PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glaukoma adalah penyebab kebutaan yang irreversible di seluruh dunia,
terutama di Negara berkembang dan industry. Berbeda dengan katarak, visus
dapat dikembalikan dengan operasi pada pasien katarak.
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan kasus glaukoma yang paling
umum dan paling sering, yaitu mencakup sebanyak 90% kasus dari semua
kasus glaukoma secara umum. Sebanyak 0,4-0,7% orang diatas usia 40 tahun
dan 4,7% orang berusia diatas 75 tahun diperkirakan menderita glaukoma
primer sudut terbuka. Penyakit ini juga 4 kali lebih banyak dan 6 kali lebih
agresif pada orang kulit hitam dibandingkan orang kulit putih. Selain itu
dikatakan juga memiliki tendensi genetik yang kuat, sehingga orang yang
berisiko harus menjalani skrining rutin.
Glaukoma dikenal sebagai penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah
katarak.2 Pada tahun 2010 diperkirakan terdapat 60,7 juta penderita glaukoma,
44,7 juta di antaranya adalah glaukoma primer sudut terbuka dan 15,7 juta
Glaukoma Primer Sudut Tertutup.
Glaukoma Primer Sudut Tertutup merupakan bentuk glaukoma yang
banyak terdapat di Asia Timur. Di Cina terdapat 3,1 juta penderita Glaukoma
Primer Sudut Tertutup dengan angka kebutaan kedua mata sebanyak 18,1%.
( Foster PJ, Johnson GJ. Glaucoma in China: how big is the problem? Br J
Ophthalmol. 2001;85:1277-82.)
Berdasarkan data dari tahun 2001 sampai tahun 2008 di Poliklinik Ilmu
Kesehatan Mata RS Cipto Mangunkusumo, terdapat 2544 pasien baru
glaukoma. Data tersebut juga memperlihatkan terdapat 348 penderita GPSTp.
Sebanyak 20,7% buta pada kedua mata dan 42,9% pada satu mata. (RS Cipto
Mangunkusumo. Presentasi di APAO 2009. Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI:
Jakarta; 2009)
Dengan deteksi dini dan penanganan yang tepat diharapkan angka
kesakitan akibat glaukoma menurun, yang tentu saja dapat mencegah
c.
1.3.Manfaat penulisan
a.
b.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Pengertian
Glaukoma dalah suatu kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan
tekanan intra ocular (TIO), yang menimbulkan kerusakan saraf optikus,
sehingga terjadi kelainan lapangan pandang dan gangguan visus yang berakhir
pada kebutaan.
TIO normal 10-22mmHg, variasi 1hari 2-8mmHg, saat tertinggi pada
pagi hari dan terendah pada sore hari. TIO ditentukan oleh banyaknya
produksi aqueous humor oleh corpus siliar dan hambatan-hambatan pada
aqueous tersebut di dalam bola mata.
Menurut american academy of ophthalmology 2010, Glaukoma adalah
kelainan mata yang ditandai dengan adanya neuropati optik glaukomatosa dan
hilangnya lapang pandang yang khas, dengan peningkatan TIO sebagai salah
satu faktor risiko utama. Glukoma primer sudut tertutup kronik ditandai
dengan menempelnya pangkal iris di anyaman trabekulum sehingga terjadi
penutupan anyaman trabekulum dan peningkatan TIO secara perlahan-lahan.
Glaukoma adalah Sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan
peningkatan tekanan intraokular. (Long, 2000)
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit
kerusakan
saraf
70tahun
diperkirakan
mengidap
glaukoma
simpleks.
pada
trabekulum,
kanal
schlemm
atau
sistem
d) Manifestasi Klinik
e) Diagnosis
Terdapat tiga faktor untuk diagnosis glaukoma;
Dua dari faktor di atas harus ada. Jika hanya TIO yang meningkat
atau hipertensi okuler.
Untuk diagnosis glaukoma simpleks, sudut KOA terbuka dan
tampak normal.
f) Diagnosis Banding
g) Pemeriksaan Penunjang
Masalah utama dalam deteksi glaukoma simpleks adalah tidak
adanya gejala sampai stadium lanjut penyakit. Saat pertama kali
menyadari adanya pengecilan lapangan pandang, biasanya telah
terjadi pencekungan glaukomatosa yang bermakna. Agar berhasil,
terapi harus dilakukan pada tahap dini, yang menuntut program
penapisan aktif. Kendalanya, kita tidak dapat mengandalkan satu
kali pemeriksaan TIO dan pemeriksaan kelainan optic disc serta
visual field loss.
Perimetri okulokinetik adalah teknik baru yang mungkin
menawarkan solusi untuk masalah ini. Saat ini diagnosis dini kita
masih mengandalkan pemeriksaan oftalmoskopi teratur bagi
kerabat pasien dan pada pemeriksaan optic disc dan tonometri,
yang menjadi bagian dari pemeriksaan fisik rutin orang dewasa
berusia lebih dari 30tahun.
h) Tata Laksana
1) Medikamentosa
Miotikum
Fungsi : mengecilkan pupil sehingga sudut akan lebih
terbuka, mempermudah aliran aqueous humor dengan
Carbachol 0,75%-3%
Termasuk obat kolinergik, diberikan bila pilokarpin tidak
mempan atau alergi terhadap pilokarpin. Berikan obat dari
konsentrasi terendah.
Epinefrin 0,5%-2%
Fungsinya menurunkan produksi aqueous humor dan
meningkatkan ekskresi cairan aqueous. Kerjanya lebih
lama dibandingkan miotikum.
Timolol maleat
Merupakan
golongan
beta
adrenergic
yang
akan
2) Pembedahan
Merupakan tindakan membuat filtrasi cairan mata keluar dari
bilik mata dengan operasi Schele, trabekulektomi, dan
iridenkliesis
i.
3) Laser trabeculoplasty
Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat menimbulkan kebutaan total.
Jika obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol TIO, prognosis
jadi lebih baik.
j. Rujukan
d) Manifestasi Klinik
Nyeri
kepala
hebat(mengikuti
jalannya
N.V),
mual,
Injeksi siliar (+), KOA dangkal, iris atropi, reflex pupil lambat/
(-)
Iritis akut
Konjungtivitis akut
f) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan gonioskopi, terutama untuk menilai sudut KOA
g) Tata Laksana
Prinsip
pengobatan
glaukoma
sudut
tertutup
akut
adalah
h) Prognosis
Jika terapi tertunda, iris perifer dapat melekat ke jala trabekula,
sehingga menimbulkan sumbatan irreversible yang memerlukan
tindakan bedah. Komplikasi dan sekuele yang sering timbul :
Sinekia anterior
Katarak
i) Rujukan
Setelah diberikan pertolongan pertama pada pasien, segera rujuk
pada dokter spesialis mata/pelayanan tingkat sekunder/tersier.
b. Glaukoma sekunder
Glaukoma yang diakibatkan kelainan mata atau kelainan sistemik.
a) Etiologi
Yang termasuk glaukoma sekuder adalah glaukoma yang disebabkan
oleh :
Uveitis
Trauma mata
Perubahan-perubahan lensa
Kelainan-kelainan congenital
Kortikosteroid
Post operasi
Rubeosis iridis
Penyakit sistemik,dll.
b) Patologi
Glaukoma sekunder ini bisa terdapat dengan sudut terbuka ataupun
sudut tertutup.
udem
jaringan
trabekula
dan
endotel
sehingga
Pembengkakan lensa
Ini terjadi pada lensa yang akan mengalami katarak. Lensa akan
menutup pupil sehingga terjadi blok pupil.
Glaukoma fakolitik
Kapsul lensa katarak hipermatur memiliki permeabilitas yang
tinggi. Melalui tempat-tempat yang bocor keluar massa korteks,
yang kemudian dimakan makrofag di KOA. Makrofag ini
berkumpul di sekeliling jala trabekula dan bersama-sama
material lensa akan menyumbat muara trabekula sehingga
terjadilah glaukoma sekunder sudut terbuka.
Glaukoma fakoanafilaktik
Protein lensa dapat menyebabkan reaksi fakoanafilaktik, dalam
hal ini terjadi uveitis. Protein dan debris seluler menempati
sistem ekskresi dan menutup aliran akuos.
c. Glaukoma congenital
Kadaang TIO yang meninggi, yang akan menimbulkan kerusakan pada
mata dan memburuknya tajam penglihatan pada masa bayi atau anak-anak.
a) Epidemiologi
Glaukoma congenital primer didapat secara herediter, merupakan jenis
terbanyak dari glaukoma congenital. Sekali-sekali disertai kelainan
congenital lainnya.
Glaukoma ini adalah tipe yang umum pada bayi, kebanyakan dikenal
pada bulan-bulan pertama bayi dan umumnya terdapat pembesaran
kornea, kekeruhan kornea, dan fotofobia. Glaukoma ini juga dikenal
sebagai buftalmus/hidropthalmia.
b) Patofisiologi
Secara historis, perkembangan
abnormal
Fotofobia
Blefarospasme
d) Diagnosis Banding
Yang terpenting adalah megalo kornea(/makro kornea). Diameter
biasanya 14-16mm. di sini tidak terdapat TIO yang meninggi, tidak
ada robekan membrane descemet dan tidak ada kelainan cup pada
optic disc.
e) Pemeriksaan Penunjang
Bayi atau anak yang dicurigai memiliki glaukoma congenital harus
dilakukan pemeriksaan sesegera mungkin dengan narkose, terhadap :
Besarnya kornea
TIO
f) Tatalaksana
Tujuan pengobatan adalah untuk mempertahankan visus, dengan
mengontrol TIO.
Pembedahan
Goniotomi adalah operation of choice. Yaitu hanya dengan
melakukan insisi pada uveal-meshwork. Insisi dibuat ke dalam
jala trabekula tepat di bawah garis Schwalbe.
Medikamentosa
Terbatas, karena obat-obat topical jarang efektif dan obat sistemik
sulit diberikan
g) Prognosis
Tergantung pada cepatnya tindakan pengobatan, terkontrolnya TIO,
dan adanya udem kornea dari lahir.
h) Rujukan
Setelah diberikan pertolongan pertama pada pasien, segera rujuk pada
dokter spesialis mata/ pelayanan tingkat sekunder/ tersier.
d. Glaukoma absolut, adalah fase akhir dari glaukoma tidak terkontrol
(visus=0, bola mata keras dan sering sakit kepala).
a) Manifestasi Klinik
Kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan terasa sakit.
b) Tatalaksana
Pasien yang tidak mengeluh kesakitan, tidak diberikan obat. Pada
pasien yang mengeluh kesakitan dapat diberikan :
Sinar beta pada corpus siliar
Injeksi alcohol retrobulber
Kalau tidak sembuh lakukan enukleasi
c) Prognosis
Sangat jelek, karena sudah terjadi kebutaan yang irreversible.
d) Rujukan
Gambar. Trabekulektomi
e) Manifestasi Klinis
Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).
Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.
Mual, muntah, berkeringat.
Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar.
Visus menurun.
Edema kornea.
Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma
sudut terbuka).
Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.
TIO meningkat.( Anas Tamsuri, 2010 : 74-75 )
f) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan tajam penglihatan
Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal
empat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu :
GONIOSKOPI
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata
depan dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal
glaukoma gonioskopi diperlukan untuk menilai lebar sempitnya
sudut bilik mata depan.
OFTALMOSKOPI
2.4.Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Anamnesa
Biodata
Riwayat
a) Riwayat Okular
Etiologi
Glukoma
TIO meningkat
Nyeri
Masalah
Nyeri
pasien meringis
menahan sakit
DS:pasien
mengungkapkan sulit
melihat dengan jelas
DO: gangguan status
organ, hilangnya
pandangan visual
secara progresif
DS:pasien
menyatakan
keprihatinan tentang
perubahan dalam
peristiwa kehidupan
DO: adanya nyeri,
pasien selalu bertanya
tentang kondisi
kesehatannya, pasien
takut, dan ragu.
DS: pasien
mengungkapkan
ketidaktahuannya
tentang kondisi
penyakitnya
DO: pasien sering
bertanya, pernyataan
salah persepsi, tidak
mengikuti petunjuk
akurat
Atropi optic
Resiko cidera
Hilangnya pandangan
perifer
Resiko cidera
Perubahan status
kesehatan
Cemas
Kemungkinan kehilangan
penglihatan
Cemas
Deficit informasi
Kurang pengetahuan
c. Intervensi keperawatan
Dx
Nyeri
sakit, Pasien
4. Mendorong
4. Membantu meringankan
mengatakan nyeri
istirahat di
nyeri
berkurang /
tempat tidur
hilang, Ekspresi
dalam ruangan
wajah santai
yang tenang .
5. Berikan posisi 5. posisi yang nyaman
semi Fowler
membuat pasien
dengan 30
nyaman juga
derajat atau
dalam posisi
yang nyaman .
6. Hindari mual,
6. mual muntah akan
muntah
meningkatkan TIO
Resiko
cidera
7. Alihkan
perhatian pada
hal-hal yang
menyenangkan
.
8. Berikan
analgesik
sesuai advis
dokter.
Setelah dilakukan 1. Pastikan
tindakan
derajat / tipe
keperawatan
kehilangan
resiko cidera
penglihatan .
2. Dorong klien
tidak terjadi
mengungkapk
dengan criteria:
an perasaan
pasien akan
tentang
berpartisipasi
kehilangan /
dalam program
kemungkinan
pengobatan,
kehilangan
pasien akan
penglihatan.
mempertahankan
3. Tunjukkan
lapangan
cara
ketajaman visual
memberikan
tanpa kehilangan
obat tetes mata
lebih lanjut
, hitung
jumlah
tetesannya,
mengikuti
jadwal dan
tidak dalam
7.upaya untuk
mengalihkan nyeri
8.membantu
meringankan
nyeri dari dalam
3.meningkatkan
kemandirian pasien
satu dosis .
4.Bantu pasien
dengan
penglihatan
yang terbatas ,
misalnya ,
mengurangi
kekacauan ,
mengatur
perabotan ,
memutar kepala
untuk
mengingatkan
subjek terlihat ,
memperbaiki
cahaya redup
dan masalah
penglihatan
malam .
5.Kolaboraspember
ian obat timolol,
steroid dan
miotikum.
6.Kolaborasi
pembedahan
cemas
5.membantu menurunkan
TIO
6.membantu proses
penyambuhan jika dengan
obat belum sembuh
1. Mengetahui sejauh
mana kecemasan
pasien
2. Membentuk persepsi
positif pada pasien
tentang kondisinya saat
ini
Kurang
pengetah
uan
secara efektif
pengawasan
dan
pengobatan
untuk
mencegah
kehilangan
penglihatan
tambahan .
3. Mengurangi tingkat
3. Dorong pasien
stress yang dapat
untuk
memicu cemas
mengenali
masalah dan
mengekspresik
an perasaan.
4. Orang yang dekat
4. Identifikasi
dengan pasien dapat
sumber / orang
membantu
yang bisa
menenangkan pasien
membantu .
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
pasien menjadi
paham dan
mengerti tentang
proses
penyakitnya
dengan criteria:
Pasien
mengungkapkan
pemahaman
tentang kondisi ,
prognosis , dan
pengobatan;
1. Diskusikan
kebutuhan
untuk
menggunakan
identifikasi.
2. Tunjukkan
dengan benar
tentang teknik
perawatan
mata.
3. Memungkinka
n pasien untuk
mengulangi
tindakan.
4. Menilai
pentingnya
mempertahank
an jadwal
pengobatan ,
misalnya tetes
mata .
Diskusikan
obat yang
harus
dihindari
5. Mengidentifik
1. Mengetahui tingkat
pengetahuan pasien
tentang penyakit.
2. Meningkatkan
kemandirian pasien
4. Pengobatan yang
terjadwal
meningkatkan
efektifitas pengobatan.
5. Pasien menjadi
mengerti efek samping
6.
7.
8.
asi efek
samping /
reaksi
merugikan
dari
pengobatan
( penurunan
nafsu makan ,
mual / muntah
, kelemahan ,
tidak teratur
dll jantung.
Dorong pasien
untuk
membuat
perubahan
yang
diperlukan
dalam gaya
hidup .
Dorong pasien
menghindari
aktivitas
seperti
mengangkat
berat /
mendorong ,
mengenakan
pakaian ketat
dan sempit
Diskusikan
pertimbangan
diet dan cairan
yang
memadai.
Tekankan
pemeriksaan
rutin.
dr pengobatan
6. Peningkatan derajat
kesehatan pasien
tanda
glaukoma.
11.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Mansjoer. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Arsculapiks.
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku saku Patofisiologi, Ed. 3.Jakarta: EGC.
Darling, Vera H.(1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan Esentia Medika.
Ilyas, Sidarta. (2002). Ilmu Penyakit Mata, Ed. 2. Jakarta : CV. Sagung Seto.
Ilyas, Sidarta (2004). Ilmu Perawatan Mata. Jakarta : CV. Sagung Seto.
Ilyas S. (2007). Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
James, Bruce.(2006). Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta : Erlangga.
Kanksi JJ. (2000). Clinical ophtalmology a systemic approach. 4th edition.
Oxford: Butterworth Heinemann.
Long, Barbara C. (2000). Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Smeltzer, Suzzane C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Ed. 8.Jakarta : EGC.
Tamsuri, Anas.(2010). Klien Gangguan Mata dan Penglihatan.Jakarta: EGC.
Vaughan D. and Riordan-Eva P. (1999). General ophtalmology. 15th edition. USA
: Appleton and Lange.