Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Kontrasepsi
1. Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Yang
bersifat permanen dinamakan pada wanita tubektomi dan pada pria
vasektomi (Wiknjosastro, 2002:534).
Menurut kamus besar bahasa indonesia (2002:592) kontrasepsi
adalah cara untuk mencegah kehamilan (dengan menggunakan alat atau
obat pencegah kehamilan).
2. Syarat Kontrasepsi
Menurut Hanafi Hartanto (2004:36) syarat-syarat yang harus dipenuhi
oleh suatu metode kontrasepsi yang baik ialah:
a. Aman/tidak berbahaya
b. Dapat diandalkan
c. Sederhana, sedapat-dapatnya tidak usah dikerjakan oleh seorang dokter
d. Murah
e. Dapat diterima oleh orang banyak
f. Pemakaian jangka lama (continuation rate tinggi).
3. Metode Kontrasepsi
Berdasarkan lama efektivitasnya, kontrasepsi dapat dibagi menjadi:
a. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), yang termasuk dalam
kategori ini adalah jenis susuk/implan, IUD, MOP, dan MOW.
b. Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non-MKJP), yang termasuk
dalam kategori ini adalah kondom, pil, suntik, dan metode-metode lain
yang tidak termasuk dalam MKJP
(http://www.bkkbn.go.id/)
B. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang yang selanjutnya disebut MKJP
adalah metode kontrasepsi yang masa aktifnya relatif lama dan terdiri dari
Metode Operasi Wanita (MOW) dan Metode Operasi Pria (MOP); Alat

Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dengan masa berlaku 10 (sepuluh) tahun


dan alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK) dengan masa berlaku 3 (tiga) tahun
(BKKBN, 2011:6).
C. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
1. Pengertian
AKDR adalah alat berukuran kecil yang ditempatkan di dalam
rongga endometrium (Sinclair, 2009:687)
2. Jenis-jenis AKDR yang beredar
a. IUD Generasi pertama: disebut lippesloop, berbentuk spiral, atau
huruf S ganda, terbuat dari plastik (poyethyline).
b. IUD Generasi kedua, yaitu: Cu T 200 B berbentuk T yang batangnya
dililit tembaga (Cu) dengan kandungan tembaga; Cu 7 berbentuk
angka 7 yang batangnya dililit tembag; dan ML Cu 250 berbentuk
3/3 lingkaran elips yang bergerigi yang batangnya dililit tembaga.
c. IUD Generasi ketiga, yaitu: Cu T 380 A berbentuk huruf T dengan
lilitan tembaga yang lebih banyak dan perak; ML Cu 375 batangnya
dililit tembaga dan berlapis perak; dan Nova T.Cu 200 A batang dan
lengannya dililit tembaga.
d. IUD Generasi keempat: ginefix, merupakan AKDR tanpa rangka,
terdiri dari benang polipropilen monofilamen dengan enam butir
tembaga (Suratun, 2008:87-89)
3. Keuntungan
a. Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi
Sangat efektif 0,6 - 0,8 kehamilan/l00 perempuan dalam 1 tahun
pertama (1 kegagalan dalam 125 - 170 kehamilan).
b. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan.
c. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak
perlu di-ganti).

10

d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.


e. Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk
hamil.
g. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A).
h. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.
i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus
(apabila tidak terjadi infeksi).
j. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid
terakhir).
k. Tidak ada interaksi dengan obat-obat.
l. Membantu mencegah kehamilan ektopik.
4. Kerugian
Efek samping yang umum terjadi:
a. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan
berkurang setelah 3 bulan).
b. Haid lebih lama dan banyak.
c. Perdarahan (spotting) antarmenstruasi.
d. Saat haid lebih sakit.
Komplikasi lain:
a. Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah
pemasangan.
b. Perdarahan berat pada waktu haid atau di antaranya yang
memungkinkan penyebab anemia.

11

c. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya


benar).
d. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.
e. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan
yang sering berganti pasangan.
f. Penyakit Radang Panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS
memakai AKDR. PRP dapat memicu infertilitas.
g. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam
pemasangan

AKDR.

Seringkali

perempuan

takut

selama

pemasangan.
h. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah
pemasangan AKDR. Biasanya menghilang dalam 1 - 2 hari. \
i. Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri.
j. Petugas kesehatan terlatih yang harus melepaskan AKDR.
k. Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi
apabila AKDR dipasang segera sesudah melahirkan).
l. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi AKDR
untuk mencegah kehamilan normal.
m. Perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke
waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus memasukkan jarinya
ke dalam vagina, sebagian perempuan tidak mau melakukan ini
(Saifuddin, 2010:MK 75-76).

D. Implan
1. Jenis Implan

12

a. Norplant. Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan


panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang didisi dengan 36 mg
Levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun.
b. Implanon. Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kirakira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-Ketodesogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.
c. Jadena dan Indoplant. Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg
Levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun.
2. Keuntungan Kontrasepsi Implant
a. Daya guna tinggi
b. Perlindungan jangka panjang
c. Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan
d. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam
e. Bebas dari pengaruh estrogen
f. Tidak mengganggu kegiatan senggama
g. Tidak mengganggu ASI
h. Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan
i. Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan
3. Keterbatasan
Pada kebanyakan klien dapat menyebabkan perubahan pola haid
berupa perdarahan bercak (spotting), hipermenorea, atau meningkatnya
jumlah darah haid, serta amenorea.
Timbulnya keluhan-keluhan, seperti:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Nyeri kepala
Peningkatan/penurunan berat badan
Nyeri payudara
Perasaan mual
Pening/pusing kepala
Perubahan perasaan (mood) atau kegelisahan (nervousness).
Membutuhkan tindakan pembedahan minor untuk insersi dan

pencabutan
h. Tidak memberikan efek protektif terhadap infeksi menular seksual
termasuk AIDS

13

i. Klien tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi ini


sesuai dengan keinginan, akan tetapi harus pergi ke klinik untuk
pencabutan.
j. Efektivitasnya menurun bila menggunakan obat-obat tuberkulosis
k. Terjadinya kehamilan ektopik sedikit lebih tinggi.
(Saifuddin, 2010: MK 53-56)
E. MOW (Tubektomi)
1. Profil
a. Sangat efektif dan permanen.
b. Tindak pembedahan yang aman dan sederhana.
c. Tidak ada efek samping.
d. Konseling dan informed consent (persetujuan tindakan) mutlak
diperlukan.
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
fertilitas (kesuburan) seorang perempuan.
(Saifuddin, 2010: MK 81)
2. Jenis MOW
a. Laparotomi
b. Laparotomi postpartum
c. Minikporotomi
d. Laparoskopi
e. Kuldoskopi
(Wiknjosastro, 2009:565-568)
3. Manfaat kontrasepsi
a. Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun
pertama penggunaan).
b. Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding).
c. Tidak bergantung pada faktor sanggama.

14

d. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan


yang serius.
e. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal.
f. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
g. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada
produksi hormon ovarium).
4. Keterbatasan
a. Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini (tidak
dapat dipulihkan kembali), kecuali dengan operasi rekanalisasi.
b. Klien dapat menyesal di kemudian hari.
c. Risiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan anestesi
umum).
d. Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan.
e. Dilakukan oleh dokter yang terlatih (dibutuhkan dokter spesialis
ginekologi atau dokter spesialis bedah untuk proses laparoskopi).
f. Tidak melindungi diri dari IMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS.
(Saifuddin, 2010:MK 81-84)
5. Risiko Sterilisai Tuba
Bahaya utama adalah penyulit anestesi, cedera struktur sekitar
secara tidak sengaja, embolisme paru (walaupun jarang), dan kegagalan
menghasilkan infertilitas sehingga kemudian terjadi kehamilan ektopik
(Cunningham, 2005:1743-1744).

15

F. MOP (Vasektomi)
1. Profil
a. Sangat efektif.
b. Tidak ada efek samping jangka panjang.
c. Tindak bedah yang aman dan sederhana.
d. Efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan.
e. Konseling dan informed consent mutlak diperlukan.
2. Batasan
Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas
reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga
alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan
dengan ovum) tidak terjadi.
(Saifuddin, 2010: MK 85-87)
3. Kekurangan
Kekurangan vasektomi adalah sterilitasnya tidak bersifat segera.
Ekspulsi total sperma yang tersimpan di saluran reproduktif setelah
bagian vas deferens diputus memerlukan waktu sekitar 3 bulan atau 20
kali ejakulasi (american collage of obstetricians and gynecologists,
1996). Semen harus diperiksa sampai tidak mengandung sperma pada dua
pemeriksaan berturut-turut (Cunningham, 2005:1746).

G. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Dalam Memilih Metode Kontrasepsi


Menurut Hartanto (2004:36-37) pengalaman menunjukkan bahwa saat
ini pilihan metode kontrasepsi umumnya masih dalam bentuk kafetaria atau
supermarket, dimana calon akseptor memilih sendiri metode kontrasepsi yang
diinginkan.

16

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam memilih metode kontrasepsi yaitu :


1. Faktor pasangan motivasi dan rehabilitas :
Umur, gaya hidup, frekuensi senggama, jumlah keluarga yang di
inginkan, pengalaman dengan kontrasepsi yang lalu, sikap kewanitaan,
sikap kepriaan
2. Faktor kesehatan kontra indikasi absolut atau relatif
Status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan panggul
3. Faktor metode kontrasepsi

penerimaan

dan

pemakaian

berkesinambungan.
Efektifitas, efek samping minor, kerugian, komplikasi-komplikasi
yang potensial, biaya
H. Teori Lawrence Green
Berangkat

dari

analisis

penyebab

masalah

kesehatan,

Green

membedakan adanya dua determinan masalah tersebut, yakni behavioral


factors (faktor perilaku) dan non-behavioral factors atau faktor non perilaku.
Selanjutnya Green menganalisis, bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan
oleh 3 faktor utama, yaitu:
1. Faktor-faktor predisposisi (pre disposing factors), yaitu faktor-faktor
yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang,
antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai,
tradisi dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang
dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau
fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas,

17

Posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan


sampah, tempat olahraga, makanan bergizi, uang, dan sebagainya.
3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang,
meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi
tidak melakukannya.
(Notoadmojo, 2010:59-60).

18

Bagan 2.1
Kerangka Teori Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan
1. Faktor Predisposisi
Pengetahuan
Keyakinan
Nilai
Sikap
(Variabel demografis
yang dipilih)

6
2. Faktor Pemungkin
Ketersediaan sumber
daya kesehatan
Aksesibilitas sumber
daya kesehatan
Prioritas dan komitmen
masyarakat/pemerintah
terhadap kesehatan
Keterampilan yang
berhubungan dengan
kesehatan

Perilaku
Kesehatan
2

4
3. Faktor Penguat
Keluarga
Teman sebaya
Guru
Majikan
Petugas kesehatan

19

Sumber: Green (1980)


Catatan: Garis utuh menunjukkan pengaruh langsung dan garis putus-putus
menunjukkan akibat sekunder.

I. Pengetahuan (Knowledge)
Menurut Notoatmodjo (2010:50-52) Pengetahuan adalah hasil
penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui
indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau
tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat
pengetahuan, yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang
telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami suatu obyek bukan sekedar tahu terhadap objek
tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus
dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui
tersebut.
3. Aplikasi (Application)

20

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek


yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan

seseorang

untuk

dan/atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen


yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi
bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis
adalah

apabila

orang

tersebut

telah

dapat

membedakan,

atau

memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap


pengetahuan atas objek tersebut.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk
merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain,
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan

dengan

kemampuan

seseorang

untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.


Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Menurut Arikunto (2006) dalam Wawan & Dewi (2010) pengetahuan
seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat
kualitatif, yaitu:
1. Baik
: Hasil presentase 76%-100%
2. Cukup
: Hasil presentase 56%-75%
3. Kurang : Hasil Presentase < 56%
J. Umur

21

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:1244) Umur adalah


lama waktu hidup atau ada.
Menurut Brahm (2006:44) Usia seorang wanita dapat memengaruhi
kecocokan dan akseptabilitas metode-metode kontrasepsi tertentu dan
menurut Saroha (2009:220) Perempuan yang berusia lebih dari 35 tahun akan
menglami peningkatan morbiditas dan mortalitas jika mereka hamil. Oleh
karena itu mereka memerlukan kontrasepsi yang aman dan efektif.
Siswosudarmo (2007:6-7) membagi masa kehidupan reproduksi
wanita menjadi tiga periode, yaitu :
1. Kurun reproduksi muda (15-19 tahun)
Undang-undang perkawinan di Indonesia memungkinkan wanita
menikah pada usia 16 tahun, yang secara fisik dan emosional mereka
belum menunjukkan tanda kematangan. Kehamilan dan persalinan pada
usia belasan tahun telah terbukti meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal sehingga diusahakan agar pasangan muda ini menunda
kehamilannya sampai sekurang-kurangnya usia 20 tahun. Tahap ini
disebut sebagai menunda kehamilan, sehingga cara KB yang cocok
antara lain adalah cara sederhana atau kalau memilih cara yang efektif
dianjurkan memakai pil.
2. Kurun reproduksi sehat (20-35 tahun)
Tahap ini merupakan usia ideal untuk hamil dan melahirkan. Tahap
ini disebut tahap menjarangkan (spacing) dengan jarak dua kelahiran
antara 4-5 tahun. Pada tahap ini dianjurkan agar pasangan usia subur
yang telah mempunyai satu anak untuk memakai cara yang efektif, baik
hormonal maupun AKDR.
3. Kurun reproduksi tua (> 35 tahun)
Kehamilan dan persalinan pada kelompok usia ini tidak hanya
berisiko tinggi terhadap anak tetapi juga terhadap ibunya, sehingga bagi

22

pasangan yang sudah mempunyai cukup anak dianjurkan untuk memakai


kontap atau paling tidak cara yang sangat efektif seperti implan, suntik
dan AKDR.
K. Dukungan Suami
Anggota keluarga, sanak saudara, tetangga, dan teman sering kali
memiliki pengaruh yang bermakna dalam pemakaian metode kontrasepsi oleh
suatu pasangan. Pada sebuah studi di India dan Turki, lebih dari separuh
wanita yang diwawancarai mengatakan bahwa pemilihan kontrasepsi mereka
dibuat oleh atau dengan suami (Brahm, 2006:47)
Hartanto (2004:40-41) mengatakan bahwa kontrasepsi tidak dapat
dipakai oleh isteri tanpa kerja sama suami dan saling percaya. Keadaan ideal
bahwa pasangan suami isteri harus bersama memilih metode kontrasepsi yang
terbaik, saling kerja sama dalam pemakaian, membayar biaya pengeluaran
untuk kontrasepsi dan memperhatikan tanda bahaya kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai