EMB), dan Pirasinamid (PZA).
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberkulosis paru yang baru didiagnosa
adalah regimen pengobatan beragam, terutama INH, RIF, PZA selama 4 bulan, dengan
INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan).
G. KOMPLIKASI
1.

Hepatitis karena efek terapi obat-obatan

2.

TB miliaris

3.

Dermatitis

4.

Gangguan GI

5.

Hiperurisemia

6.

Neuritis optika
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d adanya sekresi bronkial
2. Hipertermia b/d proses penyakit
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi yang tidak
adekuat
4. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
5. Kurang pengetahuan tentang regimen pengobatan dan tindakan kesehatan preventif
b/d kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaannya

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


NO

DIAGNOSA

TUJUAN/NOC

Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24
b/d adanya transudat atau eksudat jam pasien mampu untuk mencapai skor 3 dalam:
pada rongga pleura
Status pernafasan: ventilasi
a. Frekwensi pernafasan dalam batas yang
diharapkan
Irama pernafasan dalam batas yang diharapkan
Kedalaman inspirasi
Ekspansi dada
Kemudahan bernafas
Pengeluaran sputum
Keadekuatan secara verbal
Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan
Tidak ada suara nafas tambahan
Tidak ada pursed lip breathing
k. Tidak ada dispnea saat istirahat dan saat
aktivitas
Suara perkusi dalam batas yang diharapkan
Suara auskultasi dalam batas yang diharapkan
Skala:
1: sangat bermasalah
2: bermasalah
3: sedang
4: sedikit bermasalah
5: tidak bermasalah
Status pernafasan: kepatenan jalan nafas
Tidak ada demam
Tidak ada ansietas
c. Frekwensi pernafasan dalam batas
diharapkan
Irama pernafasan dalam batas yang diharapkan

RENCANA TINDAKAN/NIC
1.

Manajemen jalan nafas


a. Buka jalan nafas dengan
tehnik chin lift atau jaw trust
b. Atur posisi klien untuk
memaksimalkan ventilasi
c. Kaji kebutuhan insersi jalan
nafas
d. Berikan terapi dada bila perlu
e. Kurangi
sekresi
dengan
menganjurkan klien batuk
atau laukan suction
f. Ajarkan klien batuk efektif
g. Auskultasi
bunyi
nafas,
adanya penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan adanya
suara nafas tambahan
h. Berikan bronkhodilator sesuai
indikasi
i. Berikan terapi nebulizer,
oksigen jika perlu
j. Tingkatkan intake cairan
untuk
mempertahankan
keseimbangan cairan
k. Monitor status respirasi dan
oksigenasi

Meningkatkan batuk
a. Monitor hasil tes fungsi paru
b. Bantu klien dalam posisi
duduk dengan kepala sedikit
fleksi, bahu relaks dan lutut
yang
fleksi
c. Anjurkan klien untuk nafas

NO

DIAGNOSA

Hipertermia b/d proses penyakit

TUJUAN/NOC
Pengeluaran sputum
Tidak ada suara nafas tambahan
Skala:
1: sangat bermasalah
2: bermasalah
3: sedang
4: sedikit bermasalah
5: tidak bermasalah
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1 x 24
jam pasien mampu mencapai skor 5 dalam:
Termoregulasi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Suhu tubuh
Sakit kepala tidak tampak
Tidak gelisah
Perubahan warna kulit
Berkeringat saat demam
Menggigil ketika dingin
Nadi, pernafasan dalam batas yang diharapkan
Hidrasi adekuat

RENCANA TINDAKAN/NIC
dalam dan tahan selama dua
detik, lalu batukkan saat
ekspirasi dua atau tiga kali
sekresi
d. Tingkatkan hidrasi cairan
sistemik jika perlu

Pengaturan suhu tubuh


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Monitor suhu tubuh setiap 2 jam


Monitor TD, nadi, respirasi
Monitor warna kulit
Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
Ajarkan pasien untuk mencegah
kelelahan karena panas
Berikan kompres air biasa untuk
mengurangi demam
Berikan selimut hangat saat pasien
menggigil
Kolaborasi dalam pemberian
antipiretik

Skala:
8.
1: sangat bermasalah
2: bermasalah
3: sedang
4: sedikit bermasalah
5: tidak bermasalah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 5 x 24 Manajemen nutrisi
a. Kaji
kemungkinan
alergi
dari kebutuhan tubuh b/d intake jam pasien mampu mencapai skala 4 dalam hal:
makanan
nutrisi yang tidak adekuat
Status nutrisi:
b. Kaji makanan kesukaan klien
a. Intake makanan dan minuman
c. Kerjasama dengan ahli gizi
b. Intake nutrisi
dalam menentukan jumlah
c. Kontrol BB

NO

DIAGNOSA

TUJUAN/NOC

RENCANA TINDAKAN/NIC

d. Masa tubuh
e. Ukuran biomekanik tubuh
f. Kebutuhan energi tercukupi

d.
e.

Skala:
1: sangat bermasalah
2: bermasalah
3: sedang
4: sedikit bermasalah
5: tidak bermasalah

f.
g.

2.

Intoleransi
kelemahan

aktivitas

b/d Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 5 x 24


jam pasien mampu mencapai skor 4 dalam:
Toleransi aktivitas:
1. Saturasi oksigen saat beraktivitas dalam batas
yang diharapkan
2. Tanda-tanda vital saat beraktivitas dalam batas
yang diharapkan
3. Hasil EKG dalam batas yang diharapkan

kalori, zat besi, protein dan


vit.c
Tawarkan makanan ringan bila
perlu
Berikan diet tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi klien
Pastikan kemampuan
klien
untuk
memenuhi
kebutuhan gizinya

Monitoring gizi
a. Timbang BB pasien pada
interval waktu tertentu
b. Monitor kehilangan BB klien
c. Monitor turgor kulit, rambut
rontok dan kulit kering
d. Monitor mual muntah
e. Monitor albumin, total protein,
Hb, Ht
f. Monitor limfosit
g. Monitor
tingkat
energi,
malaise, kelemahan dan pucat
h. Catat adanya edema
Manajemen Energi:
1. Kaji kemampuan klien dalam
beraktivitas
2. Rencanakan aktivitas saat klien
mempunyai energi cukup
3. Berikan periode istirahat selama
aktivitas
4. Monitor intake nutrisi untuk

NO

DIAGNOSA

TUJUAN/NOC
4.
5.
6.
7.
8.

Warna kulit
Adanya usaha untuk bernafas akibat aktivitas
Berjalan dalam jarak yang jauh
Kekuatan
Pemenuhan ADL dilaporkan

RENCANA TINDAKAN/NIC
memastikan kecukupan energi
5. Bantu
klien
memenuhi
kebutuhan perawatan diri
6. Monitor TTV
7. Evaluasi peningkatan aktivitas
sesuai toleransi

Skala:
1: sangat bermasalah
2: bermasalah
3: sedang
4: sedikit bermasalah
5: tidak bermasalah
Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 X 24 Pembelajaran: proses penyakit
regimen pengobatan dan tindakan jam pasien mampu meningkatkan:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien
kesehatan preventif b/d kurangnya
tentang penyakit
informasi tentang proses penyakit Pengetahuan: proses penyakit
b. Jelaskan patofisiologi penyait
dan penatalaksanaannya
dan bagaimana kaitannya dengan
a. Mengenal nama pemyakit
anatomi dan fisiologi tubuh
b. Deskripsi proses penyakit
c. Deskripsikan tanda dan gejala
c. Deskripsi faktor penyebab atau faktor
umum penyakit
pencetus
d. Identifikasi
kemungkinan
d. Deskripsi tanda dan gejala
penyebab
e. Deskripsi cara meminimalkan perkembangan
e. Berikan
informasi
tentang
penyakit
kondisi klien
f. Deskripsi komplikasi penyakit
f. Berikan informasi tentang hasil
g. Deskripsi tanda dan gejala omplikasi penyakit
pemeriksaan diagnostik
h. Deskripsi cara mencegah komplikasi
g. Diskusikan tentang pilihan terapi
h. Instruksikan
klien
untuk
Skala:
melaporkan
tanda
dan
gejala
1: tidak ada
kepada petugas
2: sedikit
3: sedang
4: luas
2. Pembelajaran:
5: lengkap
prosedur/perawatan

NO

DIAGNOSA

TUJUAN/NOC

2. Pengetahuan: prosedur perawatan:


a. Deskripsi prosedur perawatan
b. Penjelasan tujuan perawatan
c. Deskripsi langkah-langkah prosedur
d. Deskripsi adanya pembatasan sehubungan
dengan prosedur
e. Deskripsi alat-alat perawatan
Skala:
1: tidak ada
2: sedikit
3: sedang
4: luas
5: lengkap

RENCANA TINDAKAN/NIC
a. Informasian
klien
waktu
pelaksanaan prosedur/ perawatan
b. Informasikan klien lama waktu
pelaksanaan prosedur/perawatan
c. Kaji pengalaman klien dan
tingkat pengetahuan klien tentang
prosedur yang dilakukan
d. Jelaskan
tujuan
prosedur/perawatan
e. Instruksikan
klien
untuk
berpartisipasi
selama
prosedur/perawatan
f. Instrusikan klien menggunakan
tehnik koping untuk mengontrol
beberapa
aspek
selama
prosedur/perawat

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, vol 1. Jakarta: ECG
Price, A. Sylvia, 1995, Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: ECG
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Nosokomial Pedoman dan Diagnosis.
Syamsuhidayat,R dan Wim,de Jong, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi ke-2. Jakarta: ECG
Soeparman, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid ke-2. Jakarta: FK UI

Anda mungkin juga menyukai