PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis paru (TB Paru) telah dikenal hampir di seluruh dunia, sebagai penyakit
kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius dan merupakan
pembunuh nomor satu di antara penyakit menular. Tuberkulosis Paru sudah lama ada dan
menyebar di dunia. Indonesia merupakan negara ketiga terbesar di dunia setelah India dan
Cina. Diketahui pula bahwa di Indonesia setiap tahunnya bertambah dengan jumlah
seperempat juta kasus baru TB Paru dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya
akibat penyakit ini.
Infeksi pada TB paru menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan paru yang bersifat
permanen. Selain proses destruksi, terjadi pula secara simultan proses restorasi atau
penyembuhan jaringan paru sehingga terjadi perubahan struktural yang bersifat menetap
secara bervariasi yang menyebabkan berbagai macam kelainan faal paru (Didik Supardi,
2006).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Somantri, 2008). Tuberkulosis Paru
menyerang tidak memandang usia produktif, kelompok ekonomi rendah, dan berpendidikan
rendah. Namun TB Paru lebih banyak ditemukan di daerah miskin. Hal tersebut dikarenakan
faktor lingkungan yang kurang mendukung menjadi penyebab TB Paru. Beberapa faktor
yang erat hubungannya dengan terjadinya infeksi basil tuberkulosis yaitu antara lain jumlah
basil yang cukup banyak dan terus menerus (memapar) calon penderita, adanya sumber
penularan, mikrobakteri tuberculosis keganasan basil serta daya tahan tubuh dimana daya
tahan tubuh ini erat kaitannya dengan faktor lingkungan misalnya perumahan dan pekerjaan,
faktor imunologis, dan juga keadaan penyakit yang memudahkan infeksi seperti diabetes
melitus.
Dalam rangka mengurangi penyebaran dan masalah TB Paru, diperlukan tindakan
atau penanganan awal yaitu penanganan dalam lingkup keluarga. Mengingat keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan (DEPKES RI, 1998), maka penyakit TB Paru ini akan mudah atau rentan
pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya terkena TB Paru.
Tuberkulosis Paru yang tidak mendapatkan penanganan secara baik atau tidak
mengkonsumsi obat secara teratur maka akan mengakibatkan komplikasi perdarahan pada
saluran pernapasan bagian bawah, dan dapat menyebabkan kematian, dapat pula terjadi
penyebaran infeksi, ke organ lain misalnya otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
Untuk menanggulangi masalah peningkatan penderita tuberklosis paru diIndonesia
telah dilakukan berbagai macam usaha antara lain strategi DOTS yang dimulai pada tahun
2001 dengan melakukan pelatihan tenaga pelaksana secara bertahap dan pembentukan forum
kemitraan TBC nasioanal, adanya tim manajemen di tingkat propinsi. Akurasi penegakan
diagnosa menjadi lebih baik dengan diadakannya pelatihan untuk petugas laboraturium,
pengadaan mikroskop dan reagen dengan kualitas yang lebih baik, serta pengelolaan obat
anti tuberculosis (fixed Dose Combination). Selain itu untuk tim kesehatan seperti perawat
juga harus lebih peka dan peduli dalam masalah peningkatan penderita TB Paru dengan
melaksanakan berbagai macam usaha seperti pendidikan atau pemberian penyuluhan tentang
TB Paru dan cara pencegahannya. Serta pengetahuan pada keluarga yang anggota
keluarganya menderita TB Paru agar tidak sampai menularkan pada anggota keluarga yang
lain.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Dapat menjelaskan konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan TB Paru.
1.2.2
Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi dari Tuberkulosis Paru.
2. Menjelaskan etologi dari Tuberkulosis Paru.
3. Menjelaskan klasifikasi dari Tuberkulosis Paru.
4. Menjelaskan patofisiologi dari Tuberkulosis Paru.
5. Menjelaskan manifestasi klinis dari Tuberkulosis Paru.
6. Menjelaskan penetalaksanaan medis dari Tuberkulosis Paru.
7. Menjelaskan pengkajian pada asuhan keperawatan klien Tuberkulosis Paru.
8. Menjelaskan diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan klien Tuberkulosis
Paru.
9. Menjelaskan rencana tindakan/intervensi pada asuhan keperawatan Tuberkulosis
Paru.
10. Menjelaskan kriteria hasil pada setiap diagnosa keperawatan pada asuhan
keperawatan klien Tuberkulosis Paru.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat lebih memahami hal-hal yang berkaitan dengan diagnose
1.3.2
tuberkulosis paru serta asuhan keperawatan pada klien dengan tuberculosis paru.
Bagi Perawat
Perawat atau tenaga kesehatan memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang
tuberkulosis paru sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan secara profesional.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Somantri, 2008).
M. Tuberculosae
Masuk jalan
napas
Alveolus
peningkatan suhu
tubuh
Inflamasi
Nekrosis
Imun yang
adekuat
Tidak terjadi
kalsifikasi dan
fibrosis
Terjadi fibrosis
Ekpansi paru
menurun
Sukses
mengontrol
infeksi
Lesi
Sesak
Basil
TB Sekunder
Resiko infeksi
sekunder
Alveolus tidak
kembali saat
ekpirasi
Gangguan
difusi
Kurang informasi,
proses penyakit &
pengobatan
sputum
Reflek
batuk
Gg. Pertukan
gas
Sumber
stress
eksudasi
Nafsu makan
bersihan jalan
napas tidak
efektif
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
Kurang
pengetahuan
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam ifluenza, hilang timbul dan makin panjang serangannya. Sedangkan
masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Keringat malam, aoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala
biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan
batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyertai gejala
pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciriciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
Darah berbuih bercampur udara
Darah segar berwarna merah muda
Darah bersifat alkalis
Anemia kadang-kadang terjadi
Benzidine test negatif
2. Muntah darah
Darah dimuntahkan dengan rasa mual
Darah berampur sisa makanan
Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
Darah bersifat asam
Anemia sering terjadi
Benzidin test positif
3. Epistaksis
Darah menetes dari hidung
Batuk pelan kadang keluar
Darah berwrna merah segar
Darah bersifat alkalis
Anemia jarang terjadi
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
a. Sputum kultur: untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberculosis pada stadium
aktif.
b. Ziehl neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid): positif untuk BTA
c. Skin tes (PPD, mantoux) : reaksi positif (area indurasi 10mm atau lebih, timbul 48-72
jam setelah injeksi anti gen intradermal) mengidentifikasi lama dan adanya antibody,
tetapi tidak mengidikasikan penyakit yang sedang aktif.
d. Chest X-ray, dapat memperlihatkan infiltrasi pada lesi awal di bagian atas paru-paru.
e. Histology/ kultur jaringan (kumbah lambung, urine, dan CSF, serta biopsy kulit): positif
untuk M. Tuberculosis
f. Needle biopsy of lung tissue: positif untuk granulo TB, adanya sel-sel besar yang
mengindikasikan nekrosis.
g. Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi; misalnya
hiponatremi mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paru kronis lanjut.
h. BGA mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru-paru.
i. Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus atau
kerusakan paru-paru karena TB.
j. Darah: lekositosis, LED meningkat, VC menurun, dead space meningkat, menurunnya
saturasi oksigen yang merupakan suatu gejala sekunder dari fibrosis/ infiltrasi parenkim
paru-paru dan penyakit pleura.
2.6 Komplikasi
Pembesaran kelenjar sevikalis yang superfisial
Pleuritis tuberkulosa
Efusi pleura
Tuberkulosa milier
Meningitis tuberkulosa
Hemoptisis berat
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
Bronkietasis
Pneumothorak
Insifusiensi kardiopulmonal
2.7 Prognosis
Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika disebabkan oleh strain
resisten obat atau terjadi pada pasien berusia lanjut, dengan debilitas, atau mengalami
gangguan kekebalan, yang berisiko tinggi menderita tuberkulosis milier.
2.8 Penatalaksanaan
a. Penyuluhan
b. Pencegahan
c. Pemberian obat-obatan:
OAT
Terdiri atas:
-
intramuskuler.
Bronchodilator
Ekspectoran
OBH
Vitamin
d. Fisioterapi dan rehabilitasi
e. Konsultasi secara teratur
BAB 3
TINJAUAN TEORI
3.1 PENGKAJIAN
A.
PENGUMPULAN DATA
1. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, jenis kelamin, umur (TBC dapat menyerang semua
usia), pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, agama, kebangsaan, suku, alamat,
tipe rumah (permanen/ tidak), tanggal dan jam masuk RS, No. Reg, ruangan, serta
identitas yang bertanggung jawab.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien TB Paru mengeluh sesak nafas, batuk-batuk yang terasa semakin
berat dimalam hari, berat badan menurun.
3. Riwayat Kesehatan
a.
b.
c.
d.
Riwayat psikososial.
LED meningkat.
Leukosit meningkat.
Hb menurun.
Blood gas (PaCo2, PaCo3, PaO2)
b. X-foto
Tes Tuberkulin dapat negatif pada klien HIV / AIDS, malnutrisi berat, TB
milier, morbili meskipun orang tersebut menderita tuberkulosis.
b.
Data Subyektif
Klien mengeluh:
batuk kurang lebih 3 minggu.
batuk disertai darah.
sesak nafas dan rasa nyeri dada.
Anoreksia.
Demam meriang.
Data Obyektif
klien tampak panas yang naik turun.
Berat badan menurun, mual, muntah.
Batuk, ada darah, batuk ada sputum.
klien biasanya tampak lemah dan lesu.
1.
2.
3.
4.
5.
3.4 INTERVENSI
Diagnosa 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret yang
kental
Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
1). Sesak nafas pasien berkurang dalam waktu 1 x 24 jam.
2). Batuk berkurang dalam waktu 2 x 24 jam.
3). Mampu melakukan batuk efektif
4). Suara nafas vesikuler
5). RR dalam batas normal (16-20 x/menit)
Rencana Tindakan :
1).
Jelaskan kepada klien mengapa terdapat penumpukan sekret di saluran pernafasan dan
tentang kegunaan batuk yang efektif.
Rasional : pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
2).
3).
Ajarkan teknik nafas dalam dan perlahan saat duduk dan dengan posisi setegak
mungkin.
Rasional : memungkinkan ekspansi paru secara maksimal.
4).
5).
Tahan nafas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut.
Lakukan nafas kedua, tahan dan batukan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek
dan kuat.
Rasional
6).
7).
8).
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter dalam pemberian expectoran
dan pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
Rasional : expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan mengevaluasi
perbaikan kondisi klien.
BGA dalam batas normal (pH : 7.35- 7.45, pCO2 : 35-45, pO2 : 80100)
2).
3).
Rencana Tindakan :
1) Kaji dyspnea, tachypnea, bunyi pernafasan abnormal, peningkatan upaya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional : Tubercolusis paru dapat menyebaban meluasnya jangkauan dalam paru-paru
yang berasal dari bronchopneumonia yang meluas menjadi inflamasi,
nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala
respirasi distress.
2) Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan Perubahan warna
kulit, membran mukosa dan warna kuku.
Rasional : Akumulasi secret dapat menganggu oksigenasi di organ vital dan Jaringan.
3) Demonstrasikan / anjurkan untuk mengeluarkan nafas dengan bibir disiulkan, terutama
pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional : Membantu pola nafas yang efektif
4) Anjurkan untuk tirah baring, batasi aktivitas dan bantu aktivitas klien Sesuai kebutuhan.
Rasional : Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
5) Kolaborasi - Monitor pemeriksaan BGA dan oxymeter
Rasional : menurunnya saturasi oksigen (pO2) atau meningkatnya pCO2, menunjukkan
perlunya penanganan yang lebih adekuat atau perubahan terapi.
6) Berikan oksigen tambahan yang sesuai
Rasional : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi terhadap penurunan
ventilasi/menurunnya permukaan alveolar.
2).
Rencana Tindakan :
1).
2).
3).
Observasi anoreksia, mual, muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat.
Rasional: Dapat mempengaruhi diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan pemasukan nutrisi.
4).
Anjurkan klien makan makanan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat (TKTP).
Rasional: Memaksimalkan masukan nutrisi dan menurunkan iritasi daripada lambung.
5).
b.
c.
d.
Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayur hijau, kacang segar).
Rasional
Periode singkat terakhir 2-3 hari setelah terapi awal tetapi pada adanya
penyakit luas-sedang, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3
bulan.
5) Anjurkan pentingnya mengikuti kultur ulang secara periodic terhadap sputum untuk
lamanya terapi.
Rasional: Untuk pengawasan efek dan keefektifan obat dan respons pasien terhadap
terapi.
6) Kolaborasi - Konsultasi dengan dokter untuk pemberian OAT
Rasional: Untuk mempercepat proses kesembuhan pasien
Diagnosa 5: Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan
berhubungan dengan informasi kurang atau tidak akurat.
Tujuan
: Pasien mendapatkan informasi yang akurat tentang kondisi, terapi dan dapat
mencegah penularan kepada orang lain.
Kriteria hasil :
1. Mampu menyatakan pemahaman tentang proses inflamasi, kebutuhan pengobatan dan
kemungkinan komplikasi.
2. Mampu mengidentifikasi/melakukan pola hidup yang perlu atau perubahan perilaku
untuk mencegah terulangnya/terjadinya komplikasi.
Rencana tindakan :
1) Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media
yang terbaik bagi klien
Rasional: Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan tingkatkan pada tahapan
individu
2) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat. Contoh: hemoptisis, nyeri dada,
demam, kesulitan bernafas.
Rasional: Dapat menunjukkan kemajuan dalam pengetahuan pengaktifan penyakit atau
efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut,
3) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan
lama, kaji potensial interaksi dengan obat lain.
Rasional: Meningkatkan kerja sama dalam program pengobatan dan mencegah
penghentian obat sesuai dengan kondisi klien
4) Kaji efek samping pengobatan dan pemecahan masalah
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis
yang menyerang parenkim paru (Somantri, 2008). Gejala yang tampak antara lain
batuk,batuk darah, sesak napas, demam, nyeri dada, muntah darah dan kadang epitaksis.
Diagnosa keperawatan yang bisa diambil untuk pasien TB Paru ini yaitu Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret yang Purulen, kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler, perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi sputum atau batuk, dyspnea
atau anoreksia, resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer. Serta kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan
berhubungan dengan informasi kurang atau tidak akurat.
4.2 Saran
1. Bagi pasien
Pasien mengerti tentang penyakit yang dideritanya dan pasien bersedia mematuhi
prosedur pengobatan serta kontrol rutin sesuai advis dokter. Pasien juga diharapkan
mengerti dan mengetahui gejala yang muncul pada tuberkulosis paru.
2. Bagi perawat
Dalam melakukan asuhan keperawatan perlu adanya pendekatan untuk menciptakan
hubungan saling percaya agar pasien itu mau mengungkapkan masalahnya sehingga
perawat dapat menjalankan asuhan keperawatan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A dan Mary P. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit . Edisi
6. Jakarta. Buku Kedokteran ECG
Wibisono, M. Yusuf, dkk. 2010. Buku Ajar Penyakit Paru. Surabaya. Departemen Ilmu
Penyakit Paru FK Unair RSUD Dr. Soetomo
Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta. Salemba Medika
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi. Jakarta. Buku Kedokteran EGC
Aru, W. Sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. InternaPublising
Kumar, Vinay. dkk. 2007. Buku Ajar Patologi, Edisi 7. Jakarta. EGC
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TUBERKULOSIS PARU
Disusun Oleh:
DEWI AGUSTINA A. N.
131311123014
131311123015
131311123016
RINA WAHYUNINGSIH
131311123017
WILDA KHARISMA
131311123019
STEFANI ANGEL K
131311123020
YOSINA MARTHA I
131311123021
MUBAROKAH ISNAENI
131311123059