Anda di halaman 1dari 4

1.

Anatomi Plasenta
Plasenta merupakan organ penting bagi janin, karena sebagai alat pertukaran zat
antara ibu dan bayi atau sebaliknya. Plasenta berbentuk bundar atau hampir
bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal 2,5 cm, berat rata-rata 500 gram.
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan kurang dari 16 minggu
dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri.
Plasenta terletak di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas kearah
fundus uteri, dikarenakan alasan fisiologis, permukaan bagian atas korpus uteri
lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplementasi. Plasenta
berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu villi koriales atau jonjot
chorion dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Plasenta mempunyai dua permukaan, yaitu permukaan fetal dan maternal.
Permukaan fetal adalah permukaan yang menghadap ke janin, warnanya
keputih-putihan dan licin. Hal ini disebabkan karena permukaan fetal tertutup
oleh amnion, di bawah nampak pembuluh-pembuluh darah. Permukaan
maternal adalah permukaan yang menghadap dinding rahim, berwarna merah
dan terbagi oleh celah-celah yang berasal dari jaringan ibu. Jumlah celah pada
plasenta dibagi menjadi 16-20 kotiledon.

Gambar 1. Permukaan plasenta


Penampang plasenta terbagi menjadi dua bagian yang terbentuk oleh jaringan
anak dan jaringan ibu. Bagian yang terdiri dari jaringan anak disebut membrana
chorii, yang dibentuk oleh amnion, pembuluh darah janin, korion dan villi.
Bagian dari jaringan ibu disebut piring desidua atau piring basal yang terdiri
dari desidua compacta dan desidua spongiosa.

2. Plasenta akreta, inkreta, perkreta


Biasanya, plasenta akan lepas secara spontan dari implantasinya di uterus
beberapa menit pertama setelah kelahiran bayi. Penyebab tersering terjadinya
kelambatan pelepasan plasenta ialah adanya kontraksi uterus yang tidak
adekuat.. Lebih jarang lagi ialah plasenta menmpel erat pada tempat
implantasinya. Disebabkan karena lapisan desidua yang tipis atau tidak ada
sehingga lapisan yang seharusnya akan menghalangi makin dalamnya trofoblast
masuk ke dalam endometrium juga tidak ada.
Plasenta akreta adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan implantasi
plasenta yang sangat kuat menempel pada dinding uterus, akibat dari tidak
adanya desidua basalis dan ketidaksempurnaan pembentukan lapisan fibrinoid
atau lapisan nitabuch. Seperti telah disebutkan sebelumnya lapisan ini
menghalangi masuknya trofoblas lebih dalam lagi.
Pembagian dari keadaan ini ialah:
1. Plasenta akreta: dimana implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai lapisan miometrium.
2. Plasenta inkreta: dimana implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki lapisan miometrium.
3. Plasenta percreta: dimana implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

Perlekatan abnormal dari jonjot korion ini juga dapat melibatkan seluruh
kotiledon (total), beberapa kotiledon (parsial) atau hanya satu kotiledon (fokal).

3. Penanganan Atonia Uteri


Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batasbatas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia.
Apabila sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan pasca
persalinan, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu
diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus dan solusio
plasenta (Wiknjosastro, 2002).
Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan
penanganan kala tiga secara aktif, yaitu;
1) Menyuntikan Oksitosin; sebelum menyuntikkan oksitosin lakukakan
terlebih dahulu pemeriksaan fundus uteri untuk memastikan kehamilan
tunggal. Selanjutnya suntikkan oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada
bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih
dahulu.
2) Peregangan Tali Pusat Terkendali; peregangan tali pusat ini dilakukan
dengan memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari
vulva atau menggulung tali pusat. Meletakan tangan kiri di atas simpisis
menahan bagian bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali
pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva.
Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan
sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorsokranial.
Tindakan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah dengan mengeluarkan
plasenta; jika dengan penegangan tali pusat terkendali, tali pusat terlihat
bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk
meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah
kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak
pada vulva.
Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan
kembali klem hingga berjarak 5-10 cm dari vulva. Bila plasenta belum lepas
setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit, suntikkan ulang 10 IU
Oksitosin intramuskuler. kemudian periksa kandung kemih dan lakukan
kateterisasi bila penuh, tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan
plasenta manual.
Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan
hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara
perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban.

3) Masase Uterus; segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada


fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan
bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus
teraba keras).
Kemudian dilakukan pemeriksaan kemungkinan adanya perdarahan pasca
persalinan; kelengkapan plasenta dan ketuban; kontraksi uterus dan perlukaan
jalan lahir (Hadijono, 2006).
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan taktil (masase) fundus uteri, maka sebaiknya segera lakukan langkahlangkah berikut :
A. Bersihkan bekuan darah dan/atau selaput ketuban dari vagina dan lubang
serviks yang dapat menghalangi uterus berkontraksi dengan baik.
B. Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat dipalpasi,
lakukan katerisasi dengan menggunakan teknik aseptik sehingga uterus
berkontraksi secara baik.
C. Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit untuk memberikan
tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan juga
merangsang miometrium untuk berkontraksi, jika kompresi bimanual
tidak berhasil setelah 5 menit, maka diperlukan tindakan lain.
D. Anjurkan keluarga untuk mulai membantu melakukan kompresi bimanual
eksternal.
E. Keluarkan tangan perlahan-lahan.
F. Berikan ergometrin 0,2 mg secara intramuskular (kontraindikasi
hipertensi) atau misoprostol 600-1000 mcg, sehingga dalam 5-7 menit
kemudian uterus akan berkontraksi.
G. Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc
Ringer Laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat
mungkin, sehingga dapat membantu memulihkan volume cairan yang
hilang selama perdarahan dan merangsang kontraksi uterus.
H. Ulang kompresi bimanual internal agar uterus berkontraksi dengan baik.
I. Rujuk segera. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2
menit, hal ini menunjukkan bukan atonia sederhana, sehingga ibu
membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu
melaksanakan tindakan bedah dan transfusi darah.
J. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan teruskan melakukan kompresi
bimanual internal.
K. Lanjutkan pemberian Ringer Laktat + 20 unit oksitosin dalam 500 cc
larutan dengan laju 500/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga
menghabiskan 1,5 L infus. Kemudian berikan 125 cc/ jam (JNPK, 2007).

Anda mungkin juga menyukai