Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap kesehatan gigi dan mulut. Kebersihan gigi dan mulut yang
buruk dapat menjadi salah satu faktor resiko timbulnya berbagai penyakit di rongga
mulut seperti penyakit jaringan periodontal.
Masyarakat pada umumnya mempunyai kesadaran dan pengetahuan yang
rendah akan pentingnya kesehatan gigi dan mulut sehingga mempengaruhi sikap
terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulutnya. Hal ini berdampak pada kondisi
mulut yang buruk seperti banyaknya akumulasi bakteri plak dan kalkulus yang dapat
menyebabkan terjadinya penyakit periodontal seperti gingivitis dan periodontitis.
Upaya pencegahan kedua penyakit tersebut adalah dengan cara melakukan kontrol
plak. Kontrol plak adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah atau
menghambat akumulasi bakteri plak pada permukaan gigi dan gingiva disekitarnya.
Kontrol plak pada umumnya dilakukan dengan cara menyikat gigi. Teknik menyikat
gigi yang baik akan menghasilkan kontrol plak yang optimal.1,2,3
Kontrol plak yang dilakukan kurang efektif akan menyebabkan kumpulan
bakteri plak tersebut terakumulasi kemudian mengalami mineralisasi sehingga
terbentuk kalkulus. Kalkulus merupakan plak gigi yang termineralisasi yang
kemudian mengeras dan melekat erat pada permukaan gigi asli atau protesa gigi. 1,2
Kalkulus mudah menjadi tempat akumulasi bakteri karena permukaannya yang kasar.

Banyaknya akumulasi kalkulus menyebabkan akumulasi bakteri plak juga menjadi


lebih mudah terjadi. Akumulasi bakteri plak yang semakin banyak dapat
menyebabkan terjadinya penyakit periodontal seperti gingivitis yang jika tidak
dilakukan perawatan dapat menyebabkan kerusakan perlekatan epitel dan tulang
alveolar sehingga gigi dapat menjadi goyang.
Atas dasar hal-hal tersebut peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai
kebersihan mulut pasien yang diukur dari tingkat Skor Indeks Kalkulus pada pasien
Bakti Sosial Bulan Kesehatan Gigi Nasional 2014 di Laboratorium Periodonsia
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi UPDM(B).
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Skor Indeks Kalkulus pada pasien Bakti Sosial Bulan Kesehatan
Gigi Nasional 2014 di Laboratorium Periodonsia RSGM FKG UPDM(B)?
I.3 Tujuan Penilitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat Skor Indeks Kalkulus yang terdapat
pada pasien Bakti Sosial Bulan Kesehatan Gigi Nasional 2014 di Laboratorium
Periodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof.
DR. Moestopo (Beragama) dengan menggunakan Indeks Kalkulus dari Greene dan
Vermillion.
I.4 Manfaat Penelitian
Bagi masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat tentang
pentingnya menjaga kebersihan gigi dan mulut dan mengedukasi pasien

bagaimana cara menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan baik.


Bagi Laboratorium Periodonsia RSGM FKG UPDM(B)

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi lebih lanjut


mengenai tingkat keparahan kalkulus yang terdapat pada masyarakat sehingga
dokter gigi dapat melakukan pencegahan lebih dini dengan memberikan

edukasi.
Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengalaman berharga dan menjadi
motivasi untuk dapat melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Kalkulus Gigi
Kalkulus gigi merupakan plak gigi yang termineralisasi yang kemudian
mengeras dan melekat erat pada permukaan gigi asli atau protesa gigi, dimana bagian
eksternalnya dilapisi oleh plak bakteri yang tidak termineralisasi. Kalkulus dibentuk
oleh deposisi dari kalsium dan garam fosfat dalam bakteri plak.1,2,3
Kalkulus dapat juga didefinisikan sebagai suatu massa kalsifikasi yang
terbentuk dan melekat pada permukaan gigi dan objek solid lainnya di dalam mulut. 4
Tartar adalah nama umum untuk kalkulus gigi. Istilah ini seringkali digunakan
pasien pada saat menunjukkan kalkulus. Istilah tersebut diperkenalkan oleh
Paracelsus, seorang dokter dari Swiss-Jerman, pada abad ke 16.3 Kalkulus merupakan
faktor predisposisi terjadinya penyakit periodontal seperti gingivitis.

II.2 Klasifikasi Kalkulus Gigi


Kalkulus gigi, berdasarkan lokasi perlekatannya pada gigi serta jaraknya dari
tepi gingiva (free gingival margin), dibagi menjadi dua, yaitu kalkulus supragingiva
dan kalkulus subgingiva. 4,5
Kalkulus Supragingiva
Kalkulus supragingiva terletak pada bagian korona dari tepi gingiva sehingga
dapat terlihat mata.1,2 Kalkulus supragingiva ini biasanya berwarna putih atau putih
kekuningan, warna juga bisa dipengaruhi oleh kontak dengan bahan-bahan seperti
tembakau dan pewarna makanan (Gambar 1).1,2,6

Gambar 1. Kalkulus Supragingiva


Sumber: Carranza F.A 2014 Clinical Periodontology,
Edisi ke 12, Phildelphia: W.B. Saunders Company

Konsistensi kalkulus supragingiva keras seperti tanah liat namun mudah


dilepaskan dari permukaan gigi.1,2 Kalkulus supragingiva biasanya cepat terbentuk
lagi setelah dilakukan pembersihan, terutama di daerah lingual gigi insisivus rahang
bawah.1,2 Saliva merupakan sumber mineral utama bagi pembentukan kalkulus
supragingiva.5
Lokasi kalkulus supragingiva sering ditemukan pada permukaan bukal gigi
molar rahang atas dan permukaan lingual gigi anterior rahang bawah. 1,2,8 Permukaan
bukal gigi molar rahang atas merupakan muara duktus Stensen dari kelenjar parotid,

sedangkan permukaan lingual gigi anterior rahang bawah merupakan muara dari
duktus Wharton dan duktus Bartholin dari kelenjar submaksila dan kelenjar
sublingual.1,2,10 Kalkulus supragingiva juga dapat ditemukan di mahkota dari gigi yang
berada diluar lengkung oklusi, di gigi yang tidak digunakan (nonfunctioning teeth),
atau di gigi yang tidak terkena sikat waktu menyikat gigi.3

Kalkulus Subgingiva
Kalkulus subgingiva terletak lebih ke apikal dari tepi gingiva, meluas ke arah

dasar sulkus gingiva atau ke dasar poket periodonsium 11 dan bila poket semakin
dalam akibat penyakit periodontal, maka kalkulus akan terbentuk pada permukaan
akar yang terbuka.3 Kalkulus subgingiva terletak dibawah puncak tepi gingiva
sehingga tidak akan terlihat pada pemeriksaan klinis. 1,2,7 Lokasi dan perluasan dari
kalkulus subgingiva dapat diperiksa dengan menggunakan sonde yang dimasukkan ke
dalam sulkus secara perlahan lahan

1,2

atau melalui gambaran radiografi.5 Namun bila

terjadi resesi gingiva, kalkulus subgingiva dapat terlihat dan diklasifikasikan menjadi
kalkulus supragingiva.1,2
Konsistensi kalkulus subgingiva lebih keras dan lebih padat serta lebih
melekat erat ke permukaan gigi dibandingkan dengan kalkulus supragingiva.1,2
Kalkulus subgingiva biasanya berwarna coklat tua atau hitam kehijauan. 1,2,7 Kalkulus
subgingiva dibentuk oleh mineralisasi plak subgingiva, eksudat inflamasi, dan cairan
gingiva (gingival crevicular fluid) sebagai sumber mineral utama pembentukan.5

Gambar 2. Deposit kalkulus Subgingiva


pada akar distal molar bawah
Sumber: Carranza F.A 2014 Clinical Periodontology,
Edisi ke 12, Phildelphia: W.B. Saunders Company

II.3 Komposisi Kalkulus Gigi


Kalkulus terdiri dari komponen anorganik dan komponen organik.8 Pada
prinsipnya, komponen anorganik terdiri dari kalsium 39%, phosporus 19%,
karbondioksida 1,9%, magnesium 0,8% dan beberapa bagian dari komponen metal. 1,2
Setidaknya dua dari tiga komponen anorganik akan membentuk kristal. Empat bagian
bentuk Kristal tersebut adalah hydroxyapatite sekitar 58%, magnesium whitlockite
sekitar 21%, octacalsium phosphate sekitar 12% dan brushite sekitar 9%.1,2
Secara umum, dua atau lebih bentuk kristal dapat ditemukan dalam kalkulus.
Hydroxyapatite dan octacalsium phospatase merupakan frekwensi yang paling sering
(97% sampai 100 % dari semua kalkulus supragingiva). Brushite biasanya terdapat
pada regio mandibula anterior dan magnesium whitlockite terdapat pada daerah
posterior. Insidensi dari bentuk empat kristal tergantung dari lamanya deposit.1,2

Komponen organik dari kalkulus terdiri dari campuran dari proteinpolysaccharide kompleks, desquamated sel epithelial, leukosit, dan bermacam-macam
tipe dari mikroorganisme. 1,2
Menurut Hinrichs1,2,6, komposisi kalkulus supragingiva dan subgingiva hampir
sama. Kalkulus supragingiva terdiri dari komponen anorganik sekitar 70-90% dan
sisanya merupakan kompononen organik. Kalkulus supragingiva maupun subgingiva
memiliki kandungan hidroksiapatit yang sama dengan lebih banyak kandungan
magnesium whitelockite serta kandungan brushite dan octacalcium phosphate yang
lebih sedikit. Rasio kalsium dengan fosfat lebih besar pada kalkulus subgingiva, dan
kandungan sodium yang ada meningkatkan kedalaman poket periodonsium,
sedangkan protein saliva hanya ada di kalkulus supragingiva.2,3

II.4 Mekanisme Pembentukan Kalkulus Gigi


Kalkulus adalah plak yang mengalami mineralisasi. Plak yang lunak menjadi
keras karena adanya pengendapan garam mineral, biasanya pengendapan garam
mineral dimulai antara 1-14 hari dari pembentukan plak. Kalsifikasi plak yang
termineralisasi terjadi sebesar 50% dalam 2 hari dan menjadi 60%-90% dalam 12
hari. Semua plak tidak mengalami kalsifikasi. Plak awal mengandung bahan
anorganik dalam jumlah yang kecil dimana plak akan meningkat menjadi kalkulus.
Saliva adalah sumber mineralisasi dari kalkulus supragingiva sedangkan
cairan crevicular gingiva yang menghasilkan mineral bagi kalkulus subgingiva.
Kalsifikasi memerlukan pengikatan ion kalsium terhadap karbohidrat protein

kompleks dari matrix oganik dan lapisan endapan yang terdiri dari kristal garam
kalsium fosfat. Pembentukan awal kristal terjadi di matrix interseluler diatas
permukaan bakteri dan akhirnya sampai pada bakteri tersebut.
Kalsifikasi dimulai pada permukaan terluar plak supragingiva dan plak
subgingiva yang melekat pada permukaan gigi. Foci yang tidak terkalsifikasi
membesar dan bersatu dengan plak membentuk massa dari kalkulus yang padat.
Kalsifikasi dapat disertai perubahan pada jenis bakteri dan kualitas dari plak.
Inisiasi dari kalsifikasi dan presentase akumulasi kalkulus bervariasi dari
orang ke orang, untuk gigi yang berbeda, dan pada waktu yang berbeda pada orang
yang sama. Seseorang dapat dikalsifikasikan berdasarkan pembentukan kalkulus yang
banyak, sedang/moderate, dan yang sedikit atau pembentukan non kalkulus. Waktu
yang diperlukan untuk mencapai level maksimum pembentukan kalkulus adalah 10
minggu sampai 6 bulan. Kemunduran dari akumulasi maksimum kalkulus disebut
sebagai reversal phenomenon, disebabkan sifat mudah terserangnya kalkulus bulky
terhadap mekanisme mekanik dari makanan dan dari pipi, bibir, dan lidah.1,2
II.5 Hubungan Kalkulus Dengan Penyakit Periodontal
Kalkulus merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit periodontal
seperti gingivitis, dimana faktor utamanya adalah bakteri plak. Kalkulus timbul akibat
pembentukan garam yang disebabkan oleh bertemunya air liur yang bersifat basa
dengan sisa-sisa makanan yang bersifat asam. Orang yang memiliki pH air liur yang

tinggi atau bersifat basa, perlu usaha yang lebih untuk menjaga kebersihan gigi
karena kalkulus akan lebih mudah terbentuk.
Umumnya kalkulus paling sering timbul di daerah gigi depan bawah dan
molar atas kiri dan kanan karena area-area tersebut berdekatan dengan muara kelenjar
air liur,8 diawali dengan terbentuknya kalkulus di bagian permukaan dalam gigi,
kalkulus lalu menjalar ke bagian depan gigi, bahkan juga bias meluas pada gigi
bagian depan atas.
Adanya kalkulus dapat menimbulkan bau nafas. Semakin banyak kalkulus
tentu akan semakin bau nafasnya. Ini dikarenakan sisa makanan pada permukaan
kalkulus yang kasar yang melekat dan sulit dibersihkan, sehingga sisa makanan akan
membusuk dan membasi dan menghasilkan bau yang tak sedap bila dicium.
Penekanan yang terus menerus akibat kalkulus pada jaringan lunak gusi di
sekitar leher gigi juga akan mengakibatkan iritasi dan peradangan. Jika kalkulus
dibiarkan lama, kalkulus akan membesar dan akan mendesak masuk kedalam sulkus
gusi yang kemudian akan terjadi peradangan akibat rusaknya jaringan pelekat antara
gusi dan gigi, dengan tanda-tanda peradangan yaitu gusi sering berdarah, gusi
bengkak, dan bisa sakit tetapi bisa juga tidak terasa sakit. Jika masalah ini dibiarkan,
lama-kelamaan gusi akan semakin longgar atau tidak melekat lagi pada gigi
kemudian gigi terasa sakit bila dipakai makan dan gigi akan goyang bahkan dapat
tercabut dengan sendirinya saat makan makanan yang keras.

II.6 Cara Pengukuran Kalkulus Gigi


OHI merupakan salah satu indeks yang dapat digunakan untuk mengukur
kebersihan mulut seseorang. OHI terdiri dari Indeks Kalkulus dan Indeks Debris.
Gigi yang diperiksa pada Indeks Kalkulus meliputi 6 sextan gigi.
Skor Kalkulus Indeks (KI) adalah: 9 (Gambar 3)
Skor 0: jika tidak ada kalkulus.
Skor 1: jika terdapat kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3

permukaan gigi.
Skor 2: jika terdapat kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3
permukaan gigi tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi yang diperiksa atau

adanya bercak kalkulus subgingiva sekeliling bagian servikal gigi.


Skor 3: jika terdapat kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3
permukaan yang diperiksa.

Skor KI:

dhajbdjJumlah penilaian kalkulusdbahbda


Jumlah sextan gigi

Gambar 3.

II.7 Kerangka Teori


Plak

Mineralisasi

10

KALKULUS
Kalkulus
Supragingiva

Kalkulus
Subgingiva

Skor Indeks
Kalkulus

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
III.1 Kerangka Konsep
PASIEN BKGN 2014

Pemeriksaan IntraOral

SKOR INDEKS KALKULUS

III.2 Identifikasi

Rend
ah

Tinggi

11

Variabel

Variabel bebas
Variable terikat

: Usia, jenis kelamin, pekerjaan


: Skor indeks kalkulus

III.3 Definisi Operasional


Kalkulus
Kalkulus gigi merupakan plak gigi yang termineralisasi yang
kemudian mengeras dan melekat erat pada permukaan gigi asli atau protesa
gigi dimana bagian eksternalnya dilapisi oleh plak bakteri yang tidak
termineralisasi. Kalkulus dibentuk oleh deposisi dari kalsium dan garam fosfat
dalam bakteri plak. Kalkulus berdasarkan lokasi perlekatannya pada gigi serta
jaraknya dari tepi gingiva (free gingival margin), terbagi menjadi dua, yaitu
kalkulus supragingiva dan kalkulus subgingiva.
Indeks Kalkulus Gigi
Untuk menentukan tingkat skor kalkulus gigi yang terdapat pada
pasien, digunakan Indeks Kalkulus Gigi. Indeks Kalkulus Gigi yang biasa
digunakan di Laboratorium Periodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Prof. DR. Moestopo (Beragama) merupakan
Kalkulus Indeks (KI) dari Greene dan Vermilion yang merupakan salah satu
komponen dari Oral Hygiene Indeks (OHI).

BAB IV
METODE PENELITIAN
IV.1 Jenis dan Desain Penelitian

12

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan


pengumpulan data yang dilakukan secara cross sectional atau potong lintang.
IV.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Periodonsia Rumah Sakit
Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. DR. Moestopo
(Beragama) pada tanggal 3-5 November 2014.
IV.3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi
Pasien yang berkunjung ke Laboratorium Periodonsia Rumah Sakit Gigi dan
Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Prof. DR. Moestopo (Beragama) yang akan
dilakukan pemeriksaan Skor Indeks Kalkulus Gigi.
a. Kriteria inklusi
1. Semua pasien yang berkunjung ke Laboratorium Periodonsia Rumah Sakit
Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. DR. Moestopo
(Beragama) pada acara Bakti Sosial Bulan Kesehatan Gigi Nasional
tanggal 3-5 November 2014
b. Kriteria ekslusi
1. Menolak menjadi pasien
IV.4 Populasi dan Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang berkunjung ke
Laboratorium Periodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran
Gigi Prof. DR. Moestopo (Beragama) dalam rangka acara Bakti Sosial Bulan
Kesehatan Gigi Nasional 2014.
IV.5 Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah seluruh pasien yang berkunjung ke Laboratorium
Periodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Prof. DR.

13

Moestopo (Beragama) dalam rangka acara Bakti Sosial Bulan Kesehatan Gigi

Nasional 2014.
Subjek penelitian dipilih tidak berdasarkan kriteria tertentu dengan catatan
tidak menolak untuk dijadikan pasien.

IV.6 Cara Kerja


Cara kerja dari penelitian ini adalah dengan memeriksa langsung tingkat skor
indeks kalkulus pada setiap pasien dengan menggunakan alat standar seperti kaca
mulut dan sonde, kemudian dicatat berapa skor indeks kalkulusnya disertai dengan
data pasien seperti nama, alamat, usia, pekerjaan, dan jenis kelamin.
IV.7 Analisis Data
Dalam penelitian ini, seluruh hasil penelitian yang sudah dicatat kemudian
dilakukan tabulasi dan analisis.

IV.8 Alur penelitian

14

PASIEN

BKGN

Laboratorium Pedodonsia

Laboratorium Konservasi
Laboratorium OS

Laboratorium OM

Laboratorium
Periodonsia
Skor Indeks Kalkulus dari
Greene dan Vermillion
Skor 1

Skor 2

Skor 3

DAFTAR PUSTAKA
1. Hinrichs JE. The Role of Dental Calculus and Other Predisposing Factors In:
Carranzas Clinical Periodontology. Edisi ke 9. Philadelphia. Saunders. 2003: Hal.
182-88.
2. Hinrichs JE. The Role of Dental Calculus and Other Predisposing Factors In:
Carranzas Clinical Periodontology. Edisi ke 11. Philadelphia. Saunders. 2012: Hal.
217-22.
3. Perry, D.A, Beemsterboer, P.L. Periodontology For The Dental Hygienist. Edisi ke
3, St. Louis: Saunders Elsevier; 2007: Hal. 82-99.

15

4. Eley, B.M, Soory, M, Manson, J.D. Periodontics. Edisi ke 6, Saunders Elsevier;


2010: Hal. 22-25.
5. Mandel ID. Dental Calculus (Calcified Dental Plaque) In: Contemporary
Periodontics. St.Louis. Mosby. 1990: Hal.135-45.
6. Hinrichs JE, Math VT. The Role of Dental Calculus and Other Predisposing
Factors In: Carranzas Clinical Periodontology. Edisi ke 12. Philadelphia. Saunders.
2014: Hal. 116-20.
7. Jepsen S, Deschner J, Braun A, Scwharz F, Eberhard J. Calculus Removal and the
Prevention of its Formation. Periodontology 2000; 2011; 55; Hal. 167-88.
8. Jin Y, Yip H.K. Supragingival Calculus Formation and Control. Crit Rev Oral Biol
Med; 2002; 13(5); Hal. 426-41.
9. Perry, D, Essex, G. Calculus and Other Disease Associated Factors In:
Periodontology For The Dental Hygienist. Edisi ke 4, St. Louis: Saunders Elsevier;
2014: Hal. 54-60.
10. Bahadure R.N, Thosar N, Jain E.S. Unusual Case of Calculus in Floor of Mouth.
International Journal of Clinical Pediatric Dentistry; 2012; 5(3); Hal. 223-25.
11. Gurgan C.A, Evren B. Distribution of Different Morphologic Types of
Subgingival Calculus on Proximal Root Surfaces. Quintessence International; 2005;
36(3); Hal. 202-08.

16

Anda mungkin juga menyukai