Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam proyek Hambalang. Satu dari sekian rekomendasi BAKN adalah mendorong
komite etik BPK menelisik pembocor hasil audit invetigatif tahap II yang semestinya menjadi rahasia.
Jadi mendorong komite etik BPK untuk menelusuri siapa pelaku pembocor data audit tahap II BPK dalam
kasus Hambalang, ujar Ketua BAKN Sumarjati Arjoso melalui sambungan telepon kepada hukumonline,
Jumat (13/9).
Pimpinan BPK secara resmi menyerahkan hasil audit tahap II kepada DPR pada Jumat (23/8). Namun
sebelumnya, ternyata beredar hasil audit tahap II BPK dalam kasus Hambalang versi bulan Juli yang menyebut
15 nama anggota dewan. Nah, antara laporan audit resmi BPK ke pimpinan DPR dengan yang audit versi Juli
terdapat perbedaan.
Sumarjati lebih jauh menegaskan rekomendasi BAKN tentunya tidak secara langsung diserahkan kepada BPK.
Namun hasil analisis itu diserahkan terlebih dahulu ke pimpinan DPR. Sayangnya, meski telah rampung
melakukan analisis, BAKN belum menyerahkan ke pimpinan DPR lantaran masih terdapat perbaikan.
Rencananya awal pekan depan akan diserahkan ke pimpinan DPR.
Laporan itu menurut BPK rahasia, tapi berbeda dengan yang yang beredar di masyarakat, terutama media.
Jadi itu kita pertanyakan. Kita memberikan rekomendasi supaya BPK bisa menindaklanjuti kalau diperlukan
majelis etiknya itu bergerak kok bisa bocor, seharusnya rahasia, ujar politisi Partai Gerindra itu.
Anggota BAKN Teguh Juwarno menambahkan beredarnya laporan hasil audit tahap II BPK dinilai melanggar
peraturan perundang-undangan. Makanya perlu segera dilakukan investigasi agar tidak terjadi peristiwa
serupa. Teguh meminta BPK bergerak cepat agar menemukan pelaku pembocor laporan audit tahap II kasus
Hambalang. Apabila ditemukan pembocornya, maka harus ditindak, sehingga hal seperti ini tidak terus
terulang. Jelas-jelas yang namanya kertas kerja BPK itu sangat rahasia, ujarnya di Gedung DPR.
Teguh menambahkan, rekomendasi kedua BAKN adalah meminta Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi
Keuangan (PPATK) menelusuri seluruh aliran dana terkait dengan komitmen fee dalam proyek tersebut.
Sebagiamana diketahui, kerugian keuangan negara yang berhasil diaudit BPK pada tahap pertama sebesar
Rp243,6 miliar. Sedangkan dalam laporan audit tahap II sebesar Rp463,67 miliar.
Sedangkan dana sudah digelontorkan dan mengalir ke berbagai pihak. Apalagi, bangunan fisik Pusat
Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) pun kini tidak digunakan. bahwa program ini
memang kental perampokan uang negara, dan kemudian ada komitmen fee yang diberikan pada para pihak.
Karenanya kita minta PPATK untuk menelusuri alirannya itu, dan dilaporkan kepada penyidik KPK, ujar
anggota komisi V itu.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menambahkan dalam rekomendasi BAKN pun meminta KPK agar
segera menuntaskan penanganan kasus Hambalang. Lagi pula, berdasarkan hasil audit tahap pertama dan
kedua BPK sudah terlihat gamblang keterlibatan berbagai pihak dalam memuluskan proyek P3SON
Hambalang, hingga cair anggaran triliunan rupiah. Menurutnya KPK tak perlu ragu meminta
pertanggungjawaban hukum terhadap pihak yang diduga kuat terlibat. Apalagi, KPK sudah menetapan
beberapa tersangka. Bukti-bukti audit BPK, sudah cukup jelas, siapa-siapa saja yang harus bertanggungjawab
terhadap kasus Hambalang, pungkasnya.
Sekedar diketahui, BAKN DPR merupakan alat kelengkapan yang bersifat tetap. BAKN berfungsi
menindaklanjuti setiap laporan hasil pemeriksaan BPK sebagai pengawasan penggunaan keuangan negara.
Dengan begitu, diharapkan keberadaan BAKN berkontribusi positif dalam pelaksanaan transparansi
akuntabilitas penggunaan keuangan negara.
Sebagaimana tertuang dalam Pasal 70 Peraturan DPR RI Nomor 1/DPR RI/2009-2010 tentang Tata Tertib
DPR, BAKN bertugas melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan ke
DPR. Kemudian, menyampaikan hasil penelaahan BAKN kepada komisi terkait. Tugas lainnya, memberikan
masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian
dan kualitas laporan.
Saat ditanya soal hilangnya 15 nama anggota DPR, Hadi enggan berkomentar karena terikat kode etik dan
peraturan undang-undang untuk tidak membocorkan audit investigasi kepada publik. Ia menjamin
institusinya selalu mengedepankan independensi dalam melakukan audit.
Ketua Komisi X DPR Agus Hermanto meminta pimpinan DPR untuk mengklarifikasi ke BPK atas
beredarnya 15 nama tersebut. Terkait hal ini, Hadi menyatakan siap menjelaskannya ke DPR.
Mantan Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazaruddin kembali melempar bola panas dengan
menyebutkan proyek Hambalang sebetulnya menghabiskan dana Rp2,57 triliun. Kontroversi dana proyek
Hambalang yang menelan biaya Rp1,175 triliun itu pun terus menggelinding.
Meski Menpora Andi Mallarangeng mengakui sempat meminta penambahan anggaran hingga mencapai Rp2,57
triliun, tapi hal itu menurut Andi ditolak DPR.
Menpora pun terus melontarkan bantahan demi bantahan. Mulai dari bantahan soal kongkalikong mengurus
sertifikat tanah Hambalang, hingga perusahaan sub-kontraktor proyek milik istri Anas Urbaningrum, Attiyah
Laila. Andi tegas membantah semua tudingan itu.
Andi boleh saja membantah tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Jika Komisi Pemberantasan Korupsi
menggunakan undang-undang tindak pidana pencucian uang, maka semua pihak yang kecipratan proyek
korupsi Hambalang mesti terjerat.(RZY)
Kronologis
"Mas Anas yang mengkoordinasi semuanya," kata Nazar di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, Jakarta, Rabu, 8Februari 2012. Ketika menjadi Ketua Fraksi Demokrat DPR
akhir 2009, menurut Nazar, Anas, yang kini Ketua Umum Demokrat, sudah bergerak
dengan menggelar sejumlah pertemuan membahas proyek itu, termasuk dengan pihak
Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Adapun Angie, sejak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Wisma Atlet, sulit
ditemui. Berkali-kali Tempo menghubungi melalui telepon selulernya, tapi panggilan
tak diangkat. Pesan pendek juga belum dibalas. Begitu pula Joyo, ketika didatangi ke
kantornya dan disodori pertanyaan, ia tak menjawab. Ia hanya tersenyum dan
melambaikan tangan sambil bergegas masuk mobil.
Nazar berpendapat, Menterilah yang jadi penentu proyek senilai di atas Rp 50 miliar,
seperti Hambalang dan Wisma Atlet.
Mengenai keterlibatan Angelina, salah seorang petinggi Demokrat, Nazar menuturkan
bahwa Angelina yang bercerita menerima duit Rp 9 miliar dari proyek Wisma Atlet
dalam pertemuan sejumlah petinggi Fraksi Demokrat di DPR. Angie--sapaan Angelina-bahkan selalu berkata tak mau dikorbankan dalam kasus ini. "Saya tak pernah
menuduh Angie terlibat," katanya.
Pengacara Anas, Patra M. Zein, mengabaikan tudingan Nazar itu. "Kami sudah sampai
pada tahap masuk kuping kanan, keluar kuping kanan," katanya kemarin. Adhi Karya
juga membantah tuduhan Nazar.
Adapun Angie tak menjawab ketika dihubungi kemarin. Tapi ia telah berkali-kali
menampik ketika disebut terlibat. Ketua Demokrat Bidang Hukum Benny K. Harman
tak mau mengomentari kemungkinan Angie jadi tersangka. "Yang menentukan penegak
hukum," ucapnya.
Dalam penyelidikan proyek berbiaya Rp 1,1 triliun ini, KPK sudah memeriksa pejabat
di Kementerian Pekerjaan Umum dan konsultan proyek. Mantan Bendahara Umum
Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, juga sudah diperiksa. Nazaruddin bahkan
membeberkan indikasi korupsi proyek ini ke penyidik.
Adapun rekanan proyek Hambalang, PT Adhi Karya, kata Johan, belum dimintai
keterangan oleh KPK. Beberapa nama lainnya yang juga diduga mengetahui ihwal
proyek itu, seperti Mindo Rosalina Manulang, Yulianis, Oktarina Furi, dan Gerhana
Sianipar--mereka adalah anak buah Nazaruddin di Grup Permai--juga belum diperiksa
oleh KPK.
"Kalau nama-nama itu belum," kata Johan.
Nazaruddin, baik di persidangan kasus korupsi Wisma Atlet yang menjeratnya maupun
ketika diperiksa oleh KPK, membeberkan keterlibatan Ketua Umum Partai Demokrat
Anas Urbaningrum di proyek tersebut. Nazaruddin mengatakan, ada duit dari proyek
Hambalang sebesar Rp 50 miliar yang mengalir ke Kongres Partai Demokrat di Bandung
pada 2010. Uang itu disebutnya untuk pemenangan Anas.
Yulianis, Rosalina, dan Oktarina juga menguatkan adanya dugaan politik uang di
Kongres Demokrat kala itu. Di persidangan terungkap bahwa duit yang dibawa dari
Grup Permai ke Kongres Demokrat berupa uang tunai sebesar Rp 30 miliar dan US$ 2
juta. Ada lagi sumbangan dari berbagai pengusaha yang jumlahnya miliaran rupiah.
Nazaruddin juga menyebutkan keterlibatan beberapa koleganya sesama Partai
Demokrat di Senayan dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam proyek 2010
itu. Johan Budi yang dikonfirmasi mengatakan, orang-orang itu juga belum diperiksa
dalam penyelidikan proyek Hambalang.
"Sampai hari ini masih dalam penyelidikan," kata Johan.
Hambalang disebut oleh Nazar digunakan Anas untuk memenangi pemilihan sebagai
Ketua Umum Partai Demokrat di Bandung pada 2010.
Mei 2009
Nazar, Anas, Dudung Puwadi, dan M. El Idris dari PT Duta Graha Indah menggelar
pertemuan di kawasan Casablanca, Jakarta Selatan. Pertemuan membahas proyek
Hambalang.
1 Oktober 2009
Anas ditunjuk menjadi Ketua Fraksi Demokrat di DPR pada 2009-2014.
Desember 2009
Di pengadilan, Nazar mengaku dipanggil Anas dalam kapasitas sebagai Bendahara
Umum Demokrat. Nazar diminta berkoordinasi dengan Angelina Sondakh, selaku
koordinator anggaran di Komisi Olahraga DPR, dan Mahyuddin, Ketua Komisi Olahraga.
Awal 2010
Rapat di Kantor Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng diikuti Nazar,
Mahyuddin, dan Angie. Hasil pertemuan disampaikan kepada Anas.
Januari 2010
Anas meminta Nazar mempertemukan Angie dengan Mindo Rosalina Manulang,
Direktur Marketing PT Anak Negeri. Keduanya diharapkan bekerja sama menggarap
proyek Hambalang.
Mindo Rosalina melaporkan hasil pertemuan kepada Anas.
Februari 2010
Anas meminta Nazar memanggil Ignatius Mulyono, anggota Komisi Pemerintahan DPR,
dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto untuk mengurus tanah
Hambalang. Joyo disebut ikut melancarkan penerbitan sertifikat tanah Hambalang
yang bermasalah.
April 2010
Nazar mengatakan, Anas menyebut pemenang proyek Hambalang adalah PT Adhi
Karya, bukan PT Duta Graha Indah. Alasannya, PT Duta Graha tidak mampu membantu
Anas maupun Saan telah membantah tudingan Nazaruddin ini. Demikian juga dengan
Jafar. Ia mengatakan bahwa dia tak tahu-menahu soal aliran dana ini. Ia mengatakan,
dari segi waktu kejadian saja, ucapan Nazaruddin tak bisa dipertanggungjawabkan.
"Misalnya, dia bilang uang itu untuk kongres Bandung. Waktu itu kan saya belum jadi
apa-apa. Saya menjadi ketua fraksi itu setahun sesudah kongres, saat Anas mundur
dari anggota DPR," ujarnya.
"Mas Anas yang mengkoordinasi semuanya," kata Nazar di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, Jakarta, Rabu, 8Februari 2012. Ketika menjadi Ketua Fraksi Demokrat DPR
akhir 2009, menurut Nazar, Anas, yang kini Ketua Umum Demokrat, sudah bergerak
dengan menggelar sejumlah pertemuan membahas proyek itu, termasuk dengan pihak
Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh Tempo, Angie pernah bertemu dengan Andi di
kantor Kementerian Olahraga pada Januari 2010. Angie meminta Menteri Andi bekerja
sama dengan Komisi Olahraga. "Baru nanti saya (Angie) yang mengkomunikasikan
Pada Januari atau Februari 2010, kata Nazar, Anas bersama dirinya dan Angie bertemu
dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto. Joyo diminta mempercepat
sertifikasi tanah Hambalang, yang empat tahun mangkrak. "Ibaratnya, hanya Anas
yang bisa keluarin itu sertifikat," ujar Nazar.
Baik Andi maupun Anas sudah membantah tuduhan Nazar. Kemarin Anas kembali
menyangkal. "Tidak, tidak pernah saya mengerjakan proyek itu," kata Anas setelah
melantik pengurus Partai Demokrat Makassar dan Gowa, Sulawesi Selatan, kemarin.
Adapun Angie, sejak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Wisma Atlet, sulit
ditemui. Berkali-kali Tempo menghubungi melalui telepon selulernya, tapi panggilan
tak diangkat. Pesan pendek juga belum dibalas. Begitu pula Joyo, ketika didatangi ke
kantornya dan disodori pertanyaan, ia tak menjawab. Ia hanya tersenyum dan
melambaikan tangan sambil bergegas masuk mobil.
TEMPO.CO, Jakarta - Muhammad Nazaruddin, terdakwa kasus suap Wisma Atlet, terus
menyerang Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat. Nazarbegitu ia biasa
disebutmengatakan bahwa Anas berperan penting mengegolkan proyek Stadion
Hambalang di Bogor, Jawa Barat. "Dia (Anas) juga menerima fee (komisi) dari PT Adhi
Karya, perusahaan pemenang tender proyek Hambalang," ujar Nazar setelah diperiksa
di Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis, 22 Desember 2011 kemarin.
Menurut dia, semua yang terkait dengan proyek Hambalang sudah diceritakan saat
pemeriksaan. Saya ceritakan uang (fee) yang diserahkan itu lewat siapa, kapan, dan
di mana. Kini semua kembali pada KPK, ujarnya.
Bekas Bendahara Umum Demokrat itu juga mengaku menceritakan kepada KPK ihwal
peran koleganya di partai, seperti Angelina Sondakh, Mirwan Amir, dan Ignatius
Mulyono, dalam proyek tersebut. (Baca: Dipanggil KPK, Nazar Mau Buka-bukaan
Hambalang)
Selain di Hambalang, Nazar menyebut Anas berperan dalam sejumlah proyek lain yang
dimenangi PT Adhi Karya. Bekas anggota Komisi Hukum DPR itu mencontohkan proyek
Kantor Pajak Jakarta serta proyek listrik di Kalimantan Timur dan Riau. Dia
menyebutkan nama Machfud Suroso sebagai orang yang men-setting proyek itu. "Dia
orang dekat dan dipercaya Anas," katanya. Machfud, dalam pernyataan sebelumnya,
mengaku mengenal Anas sebagai adik kelasnya.
Tempo menyambangi Anas di rumahnya kemarin. Namun Anas tidak bisa ditemui. "Pak
Anas baru tiba dari Cirebon dan sedang beristirahat," kata Anton, petugas keamanan.
Dia lalu memberikan nomor telepon seluler asisten Anas, Tomo. Tapi, saat dihubungi,
nomor itu tidak aktif.
Koleganya di Demokrat saling tuding dan bantah mengenai hal ini (Baca: Kolega
Demokrat yang Saling Tuding dan Bantah). Adapula politikus Demokrat yang
mendukung Anas segera diperiksa (Baca: Ruhut: Demokrat Dukung KPK Periksa Anas
dan Angie).
Atas kasus ini, PT Adhi Karya menolak berkomentar tentang tudingan Nazar soal Anas.
Sekretaris perusahaan, Kunardi Gularso, mengatakan tidak akan menjawab
pertanyaan Tempo selama belum ada ralat terhadap berita sebelumnya. Namun dia
enggan menyebutkan ralat berita yang dimaksudkan. Tolong cek saja database kantor
Anda, ujarnya.
"Saya dengan tegas mengatakan apa yang disampaikan itu bukan keterangan maupun
penjelasan. Yang disampaikan itu adalah karangan dan kebohongan," ujarnya kepada
wartawan di sela pertandingan futsal Piala Ketua Umum Partai Demokrat, Sabtu, 24
Desember 2011.
Perusahaan milik Anas ini, kata Nazaruddin, membuat kontrak fiktif dengan Adhi
Karya. Selain memenangkan proyek Hambalang dan gedung Pajak, Adhi Karya disebut
menjadi pelaksana proyek pembangkit listrik di Kalimantan Timur. Nazaruddin juga
mengatakan Anas menerima komisi dari Adhi Karya.
Pada Kamis lalu, PT Adhi Karya menolak berkomentar tentang tudingan Nazar soal
Anas. Sekretaris perusahaan, Kunardi Gularso, mengatakan tidak akan menjawab
pertanyaan Tempo selama belum ada ralat terhadap berita sebelumnya. Namun dia
enggan menyebutkan ralat berita yang dimaksudkan. "Tolong cek saja database kantor
Anda," ujarnya.
Semua bukti keterlibatan Anas dan dalam sejumlah proyek, menurut Nazar, telah ia
serahkan kepada penyidik KPK saat dirinya diperiksa dalam penyelidikan kasus
Hambalang kemarin. "Semua soal Hambalang, gimana aliran dananya, di mana Anas
menerima, semua sudah saya ceritakan," ujarnya. "Tinggal KPK menindaklanjuti."
Sedangkan soal barang bukti berupa cek dan kuitansi yang diserahkan Nazaruddin
kepada KPK, Anas mendukung tindakan mantan rekannya ini. "Bagus, diserahkan ke
KPK saja kalau ada," ujarnya. Namun ia yakin bahwa barang bukti itu tak bisa
membuktikan apa pun tentang keterlibatan dirinya. "Itu tidak menjelaskan apa-apa.
Kami dukung dan dorong KPK bekerja dengan obyektif, profesional, dan tuntas,"
ujarnya dengan yakin.
"Ya, (Saan dan Jafar) terlibat. Makanya nanti akan didalami Saan terima uang dimana,
Jafar Hafsah terima uang dimana?" kata Nazaruddin di gedung Komisi Pemberantasan
Korupsi, Jumat siang, 23 Desember 2011. Hari ini Nazar kembali menjalani
pemeriksaan sebagai saksi kasus proyek Hambalang.
Kemarin, Nazar juga diperiksa untuk kasus yang sama. Usai dimintai keterangan oleh
penyidik, bekas politikus Partai Demokrat itu mengaku ditanya soal proyek lainnya,
yakni pembangunan gedung Pajak. "Itu kan dulu yang menang Adhi Karya, namanya
Mahfud Suroso," katanya.
Mahfud disebut-sebut sebagai orang dekat Anas yang dipercaya mengelola perusahaan
Ketua Umum Demokrat itu. Perusahaan yang dipimpin Mahfud itu dituding membuat
kontrak fiktif dengan PT Adhi Karya. Selain proyek memenangkan proyek Hambalang
dan gedung Pajak, PT Adhi Karya juga disebut menjadi pelaksana proyek pembangkit
listrik di Kalimantan Timur.
Anas juga disebut Nazaruddin menerima komisi dari PT Adhi Karya. "Saya ceritakan
(dalam pemeriksaan) uang yang diserahkan itu lewat siapa, kapan, dan di mana. Kini
semua kembali ke KPK," ujar bekas anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat.
Nazar juga mengungkap peran politikus Demokrat lainnya, seperti Angelina Sondakh,
Mirwan Amir, dan Ignatius Mulyono.
KPK berjanji akan mengusut lebih lanjut pengakuan Nazar tersebut. "Semua kasus
kami dalami," kata pimpinan KPK Adnan Pandu Pradja di kantornya pagi tadi.