Anda di halaman 1dari 90

BANK DUNIA

Studi Kelayakan Proyek Gas Lahan TPA


LAPORAN AKHIR
Juli 2007
www.erm.com

Delivering sustainable solutions in a more competitive world

DAFTAR ISI
1

PENDAHULUAN

GAMBARAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

2.1 LOKASI DAN OPERASI LAHAN TPA

2.2 KARAKTERISTIK SAMPAH DAN MUATAN BUANGAN

SISTEM PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN GAS LAHAN


TPA YANG DIREKOMENDASIKAN

3.1 STABILITAS LAHAN TPA

3.2 SISTEM PENGELOLAAN LINDI

22

3.3 SISTEM PENGUMPULAN GAS LAHAN TPA

25

3.4 PRODUKSI METAN

27

RENCANA BISNIS

33

4.1 ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL

33

4.2 REKOMENDASI RENCANA BISNIS

40

RENCANA IMPLEMENTASI

42

5.1 RINGKASAN PROYEK

42

5.2 RENCANA PENERAPAN YANG DIANJURKAN

42

5.3 PERENCANAAN INVESTASI

44

PERTIMBANGAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN

47

6.1 DAMPAK LINGKUNGAN

47

6.2 DAMPAK SOSIAL

51

KESIMPULAN

54

REFERENSI

56

LAMPIRAN

LAMPIRAN A

SURVEY LAPANGAN UNTUK PENGAMATAN STABILITAS

LAMPIRAN B

SISTIM HSE

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

DAFTAR TABEL
Tabel 1

Ringkasan Analisis Ekonomi

Tabel 2

IPCC 2006 Nilai Waktu Paruh yang direkomendaskan

27

Tabel 3

Parameter Bangkitan Gas Metan

28

Tabel 4

Karbon Organik Sampah Padat Perkotaan yang dapat


terurai (DOC)

29

Tabel 5

Tingkat Konstanta Bangkitan Metan (k)

29

Tabel 6

Potensi Bangkitan Metan - Lo

30

Tabel 7

30% Efisiensi Pemulihan

31

Tabel 8

50% Efisiensi Pemulihan

32

Tabel 9

70% Efisiensi Pemulihan

32

Tabel 10

Potensi Peluruhan Pengurangan Emisi

36

Tabel 11

LFG Penyalaan Gas tanpa Penerimaan ER

36

Tabel 12

penerimaan ER dengan penyalaan gas lahan TPA

37

Tabel 13

Legte Kegiatan CDM yang Diusulkan

38

Tabel 14

Scenario 1 - 30% Efisiensi Gabungan

45

Tabel 15

Scenario 2 - 50% Efisiensi Gabungan

46

Tabel 16

Scenario 3 - 70% efisiensi gabungan

46

Tabel 17

Emisi Gas yang Dibangkitkan dari Penyalaan Gas Lahan TPA

48

Tabel 18

Standar Emisi Pembakaran

48

Tabel 19

Standar Kualitas Udara Ambient Indonesia Yang Digunakan


pada Pembakaran

49

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1

Peta Pulau Sulawesi

Gambar 2

Lokasi Proyek LFG

Gambar 3

Komposisi Sampah untuk Negara-Negara dengan


Tingkat Pendapatan Rendah, Menengah dan Tinggi

20

Gambar 4

Rencana Bisnis Opsi #1

41

Gambar 5

Rencana Bisnis Opsi #2

41

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

DAFTAR SINGKATAN

CDM

Clean Development Mechanism

COP

Conference of the Parties

DKI Jakarta

Daerah Khusus Ibukota Jakarta / Special Capital of


Jakarta

DNA

Designated National Authority

DOC

Degradable Organic Carbon

DOCf

Degradable Organic Carbon Dissimilated

EHS

Environmental, Health & Safety

ER

Emissions Reduction

IPCC

Intergovernmental Panel on Climate Change

IRR

Internal Rate of Return

LFG

Landfill Gas

LFGTE

Landfill Gas to Energy

MSW

Municipal Solid Waste

O&M

Operation and Maintenance

PIN

Project Idea Note

PDD

Project Design Document

PLN

Perusahaan Listrik Negara/ Indonesian State Electricity


Company

ROI

Radius of Influence

SNI

Standard National Indonesia

STP

Standard Temperature Pressure

SWM

Solid Waste Management

TPA

Tempat Pembuangan Sampah Akhir/ Final Waste


Disposal Facility

UNFCC

United Nations Framework Convention on Climate


Change

WACC

Weighted Average Cost of Capital

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

RINGKASAN EKSEKUTIF

Laporan Studi Kelayakan ini menjelaskan mengenai potensi pelaksanaan


proyek pengumpulan, pemantauan dan penggunaan gas lahan TPA (LFG) di
TPA Tamangapa yang terletak di Makassar, Sulawesi Selatan-Indonesia.
Environmental Resources Management (ERM) Indonesia menyiapkan laporan ini
untuk World Bank sesuai dengan Kontrak Lingkup Kerja.
Proyek ini secara umum terdiri dari pembangunan sistem pengumpulan gas
lahan TPA untuk mengurangi emisi metan lewat pembakaran. Pengurangan
kadar metan ini, yang memiliki potensi pemanasan global 21 kali lebih besar
dari karbondioksida (CO2), akan memberikan pendapatan lewat penjualan
Reduksi Emisi bersertifikasi (CER) gas rumah kaca. Penurunan kadar gas
metan, yang terdapat sekitar 50% pada gas lahan TPA, akan dicapai lewat
pembakaran. Studi kelayakan ini akan mencakup analisis sensitivitas harga
yang dibayarkan untuk CER.
Di bawah ini secara ringkas gambaran dan informasi mengenai proyek:

Lahan TPA dibangun pada tahun 1993 dan terletak pada kemiringan
daerah lereng bukit. Lahan TPA ini telaj mengalokasikan sekitar 14,3 Ha
lahan dengan lebar dari sekitar 4-20 m. Sejak dibukanya TPA ini,
diperkirakan sekitar 1.240.000 ton sampah organik telah dibuang ke tempat
ini dengan volume sampah yang saat ini diperkirakan sekitar 1.8000.000
m3. Peningkatan kapasitas dan perpanjangan umur penggunaan ini akan
dicapai lewat penggalian organik dan rehabilitasi sel serta penambahan
lahan seluas 4 Ha.
Studi ini dimaksudkan untuk menentukan bahwa baik secara teknis
maupun finansial layak untuk menangkap dan menghancurkan gas metan
dari lahan TPA itu. Volume tangkapan dan pemusnahan gas metan dari
tempat pembuangan sampah padat kota Makassar, TPA Tamangapa
tergantung kepada efisiensi dan efektivitas desain dan pengelolaan gas
lahan TPA dan lindi. Desain dan Instalasi sel tertutup akan menurunkan
tingkat penyerapan curah hujan dan emisi gas metan, sehingga akan
meningkatkan efisiensi ekstraksi dan pemusnahan gas metan selama masa
10 tahun waktu kredit. Pengurangan emisi dan nilai moneternya akan
meningkat sejalan dengan peningkatan efisiensi pengumpulan dari nilai
minimum sekarang sebesar 30% menjadi maksimum 70%. Pengurangan
emisi selama kurun waktu 10 tahun diperkirakan sama dengan 770.000 ton
gas CO2e atau US $ 5.400.000 (@ $ US 7/ton CO2e). Instalasi progresif pipa
pengumpul LFG horisontal untuk pengumpulan gas pada Sel baru juga
akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan penangkapan dan
pemusnahan gas metan.
Saat ini lahan TPA tersebut tidak memiliki sistem pengumpulan dan
pengontrolan gas lahan TPA yang tersedia dimana gas metan terlepas ke
atmosfir dalam bentuk emisi fugitif.

Studi ini mencakup pengkajian proyek secara finansial untuk menentukan


kelayakan berdasarkan beberapa skenario tertentu. Dari sudut pandang
komersial keputusan untuk melakukan investasi dengan kegiatan CDM harus
ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT
MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

dibuat berdasarkan prinsip bisnis yang normal dilakukan, dimana terdapat


tiga isu pengkajian; yaitu tepat dalam tingkat pengembalian investasi (return
on investment), resiko yang minim dan periode pembayaran kembali yang
tepat. Pengkajian finansial dilakukan untuk pembakaran gas lahan TPA, serta
penggunaan gas lahan TPA untuk Energi (LFGTE), dimana penerimaan
diperoleh dengan adanya CER serta penjualan listrik yang dihasilkan.
Pengkajian finansial menyatakan bahwa proyek pembakaran gas lahan TPA
dapat menghasilkan pendapatan dari CER yang kemudian akan membuat kita
makassar daoat menginvestasikan kembali penerimaan ini ke dalam
Pengelolaan Sampah Padat. Kegiatan pembakaran gas lahan TPA dengan
metode CDM memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Kyoto Protokol
dan Kota Makassar.
Model alternatif yang dievaluasi untuk penggunaan LFGTE, tidak dapat
berkelanjutan secara komersil dan tidak memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh kota Makassar, yaitu untuk menyediakan arus penerimaan
untuk membiayai peningkatan sistem manajemen/pengelolaan sampah
perkotaan. Biaya investasi untuk LFGTE lebih tinggi dibandingkan pendekatan
pembakaran gas LFG yang lebih sederhana. Pengkajian menggunakan tingkat
buy-back PLN saat ini untuk menentukan keberlangsungan finansial proyek
LGFTE. Jelas bahwa tingkat buy-back saat ini untuk kegiatan LFGTE dengan
metode CDM di TPA Tamangapa tidak dapat berlajut/ viable secara komersil.
Kesimpulan analisis ekonomi pembakaran gas lahan Tpa ditujukkan pada
tabel I di bawah ini:

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

ii

Tabel 1

Ringkasan Analisis Ekonomi untuk Proyek Pembakaran Gas Lahan TPA


Ringkasan Investasi-Komponen Pengumpulan
dan Pembakaran

US $

Pengembangan proyek CDM

$250.000

biaya fasilitas pembakaran

$447.300

Lahan Sumur LFG dan penutup sel

$42.000

Total Awal CAPEX

$739.300

Persyaratan CAPEX

$360.000

Total Proyek Persyaratan CAPEX

$1.099.300

10 Tahun Biaya Operasional dan Pemeliharaan

$1.221.940

Penerimaan ER - 10 tahun (@ $US7.00 ton CO2e)

$5.988.296

Total Hutang
Total Saham
Biaya Modal Rata-Rata (Aset)

0.00%
0.00%
0.00%

$250,000
$489,300
$0

IRR

Proyek
Aset

42,43%
34,26%

NPV

tingkat Diskonto
10%
15%
18%
WACC (aset)

$1.080.111
$699.486
$535.577
$2.658.569

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

PENDAHULUAN

Tujuan dari Studi Kelayakan ini adalah untuk melakukan evaluasi potensi
proyek pembakaran gas lahan TPA di kota Makassar, Indonesia sebagai
proyek Clean Development Mechanism di bawah Kyoto Protocol for Climate
Change. Mekanisme ini menyediakan kesempatan komersil bagi kota Makassar
untuk menyadari potensi ekonomis sampah organiknya untuk meningkatkan
kinerja operasional. Kota Makassar bertujuan menggunakan pembiayaan
karbon yang diterima untuk emisi metan yang dipulihkan lewat ekstraksi gas
lahan TPA dan pembakaran pada lahan TPA Tamangapa.
Kota Makassar (dulunya disebut Ujung Pandang) terletak di Pulau Sulwesi
dan merupakan ibukota propinsi Sulawesi Selatan. Populasinya pada tahun
2006 diperkirakan berjumlah 1,3 juta jiwa, yang bertumbuh dari 1 juta jiwa
pada tahun 1993. Kota Makassar, sama seperti kota lainnya di Indonesia,
mengalami ketidakmampuan dalam mengatasi bangkitan dan buangan
sampah. Bangkitan sampah padat perkotaan (Municipal Solid Waste)
diperkirakan sekitar 800 ton/hari (0,70 kg/kapita/hari atau 3.800 m3/hari @
0,23 ton/m3)1 pada tahun 2006, dan diperkirakan sekitar 458 ton/hari atau
48% (1.991 m3/hari) pada tahun 2007.
Kota Makassar bermaksud mengajukan proposal untuk mendapatkan
pendanaan karbon terhadap emisi metan yang dihindari atau dipulihkan
melalui proses ekstraksi dan penyalaan LFG dan pembangkitan energi listrik
LFG untuk keperluan lahan di lokasi TPA Tamangapa. Proyek ini akan
menggunakan teknologi dan pendekatan teknik yang telah digunakan dalam
ekstraksi dan penyalaan LFG, serta akan mempertimbangkan untuk
meningkatkan pemanfaatan gas tersebut sebagai pembangkit listrik untuk
penggunaan lain dalam jangka waktu menengah.
Agar dapat diklasifikasikan sebagai proyek CDM, proyek tersebut harus dapat
mengurangi, menghindari atau memisahkan gas rumah kaca (GHG) yang
mengandung karbon dioksida (CO2), gas Metan (CH4), Nitrogen Oksida (N2O),
dan senyawa lainnya lewat pelaksanaan proyek tersebut. Oleh karena itu,
proyek tersebut akan memberikan kontribusi dalam meminimalisir perubahan
iklim secara global, Bertindak Lokal, namun Berpikir secara Global.
Selama periode proyek CDM, kesuksesan untuk mengurangi atau
menghindari gas rumah kaca akan tetap dipantau. Verifikasi data yang telah
dipantau ini akan mengarah kepada dikeluarkannya kredit Sertifikasi
Pengurangan Emisi GAs (CER). Dibawah mekanisme yang dikeluarkan oleh
UNFCCC kredit ini merupakan komoditas yang dapat diperdagangkan. Nilai
pasar CER saat ini adalah sekitar US$ 7/ton CO2e.

JICA (1996)

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

Untuk proyek yang diusulkan, Project Idea Note dan pengkajian pra-studi
kelayakan telah dilakukan untuk mengestimasi potensi gas lahan TPA dan
reduksi emisi gas rumah kaca, serta Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM).
Dokumen Desain Proyek (PDD) saat ini sedang dikembangkan. Studi
kelayakan untuk proyek CDM yang diusulkan ini dibutuhkan sebagai langkah
dalam memenuhi persyaratan yang mendukung potensi bangkitan gas
potensial lahan TPA, untuk memberikan masukan terhadap PDD dan untuk
membantu kota Makassar dalam implementasi proyek ini.
Tujuan Studi Kelayakan ini adalah:

Menyiapkan laporan kelayakan dan rancangan dasar proyek, perkiraan


level total investasi, dan menyiapkan rancangan keteknikan awal serta
perkiraan biaya untuk proyek ekstraksi dan penyalaan LFG yang diajukan
di Makassar;

Memperkirakan sumberdaya LFG dan menggambarkan analisis


sensitifitas jumlah gas saat ini dan mendatang yang dapat dibangkitkan
dan dipulihkan dari lahan TPA Makassar;

Menyiapkan analisis ekonomi dan keuangan, lingkungan dan


perlindungan sosial yang diperlukan termasuk analisis dampak sosial dan
lingkungan beserta jadwal implementasi proyek pekerjaan dimaksud;

Melaksanakan Konsultasi Masyarakat dan menyiapkan


Pengembangan Masyarakat bagi proyek CDM yang diajukan;

Menyiapkan Analisa Dampak Lingkungan dari proyek yang diajukan.

Menyiapkan rencana dan dokumen penawaran guna persiapan bagi Kota


Makassar menggunakan dananya sendiri;

tujuan

lingkup kerja studi kelayakan ini adalah sebagai berikut:


Tugas A

Menyiapkan ikhtisar (gambaran umum) beserta estmasi


awal bangkitan LFG

Tugas B

Memperbaiki dan memperbaruin estimasi pengurangan


emisi GHG dan gas Tempat Pembuangan Akhir

Tugas C

Mengembangkan desain konseptual untuk berbagai fasilitas


yang dibutuhkan dalam system pembakaran;

Tugas D

Menyiapkan analisis teknis beserta analisis biaya dan


keuangan, langkah-langkah keamanan dan sosial;

Tugas E

Menyelenggarakan konsultasi masyarakat serta membuat


program pengembangan masyarakat; dan

Tugas F

Menyiapkan rencana dan implementasi bisnis untuk proyek


gas lahan TPA.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

GAMBARAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

Peningkatan pengelolaan sampah padat di Kota Makassar merupakan salah


satu tujuan utama proyek pembakaran gas lahan TPA; pembiayaan karbon
dari pengurangan emisi gas metan dari lahan TPA akan membantu kota
Makassar meningkatan pengelolaan sampah padatnya, dan memberikan
keuntungan bagi lingkungan dan masyarakat. Bagian ini akan memberikan
gambaran umum lokasi lahan TPA dan akan mendiskusikan kareateristik
komposisi dan pengelolaan sampah padat, yang memberikan dampak
terhadap produksi gas metan pada lahan TPA.

2.1

LOKASI DAN OPERASI LAHAN TPA


Kota Makassar terdiri dari 11 kecamatan yang mencakup luas daerah 17.577
Ha, yang didesain 25% untuk kawasan pemukiman, 2% kawasan komersil, 2%
industri, 25% lahan persawahan, 14% lahan kering, 8% tambak, 2% lahan
terbuka, dan 4% lahan kosong. Jumlah populasi penduduk pada tahun 2003
diperkirakan sekitar 1,3 juta jiwa yang bertumbuh dari jumlah penduduk 1 juta
jiwa pada tahun 1993. Gambar 1 menunjukkan batas kota Makassar dan lokasi
proyek.
Proyek ini akan berlokasi di daerah TPA Tamangapa Makassar, yang terletak
di Kecamatan Antang, Desa Tamangapa, kira-kira 15 km dari pusat kota
Makassar. TPA ini dibuka pada tahun 1993 dan diharapkan akan tetap menjadi
satu satunya lokasi pembuangan sampah padat perkotaan (Municipal Solid
Waste) hingga tahun 2016.
Lahan TPA dibangun pada tahun 1993 dan terletak pada kemiringan daerah
lereng bukit. Lahan TPA ini telaj mengalokasikan sekitar 14,3 Ha lahan dengan
lebar dari sekitar 4-20 m. Sejak dibukanya TPA ini, diperkirakan sekitar
1.240.000 ton sampah organik telah dibuang ke tempat ini dengan volume
sampah yang saat ini diperkirakan sekitar 1.8000.000 m3. Peningkatan
kapasitas dan perpanjangan umur penggunaan ini akan dicapai lewat
penggalian organik dan rehabilitasi sel serta penambahan lahan seluas 4 Ha
Selama tahun 1996 TPA Tamangapa merupakan fokus studi dan proyek
bantuan Japan International Cooperation Agency (JICA). Pada tahun 1999-2000
proyek gabungan pelaksanaan kegiatan kerjasama Australia-Indonesia
dilaksanakan di TPA tersebut untuk menentukan pengurangan emisi gas
rumah kaca potensial lewat pemulihan gas TPA dan tambang organik.
Kegiatan penambagan komersil skala kecil yang sedang berlangsung di TPA
Tamangapa saat ini tidak akan menjadi bagian dalam proposal ini.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

Proyek ini mengusulkan pembangunan ekstraksi LFG dan sistem pembakaran


serta pembangkit listrik skala kecil untuk tujuan pemulihan dan penghilangan
gas metan. Lahan sumur LFG ini akan dibangun secara progresif dimulai
dengan penyiapan lahan 6,5 Ha yang saat ini telah ditutup. Kedalaman area ini
berkisar dari 15-20 m dan terdiri dari kira-kira 75% sampah yang ditimbun
kurang dari 5 tahun.
Lahan LFG akan diperluas hingga lahan penimbunan yang ada saat ini,
sehingga lahan yang ditutup dan dikhususkan untuk LFG akan tersedia pada
tahun 2007 dan 2008. lahan 4,5 Ha ini memiliki kedalaman yang bervariasi
mulai 15 sampai 20 m serta mengandung sekitar 85% sampah yang ditumbun
kurang dari 2 tahun.
Karena saat ini sedang dilakukan kegiatan penggalian organik di TPA
Tamangapa (yang tidak termasuk dalam proposal ini) sistem ekstraksi LFG
akan disesuaikan dengan struktur sel baru yang telah didesain agar tersedia
areal penimbunan baru. Kegiatan penggalian TPA saat ini dan di masa yang
akan datang terlarang untuk zona yang berisi timbunan sampah lebih dari 10
tahun (materia untuk pembuatan kompos) dan tidak akan melanggar batas
lahan yang telah didesain untuk pembuangan sampah baru dan pengumpulan
LFG.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

Gambar 1

Pulau Sulawesi

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

Gambar 2

Lokasi Proyek TPA TAmangapa

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

2.2

KAREAKTERISTIK SAMPAH DAN MUATAN BUANGAN


Gas diproduksi di lahan TPA ketika bahan bahan organik membusuk dengan
sistem anaerobik (tanpa oksigen). Gas lahan TPA terdiri dari gas metan dan
karbondioksida dengan jumlah muatan yang sama, dengan tingkat konsentrasi
senyawa organik (VOC), polutan udara yang berbahaya (HAP) dan senyawa
lainnya. Bangkitan gas lahan TPA akan sangat bervariasi tergantung pada
jumlah dan komposisi sampah yang dibuang di lahan TPA, dengan bahan
organik dalam jumlah yang besar memberikan kondisi ideal untuk
pembusukan organik yang cepat dan pembentukan gas metan. Bagian ini akan
menjelaskan karakteristik sampah dan jumlah pembuangan khususnya untuk
TPA Tamangapa.
Bangkitan dan Komposisi Sampah Indonesia
Komposisi dan bangkitan sampah padat perkotaan di negara dengan tingkat
pendapatan menengah sangat berbeda dibandingkan negara dengan tingkat
pendapatan tinggi, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2. Pada dasarnya,
negara-negara dalam masa transisi-tingkat pendapatan menengah seperti
Indonesia, memiliki jumlah sampah organik yang cukup tinggi, yang
utamanya terdiri dari sampah yang mudah membusuk, dan memiliki
kandungan kertas yang rendah. Sebaliknya, negara-negara maju memiliki
komposisi sampah yang sangat berbeda.

Gambar 3

Komposisi Sampah untuk Negara-Negara dengan Tingkat Pendapatan


Rendah, Menengah dan Tinggi

Low Income Countries: Current Total Waste =


158,000,000 tonnes per year

Middle Income Countries: Current Total


Waste = 34,000,000 tonnes per year

High Income Countries: Current Total


Waste = 85,000,000 tonnes per year
Other, 12%

Other, 11%

Organic,
41%

Other, 47%

Metal, 3%

Metal, 8%

Glass, 2%

Glass, 7%

Plastic,
11%

Metal, 1%
Glass, 2%

Organic,
58%

Paper, 5%
Plastic, 4%

Organic,
28%

Plastic, 9%

Paper, 15%

Paper, 36%

Sumber: The World Bank (1999) What a Waste

Secara umum, masyarakat ekonomi rendah memiliki bangkitan sampah


organik yang mudah membusuk dengan proporsi lebih tinggi yang
disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk:

Kurangnya lemari pendingin untuk menyimpan makanan

Persiapan untuk membuat makanan jadi dilakukan di masing-masing


rumah tangga, dibandingkan dengan membeli bahan makanan jadi, atau
makanan kemasan, yang mungkin diproduksi dan diproses di luar kota
atau luar negeri.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

Komposisi sampah di Indonesia mengikuti trend masyarakat dengan


pendapatan rendah. Dapat dilihat bahwa, pada beberapa kota yang maju,
seperti Jakarta, memiliki tingkat bangkitan sampah yang lebih rendah dengan
komposisi bahan organik (yang mudah membusuk) lebih rendah
dibandingkan kota-kota lainnya (World Bank 1999). Lihat lampiran X untuk
data bangkitan sampah dan buangan di Indonesia.
Layanan Pengumpulan Sampah Padat Perkotaan di Makassar
Kota makassar membuang sekitar 458 metrik ton/hari sampah di TPA, atau
sekitar 48% dari jumlah bangkitan sampah kota dengan populasi sekitar 1,3
juta jiwa. Berdasarkan prediksi pertumbuhan populasi dan antisipasi
peningkatan layanan pengumpulan, lahan TPA ini memiliki usia untuk
menampung sampah hanya sekitar 7-8 tahun.
Ramalan Bangkitan dan Buangan Sampah Padat Perkotaan
Pertumbuhan jumlah populasi yang konstan dalam kota Makassar telah
mengakibatkan meningkatnya bangkitan sampah padat perkotaan, dan
membuat kota Makassar perlu melakukan investasi secara terus menerus
dalam meningkatkan kapasitas lahan buangan sampah. Prediksi peningkatan
jumlah populasi dan keterkaitan peningkatan kebutuhan layanan
pengumpulan sampah kemudian akan membuat batasan usia menampung
sampah di TPA Tamangapa seperti yang direncanakan, kecuali apabila
terdapat perluasan lahan. Selain itu, layanan pengumpulan sampah dalam
kota yang cukup rendah saat ini tidak dapat diterima oleh pemerintah dan
masyarakat.
Tujuan pemerintah Makassar melaksanakan proyek CDM ini adalah untuk
memperoleh sebanya mungkin penerimaan untuk meningkatkan pengelolaan
sampah padat perkotaan. Peningkatan buangan sampah padat perkotaan akan
membawa keuntungan lain dalam metode CDM karena sampah organik
tambahan ini akan membangkitkan gas metan yang akan dikumpulkan dan
dipulihkan lewat proyek ini sehingga menghasilkan tambahan penerimaan
CER.
Peningkatan jumlah populasi dan layanan pengumpulan dari tahun 2007
sampai 2017 akan berdampak kepada tambahan buangan sampah organik
2,128 juta ton (lihat lampiran untuk data buangan sampah proyek mendetail).
Walaupun dilaporkan terdapat tambahan lahan 5 hektar untuk
memperpanjang usia penggunaan lahan TPA hingga tahun 2017. usia
penggunaan TPA dapat lebih diperpanjang lagi apabila kegiatan penggalian
lahan TPA dilakukan, melepaskan sel lama untuk pembuangan sampah baru.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

SISTEM PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN GAS LAHAN TPA YANG


DIREKOMENDASIKAN

Pada sebuah lahan TPA, terdapat dua cara alami untuk mengeluarkan gas
lahan TPA, yang pertama adalah dengan perpindahan ke bagian sub
permukaan, dan cara lain adalah dengan melalui celah dalam sistem penutup
lahan TPA. Untuk kedua kasus tersebut, gas pada akhirnya akan sampai ke
atmosfir apabila sistem penangkapan dan pemantauan gas tidak tersedia. Sub
bagian di bawah ini menjelaskan sistem pengumpulan gas lahan TPA di
Makassar, dengan pertimbangan kondisi umum TPA di Indonesia yang perlu
mendapatkan perhatian khusus dalam hal stabilitas lahan TPA dan sistem
capping untuk menjamin adanya pengumpulan gas yang efisien.

3.1

STABILITAS LAHAN TPA


Lahan TPA di Indonesia pada dasarnya adalah salah satu dari kedua desain
ini, kumparan sel piramid individu atau secara progresif ditimbun ke dalam
tubir atau cekungan bukit. Kedua metode pembuangan ini memiliki potensi
ketidak stabilan, seperti yang dapat dibuktikan dengan adanya insiden tanah
longsor di TPA selama tiga tahun terakhir di Indonesia: bulan Februari 2005 di
TPA Leuwigajah Bandung, dimana sekitar 2,7 m3 longsoran sampah
menimbun dan menewaskan sekitar 147 orang; dan pada bulan September
2006 di TPA Bantar Gebang Bekasi, dimana salah satu sisi lahan yang
beroperasi longsor, dan menewaskan tiga orang.
Lahan TPA di Makassar telah dibangun di bagian lembah yang miring.
Kemiringan lembah tersebut kira-kira setinggi 15 m. Lahan basah yang luas
terbentang pada kaki kemiringan lembah ini, yang saat ini juga merupakan
bagian dari lahan TPA. Tidak ada perumahan atau properti lainnya yang
dibangun di sekitar kaki lembah ini, namun terjadinya longsor dapat beresiko
kepada ekosistem yang berdampingan dengan lahan basah tersebut, juga
berdampak kepada pengelola TPA dan bahkan komunitas pemulung yang ada
di lokasi TPA saat ini.
Peraturan perundang-undangan di Eropa menyatakan bahwa untuk
membangun TPA yang modern atau melakukan pengkajian terhadap TPA
yang ada, hal-hal berikut ini harus diperhatikan:
penurunan ketebalan sampah harus dapat dijamin kestabilannya dan kestabilan
sturktur lain yang terkait, dan secara khusus harus menghindari terjadinya kondisi
yang licin (Stabilitas); dan apabila menggunakan penghalang buatan, lapisan dasar
geologi harus dijaga tetap stabil, dan mempertimbangkan kondisi morfologis bangunan
untuk mencegah penurunan ketebalan sampah yang dapat menyebabkan kerusakan
terhadap penghalang tersebut (Integritas).

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

Karena lahan TPA merupakan sebuah bangunan/ struktur yang cukup


kompleks, maka hal-hal di bawah ini harus menjadi pertimbangan selama
melakukan pengkajian:
terdapat kemungkinan terjadinya kondisi yang licin pada lahan TPA atau pada lining
system, oleh karena itu harus didesain sedemikian rupa agar keadaan tersebut tidak
terjadi. Untuk tujuan pengkajian resiko hal ini merupakan stabilitas: yang perlu
ditekankan, dan oleh karena itu dilakukan pengawasan terhadap berubahnya bentuk
mineral dan material lapisan geosintetik untuk menjamin tidak terbentuknya pathways
(model jalur) khusus (contohnya zona bukaan dalam clay liner dan kerusakan pada
geomembran). Untuk tujuan penilain resiko, hal ini disebut integritas.
Walaupun peraturan perundang-undangan ini tidak diterapkan di Indonesia,
hal-hal fundamental di atas dapat diabaikan, dan dapat diaplikasikan di
seluruh dunia.
Permasalahan stabilitas pada lahan TPA perkotaan merupakan permasalahan
yang cuku dinamis dan dapat mencakup berbagai faktor, seperti:

Lapisan bawah lahan TPA,

Liner lahan TPA,

Kestabilan material sampah,

Bagaimana sampah tersebut dibuang, ditempatkan dan dipadatkan, serta


tahapannya,

Kedalaman/ketinggian sampah,

Komposisi sampah,

Nilai lindi

Saluran lindi

Penyerapan curah hujan,

Kebakaran yang terjadi pada lahan TPA,

Stabilitas penutup

Di negara-negara yang kurang berkembang konsep desain dan perencanaan


lahan TPA belum mencapai tahap penuh dan oleh karena itu langkah-langkah
yang dilakukan untuk mengikuti hukum dan peraturan yang berlaku di
negara-negara maju, nampaknya bukan merupakan suatu keharusan.
Hal yang lebih sering terjadi adalah, banyak lahan TPA yang beroperasi
menggunakan sistem yang tidak tepat dengan adanya sistem pengumpulan
lindi yang tidak sesuai dengan persyaratan, atau dengan sistem yang terbatas.
Kesemuanya dapat memberikan dampak terhadap mekanisme kegagalan yang
potensial terjadi suatu saat dalam masa operasi lahan TPA tersebut.
Tanpa adanya pengetahuan yang mendetail mengenai kontruksi lokasi ini,
maka orang-orang akan menganggap bahwa permasalahan sampah adalah
permasalahan yang mudah, sehingga, sebagai contoh, tidak diperlukan
langkah-langkah dalam mengontrol lindi.
ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT
MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

10

Untuk melaksanakan pengkajian stabilitas ini, sangat penting untuk memiliki


pengetahuan yang mendetail mengenai kondisi lokasi secara geologi dan
hidrogeologis. Lapisan tanah yang lunak mungkin akan ditemukan, yang
mungkin akan menjadi permasalahan apabila timbunan sampah di atasnya
terlalu berat, dan tekanan air yang tinggi karena kolam lindi yang dibangun
setelah hujan deras. Pada gilirannya ini akan berakibat kepada longsornya
lapisan bawah tanah/sampah, seperti yang terjadi di Bandung.
Selain itu, kemungkinan terjadinya bidang gelincir pada struktur permukaan
ujung lahan TPA juga dapat terjadi. Kejadian yang baru saja terjadi di
Bandung juga terhubung dengan terjadinya kebakaran materi lahan TPA yang
terletak jauh dari ujung permukaan lahan. Hal ini menyebabkan rusaknya
partikel terikat sampah, sehingga menghancurkan efek penguatan yang
dimiliki oleh sampah padat perkotaan apabila dipadatkan.
Kejadian di kota Bandung sendiri menunjukkan bahwa bukan hanya
kestabilan kemiringan lahan yang harus dipertimbangkan. Stabilitas massa
partikel sampah secara keseluruhan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
yang mungkin bukan merupakan faktor teknis, dan pengontrolan permukaan
lahan TPA yang kurang baik dapat memberikan dampak yang buruk bagi
lahan TPA itu sendiri.
Oleh karena itu, sangat penting untuk melihat kestabilan lahan TPA bukan
dari segi dampak yang bisa dialami oleh penduduk, kestabilan kemiringan
(kemiringan sampah dan lapisan tanah bawah), integritas liner (jika ada), dan
lapisan penutupnya saja; namun dampak global secara keseluruhan, termasuk
potensi kelemahan bidang lahan untuk membentuk jarak antara bidang
permukaan lahan TPA. Faktor-faktor seperti kebakaran yang terjadi di lapisan
bawah lahan TPA, penyerapan air permukaan, jebolnya kolam lindi, dsb dapat
memberikan dampak yang lebih global.
Oleh karena itu, insinyur yang melakukan kajian terhadap kestabilan harus
memiliki pengetahuan yang mendetail mengenai kondisi lokasi TPA tersebut.
Juga dibutuhkan model geologi dan hidrologi lahan TPA dan daerah di sekitar
TPA. Apabila penelitian di lokasi perlu dilakukan untuk mendapatkan
informasi ini, maka desain investigasi harus dibuat sedemikian rupa untuk
dapat memperoleh gambaran mengenai properti teknik yang tidak sesuai,
yang akan dbutuhkan dalam analisis mengenai penurunan ketebalan sampah,
dan perhitungan stabilitas, serta analisis stabilitas kemiringan.
Penurunan ketebalan sampah pada lahan TPA sangat bergantung kepada
bagaimana sampah tersebut dipadatkan, ketebalan lapisan sampah, umur
sampah, tingkat degradasi sampah, dan komposisi sampah. Masalah
penurunan ketebalan sampah dapat memberikan dampak terhadap stabilitas
kemiringan lahan TPA dengan menyebabkan terbentuknya bidang yang rawan
dan kemungkinan masuknya air atau lindi yang terakumulasi.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

11

Untuk sampah perkotaan, sangat sulit menentukan parameter yang diperlukan


untuk pengkajian kestabilan kemiringan- misalkan tekanan dan kohesi yang
efektif. Hal ini berkaitan dengan sifat dan karakteristik jenis sampah yang ada.
Ada nilai yang berlaku untuk berbagai jenis sampah, sehingga pengetahuan
mendetail mengenai sampah di lahan TPA merupakan hal yang sangat
penting. Namun, usaha untuk mengumpulkan sampel untuk pengujian
laboratorium harus dilakukan untuk memverifikasi nilai sampah yang berlaku
atau yang diasumsikan.
Dalam melakukan pengkajian kestabilan ini, kesadaran akan kompleksitas
alam dan dinamika lahan TPA merupakan hal yang kritis, dan pengetahuan
yang mendasari ini adalah parameter dan permasalahan geoteknis.
Pembuatan lubang pengeboran pada timbunan sampah yang ada di TPA
merupakan alat untuk memperoleh informasi; namun, pihak kontraktor
HARUS memiliki pengetahuan mengenai konstruksi lahan TPA sehingga
dapat mencegah terjadinya kerusakan lapisan yang ada, dan/atau untuk
mencegah kontaminasi silang. Langkah-langkah kesehatan dan keselamatan
yang tepat juga harus dilakukan, khususnya apabila terdapat gas LFG.
Informasi minimum yang akan dibutuhkan adalah:

Informasi yang berkaitan dengan lapisan tanah bawah lahan TPA

Survey topografi lokasi (asli) sebelum konstruksi

Tipe sampah yang diterima dan penempatannya

Konstruksi dan lokasi liner

Informasi mengenai investigasi yang dilakukan sebelumnya di lokasi


(apabila ada)

Foto lokasi

Ketebalan sampah

Air tanah dan/atau elevasi lindi, di lapisan bawah dan pada sampah

Survey topografi lokasi saat ini

Preperti material (sampah dan lapisan bawah) termasuk bulk density,


moisture content, PSD, D Drained Shear Strength, drained effective stress,

Detail capping

Metode geoteknis yang konvensional dapat diadopsi dalam melakukan


analisis penurunan ketebalan lapisan bawah dan penurunn ketebalan sampah.
Dampak terhadap penurunan ketebalan akan membantu menentukan sistem
pengumpulan gas pada lahan TPA, yang harus bersifat cukup fleksibel dengan
penurunan ketebalan sampah, dan lebih jauh lagi, dengan ekstraksi gas yang
dapat mempercepat terjadinya penurunan ketebalan sampah.
Juga dalam analisis stabilitas, pertimbangan perlu dilakukan terhadap dampak
kepada sirkulasi ulang lindi, dan potensi dampak meningkatnya lindi pada
dasar lahan TPA, dan meningkatnya tekanan air di lapisan bawah dan sampah
itu sendiri.
ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT
MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

12

Sbalilitas kemiringan dan stabilitas global dapat dikaji menggunakan


perangkat lunak komputer yang umum digunakan untuk proyek ini.
Perangkat lunak seperti SLIDE (Roscience), dan SLOPE/W (Geo-Slope
International) dapat digunakan dalam analisis ini, namun, model yang
dihasilkan dan dianalisis harus dilakukan oleh insinyur yang berkualitas dan
berpengalaman.
Di eropa, persyaratan untuk analisis stabilitas lahan TPA (misalkan Arahan
Lahan TPA Inggris) yang membutuhkan pengkajian adalah sebagai berikut:
Pengkajian/Pengkajian Lapisan Bawah (Sub-Grade)

Apakah lapisan dasar lahan TPA memiliki lapisan bawah yang dapat
dimampatkan?

Apakah ada kecenderungan terciptanya rongga pada lapisan bawah


tersebut?

Apakah basal heave pada dasar lahan TPA dapat memberikan dampak
kepada integritas lapisan bawah?

Pengkajian Kemiringan Sampah sebagai sebuah Lapisan Bawah

Apakah penurunan kepadatan sampah (untuk kondisi yang terbatas dan


tidak terbatas) dapat berdampak kepada integritas dan stabilitas landfill
liner?

Apakah dalam kondisi terbatas dan tidak terbatas, terjadinya perpotongan


pada bidang miring lahan TPA bersifat tidak stabil?

Apakah air tanah yang terdapat dalam bidang miring (dalam kondisi
terbatas dan tidak terbatas) dapat berdampak terhadap integritas dan
kestabilan kemiringan?

Stabilitas Kemiringan

Meninjau ulang tipe material dan model geologis lokasi dengan parameter
teknis yang tepat untuk mengembangkan model stabilitas dan faktor
keselamatan. Semua aspek analisis harus memasukkan stabilitas lokal dan
global, gangguan yang bersifat siklus maupun non siklus. Insinyur harus
memiliki pengetahuan mengenai dinamika keseluruhan lokasi untuk
menilai seluruh gangguan permukaan potensial.

Pengkajian sistem Basal Lining

Apakah adanya penurunan ketebalan yang berlebihan pada lapisan


bawah dapat berdampak kepada stabilitas atau integritas landfill liner?

Apakah adanya rongga pada lapisan bawah (untuk kondisi terbatas dan
tidak terbatas) dapat berdampak kepada integritas atau stabilitas landfill
liner?

Apakah basal heave pada dasar lahan TPA dapat berdampak kepada
integritas dan stabilitas pembuatan liner?

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

13

Pengkajian Kemiringan Sistem Lining


Pengkajian penghalang komposit geo-sintesis

Apakah material permukaan yang digunakan dapat memberikan


gangguan dalam kondisi terbatas dan tidak terbatas?

Apakah material yang digunakan dapat memberikan gangguan dalam


kondisi terbatas dan tidak terbatas?

Pengkajian Sampah

Apakah kemiringan sampah sementara di lahan TPA cenderung tidak


stabil?

Apakah sirkulasi ulang lindi cenderung membuat massa sampah tidak


stabil?

Apakah massa sampah pada garis batas sebelum penurunan ketebalan


cenderung tidak stabil?

Bagaimana kondisi penampang tercuram?

Apakah massa sampah pada garis batas setelah penurunan ketebalan


cenderung tidak stabil?

Apakah penurunan lapisan ketebalan massa sampah cenderung


berdampak terhadap efektivitas sistem lindi dan pengumpulan gas lahan
TPA?

Pengkajian Sistem Capping


Pengkajian penghalang komposit geo-sintetik dan mineral

Apakah penutup (cap) cenderung tidak stabil?

Akankah material yang digunakan untuk cap memberikan gangguan


integritas?

Apakah penurunan ketebalan massa sampah akan mengganggu integritas


cap?

Apakah peralatan konstruksi


mengganggu integritasnya?

Apakah tekanan gas dalam sampah akan memberikan dampak terhadap


stabilitas atau integritas cap?

yang

digunakan

untuk

cap

dapat

Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas harus secara kolektif dijawab oleh


insinyur yang memiliki pengetahuan mendetail mengenai sejarah dan
operasional TPA tertentu, sehingga dapat diperoleh pendapat atau argument
atau penghitungan untuk setiap elemen di atas.
Insinyur tersebut juga harus mengetahui bahwa daftar pertanyaan di atas
belum sempurna, dan mereka harus menyelidiki segala kemungkinan
berkaitan dengan sturktur lahan TPA, bukan hanya yang disebutkan di atas.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

14

Proses di setiap TPA dinamis dan dapat mengalami perubahan karena


terjadinya penurunan ketebalan secara terus menerus, meningkatnya sampah,
produksi dan ekstraksi gas TPA, dan berbagai faktor lainnya. Stabilitas lahan
TPA menjadi isu yang sangat penting di berbagai belahan dunia. Memang,
permasalahan yang terjadi pada lahan TPA yang ada di Indonesia dan negaranegara asia tenggara lainnya telah menjadi sorotan akan adanya kebutuhan
stabilitas dan lokasi lahan TPA baru, sementara, peraturan perundangundangan yang berlaku belum bersifat memaksakan para pihak yang
membangun lahan TPA mempertimbangkan analisa-analisa di atas, resiko
terhadap kesehatan manusia, dan potensi ketidakstabilan hidup manusia
harus menjadi hal yang penting dan tidak dapat dikesampingkan begitu saja.
TPA kota Makassar
Stabilitas
Sebagai lanjutan dari kunjungan ke lokasi oleh ERM, yang dilaksanakan pada
tanggal 7 Maret 2007, beberapa permasalahan berikut dicatat dan
dipertimbangkan dalam kaitannya dengan stabilitas dan capping secara
keseluruhan.
Penelusuran lokasi dilaksanakan dan secara khusus, hal-hal di bawah ini
diteliti dan dikaji:

Kebocoran lindi

Tension cracks

Penurunan ketebalan

Keadaaan/kondisi licin (slippage)

Pemuaian ke samping (bulging)

Kebakaran

Laporan kunjungan ke lokasi terpisah dipersiapkan untuk memberikan


gambaran detail mengenai kunjungan ke lokasi, dan dimasukkan dalam
laporan ini sebagai lampiran.
Informasi Historis
Laporan dan gambar di bawah ini dibuat untuk ERM:
Master Plan dan Studi Kelayakan Pengelolaan Air Limbah dan Limbah Padat
untuk kota Ujung Pandang. September 1995. Japan International Cooperation
Agency (JICA)
Laporan dan gambar ini telah menyediakan pemahaman yang sangat berharga
untuk konstruksi yang diusulkan dan praktek pelaksanaan TPA di lapangan.
Namun, laporan ini tidak mewakili petunjuk pelaksanaan baku mengenai
kontruksi dan metodologi operasi lahan TPA tersebut.
(ERM tidak dapat memverifikasi keakuratan laporan ini dan menggunakan
informasi yang terkandung dalam laporan tersebut sebagai bahan referensi)
ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT
MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

15

Foto-foto lokasi juga telah dikaji


Dari kajian informasi ini kondisi topografi lokasi sebelumnya terdiri dari lahan
miring yang terbentang dari utara ke selatan dengan ketinggian kira-kira 12
mete, dengan sudut kemiringan kira-kira 20 derajat (informasi verbal yang
didapatkan).
Tepi lokasi ini merupakan dataran aluvial yang sering digenangi banjir dan
berhubungan dengan rawa Mangara pada musim hujan. Air permukaan
dilaporkan memiliki kedalaman 1,5 m di sebelah timur lokasi pembuangan
sampah.
Tanah liat/lempung lunak dan pasir ditemukan pada dataran aluvial yang
ada.
Sisi kemiringan lembah yang sebelumnya dilaporkan terdiri dari lapisan tanah
liat laterit yang keras dengan ketebalan 3 m, terletak di atas lapisan batuan
(ketebalan 2-4 m), yang disusun oleh lapisan batu pasir dan batu lempung.
Kebocoran Lindi
Kebocoran lindi ditemukan pada beberapa tempat di TPA, di sekitar bagian
yang rendah dan juga pada permukaan lahan TPA yang tinggi. Lindi dapat
ditemukan di sekeliling daerah drainase, khususnya di area
pengomposan/penggalian, dan berhubungan dengan permukaan terbuka di
ujung barat laut lahan TPA. Area lahan basah di sekitar ujung timur laut dan
sebelah selatan saat ini berhubungan langsung dengan sampah dan
kemungkinan besar lindi memasuki sistem air permukaan.
Di daerah selatan terdapat kebocoran lindi yang jelas terlihat pada kemiringan
yang rendah yang berhubungan dengan lahan basah.
Pada permukaan lahan TPA terdapat saluran air permukaan yang terbentuk
secara alami pada bagian atas hingga bagian ujung sebelah timur. Sangat
besar kemungkinan air permukaan dan lindi mengalir lewat saluran ini.
Terdapat banyak rembesan lindi pada bagian miring dari TPA. Gambar yang
tersedia mengindikasikan diperlukannya jalan/pematang di sekitar lahan TPA
yang dapat dibuat di bagian ujung lahan TPA. Tidak terlihat adanya pematang
pada saat kunjungan ke lokasi, namun, tidak berarti bahwa pematang tersebut
tidak ada.
Tidak terdapat As Build Drawing untuk menilai dasar konstruksi lokasi. ERM
hanya diberikan informasi secara verbal bahwa As Build Drawing yang
mengindikasikan adanya landfill liner yang terdapat pada dasar lahan TPA.
Namun, keberadaan liner ini tetap menjadi tanda tanya karena ERM juga
diberikan informasi secara verbal bahwa sebenarnya tidak pernah dibangun
liner karena alasan keterbatasan dana.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

16

Dengan adanya kumpulan air yang cukup banyak di daerah tersebut, dapat
dikatakan bahwa bagian dasar lahan TPA dipenuhi oleh air dan lindi, sehingga
menyebabkan kebocoran lindi pada permukaan pada tingkat yang lebih tinggi
dari air di sekitarnya.
Tidak terdapat saluran yang mengumpulkan dan mengarahkan/mengalirkan
ke kolam pengontrol lindi.
Tension Cracks
Selama survey di lokasi diadakan inspeksi di bagian puncak lahan TPA. Tidak
ada tanda-tanda tension cracks pada bagian puncak kemiringan lahan ini.
Penurunan Ketebalan Timbunan Sampah (Settlement)
Penurunan ketebalan timbunan sampah selalu terjadi di tiap TPA, bahkan
pada lokasi yang dioperasikan dengan modern. Proses pemadatan dan
degradasi sampah menurunkan ketebalan timbunan sampah, dan hal ini tidak
dapat dihindari.
Terdapat sedikit tanda-tanda penurunan ketebalan pada lahan TPA yang
memiliki lubang untuk pengeboran, namun ini hanyalah sebatas contoh lokal.
Tidak terdapat tanda-tanda yang signifikan terjadinya penurunan ketebalan
(settlement).
Namun, ERM memiliki duplikat foto yang diambil pada tahun 2004 yang
mengindikasikan bahwa di lokasi TPA terdapat struktur jalan yang digunakan
untuk mengantar sampah ke lokasi TPA. Kami telah mendapatkan informasi
verbal bahwa struktur/bangunan ini saat ini terkubur oleh sampah, dan tidak
ada usaha yang dilakukan untuk menghancurkan bangunan tersebut.
Walaupun tidak terdapat tanda terjadinya penurunan kepadatan, namun
potensi untuk terjadinya penurunan ketebalan di daerah ini cukup tinggi.
Selama kunjungan ke lokasi tidak ada bukti terjadinya pemadatan dalam
penempatan sampah. Namun, kami memahami bahwa sampah dibuang dan
ditempatkan oleh ekskavator dan buldozer. Mungkin dapat terjadi pemdatan,
namun hal ini juga mungkin tidak tepat.
Laporan JICA merekomendasikan metode yang dapat digunakan dalam
penempatan sampah untuk lokasi ini. ERM belum dapat menyimpulkan dalam
tahap ini apakah metodologi tersebut sudah dilaksanakan atau belum, namun,
metodologi yang digunakan dalam laporan dianggap tepat untuk digunakan
pada lokasi ini, walaupun belum dapat dibuktikan dari segi konstruksinya.
Penurunan Ketebalan (Settlement)
Penurunan ketebalan (settlement) diharapkan dapat terjadi, khususnya denan
mempertimbangkan umum TPA dan kurangnya pemadatan secara tepat.
Apabila penurunan ketebalan tidak terjadi secara merata, akan terdapat bagian
yang tidak seimbang secara vertikal, dan dapat menyebabkan terjadinya
tension cracks, dan akan memberikan dampak terhadap kestabilan lahan TPA.
ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT
MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

17

Selama kunjungan ke lokasi tidak terdapat tanda terjadinya penurunan


ketebalan yang tidak merata. Namun, berdasarkan laporan verbal mengenai
jalan akses yang belum dihancurkan, yang terletak di lokasi TPA, maka
penurunan ketebalan sampah yang tidak merata dapat terjadi di masa
mendatang. Posisi jalan akses dan jaraknya ke permukaan lahan TPA tidak
diketahui, namun hal dapat menyebabkan adanya bagian yang rawan.
Tanah dataran alluvial lunak pada dasar lahan TPA akan mengendap karena
beratnya timbunan sampah pada permukaan lahan TPA (dengan ketebalan
hingga 15 m). dengan kondisi tersebut, diharapkan penurunan ketebalan pada
lapisan tanah bawah berlangsung kurang dari 20 tahun. Selain itu, terdapat
potensi terjadinya penurunan ketebalan secara tidak merata pada bagian lahan
yang mencakup perubahan batuan lapisan tanah bawah dari slide slopes ke
valley soils (tanah liat alluvial).
Insinyur yang akan mengembangkan lokasi ini sebagai tempat pengumpulan
LFG harus memperhatikan kestabilan lokasi, dan potensi settlements, dan
bagaimana hal ini dapat memberikan dampak kepada sistem pengumpulan
gas dan sistem cover/cap.
Kondisi licin (Slippage)
Laporan JICA menyarankan bahwa slide slope sebaiknya berada dalam
perbandingan 1:3 (vertikal:horizontal) atau sekitar 18,5 derajat. Selama
kunjungan ke lokasi, sudut slide slope bervariasi antara terlalu vertikal (dalam
jumlah sdikit) hingga pada umumnya 30-40 derajat, sedikit lebih curam dari
yang direkomendasikan dalam laporan JICA.
Berdasarkan operator lapangan selama masa operasi lokasi TPA, tidak
terdapat kondisi licin pada bidang yang miring. Berdasarkan isnpeksi yang
dilakukan juga tidak terdapat kondisi licin yang signifikan. Kondisi yang licin
pada permukaan terjadi pada bagian yang curam, namun keadaan ini tidak
signifikan dan merupakan akibat dari longsornya material sampah pada
bagian yang agak miring. Namun, pada beberapa tempat, kegiatan para
pemulung memainkan peranan untuk bagian kemiringan yang vertikal.
Berdasarkan laporan JICA, hanya dilakukan sedikit bahkan tidak ada
persiapan untuk slide slope sebelum dilakukan tipping terhadap sampah. Oleh
karena itu, kemungkinan sampah akan mengalami kontak langsung dengan
penampang slide slope, dibandingkan apabila dikumpulkan. Apabila
penempatan sampah dilakukan menurut metode yang direkomendasikan
JICA, maka peluang terjadinya slippage sebagai akibat dari penempatan
sampah tesebut akan dapat diminimalisir. Namun ERM tidak yakin bahwa
metode ini telah dilakukan dan hanya sedikit bukti untuk memverifikasi
pelaksanaan metode tersebut. Oleh karena itu, untuk semua kemungkinan
sampah yang berbatasan dengan penampang miring secara potensial tanpa
adanya liner. Oleh karena itu, akan terjadi kemungkinan terdapatnya
daerah/zona yang lemah pada sampah/daerah yang miring. Saluran drainase
yang kurang memadai akan membuat permukaan ini menjadi lebih licin.
ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT
MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

18

Namun, dengan mempertimbangkan volume sampah yang tertimbun di


depan slope, kemungkinannya sangat kecil bahwa akan terjadi pergeseran,
kecuali apabila ada mekanisme kerja ganda dalam struktur lahan TPA yang
dapat mengakibatkan gangguan yang berbahaya.
Pemuaian ke Samping (bulging)
Tidak ditemukan adanya tanda-tanda jelas yang mengindikasikan terjadinya
bulging yang dapat menyebabkan ketidakstabilan. Tidak ada laporan verbal
(dari operator lapangan) mengenai bulging selama masa operasi lahan TPA ini.
Kebakaran
Operator lapangan mengindikasikan bahwa pada beberapa bagian kecil di
permukaan terdapat api/terjadi kebakaran, namun kejadian ini selalu dapat
teratasi dan menurut laporan verbal dari operator lapangan, tidak pernah
terjadi kebakaran besar di lahan TPA.
Namun demikian, catatan historis yang didapatkan oleh ERM memberikan
gambaran bahwa kebakaran dapat dan sedang terjadi, khususnya pada masa
operasi TPA di musim kemarau.
Dilaporkan bahwa usaha untuk mengatasi kejadian kebakaran tersebut tidak
berjalan dengan sukses, dan kebakaran terus terjadi. Namun, selama musim
penghujan pada bulan September akhir ke Oktober, masalah kebakaran dapat
teratasi dengan adanya curah hujan yang meresap ke bagian bawah lapisan
lahan TPA.
Satu kasus kebakaran dilaporkan terjadi pada lokasi di bagian ujung selatan,
walaupun tanggal terjadinya kebakaran tersebut kurang jelas. Kebakaran
dapat dipadamkan dan setelah itu dilakukan penggalian. Hasil penggalian
tersebut terdapat di bagian ujung dan kira-kira mengalami kedalaman 2-5 m.
kemungkinan cekungan/lubang ini akan diisi di waktu selanjutnya.
Kebakaran yang telah dicatat, dan yang tidak tercatat dapat menjadi potensi
adanya daerah yang rawan untuk struktur sampah TPA. Material sampah
dapat melebur menjadi satu, atau dibakar sehingga menghasilkan leburan atau
bakaran sampah yang menyatu dengan sampah lainnya. Permukaan ini
kemudian dapat menjadi zona yang rawan arena terjadinya penurunan
gesekan antar partikel, dan saling keterkaitan partikel sampah.
Tanpa catatan detail, akan sangat susah untuk memahami lokasi terjadinya
lokasi kebakaran ini, dan karakteristik zona yang rawan yang disebabkan oleh
kebakaran ini, namun, insinyur yang menangani TPA harus
mempertimbangkan keberadaan zona rawan ini (merujuk ke kejadian longsor
di Bandung) dalam mendesain sistem pengumpulan gas atau capping.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

19

Permasalahan lain:
Kapasitas daya tahan alluvial di lembah yang lebih rendah, tanah liat, harus
diperhatikan dan dijadikan pertimbangan dalam semua analisis. Laporan JICA
mengindikasikan nilai N tanah ini rendah, N=2-4, yang menandakan bahwa
kapasitas daya tahan jenis tanah ini rendah. Gangguan/permasalahan karena
rendahnya daya tahan tanah mungkin akan terjadi. Pengkajian terkait
kapasitas daya tahan tanah lembah juga harus dipertimbangkan.
Aktivitas permukaan LFG
Inspeksi visual pada lokasi lahan TPA selama studi kelayakan ini mengungkap
bahwa ada beberapa lokasi yang mengeluarkan LFG melalui capping
permukaan (foto 1 dan 2) sebagai bukti adanya bangkitan gas LFG di lahan
TPA serta inefektivitas capping yang dilaksanakan saat ini.

Foto 1 Emisi Permukaan Gas LFG

Gambar 3.1

Foto 2 Emisi Permukaan Gas LFG

Inspeksi Lokasi Studi

Kesimpulan:
Dalam hal stabilitas pada saat kunjungan ke lokasi, dari pengkajian secara
visual, tidak nampak adanya tanda-tanda di sekitar lahan TPA yang
mengindikasikan adanya potensi ketidakstabilan.
Namun demikian, dengan mempertimbangkan curamnya timbunan sampah
pada lokasi TPA, kemungkinan terjadi penurunan ketebalan yang tidak merata
karena perbedaan ketahanan lapisan bawah tanah serta jalan akses yang telah
terkubur di bawah lokasi TPA, dan kemungkinan adanya zona rawan karena
kebakaran yang terjadi di dalam timbunan sampah, disarankan untuk
melaksanakan analisis kestabilan terhadap lahan TPA yang harus dilakukan
ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT
MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

20

oleh para insinyur yang berpengalaman. Setiap analisis yang dilakukan harus
mempertimbangkan kemungkinan bahwa semua permasalahan tersebut
terkait satu sama lain.
Secara khusus, harus diperhatikan kemungkinan keberadaan zona rawan di
sepanjang daerah dimana terjadinya penurunan ketebalan timbunan (daerah
yang dulunya adalah jalan akses, dan dimana bagian tutupan sampah berubah
dari sisi lembah menjadi dasar lembah), bagian yang sangat curam, daerah
tempat kebakaran pernah terjadi, dan kemungkinan adanya lapisan yang
jenuh karena tingginya tingkat air tanah dan lindi.
Kestabilan kapasitas daya tahan tanah lembah yang lunak (tanah liat lunak,
pasir dan tanah liat untuk padi) juga harus ditinjau kembali.
Apabila nilai lindi meningkat di dalam sampah, akan lebih banyak terjadi
penyebaran lindi yang tidak terkontrol dan lebih jauh dapat mengakibatkan
pencemaran air, dan dampak yang lebih buruk dapat terjadi. Longsornya
permukaan yang miring juga dapat terjadi karena nilai lindi yang tinggi
sebagai penyebab utama.
Kemungkinan terjadinya kejenuhan lapisan bawah belum terbukti, namun hal
ini dapat memberikan dampak terhadap stabilitas sel secara keseluruhan.
Seorang insinyur dengan kualifikasi yang sesuai sebaiknya melaksanakan
analisis kestabilan dengan menggunakan perangkat lunak geoteknik yang
tepat untuk menganalisis pore water pressure pada dasar sel untuk
menggambarkan nilai lindi potensial yang tinggi. Pertimbangan yang sama
juga harus diberikan kepada investigasi lokasi yang dilakukan untuk
menentukan kekuatan lapisan tanah bawah, dan untuk menetapkan nilai lindi
pada dasar lahan TPA.
Pertimbangan juga dilakukan untuk meningkatkan sistem pengumpulan lindi,
bukan hanya untuk mencegah terjadinya penyebaran lindi, juga untuk
melindungi lingkungan sekitar.
Analisis awal dapat dibuat berdasarkan informasi yang terkandung dalam
laporan yang dibuat oleh JICA, namun demikian setiap perusahaan teknis
akan memiliki informasi mereka sendiri mengenai apakah informasi yang
berasal dari sumber lain dan tidak dapat diverifikasi tersebut dapat
dipertanggungjawabkan dan digunakan.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

21

3.2

CAPPING LAHAN TPA SISTEM PENGELOLAAN LINDI


ERM memahami bahwa rencana pengembangan sistem pengumpulan gas ini
termasuk penyediaan sebuah tutup (cap) semi-impermeabel untuk
memungkinkan terjadinya penyerapan kelembapan.
Diperkenalkannya aturan baru di seluruh dunia yang menyatakan bahwa
lahan TPA harus dilapisi/ditutup dengan membran yang sesuai untuk
mencegah lepasnya gas LFG ke udara.
Saat ini, lahan TPA merupakan salah satu kontributor produksi gas metan
utama dan permasalahan Gas Rumah Kaca di seluruh dunia. Melakukan
pelapisan (capping) dengan lapisan semi permeabel, misalnya dengan tanah,
dan bukan lapisan impermeabel yang akan mencegah terlepasnya gas LFG,
namun, akan membuat gas tersebut masuk ke dalam sampah, meningkatkan
degradasi dan produksi gas LFG, serta memperpendek periode penurunan
ketebalan (settlement).
Harus dilakukan pertimbangan terhadap penyediaan permeabel cap, misalnya
bahwa emisi LFG ke udara dapat dihindari dan gas LFG dapat dikontrol serta
dikumpulkan secara tepat dengan lapisan pengumpul gas yang terdapat pada
cap yang layak ditinjau dari faktor teknis.
Saat ini, lokasi TPA tersebut telah ditutup pada bagian selatan, walaupun,
penutupan ini hanya merupakan penutup tanah setebal 40 cm.

Cap Lahan TPA yang ada

Penutup ini sangat jelek dan tidak akan mencegah terlepasnya gas LFG ke
atmosfer. Pembengkakan dan pengeringan akan menyebabkan terjadinya
retakan di tanah dan aan melepaskan gas LFG.
Tidak ada bau busuk pada bagian sebelah selatan lahan TPA, yang berarti
bahwa produksi gas LFG telah mengalami penurunan dan perlambatan, atau
juga berarti bahwa gas LFG terlepas dengan cepat ke udara melalui cap yang
ada dan tersebar karena adanya angin.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

22

Daerah yang cukup curam akan sangat sulit untuk ditutupi hanya dengan
tanah saja, karena dapat terjadi erosi dan slippage secara teratur dan akan
melongsorkan semua penutup yang ada, kecuali apabila vegetasi alam baru
terbentuk kembali.

Untuk penyediaan penutup impermeabel permanen, bentuk tanah agak sedikit


tidak menguntungkan karena adanya bagian yang sangat curam. Mungkin
akan dibutuhkan sebuah elemen untuk membuat penampang yang baru,
namun diperlukan saran dari perusahaan teknik yang berpengalaman atau
pabrik pembuatan membran untuk menentukan persyaratan penampang sisi
yang curam tersebut, dan bagaimana memenuhi persyaratan tersebut.
Sebuah penutup/cap yang impermeabel permanen akan memberikan
pengontrollan yang lebih dalam hal pengumpulan gas, namun beberapa hal di
bawah ini perlu dipertimbangkan:

Cap yang impermeabel akan menyebabkan peningkatan waktu degradasi


dan diharapkandapat memperpanjang waktu penurunan ketebalan
sampah.

Elemen untuk membuat penampang baru diperlukan untuk menjamin


kestabilan cap

Desain drainase perlu dipertimbangkan secara cermat dan teliti dengan


memperhatikan pendekat lahan basah

Biaya. Sebuah cap yang didesain secara tepat, dan fasilitas terkait, untuk
ukuran lahan sebesar ini memerlukan biaya yang cukup tinggi.

Sebuah cap tipikal yang modern untuk TPA limbah padat perkotaan terdiri
dari beberapa elemen berikut ini:

Tanah atas: bervariasi dengan ketebalan 30-40 cm

Lapisan drainase: material butiran dengan ketebalan 30-50 cm

Tanah liat padat: kira-kira setebal 50 cm-100 cm (k<1x10-9m/s)

Lapisan pengumpul gas: butiran atau sintetis

Levelling layer (lapisan tiap tingkatan): lapisan pasir untuk memuluskan


penampang sampah

Sampah.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

23

Ketebalan dan jenis material yang digunakan bervariasi tergantung


ketersediaan, pengkajian mendetail yang lebih jauh, dan biaya. Berbagai
produk sintesis tambahan tersedia untuk menggantikan dan/atau
memperbaiki performa material alami yang digunakan sebagai membran
impermeabel, lapisan drainase dan pengumpul, serta lapisan pemisah.
Penampang melintang tipikal untuk cap yang layak secara teknis dijabarkan di
bawah ini:
Catat bahwa ketebalan yang digambarkan murni teoretis dan dapat berbeda
berdasarkan persyaratan khusus tertentu, data curah hujan, tingkat produksi
gas, dsb.
Tanah atas, 150250mm
Tanah bawah, 450750
Lapisan drainase butiran geonet OR
dengan pemisah geotekstil di kedua
sisi
Geomembran LLDPE atau HDPE.

Lapisan tanah yang dipadatkan 600800mm

Lapisan pengumpul gas butiran atau


geonet ekuivalen. 300-450mm
Blinding layer, 100mm
Sampah

Praktek capping di Makassar nampaknya murni menggunakan penutup tanah


biasa. Tidak terdapat praktek teknis dalam pelaksanaan capping tersebut
(walaupun kami tidak diberikan informasi mengenai hal tersebut). Meskipun
metode ini bukan merupakan metode terbaik untuk melakukan capping
terhadap lahan TPA, tidak ada peraturan yang jelas di Indonesia kaitannya
dengan capping sampah perkotaan (walaupun ada peraturan yang mengatur
tentang sampah yang berbahaya). Cap semi-permeabel akan menyerap dan
meningkatkan produksi gas LFG, namun di saat yang sama juga akan melepas
gas LFG ke atmosfir sehingga tidak akan mampu mengumpulkan seluruh gas
LFG yang tersedia.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

24

Dari pengamatan di lokasi tampaknya sangat sedikit atau tidak ada kegiatan
pemeliharaan terhadap areal yang telah ditutup sehingga lepasnya gas LFG ke
udara tidak dapat dielakkan.
Oleh karena itu, pihak pengembang harus mempertimbangakn metode yang
paling efektif untuk mengumpulkan gas LFG untuk mencapai hasil gas LFG
yang dibutuhkan untuk mengoperasikan sistem pengumpulan ini secara
efekti, menguntungkan, dan juga untuk menghindari lepasnya gas LFG ke
udara.

3.3

SISTEM PENGUMPULAN GAS LAHAN TPA


Lahan TPA di daerah yang beriklim tropis memiliki nilai lindi yang tinggi
yang mengurangi ekstraksi LFG apabila menggunakan sistem sumur
pengumpulan tradisional yang bersifat vertikal. Dengan kondisi saat ini, studi
kelayakan ini melakukan evaluasi sistem tradisional sumur pengumpulan
vertikal dan sistem sumur horizontal.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sistem pengumpulan kolektif aktif
terdiri dari blower mekanik atau kompressor yang tergabung dalam sistem
ekstraksi sumur gas atau parit pengumpul. Gradien tekanan dibuat dalam
sumur atau parit, dan kemudian memaksa keluarnya gas dari lahan TPA.
Kemudian gas tersebut dialirkan lewat pipa ke unit pembakaran atau sistem
pengelolaan lainnya.
Efekt ivitas sistem pengumpulan LFG aktif sangat bergantung kepada desain
da operasional sistem tersebut, dan kepada kemampuan bangkitangas metan
sampah TPA. Sebuah sistem pengumpulan yang efektif harus didesain dan
dikonfigurasikan sedemikian rupa untuk:

Mengakomodasi tingkat bangkitan maksimum gas LFG;

Secara efektif mengumpulkan gas LFG dari seluruh area TPA; dan

Memonitor dan menyesuaikan operasional sumur dan parit esktraksi


individual

Intrusi udara merupakan pertimbangan utama dalam mendesain sistem


pengumpulan gas LFG aktif. Intrusi udara dapat merembes secara alami lewat
penutup lahan TPA dan ke dalam sampah.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

25

Sistem pengumpulan kolektif memiliki empat komponen utama:

Sumur ekstraksi gas (atau parit horizontal), termasuk pipa pengumpulan


gas. Fungsi pipa pengumpul ini adalah untuk mengumpulkan gas dari
setiap sumur dan mengantarkannya ke sistem pembakaran. Sistem ini
sebaiknya dibangun menggunakan sistem loop, sistem header atau sistem
tunggal dengan pengaturan tertentu. Pipa pengumpul gas sebaiknya
dibuat dari PVC dengan diameter 100 mm. Pipa tersebut harus di
tempatkan pada permukaan tanah, untuk memudahkan pemeriksaan
apabila terjadi kebocoran. Tiap simpul antara pipa dan sumur harus
dilengkapi dengan penghubung untuk secara terus menerus memonior
kualitas, kuantitasm suhu dan tekanan gas. Sistem perpipaan harus
ditempatkan di bagian luar sel pengumpul gas. Pipa pengumpul harus
diegkapi dengan titik kondensasi sebelum dihubungkan dengan sistem
pembakaran, untuk memudahkan pembuangan cairan dari dalam pipa.

Peralatan pemindah gas;

Unit penanggulangan gas lahan TPA

Unit pembuangan terkondensasi

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

26

3.4

PRODUKSI METHANE
Pendahuluan
Gas lahan TPA dibangkitkan dengan dekomposisi anaerobik sampah padat
yang ada di lahan TPA. Pada dasarnya gas terbentuk terdiri atas gas metan
dan gas karbondioksida. Tingkat bangkitan gas pada umumnya merupakan
fungsi jenis sampah yang dibuang, elemen kelembaban, umur sampah dan
kondisi iklim lokal. Tabel 1 dari IPCC NGGP 2006 memberikan beberapa
petunjuk dan nilai untuk jenis sampah dan iklim yang berbeda.

Tabel 2

IPCC 2006 Nilai Waktu Paruh yang direkomendaskan

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

27

Tingkat bangkitan gas secara umum dapat dijabarkan dengan persamaan


decay (kerusakan) urutan pertama seperti yang dijelaskan di bawah ini.
Pemodelan dan Pengkajian Gas Lahan TPA
Pengkajian bangkitan gas metan awal telah didesain untuk sel tertutup, sel 1
dan 2 menggunakan model persamaan kerusakan (decay) urutan pertama.
QT,x = kRxLoe-k(T-x)
Peramalan ini dihitung berdasarkan potensi bangkitan gas metan setiap tahun
selama proyek CDM yang diusulkan, yaitu selama 21 tahun.
Dimana :
QT, x

Jumlah metan yang dihasilkan dalam tahun berjalan (T) menurut


sampah Rx

konstanta bangkitan metan rata-rata (1/yr)

Rx

jumlah sampah yang dibuang pada tahun x

tahun berjalan

tahun sampah diambil

Parameter keseluruhan yang digunakan dalam peramalan ini tersedia dalam


tabel 2.
Turunan perhitungan batasan individu untuk DOC, Docf, k dan Lo tersedia
dalam Tabel 3- tabel 5.

Tabel 3

Parameter Bangkitan Gas Metan


Parameter Pemodelan

Nilai
0,222

Karbon organik yang dapat terurai [pemisahan (Gg


C/Gg MSW)] (Error! Not a valid result for table.)

DOCf

0,77

IPCC (2006) pemisahan karbon organik pada 0,50


sementara pengkajian menggunakan IPPC (1996)
yang dianggap lebih tepat untuk lingkungan lahan
TPA Indonesia

0,178

konstanta peluruhan untuk bangkitan metan()

0,136

Potensi bangkitan metan dari sampah (m3 CH4 / kg


sampah organik) (

DOC

Lo

)
0.8

IPCC (2006) yang digunakan untuk TPA yang belum


diolah

Faktor oksidasi lahan TPA

10%

IPCC (2006)

persentasi tangkapan metan

50%

efisiensi pembakaran

95%

MCF = Faktor Koreksi Metan

Berdasarkan instalasi penyalaan terpadu dan


pemantauan penuh menurut UNFCC Annex-13
Metodologis alat untuk menentukan emisi proyek

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

28

Parameter Pemodelan

Nilai
dari gas pembakaran yang mengandung metan

efisiensi pembangkit tenaga listrik

90%

konsentrasi metan untuk lahan TPA

50%

Metan

m3

to kg @ S.T.P.

0,0007168

( 0 derajat celsius 1,013 bar)


CO2 equivalent dari etan

Tabel 4

IPCC (2006)

21

Ton CH4 / m3 CH4


Nilai pemanasan global

Karbon Organik Sampah Padat Perkotaan yang dapat terurai (DOC)


DOC (Komponen
DOC dalam % of organik yang dapat
sampah organik
terurai) kg per kg
sampah basah organik
basah segar1
segar

Komponen

% Komposisi
(Makassar)

% Komposisi
total bahan
organik

Kayu

5,7%

6,6%

0,30

0,020

10,7%

12,4%

0,40

0,050

Organik (Makanan)

59,0%

68,2%

0,16

0,109

Rumput, Daun, palem,


Kelapa, Bambu, Rotan2

7,0%

8,1%

0,30

0,024

Tekstil

4,1%

4,7%

0,40

0,019

Kayu

5,7%

6,6%

0,30

0,020

Total Organik (kg)

86,4%

100%

Total DOC (kg)

0,222

1 IPCC 2006 Bab 5 Tabel 2.4

Tabel 5

2 % estimasi makanan

Tingkat Konstanta Bangkitan Metan (k)

Tahun (T) 1

Nilai k
(Ln2/T1/2) 2

Siap terurai(3)

0,301

34,1%

0,103

Dapat terurai

0,151

42,2%

0,064

Dapat terurai dengan mudah


- Paper & Tekstil

10

0,060

17,1%

0,010

Dapat terurai dengan


mudah-kayu

20

0,030

6,6%

0,002

Jenis Sampah

% jumlah
Nilai k rata-rata
organik

Konstanta bangkitan gas metan proyek (k) =


1

0,178

IPCC (2006) 2 IPCC (2000) 3 50% organik (sampah makanan dan taman) diklasifikasikan sebagai
dapat terurai

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

29

Tabel 6

Potensi Bangkitan Metan - Lo


Jumlah karbon yang tersedia untuk membentuk dapat dihitung dari persamaan
berikut, dimana Coe = DOCf dan Co
Coe/Co = 0.014T + 0.28
Dimana Coe adalah jumlah karbon yng tersedia untuk pembentukan biogas, Co
adalah jumlah karbon dan T adalah suhu (Bingemer dan Crutzen, 1987; hal 2181).
Pada suhu 35derajat celcius adalah zona anaerobik lahan TPA

Coe/Co = 0.014 x 35 x 0.28 = 0.77 (DOCf)


yaitu, 0,77 persen karbon tersedia untuk pembentukan biogas. Karena Co sama
dengan 0,222, maka:

Coe = 0,77 x 0,222 = 0,171


Tiap jumlah total karbon per kilogram sampah, 0,71 karbon tersedia dari biogas.
Dengan asumsi bahwa semua karbon dapt diubah menjadi metan, dan bahwa berat
molekul metan adalah 16 terdiri dari 12 unit karbon dan 4 unit oksigen, maka setiap
kilo sampah:
jumlah metan = 16 / 12 x 0,171 = 0,228 kg CH4 / kg sampah
Metan m3 to kg @ S.T.P. ( 0 derajat celcius 1.013 bar) 0,7168 ton CH4 / m3

Lo = 0,163 m3 x 0,8 = 0,136 CH4 / kg sampah

Peramalan Pengumpulan Gas Lahan TPA dan Efisiensi Peluruhan


Gas metan merupakan gas rumah kaca yang berbahaya dan oleh karena itu
efisiensi dalam pengumpulan dan peluruhan gas tersebut merupakan elemen
kunci CDM dan Kyoto Protokol. Elemen organik dan kombinasi dengan suhu
yang tinggi serta kelembaban memberikan kondisi ideal untuk dekomposisi
anaerobik yang berlangsung lebih ceoat. Kemampuan menangkap dan
menghancurkan elemen gas metan dalam gas lahan TPA merupakan alasan
dasar untuk proyek CDM TPA ini. Selain tanggung jawab global,
memaksimalkan penangkapan dan penghancuran gas metan memberikan
kemampuan bagi pemerintah kota Makassar untuk meningkatkan
pembiayaan dalam pengelolaan sampah perkotaan.
Efisiensi dalam sistem pengumpulan gas lahan TPA dalam memaksimalkan
pemulihan gas lahan TPA dapat berkaitan dengan metode pembukaan dan
praktek pengelolaan. Lahan TPA dengan penurunan fluks gas, desain yang
baik dan sistem perbaikan yang lebih tinggi dan penutup permukaan yang
kurang permeabel akan memiliki efisiensi perbaikan yang lebih tinggi dari
penutup yang sangat minim dan sistem perbaikan yang dilaksanakan secara
serampangan.
Berdasarkan pertimbangan ini, tiga skenario berikut (tabel 2.1, tabel 2.2 dan
tabel 2.3) menggambarkan pengurangan potensi gas rumah kaca berdasarkan
kemampuan untuk secara efisien dan efektif mengumpulkan gas lahan TPA
dari TPA di Indonesia. Skenario ini mengkaji efektivitas proyek yang
diusulkan dengan memaksimalkan penghancuran gas metan berdasarkan
ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT
MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

30

efisiensi pemulihan gas TPA yang berbeda, 30% (yang dikelola secara buruk),
50% (dikelola secara biasa), dan 70% (dikelola dengan baik). Pemulihan dan
efektivitas proyek selama lebih dari 10 tahun (periode perjanjian pembelian
ER maksimum saat ini) adalah:

30% efisiensi

643,718 ton CO2e dihancurkan ()

50% efisiensi

1,029,812

ton

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

CO2e

dihancurkan

WB
16 OGOS, 2007

31

) IPCC (2006)

70% efisien

1.415.906 ton CO2e dihancurkan ()

oleh karena itu, prinsip dasarnya adalah, nilai moneter dari implementasi
peningkatan pengelolaan dan pengumpulan gas lahan TPA. Perbedaan antara
efisiensi pengumpulan 30% dan 70% adalah 772.188 ton Co2e atau penerimaan
tambahan dalam 10 tahun pertama US (@ 9/ton CO2e) dari proyek penyalaan
gas lahan TPA

Tabel 7

30% Efisiensi Pemulihan

Tahun
kredit
proyek

Metan
yang
dihasilkan
(m3 x 106 /
tahun)

Metan yang
dihancurkan
(m3 x 106 /
tahun)

Metan yang
dihancurkan
(m3 /hari)

Metan yang
dihancurkan
(m3 / jam)

Potensi
Pengurangan
Emisi (ton CO2e /
tahun)

2007

11,39

0,00

2008

12,66

0,78

2.143

89

11.772

2009

13,84

3,91

10.721

447

58.902

2010

15,14

4,23

11.586

483

63.657

2011

16,65

4,60

12.593

525

69.189

2012

18,23

4,98

13.652

569

75.007

2013

19,90

5,39

14.765

615

81.122

2014

21,65

5,82

15.934

664

87.548

2015

23,49

6,26

17.163

715

94.296

2016

25,65

6,79

18.606

775

102.226

Total

643.718

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

32

Tabel8

Tabel9

50% Efisiensi Pemulihan

Tahun
kredit
proyek

Metan
yang
dihasilkan
(m3 x 106 /
tahun)

Metan yang
dihancurkan
(m3 x 106 /
tahun)

2007

11,39

0,00

2008

12,66

1,32

3.626

151

19.921

2009

13,84

6,16

16.881

703

92.750

2010

15,14

6,69

18.324

763

10.677

2011

16,65

7,30

20.002

833

10.896

2012

18,23

7,94

21.767

907

119.592

2013

19,90

8,62

23.622

984

129.785

2014

21,65

9,33

25.571

1.065

140.494

2015

23,49

10,08

27.618

1.151

151.740

2016

2565

10,96

30.024

1.251

164.958

Total

1.029.812

Metan yang
dihancurkan
(m3 /hari)

Metan yang
dihancurkan
(m3 / jam)

Potensi
Pengurangan
Emisi (ton CO2e /
tahun)

70% Efisiensi Pemulihan


Tahun
kredit
proyek
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016

Metan
yang
dihasilkan
(m3 x 106 /
tahun)
11.39
12,66
13,84
15,14
16,65
18,23
19,90
21,65
23,49
25,65

Metan yang
dihancurkan
(m3 x 106 /
tahun)

Metan yang
dihancurkan
(m3 /hari)

Metan yang
dihancurkan
(m3 / jam)

Potensi
Pengurangan
Emisi (ton CO2e /
tahun)

0.00
1,86
8,41
9,15
10,00
10,91
11,85
12,85
13,90
15,13

0
5.109
23.042
25.062
27.411
29.882
32.479
35.208
38.073
41.441

0
213
960
1.044
1.142
1.245
1.353
1.467
1.586
1.727
Total

0
28.070
126.599
137.696
150.602
164.177
178.447
193.440
209.185
227.689
1.415.906

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

33

RENCANA BISNIS

4.1

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL


Motivasi dibalik proyek CDM yang diusulkan di Makassar, seperti yang
dinyatakan dalam draft PDD, adalah bahwa pembiayaan karbon akan
memberikan alat bagi kota Makassar untuk meningkatkan pengumpulan
sampah padat perkotaan dan pembuangan tanpa memerikan beban tambahan
terhadap penganggaran tahunan.
Dengan mempertimbangan hal-hal tersebut di atas, pengkajian finansial harus
menjamin bahwa proyek tersebut memenuhi kriteria fundamental dari proyek
CDM Kyoto Protokol, dimana, sebuah proyek harus melebihi proyek normal
atau proyek yang komersil yang dilaksanakan berdasarkan peraturan. Proyek
ini tidak boleh dikatakan sebagai bisnis biasa. Harus ditunjukkan pula
penghalang yang menghambat pelaksanaan kegiatan proyek ini yang akan
berdampak kepada berkurangnya emisi gas rumah kaca.
Dari sudut pandang komersil, keputusan untuk berinvestasi dalam kegiatan
CDM harus dilakukan dalam prinsip-prinsip bisnis secara umum. Tiga
permasalahan utama adalah tingkat pengembalian investasi, resiko yang
minim dan periode pembayaran kembali yang sesuai.
Di Indonesia belum pernah dilaksanakan proyek penyalaan gas lahan TPA
untuk menghasilkan energi walaupun kesempatan dan sumber daya tersedia
dalam skala besar dan teknologi terbukti cukup baik d negara maju. Secara
umum, hambatan utama untuk pelaksanaan proyek tersebut adalah tingkat
buy-back saat ini untuk menjual listrik pada PLN. Saat ini nilainya berkisar
antara US $ 0,04 sampai US $ 0,05 per kWhr untuk pembangkit listrik skala
kecil, yang membangkitkan listrik kurang dari 15 Mwhr.
Karena tidak adanya peraturan di Indonesia yang mensyaratkan pemilik lahan
TPA untuk mengumpulkan dan membakar gas lahan TPA, tidak ada insentif,
berkiatan dengan Protokol Kyoto, yang membuat pemilik TPA untuk
melakukan hal tersebut. Dari berbagai opsi untuk mengurangi emisi gas metan
dari lahan TPA, pembakaran gas TPA merupakan opsi dengan investasi modal
serta biaya pemeliharaan dan operasional terendah. Namun, tanpa adanya
penerimaan, beban emisi gas terletak di tangan pemerintah dan masyarakat,
yang dapat membuat hal tersebut menjadi beban untuk melaksanakan
kegiatan pengurangan gas metan tersebut.
Penghancuran gas metan yang dikumpulkan dari lahan TPA merupakan
tujuan utama dari proyek yang diusulkan ini, dengan jumlah total gas metan
yang dihancurkan tergantung kepada efisiensi pengumpulan dan
penghancuran gas tersebut. Elemen 1 pada tabel 9 memberikan detail
mengenai potensi penghancuran dan pengurangan emisi gas metan yang
dikumpulkan per tahun dengan tingkat efisiensi pengumpulan 50%, yang
ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT
MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

34

berarti sama dengan 1,000,000 ton Co2e selama lebih dari 10 tahun. Elemen 2
adalah potensi pengurangan tambahan dari pergeseran bahan bakar minyak
apabila 1Mwhr listrik dibangkitkan dan dijual kepada PLN, 54.468 ton Co2e
selama 9 tahun. Item 3,4 dan 5 menyediakan detail potensi penerimaan dari
penjualan ER ditambah pendapatan penjualan listrik, sehingga total US $
10.750.212 selama periode lebih dari 9 tahun. Kelangungan komersil dengan
melaksanakan opsi ini, dengan mempertimbangkan investasi modal, biaya
operasional perlu dinilai untuk menentukan opsi terbaik dan paling
menguntungkan.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

35

Tabel 10 Potensi Peluruhan Pengurangan Emisi

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

36

Pengkajian finansial kegiatan penyalaan gas lahan TPA yang ditunjukkan


dalam tabel 10 secara jelas menunjukkan bahwa tanpa adanya pendapatan dari
kegiatan reduksi emisi, maka kegiatan ini tidak akan dapat berlanjut. Tingkat
Pengembalian Internal (IRR) terlalu negatif.

Tabel 11

LFG Penyalaan Gas tanpa Penerimaan ER

pengkajian finansial yang digambarkan dalam tabel 11 menggambarkan


dampak proyek penyalaan gas lahan TPA apabila terdapat penerimaan dari
reduksi emisi. Dengan menyadari potensi ini, kota Makassar memiliki
kemampuan finansial untuk menginvestasikan kembali penerimaan ini ke
dalam sistem limbah padat perkotaan.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

37

Tabel 12

penerimaan ER dengan penyalaan gas lahan TPA

Opsi lainnya di bawah mekanisme CDM adalah untuk menggunakan gas


lahan TPA untuk pembangkit listrik, dimana metan dihancurkan dalam proses
pembakaran (pembakaran dan pembangkitan listrik) yang membangkitkan ER
dengan tambahan penerimaan dari:

Penjualan listrik kepada PLN

Kredit ER dengan adanya pergeseran penggunaan listrik dari bahan bakar


minyak

Biaya investasi untuk LFGTE lebih tinggi dibandingkan pendekatan


pembakaran gas lahan TPA yang lebih sederhana, sehingga diperlukan
pengkajian komersil dan resiko untuk menentukan kelangsungan setiap
pendekatan yang digunakan.
Detail pengkajian keuangan dalam tabel 12 menggunakan nilai buy-back
PLN untuk menentukan keberlangsungan finansial LFGTE, dengan
penerimaan yang diperoleh dari ER CDM serta penjualan listrik kepada PLN.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

38

Dengan adanya kesempatan untuk menjual listrik secara langsung kepada


industri untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan listrik mereka dan
terkait dengan pengelolaan TPA tidak akan dikaji dalam studi ini sebagai
kunci untuk menentukan kelangsungan finansial dari skenario terburuk
Cukup jelas bahwa nilai buy back saat ini untuk kegiatan CDM LFGTE TPA
Tamangapa tidak memiliki keberlangsungan komersil dan tidak memenuhi
persyaratan kota Makassar, yaitu untuk memberikan penerimaan untuk
membiayai peningkatan pengelolaan sampah padat perkotaan.

Tabel 13

Legte Kegiatan CDM yang Diusulkan

Dalam beberapa hal, resiko bisnis proyek ini tidak akan mampu memulihkan
volume ramalan gas metan yang ditampung karena tingginya tingkat IRR
yang dpat dicapai lewat implementasi kegiatan CDM LFGTE.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

39

Pengkajian keuangan ini menyimpulkan bahwa kegiatan penyalaan gas lahan


TPA memenuhi persyaratan Kyoto Protokol dan kota Makassar.
Biaya Tipikal Proyek
Biaya ($US)
Mesin/Peralatan/Kendaraan
Fasilitas pembakaran
peralatan pembakaran dan pembangkitan listrik dari gas TPA

$ 2.414.333

Peralatan cadangan

16.000

Pengiriman dari Eropa atau US ke Jakarta ( 1 x 40ft kontainer)

25.000

Pajak dan bea impor dan biaya lain (30% biaya peralatan)

724.300

Transportasi lokal dr JKT ke MKS

24.000

isntalasi dan komisi

28.000

Pelatihan teknis dan operasional

26.000

Dokumentasi

5.500

Perjanjian pemeliharaan (per tahun)

18.000

Asuransi (2,5% biaya peralatan)

60.358

sub total

$ 3.341.492

Lahan gas TPA (16 sumur / hektar x 2 hektar)


Lahan sumur gas (termasuk pengeboran dan material)

250.000

Total Mesin/ Peralatan / Kendaraan

$ 3.591.492

Gedung

80.000

Furnitur dan perabot

12.000

pekerjaan sipil, dsb

170.000

Peralatan (mesin, peralatan dan komisi)

30.000

Pemantauan, laporan dan pemeliharaan (per tahun)

25.000

55.000

listrik dan bahan bakar

3.000

tenaga kerja

20.000

perbaikan dan pemeliharaan

60.000

Biaya operasional (termasuk pajak jika ada)


Pemantauan emisi

sub total

biaya penjualan

administrasi

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

60.000

WB
16 OGOS, 2007

40

Komponen Listrik dan Bahan Bakar


Item
Pembangkit listrik 1 Mwhr
peralatan koneksi
jalur sambungan
Plant construction/siteworks
Power Plant Building
Installation and Commissioning
Monitoring and recording equipment
Engineering/Contingency
Total Estimasi Biaya Pembangkit LiStrik

4.2

Total estimasi biaya


($US)
1,200,000
300,000
116,667
60,000
100,000
66,667
55,000
100,000
1,998,333

REKOMENDASI RENCANA BISNIS


Kegiatan operasional proyek penyalaan gas lahan TPA akan membutuhkan
sumber daya teknis dan finansial. Dalam hal rencana bisnis, Pemerinah Kota
Makassar memiliki dua opsi:
Opsi #1 Manajemen Tunggal oleh Pemerintah Kota Makassar
Opsi #1 adalah untuk melaksanakan manajemen dan investasi tunggal untuk
proyek penyalaan gas lahan TPA, yang berarti bahwa pemerintah kota
Makassar akan menyediakan investasi finansial dan sumber daya teknis, baik
secara mandiri atau subkontrak, oleh karena itu pemerintah kemudian akan
mengumpulkan seluruh penjualan hasil gas metan, dan akan menanggung
semua resiko. Gambar 4 mnjelaskan proses untuk mengembangkan rencana
bisnis dengan opsi 1.
Pemerintah kota Makassar saat ini belum memiliki sumber daya finansial dan
teknis untuk berinvestasi dan mengelola proyek ini, sehingga disarankan agar
opsi ini tidak digunakan. Opsi 2 memberikan rencana bisnis dengan
melibatkan investor eksternal untuk menyediakan sumber daya cfinansial dan
teknis untuk proyek penyalaan gas lahan TPA.
Opsi #2 - Manajemen Operasional Eksternal dengan Investor Eksternal
Optsi #2 menggunakan keterlibatan investor eksternal oleh pemerintah kota
Makassar untuk berbagi investasi dan resiko proyek ini, begitu juga dengan
ER. Investor eksternal akan bertanggung jawab untuk investasi keuangan,
serta manajemen teknis dan pelaksanaan penyalaan gas lahan TPA dengan
sumber daya sendiri ataupun lewat pekerjaan sub kontrak. Pemerintah kota
makassar akan tetap menjadi pemilik proyek dan akan melaksanakan transaksi
kredit karbon di bawah CDM, dan kemudian akan membayar investor dari
hasil transaksi kredit untuk menyediakan tingkat pengembalian investasi
(IRR), menurut perjanjian kerjasama antara kedua belah pihak. Pemerintah
kota Makassar juga akan menggunakan jasa konsultan terkenal untuk
pemantauan dan evaluasi proyek, untuk memenuhi persyaratan CDM.
Gambar 5 menjelaskan proses untuk mengembangkan rencana bisnis opsi #2.
ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT
MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

41

Kami merekomendasikan pemerintah kota Makassar menggunakan opsi #2,


karena opsi tersebut tidak membuat pemerintah kota Makassar melakukan
investasi teknis dan finansial sendiri. Namun, dalam hal ini, pemerintah kota
Makassar harus sangat hati-hati dalam memilih investor dan konsultan CDM
untuk menjamin akuntabilitas kemampuan mereka dalam gal finansial, teknis
dan aspek CDM.
Gambar 4

Rencana Bisnis Opsi #1

Gambar 3

Rencana Bisnis Opsi #2

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

42

RENCANA IMPLEMENTASI

5.1

RINGKASAN PROYEK
Tujuan dari proyek penyalaan gas lahan TPA untuk menyediakan sebuah
sistem penyalaan gas di TPA Tamangapa untuk mengurangi emisi metan dan
mendapatkan pendanaan karbon dibawah CDM. Studi kelayakan ini telah
menunjukkan bahwa implementasi dari sistem penyalaan gas TPA dapat
mengurangi total metan lebih dari 696,960 ton dari CO2e (lihat bab 3), yang
mana dapat menghasilkan pendapatan potensial mendekati US$ 5 juta dari
penjualan kredit karbon. Pemerintah Kota Makassar merencanakan untuk
menggunakan pendanaan karbon untuk meningkatkan pelayanan sampah
padat perkotaan.
Proyek penyalaan gas TPA membutuhkan investasi finansial US$1,099,300
(US$739,300 investasi awal dan US$ 360,000 biaya operasional). Ada pula
masukan teknis yang penting dibutuhkan untuk bagian teknik, desain dan
operasi dari sistem penyalaan gas. Seperti dibahas dalam bab 4.2, pemerintah
Kota Makassar tidak mempunyai dana untuk membuat investasi finansial
maupun kemampuan teknis untuk mengelola sistem penyalaan. Pemerintah
Kota Makassar akan tetap menjadi pemilik proyek dan mengadakan traknsaksi
untuk kredit karbon untuk pengurangan metan dan membagi penjualan
dengan investor luar sebagai pengembalian dari investasi. Sebagai tambahan,
sebuah konsultan CDM yang berpengalaman akan diminta untuk mengawasi
volume dari penyalaan gas.
Untuk didaftarkan di UNFCCC, proyek ini harus disetujui oleh Komnas MPB,
kebijakan kewenangan pemerintah Indonesia, Komisi Mekanisme
Pembangunan Bersih.
Bagian ini akan menggambarkan penerapan yang direkomendasikan untuk
proyek penyalaan gas Tamangapa.

5.2

RENCANA PENERAPAN YANG DIANJURKAN


Manajemen gabungan dengan investor luar akan meminta seleksi ketat dari
investor dan definisi yang jelas tentang peran, tanggung jawab dan harapan.
Rencana penerapan untuk manajemen dari proyek penyalaan gas dengan
operasional gabungan dengan seorang investor luar yang terdisi dari proses
berikut:
1.

Menawarkan proyek penyalaan gas pada perusahaan swasta, yang harus


mempunyai kemampuan untuk menyediakan investasi dana, teknologi
dan sumberdaya manusia, dan mempunyai pengertian mekanisme CDM,
terutama tentang pendanaan kredit karbon. Proses pemilihan investor luar
termasuk:

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

43

a.

2.

3.

Prakualifikasi, yang melibatkan persyaratan berikut:

Administrasi

Profil Perusahaan

Kemampuan teknis

Sumber daya manusia

Prop

osal awal

b.

Jadwal prakualifikasi

c.

Penentuan daftar investor

Setelah investor luar dipilih, sebuah Formulir Persetujuan termasuk


elemen-elemen berikut harus ditandatangani oleh kedua belah pihak:
a.

Tujuan

b.

Periode persetujuan

c.

Hak dan kewajiban dari pihak-pihak terkait

d.

Persyaratan awal

e.

Sanksi

f.

Pemberhentian persetujuan

g.

Hak kekayaan intelektual

Spesifikasi teknis harus ditentukan, termasuk:


a.
b.
c.

Lokasi proyek
Lingkup kerja
Persyaratan teknis, meliputi:
Keamanan

Lokasi sistem penyalaan gas

Tipe dari sistem penyalaan gas

Lokasi proyek

Penggalian lubang untuk penangkapan gas metan

Pipa pengumpulan gas

Peremajaan kembali lahan TPA dan restrukturisasi

Lindi didalam timbunan sampah

Lingkup kerja untuk investor untuk mengembangkan proyek penyalaan gas


adalah sebagai berikut:
1.

Koordinasi dengan institusi yang bersangkutan dengan proyek CDM;

2.

manajemen dan operasional dari TPA Tamangapa;

3.

memberikan desain yang detail dan pembangunan dari penggabungan


dan penyalaan dari gas metan meliputi infrastruktur pendukung mereka.;

4.

operasional dan pengelolaan dari penangkapan dan penggabungan gas


metan dalam TPA tertutup;

5.

penyalaan gas metan;

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

44

6.

perlindungan untuk semua infrastruktur TPA;

7.

pengawasan aspek lingkungan didalam dan disekitar TPA;

8.

mengejar pemabayaran kredit karbon dan membagi dengan pemerintah


Makassar; dan

9.

memberikan semua aset dalam pemenuhan persetujuan.

Tender dan dokumen kontrak prakualifikasi digambarkan dalam Appendix E.


Harus dicatat, seorang konsultan CDM yang berpengalaman dan independen
akan diminta untuk mengawasi dan memverifikasi volume dari penyalaan gas
untuk peremajaan lahan.

5.3

PERENCANAAN INVESTASI
kelanjutan dari proyek yang diusulkan tergantung pada maksimalisasi
penggabungan LFG dan penghancuran gas metan, efesiensi penggabungan
LFG menggambarkan potensi untuk meningkatkan kinerja keuangan dari
proyek dan maka dari itu sebuah komponen kritis dari perencanaan investasi
modal.
Hasil dari uji pompa dalam studi ini mengidentifikasi level sel lindi yang
tinggi dan capping minimal dari sel sebagai sebuah hambatan utama untuk
penggabungan LFG. Desain dan investasi dalam LFG dan rencana manajemen
lindi yang tepat akan menghasilkan dampak besar dalam kinerja keuangan
sebaik kemapuan untuk menginvestasikan kembali dalam keseluruhan
manajemen limbah. Sebagai tambahan investasi ini akan mengurangi dampak
negatif lingkungan dan kesehatan saat ini tersebar dari tanah.
Pada tahap yang lebih kecil efisiensi penghancuran dari penyalaan
mempunyai pengaruh pada pendapatan yang diperoleh dari pengurangan
emisi dan maka dari itu efisiensi adalah kriteria penting untuk pemilihan
penyalaan.
Analisis untung rugi yang sederhana berikut menggambarkan suatu
perbandungan antara perbedaan tingkatan investasi LFG dan menajemen lindi
dan hubungannya dengan peningkatan pendapatan melalui tambahan
penangkapan LFG dan penyalaan.

Skenario 1 30% efisiensi pemulihan, diasumsikan bahwa investasi


minimal dibuat untuk meningkatkan penganganan masalah lindi yang
sekarang, capping minimal pada sel dan penundaan instalasi
penggabungan sistem dalam sel baru

Scenario 2 50% efisiensi pemulihan, diasumsikan bahwa incestasi dibuat


untuk
meningkatkan penanganan masalah lindi yang sekarang,
penutupan sel dan 300mm capping tanah liat dan waktu demi waktu
instalasi sistem penggabungan horisontal dalam sel baru.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

45

Scenario 3 70% efisiensi pemulihan, diasumsikan penutupan sel dengan


menggunakan membran sintetik dengan lapisan vegetasi dan beberapa
lindi daur ulang didalam sel. Sistem penggabungan horisontal dan
manajemen drainase lindi di instalasi selama periode operasional dari selsel baru.

Analisa keuntungan kerugian sederhana ini menggambarkan keuntungan


keuangan proyek dapat dicapai dengan investasi dalam LFG dan sistem
manajemen lindi, Skenario 1 IRR proyek 5.45%, Skenario 2 IRR proyek
16.30% dan Skenario 3 IRR proyek 23.14%. CAPEX total proyek yang
berkaitan adalah $1,447,900, $2,145,900 and $2,845,900 secara berturut-turut.
Keuntungan tambahan yang didapat adalah pengurangan dampak negatif
kesehatan dan lingkungan yang sama seperti biaya mengatasi dampakdampak negatif ini. Tabel berikut memperlihatkan secara rinci skenarioskenario yang ada.

Tabel 13

Scenario 1 - 30% Efisiensi Gabungan


Investment Summary - Collection and Flaring Component

$US

Pengembangan proyek CDM

$250,000

Biaya fasilitas penyalaan

$561,900

Lahan sumur LFG dan penutupan sel- 2 sel awal dan


manajemen lindi

$42,000

Total awal CAPEX


Kebutuhan lanjutan CAPEX

$853,900
$594,000

Total Kebutuhan Proyek CAPEX

$1,447,900

Biaya Operasi dan Perawatan 10 Tahun (O&M)

$1,519,180

Pendapatan CERs - 10 tahun (@ $US7.00 ton CO2e)

$3,580,966

Total Utang (Biaya pengembangan diawal CDM)

$250,000

Total Ekuitas

$601,900
IRR
Proyek

5.45%

Aset

6.85%

NPV (Discount Rate)


10.00%

($172,346)

15.00%

($285,515)

18.00%

($328,320)

WACC (asset)

$474,990

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

46

Tabel 14

Scenario 2 - 50% Efisiensi Gabungan


Investment Summary - Collection and Flaring Component
Pengembangan proyek CDM
Biaya fasilitas penyalaan
Lahan sumur LFG dan penutupan sel- 2 sel awal dan
manajemen lindi
Total awal CAPEX
Kebutuhan lanjutan CAPEX
Total Kebutuhan Proyek CAPEX
Biaya Operasi dan Perawatan 10 Tahun (O&M)
Pendapatan CERs - 10 tahun (@ $US7.00 ton CO2e)
Total Utang (Biaya pengembangan diawal CDM)
Total Ekuitas

$US
$250,000
$561,900
$140,000
$951,900
$1,194,000
$2,145,900
$1,599,180
$5,988,296
$250,000
$701,900

IRR
Proyek
Aset
NPV (Discount Rate)
10.00%
15.00%
18.00%
WACC (asset)

Tabel 15

16.30%
15.99%
$306,326
$49,487
($56,215)
$1,482,121

Scenario 3 - 70% efisiensi gabungan


Investment Summary - Collection and Flaring Component
Pengembangan proyek CDM
Biaya fasilitas penyalaan
Lahan sumur LFG dan penutupan sel- 2 sel awal dan
manajemen lindi
Total awal CAPEX
Kebutuhan lanjutan CAPEX
Total Kebutuhan Proyek CAPEX
Biaya Operasi dan Perawatan 10 Tahun (O&M)
Pendapatan CERs - 10 tahun (@ $US7.00 ton CO2e)
Total Utang (Biaya pengembangan diawal CDM)
Total Equity
IRR
Project
Asset
NPV (Discount Rate)
10.00%
15.00%
18.00%
WACC (asset)

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

$US
$250,000
$561,900
$240,000
$1,051,900
$1,794,000
$2,845,900
$1,679,180
$8,395,627
$250,000
$801,900
23.14%
21.89%
$771,229
$371,946
$204,005
$2,489,253

WB
16 OGOS, 2007

47

PERTIMBANGAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN

Salah satu dari peran utama pembakaran gas lahan pembuangan adalah untuk
melindungi masyarakat dari pembuangan gas lahan pembuangan. Akan
tetapi, proyek yang diusulkan akan memberikan dampak lingkungan baik
dalam tahap pembangunan dan operasional. Dalam bagian ini akan
diidentifikasikan aspek-aspek EHS (Lingkungan, Kesehatan dan Keselamatan
Kerja) tiap tahap yang berpotensial dari proyek, dicatat peraturan dan standar
yang terkait, dan diusulkan langkah-langkah pencegahan untuk menghindari
atau menurunkan dampak dan menjamin pemenuhan.
Proyek ini akan menggunakan sistem pembakaran tertutup, dimana sistem
insulasi yang diterapkan akan mengurangi kehilangan panas sehingga
menyebabkan operasi pembakaran dapat dilakukan pada suhu yang lebih
tinggi. Sistem enclosed flare ini juga dikenal dengan sebutan Ground Flare.

6.1

DAMPAK LINGKUNGAN
Proyek yang diusulkan utamanya mencakup kegiatan pembakaran, dimana
contaminant dan bahan pengotor merupakan emisi selama pembakaran.
Selama tahap konstruksi, dampak lingkungan yang tercakup sebagai berikut:

Kebisingan, disebabkan dari kegiatan transportasi dan instalasi; dan

Debu, disebabkan dari kegiatan transportasi.

Dampak-dampak ini akan mempengaruhi kehidupan masyarakat dan sekitar


lokasi proyek. Kebisingan dapat dikurangi dengan mendesain dan
menggunakan peredam suara yang tepat. Debu dapat dikurangi dengan
menggunakan teknik pengurangan debu seperti penyemprotan air.
Beberapa dampak lingkungan diperkirakan terjadi selama tahap operasioanl,
hal ini disebabkan oleh emisi gas dari pembakaran sebagai hasil pembakaran
metan dari lahan pembuangan sampah. Gas-gas ini dan sumber-sumbernya
dapat dilihat pada Tabel 6.1. Karbondioksida (CO2) dan penguapan (H2O)
merupakan emisi berbentuk gas yang utama dari pembakaran. Selain itu, akan
ada emisi dari karbon monoksida (CO), Hydrogen (H2) dan Metan (CH4) dapat
disebabkan karena pembakaran yang tidak selesai selama pembakaran. Tidak
peraturan mengenai CO2. Meskipun demikian, CO2 akan memberikan
kontribusi pada emisi gas rumah kaca. Emisi-emisi yang lainnya seperti NOx,
CO, CH4 dan H2 dapat menyebabkan beberapa dampak pada ambang batas
kualitas udara dan mengancam keselamatan penduduk disekitar akan bahaya
api pembakaran. Perbandingan standar emisi yang terkait ditunjukkan pada.

Tabel 16

Emisi Gas yang Dibangkitkan dari Penyalaan Gas Lahan TPA


ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT
MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

48

No

Emisi

Sumber Emisi

Karbon Dioksida

CO2

Hasil pembakaran senyawa metan dan karbon lainnya

Penguapan

H 2O

Hasil pembakaran senyawa metan dan karbon lainnya

Karbon Monoksida

CO

Hasil pembakaran yang tidak selesai

Hydrogen

H2

Hasil pembakaran yang tidak selesai

Nitrogen Oksida

NOx

Hasil pembakaran, nitrogen dalam bahan bakar atau


bentuk kedua dalam bahan bakar

Metan

CH4

Gas bahan bakar yang tidak terbakar (mengindikasikan


pembakaran yang tidak selesai)

Sumber: Petunjuk Pemantauan Pembakaran Gas Landfill Yang Tertutup, SEPA,2004

Tabel 17

Standar Emisi Pembakaran


Parameter

Dampak yang dibangkitkan

standar
Nasional*

Internasional **

karbon
monoksida

CO

dampak kesehatan

tidak ada standar

50 mg/Nm3

nitrogen
oksida

NOx

dampak kesehatan (asap


fotokimia)

1.000 mg/Nm3

150 mg/Nm3

metane
(hidrokarbon
yg tidak
terbakar)

CH4

dampak kesehatan dan


keselamatan (asap fotokimia,
api dan ledakan)

tidak ada standar

10 mg/Nm3

karbon
dioksida

CO2

pemanasan global (gas rumah


kaca)

tidak ada standar

tidak ada standar

penguapan

H2O

tidak ada dampak signifikan

tidak ada standar

tidak ada standar

hidrogen

H2

dampak keselamatan (api &


ledakan)

tidak ada standar

tidak ada standar

* Standar Nasional berdasarkan pada Standar Emisi Nasional untuk Industri Serba-serbi (Kep. 13/MENLH/3/1995)
** Standar Internasional berdasarkan Standar Emisi UK untuk Pembakaran Gas Landfill Tertutup
*** untuk gas lahan TPA, gas co2 dianggap sebagai biogenik, dan oleh karena itu merupakan bagian alami
dari siklus karbon

Dampak lingkungan yang lainnya terdiri dari resiko bahaya api dan ledakan;
asphyxia, gangguan bau yang tidak sedap, kebisingan, panas, dan kualitas
opacity. Akan berdampak potensial pada masyarakat sekitar dalam hal resiko
kesehatan dan keselamatan. Dampak lingkungan, kesehatan dan keselamatan
yang tercatat dari pembakaran gas lahan pembuangan selama tahap
pelaksanaan proyek diringkaskan dalam Tabel 18 sesuai dengan standar
nasional dan internasional yang ditetapkan.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

49

Tabel 18

Standar Kualitas
Pembakaran

Udara

Ambient

Indonesia

Yang

Parameter

Digunakan

pada

Standar

Karbon Monoksida

CO

30.000 pg/Nm3 (1 jam)


10.000 pg/Nm3 (24 jam)

Nitrogen Oksida

NOx

400 pg/Nm3 (1 jam)


150 pg/Nm3 (24 jam)
100 pg/Nm3 (1 tahun)

Metan (Hydrocarbon Yang tidak terbakar)

CH4

160 pg/Nm3 (3 jam)

Opacity

35%

Kebisingan

70 dB (A)

Odor

0,02 ppm (as H2S)

Karbondioksida

CO2

Tidak ada standar

Penguapan

H2O

Tidak ada standar

Hydrogen

H2

Tidak ada standar

Catatan: - Standar Nasional untuk CO, Nox, (sebagai N02) dan CH4 (sebagai HC) berdasarkan
GR No. 41/1999
Standar Nasional untuk odor berdasarkan Kep-50/MENLH/11/1996
Standar
Nasional
untuk
Nuisance
(gangguan)
berdasarkan
Kep46?MENLH/11/1996
Standar Nasional untuk opacity berdasarkan Kep-13/MENLH/3/1995

Emisi gas dari pembakaran akan berdampak pada ambang batas kualitas
udara, dan kesehatan para pekerja dan masyarakat yang tinggal dekat lokasi
proyek yang diusulkan. Sangat diusulkan bahwa analisis dispersi secara rinci
dilaksanakan untuk menentukan dampak batas ambang kualitas udara dengan
menggunakan kondisi desain pembakaran dan kondisi meteorologi lokal. Setiap usaha
perlu dibuat untuk menjamin plume dari pembakaran yang tidak dapat
memasuki secara langsung daerah tempat tinggal dengan kondisi angin yang
besar. Hal ini sangat diperlukan karena komunitas pemulung yang berada
langsung di batas tempat pembuangan.
Disamping itu, dampak batas ambang kualitas udara dan mengakibatkan
resiko kesehatan manusia di daerah lokasi proyek, maka ada beberapa dampak
fisik yang potensial dari kegiatan proyek yang diusulkan. Berikut ini
ditunjukkan penggambaran dengan lingkungan yang didapatkan, para
penerima yang terkena dampak, dan langkah-langkah pencegahan yang
potensial untuk menurunkan atau menghindari dampak:
Api & Ledakan
Pembakaran akan terbakar dalam jumlah yang relatif besar, dengan resiko api
dan ledakan, menyebabkan emisi dan pencahayaan pada CH4 dan/atau H2.
Pembakaran ini beresiko pada kesehatan dan keselamatan bagi para pekerja di
lokasi tersebut, dan juga masyarakat yang bertempat tinggal di dekat lokasi
proyek yang diusulkan. Langkah-langkah berikut ini perlu dipertimbangkan
untuk menurunkan resiko dan dampak yang potensial dari apai dan ledakan
di lokasi proyek:
ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT
MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

50

Pencegahan api yang standar perlu disediakan pada lokasi proyek;

Pembakaran harus ditempatkan dengan mempertimbangkan aspek-aspek


keselamatan, yaitu tidak melakukan pembakaran dalam tempat yang
tertutup (seperti dalam gedung) atau dekat pohon atau benda-benda
lainnya yang dapat menyala pada suhu yang tinggi. Model dispersi gas
perlu digunakan untuk menilai keselamatan dari lokasi pembakaran;

Akses untuk pelayanan darurat baik untuk para pekerja dan masayarakat
sekitarnya perlu disediakan untuk mewaspadai api atau ledakan.

Asphyxia
Karena sistem pembakaran yang tertutup diusulkan untuk proyek ini, maka
terdapat resiko asphyxia yang potensial pada lokasi proyek, utamanya
berdampak bagi para pekerja di lokasi proyek. Sistem pembakaran yang
tertutup digunakan untuk mencegah nuisance (gangguan) kebisingan dan
untuk memberikan perlindungan dari cuaca dan akses manusia yang tidak
berkepentingan. Namun, gas landfill merupakan asphyxiant, sehingga ventilasi
yang memadai atau pengamanan keselamatan yang sistematis harus
digunakan. Selain itu juga disarankan umtuk menghindari lokasi pembakaran
pada lubang, atau ditempat lainnya dimana gas yang masuk terkumpul.
Odor Nuisance (Gangguan Bau Tak Sedap)
Beberapa model sistem pembakaran terbuka memiliki sejumlah besar gas yang
tidak terbakar melalui pembakaran sehingga menyebabkan bau tak sedap.
Beberapa jenis bau umumnya disebabkan oleh sisa-sisa gas tempat
pembuangan, namun menyebabkan gabungan nilai ambang batas bau yang
rendah. Terkadang hal ini menyebabkan protes dari masyarakat umum kepada
para operator lahan TPA.
Proyek yang disulkan ini akan menggunakan sistem pembakaran tertutup,
sehingga dampak bau tak sedap dapat berkurang di daerah lokasi.
Polusi Suara
Pembakaran dapat sangat menganngu karena penggunaan peralatan mesin
dan dari pembakaran itu sendiri. Polusi suara memiliki dampak yang potensial
pada para pekerja di lokasi proyek, dan juga masyarakat yang bertempat
tinggal di dekat lokasi proyek. Untuk mengurangi dampak dari polusi suara
kepada para penerima, maka pembakaran harus berada jauh dari bangunan.
Jika tidak memungkinkan, maka perlu menggunakan langkah-langkah
peredam suara yang ekstensif, termasuk konstruksi bangunan berbatu bata di
sekitar pembakaran dengan suara saringan pada bagian ventilasi.
Dalam kondisi yang jarang terjadi, getaran berfrekwensi rendah dihasilkan
dari gerakan dalam pembakaran tertutup dapat menyebabkan gema di sekitar
pbjek seperti gedung dan kendaraan, yang menyebabkan mual dan sakit
kepala. Efek ini dapat dihindari dengan menempatkan pembakaran pada jarak
yang cukup jauh dari objek-objek tersebut.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

51

Panas
Komunitas pemulung dekat lokasi proyek dapat dibuka pada panas
pembakaran, tergantung desain dan lokasi fisik pembakaran.
Sumber panas dalam pembakaran adalah sebagai berikut:

Panas radiatif dari pembakaran, hanya terjadi ketika pembakaran


dilakukan di atas titik desainnya;

Panas melalui dinding ruang pembakaran; dimana ruang pembakaran


memiliki insulasi yang tidak memadai selanjutnya suhu permukaan di luar
menjadi berlebihan dan menyebabkan masalah.

Dampak panas dari pembakarandapat dicegah dengan desain yang tepat dari
pembakaran dan lokasi; pembakaran harus berada jauh dari pusat masyarakat
dan pada ketinggian yang tepat. Dampak panas dari pembakaran dapat juga
dicegah melalui penggunaan insulasi.
Kesimpulan untuk pertimbangan lingkungan adalah sebagai berikut:

Selama tahap konstruksi, meningkatnya tingkat kebisingan dan debu dapat


terjadi dan berdampak pada masyarakat setempat yang bertempat tinggal
di sekitar lokasi.

Selama tahap pengoperasian, emisi utama diperkirakan dari penyalaan


LFG terdirin dari Karbondioksida (CO2). Tidak ada peraturan nasional
ataupun internasional untuk CO2. Namun, CO2 dari penyalaan metan ini
dianggap sebagai GHG netral karena berasal dari sumber biogenis.

Selama tahap operasional, ada dampak-dampak fisik potensial terkait


dengan kesehatan dan keselamatan, seperti api dan ledakan, serta asphyxia.
Selain itu, terdapat kemungkinan dampak untuk dampak berupa nuisance
(gangguan) seperti bau dan kebisingan.

Rekomendasi untuk Pertimbangan Lingkungan adalah sebagai berikut :


Direkomendasikan model dispersi yang dilaksanakan untuk menentukan
konsentrasi level tanah dari bermacam-macam bahan pencemar yang berasal
dari tumpukan pembakaran, menggunakan kondisi desain penyalaan dan
kondisi meteorologi setempat.
6.2

DAMPAK SOSIAL
Sebuah studi telah dilaksanakan untuk menentukan pertimbangan sosial di
daerah proyek, dan untuk memberikan informasi mengenai poyek
pembangunan komunitas. Kegiatan studi ini mencakup:

Wawancara dengan para stakeholder

Konsultasi publik

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

52

Pengamatan di lapangan mengindikasikan ada tiga komunitas yang hidup di


kawasan sekitar TPA Tamangapa: kelompok pertama, mereka yang
merupakan penduduk asli daerah tersebut (tinggal di daerah tersebut setelah
TPA dibangun). Kelompok kedua, adalah pemulung dan pengumpul yang
pindah ke daerah tersebut setelah TPA dibangun dengan alasan kesempatan
ekonomi. Ada dua jenis pengumpul; pengumpul yang tinggal di lokasi TPA
dan pengumpul (besar) yang tinggal di Kota Makassar. Komunitas asli
sebagian besar tidak bergantung kepada TPA untuk penghidupan mereka,
sementara komunitas pemulung sebaliknya. Secara umum, tokoh masyarakat
lokal, termasuk ustadz, guru, pedagang, pengusaha, karyawan dan pegawai
negri. Kelompok ketiga, merupakan insinyur dan pegawai Dinas Kebersihan
dan Keindahan Kota Makassar..
Keuntungan untuk kelompok penerima
Pemulung di TPA Tamangpa mendapatkan penghasilan dengan
mengumpulkan sampah. Mereka dibagi ke dalam kelompok-kelompok dan
mengumpulkan tas plastik, botol dan kaca, termasuk botol kaca, atau besi,
paku dan bahan logam lainnya. Organisasi para pemulung ini cukup jelas, dan
setiap kelompok memiliki pimpinan yang dikenal sebagai bos (pengumpul)
kecil, yang kemudian mengirimkan hasil yang dikumpulkan pemulung ke bos
(pengumpul) besar. Para pemulung mendapatkan bayaran sesuai dengan berat
barang yang dikumpulkan. Saat ini, para pemulung di TPA Tamangapa
sebagian besar mengumpulkan plastik dan tas plastik karena barang tersebut
memiliki harga yang cukup tinggi saat ini. Para pemulung sangat bergantung
kepada TPA sebagai sumber pencaharian mereka, dan kemungkinan akan
merasa kecewa apabila proyek yang diusulkan memberikan dampak terhadap
kemampuan mereka mengumpulkan sampah.
Kelompok penerima dampak
kelompok penerima dampak terdiri dari penduduk yang tinggal di sekitar
lokasi TPA Tamangapa. Lingkungan tempat tinggal mereka tidak
berhubungan langsung dengan kegiatan TPA Tamangapa. Berdasarkan hasil
wawancara, kelhan utama mereka adalah bau yang tercium. Permasalahan lain
adalah kurangnya air bersih, khususnya untuk minum dan memasak.

Kesimpulan untuk Dampak Sosial adalah sebagai berikut:

Kelompok penerima dampak (misalnya pemulung) memiliki persepsi yang


positif terhadap proyek yang diusulkan di TPA Tamangapa selama
kehidupan mereka tidak terganggu. Oleh karena itu, keterlibatan mereka
sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa lingkungan dan kehidupan
mereka tidak terganggu dengan adanya proyek ini;

Para pemulung mengharapkan bahwa dengan dilakukannya peningkatan


TPA akan memberikan dampak terhadap kualitas di lingkungan sekitar
TPA sekaligus juga berarti akan meningkatkan kualitas hidup para
pemulung.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

53

Menurut pengamatan lapangan dan wawancara dengan stakeholder, Program


Pembangunan Komunitas yang tepat yang berdampak dan menguntungkan
adalah sebagai berikut:

Program Pembangunan Komunitas bagi Pemulung:


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Memperkuat organisasi pemulung;


Pelatihan pengelolaan sampah;
Sosialisasi Dampak Pencemaran Lingkungan;
Fasilitasi Pembangunan Sarana Pembersihan Plastik;
Pendampingan Kelompok; dan
Fasilitasi Pendidikan dan Kesehatan.

Program Pembangunan Komunitas bagi Masyarakat (Penduduk):


1.
2.
3.
4.
5.

Pembentukan Kelompok Sadar Lingkungan;


Sosialisasi Manfaat Sampah;
Pelatihan Pengolahan Sampah (Pengomposan);
Pendirian Sekolah Gratis (bekerja sama dengan LSM); dan
Pembentukan dan Pembangunan Fasilitas Kesehatan.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

54

KESIMPULAN

Kesimpulan Studi Kelayakan ini adalah sebagai berikut:


Pengkajian Teknis dan Finansial

Observasi lapangan mengindikasikan bahwa bangkitan metan akan stabil


pada tingkat 20 L/menit, yang akan membangkitkan sekitar 30% metan di
lahan TPA. Ini merupakan bangkitan metan minimum yang biasanya
digunakan untuk tujuan komersil. Dalam kondisi ini, konsentrasi oksigen
6-8% akan menjadi nilai yang aman untuk pemulihan gas;

Volume penangkapan dan penghancuran metan di TPA Tamangapa


Makassar bergantung kepada efisiensi dan efektivitas desain dan
pengelolaan lindi dan gas lahan TPA. Instalasi desain sel tertutup akan
menurunkan infiltrasi curah hujan dan emisi gas metan sehingga
meningkatkan ekstraksi metan dan penghancuran untuk waktu 10 tahun
ke depan. Reduksi emisi dan nilai moneternya akan meningkat jika
efisiensi pengumpulan ditingkatkan dari 30% saat ini ke maksimum 70%
yang setara dengan 770.000 ton Co2e atau US $ 5.400.000 (@ US $ 7/ton
CO2e). Instalasi pipa pengumpulan LFG horizontal secara berkelanjutan
selama pembuangan sampah di sel baru juga akan meningkatkan jumlah
tangkapan dan penghancuran gas metan.

Kestabilan lahan TPA merupakan factor kritis yang harus dipertimbangkan


selama tahap desain. Desain stabilitas lahan yang tepat oleh insinyur
berpengalaman adalah penting dilakukan sebelum pelaksanaan instalasi
dan operasi system pengumpulan gas, termasuk sistem penutup lahan.

Pengkajian finansial menyimpulkan bahwa kegiatan penyalaan gas LFG


dengan metode CDM memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Kyoto
Protokol dan kebutuhan kota Makassar.

Skenario alternatif LFGTE membutuhkan biaya investasi yang lebih tinggi


yang tidak dapat berlanjut secara komersil, dan tidak memenuhi
persyaratan kota Makassar, untuk menyediakan penerimaan bagi
pembiayaan peningkatan layanan sampah padat perkotaan.

Pengkajian Lingkungan

Selama tahap konstruksi, meningkatnya tingkat kebisingan dan debu dapat


terjadi dan berdampak pada masyarakat setempat yang bertempat tinggal
di sekitar lokasi.

Selama tahap pengoperasian, emisi utama diperkirakan dari penyalaan


LFG utamanya terdiri dari Karbondioksida (CO2). Tidak ada peraturan
nasional ataupun internasional untuk CO2. Namun, CO2 yang dikenal
sebagai gas rumah kaca akan berkontribusi dalam pemanasan global meski
dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan metan.

Selama tahap operasional, ada dampak-dampak fisik potensial terkait


dengan kesehatan dan keselamatan, seperti api dan ledakan, serta asphyxia.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

55

Selain itu, terdapat kemungkinan dampak untuk dampak berupa nuisance


(gangguan) seperti bau dan kebisingan.
Pengkajian Sosio-Ekonomis

Para pemulung di lokasi TPA Tamangapa adalah kelompok Sosioekonomis utama yang terkena dampak dari proyek yang diajukan ini.

Kelompok ini mempunyai persepsi positif terhadap proyek yang diajukan


ini selama itu tidak mengganggu kehidupan mereka mencari nafkah.
Keterlibatan mereka oleh karenanya diperlukan untuk menjamin tidak
terganggunya kehidupan mereka mencari nafkah.

Para pemulung mengharapkan bahwa dengan dilakukannya peningkatan


TPA akan memberikan dampak terhadap kualitas di lingkungan sekitar
TPA sekaligus juga berarti akan meningkatkan kualitas hidup para
pemulung

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

56

REFERENSI

[1]

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP13/MENLH/3/1995, Standar Kualitas Emisi Gas dari Sumber
NAsional;

[2]

Peraturan Pemerintah Indonesia No. 41 Year 1999, Pemantauan


Kualitas Udara;

[3]

Keputusan Menteri Negara Lingkungan


50/MENLH/11/1996, Standar Tingkat Bau;

Hidup

No.

KEP-

[4]

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup


48/MENLH/11/1996, Standar Tingkat Kebisingan;

No.

KEP-

[5]

Scottish Environmental Protection Agency (SEPA) (2004), Guidance for


Monitoring Enclosed Landfill Gas Flares;

[6]

Barlaz et. Al. (1989) Anaerobic biodegradation of cellulose and


hemicellulose in excavated refuse samples using a biochemical methane
potential assay. J. Ind. Microbial. 13 147 - 153;

[7]

Parkin GF and Owen WF (1986) Fundamental of Anaerobic Digestion of


Wastewater Asuldge, J. Environ. Eng. 122 (5) 867-914;

[8]

Bookter et. al. ( 1982) Stabilization of solid waste in landfills. Journal of


Environmental Engineering 108 6, 1089 1100;

[9]

Bingemer, H. G. and Crutzen, P. J. (1987), 'The Production of Methane


From Solid Wastes', Journal of Geophysical Research, Vol. 92, No. D2,
p. 2183;

[10]

Tabasaran, O. (1981): Gas production from landfill. In: Household


Waste Management in Europe, Economics and Techniques, A.V.
Bridgewater and Lidgren, K. (eds.), Van Nostrand Reinhold Co., New
York, USA, pp. 159-175;

[11]

Damanhuri, E and Padmi, T (2004): Pengolahan Sampah Bandung,


Environmental Engineering Department, Bandung Institute of
Technology;

[12]

BPS Kota Bekasi (2004): Kota Bekasi Dalam Angka, , 2004/2005, BPS
Kota Bekasi, Indonesia;

[13]

Santosa, B. H. & McMichael, H., (2004): Industrial Development In East


Java: A Special Case, Dept. Foreign Affairs and Trade, Canberra,
Australia;

[14]

US EPA (1996), Turning a Liability into an Asset: A Landfill Gas-toEnergy Project Development Handbook Landfill Methane Outreach
Program, U.S. Environmental Protection Agency, September 1996.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT


MAKASSAR_FINAL 2

WB
16 OGOS, 2007

57

Lampiran A
SURVEY LAPANGAN UNTUK

PENGAMATAN STABILITAS

NO KONTRAK :

0061101

JUDUL KONTRAK :

TPA Makassar

TANGGAL :

07/03/07

KONTRAKTOR :

N/A

CUACA
Panas, Kering, Lembab, Berangin. Tidak ada hujan saat kunjungan

PERALATAN DI LOKASI DAN KONDISINYA


Excavator (diperkirakan seberat 16 Ton, tampak dalam kondisi baik)

PELAKSANA TUGAS
J Lynch ERM, Jacky Latuheru ERM.

PELAKSANAAN TUGAS
Jalan Kaki

KETERANGAN

Penjelasan mengenai lokasi lahan


Lahan TPA Tamangapa Kota Makassar terletak pada sisi lereng tanah lama pada area tanah liat.
Secara berturut-turut lahan ini bertumbuh dari dasar lereng lama tersebut hingga pada yang
mendekati ketinggian puncak tanah asli lereng.
Area lahan yang ada sekarang ini mencakup luasan persegi empat datar seluas kira-kira 600 m X 400
m. TPA ini pada umumnya rata mulai dari pintu masuk di bagian Barat kemudian pelatarannya
terbuka menuju area penambangan kompos kea rah utara pintu masuk itu. Pelataran lahan TPA
terbentang kearah sisi utara, timur dan selatan.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

WB
AUGUST, 2007

Operasi penambangan / pengomposan di bagian sisi barat lahan dekat pintu masuk TPA.
A leachate/surface water aeration pond was noted adjacent to the site entrance in the west part of the
tip. The pond lies adjacent to the mining/composting area. It is not sure how effective this process
is, or how effective the collection system is which feeds the pond because it was noted that leachate
was flowing freely in many places around the tip.
Aerasi Lindi
Kolam lindi ini terhubung dengan salah satu
saluran drainase air permukaan. Namun luapan
alirannya mengarah ke area tanah basah di
bawahnya. Tidak ada laporan mengenai adanya
pemantauan air permukaan.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

WB
AUGUST, 2007

Area penambangan / pengomposan di latar belakang. Genangan air dan lindi di atas tanah pada batas
sampah TPA.

Lereng Barat laut. Terlihat lindi mengalir ke arah lahan basah di bagian utara.
Pada umumnya sampah yang ditimbun di TPA ditumpuk dalam bentuk undakan untuk membentuk
sisi lereng bertingkat, meskipun akhirnya dirusak oleh para pemulung yang melakukan kegiatannya.
Puncak TPA umumnya rata dengan sedikit lereng ke arah timur, utara dan selatan.
Saluran air permukaan sedang dibangun sepanjang kedua sisi jalan akses diatas TPA. Saluran
selokan ini dibuat tepat di atas sampah dengan konstruksi campuran semen dan batu. Ini mungkin

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

WB
AUGUST, 2007

tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang sebagaimana penyusutan akan terjadi dalam sampah
dan menyebabkan retak atau pecahnya saluran selokan itu.

Permukaan yang membentang sepanjang sisi Timur Laut dan Selatan berada pada kemiringan lereng
bersudut kira-kira 30 derajat hingga 50 derajat, bervariasi tergantung pada terjadinya penyusutan dan
kegiatan yang dilakukan pemulung. Terdapat permukaan sampah yang nyaris vertical/tegak lurus
dengan ketinggian sedang, namun tampak stabil.

Permukaan sampah ketinggian sedang nyaris tegak lurus akibat kegiatan pemulung.. Tampak stabil.
Sisi Timur TPA mengarah ke area tanah basah dan sampah tampak bersentuhan langsung dengan air
permukaan tanah basah di sekelilingnya.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

WB
AUGUST, 2007

Lereng yang menghadap Timur dengan sampah yang langsung menyentuh air permukaan setempat.
Pada bagian Timur diperoleh laporan bahwa area ini kelak akan dipakai sebagai lokasi kolam
pengumpulan lindi untuk aerasi sebelum dilepaskan keluar. Area yang dikapling sebagaimana
tampak dalam gambar adalah area yang diusulkan untuk kolam lindi. Laporan lisan yang diterima
mengatakan kemungkinan kolam ini akan diberi lapisan bawah. Tidak tampak lapisan liner di area
ini meskipun belum dipergunakan sebagai kolam lindi.
Sepanjang puncak permukaan pelataran bagian timur saluran selokan air permukaan sudah digali
meskipun area ini nampaknya lebih memungkinkan untuk menampung air lindi dibanding air
permukaan. Saluran ini berawal dari puncak terus sepanjang bagian lereng timur, diperkirakan
dibuang ke lereng timur dan mengalir kea rah air permukaan di bawah.

Saluran drainase sepanjang puncak timur, dari puncak TPA kemudian melintasi ujung timur.
Lindi terlihat mengalir di saluran ini (kedalaman sekitar 1 meter X 2 meter lebar.)
Gelembung gas lahan TPA dicatat tampak di air permukaan pada bagian sisi timur lahan, meskipun
hal ini hanya tampak pada keadaan terisolasi.
Rembesan lindi tercatat selama kunjungan di beberapa tempat di lahan ini sepanjang bentangan
lahan di bagian lereng Barat Laut, Timur dan Selatan. Dicatat pula akan adanya rembesan lindi yang
cukup signifikan pada sisi selatan pada puncak undakan terbawah, sekitar 3,0 m diatas kaki lereng.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

WB
AUGUST, 2007

Rembesan lindi sepanjang lereng bagian Selatan.


Sebagian besar bagian lahan TPA sisi Selatan ditutupi lapisan tipis tanah dengan ketebalan sekitar
30 40 cm. Permukaannya ditutupi rumput kasar. Terlihat sampah diantara lapisan tanah penutup
dan terdapat banyak retakan pada tanah tersebut.sepertinya lapisan ini sudah merupakan lapisan
akhir bagian lahan ini. Tampak usaha yang telah dilakukan untuk menempatkan pipa pernapasan gas
lahan TPA walaupun pipa-pipa tersebut tampaknya diletakkan pada posisi sembarangan/acak dan
tidak dilindungi. Tampak beberapa pohon tanaman pelindung juga di lahan ini.
Sekitar 25% sampai 35% lahan TPA ini ditutupi penutup seperti ini.

Bagian Selatan lahan TPA ditutupi dengan pohon dan pipa ventilasi.. Lapisan penutup maksimum
40 cm namun umumnya sangat tipis.
Pada bagian ujung Selatan terdapat kolam pengumpul lindi yang dibuat secara kasar. Tidak terlihat
lindi di kolam ini. Dinding kolam dibuat begitu jelek dari semen dan batu, dan terdapat banyak
tempat dimana terlihat retakan dinding. Selain itu dasar kolam pengumpul berada diatas dasar lahan
TPA sehingga pada hakekatnya menjadikan system ini tidak efektif.
ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

WB
AUGUST, 2007

Kolam di bagian Selatan. Dinding retak n


bekonstruksi jelek. Tidak ada lindi di kolam ini.

Penempatan sampah terus berlangsung saat kunjungan ini dan memberikan gambaran bagaimana
sampah ditumpuk. Ekscavator menempatkan tumpukan sampah dengan ketebalan lapisan sekitar 1,0
hingga 1,5 meter. Lapisan ini merata dan menutupi bagian atas lahan TPA. Tumpukan tanah penutup
ditempatkan di bagian atas untuk penggunaan temporer yang mana secara lisan dilaporkan
dilakukan pada setiap 1,5 hingga 2,0 meter ketebalan sampah. Tanah lokal ini berupa tanah liat
berpasir.

Daerah kerja

Tumpukan tanah penutup, dan sapi lokal merumput

Lahan TPA ini juga mempunyai populasi pemulungnya sendiri, beberapa diantaranya membangun
pondok/perlindungan sederhana dekat dengan lokasi pembuangan aktif TPA. Tidak terdapat bukti
pembakaran atau memasak di lingkungan pemulung ini meskipun ada laporan yang menyatakan
adanya kebakaran di salah satu bagian TPA beberapa waktu lalu, dimana area ini telah digali hingga
pada kedalaman 2,0 meter dengan lebar 5 meter. Tidak ada kebakaran lain yang dilaporkan terjadi.
Sapi diijinkan merumput di lahan TPA ini.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

WB
AUGUST, 2007

Tidak ada tanda-tanda ketidakstabilan tercatat selama kunjungan ini. Selama kunjungan dilakukan
Tanya jawab menyangkut sejarah berdirinya TPA. Tidak ada laporan yang terjadi menyangkut
longsor atau pemuaian tumpukan atau penyusutan yang signifikan.

DITANDATANGANI :

J Lynch

DISTRIBUSI :

Barid Manna, Lukman Hakim, JRL, J Latuheru, File

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

WB
AUGUST, 2007

Lampiran B

SISTIM HSE

1.1.1

CONTENTS

1.1.3

DAFTAR ISI

Section

Description

Bab

Diskripsi

1.

Purpose

1.

Tujuan

2.

Scope

2.

Ruang Lingkup

3.

Responsibilities

3.

Tanggung Jawab

4.

Definitions and
Abbreviations

4.

Definisi dan Singkatan

5.
Activity

Description of the

5.

Uraian Kegiatan

6.

Lampiran

6.

Attachments

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

WB
AUGUST, 2007

1.0 Purpose

1.0 Tujuan

1.1 Respond
to
emergency
situation during the field
operation of Tamangapa
Landfill - Makasar to
prevent
and
mitigate
accidents, incidents, and
environmental impacts.

1.1.

Menanggulangi
keadaan
darurat
selama
kegiatan
proyek TPA Tamangapa Makasar, untuk mencegah
dan mengurangi terjadinya
kecelakaan, insiden maupun
dampak lingkungan.

1.2 Establish an emergency


response plan to ensure that
there is an appropriate
response to unexpected
accidents/incidents.

1.2.

Menetapkan
rencana
penanggulangan
keadaan
darurat untuk meyakinkan
adanya system yang tepat
untuk
menanggulangi
kecelakaan maupun insiden
yang tidak diinginkan.

2.0 Scope

2.1 Identified significant Health,


Safety and Environmental
(HSE) aspects in emergency
conditions, in relation to
incidents/accidents, potential
fires, explosions, uncontrolled
release of gas and other
foreseeable emergencies with
Indonesia Geograpical and
emergency related to Indonesia
Geograpical, socio political;
riots, bomb threats and
earthquakes
and
their
environmental impacts.
2.1.1 Incident/accident
2.1.2 Fire and explosions
2.1.3 Uncontrolled release of
gas
2.1.4 Riots
2.1.5 Bomb treat
2.1.6 Earthquake

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

2.0 Ruang Lingkup


2.1 Identifikasi

Aspek
Keselamatan, Kesehatan Kerja
dan Lindungan Lingkungan
(K3PL) yang signifikan dalam
keadaan darurat, sehubungan
terjadinya
insiden
/
kecelakaan, kebakaran dan
ledakan, semburan gas, dan
situasi di luar kegiatan proyek
seperti
kerusuhan
massa/demo, ancaman bom,
gempa bumi dll.
2.1.1 Insiden/kecelakaan
2.1.2 Kebakaran dan ledakan
2.1.3 Semburan gas
2.1.4 Kerusuhan massa /
demo
2.1.5 Ancaman bom
2.1.6 Gempa bumi

WB
AUGUST, 2007

3.0 Responsibilities

3.1 HSE Manager prepares Emergency


Preparedness and Response System
(EPRS).
3.2 Project Manager implements the EPRS.
3.3 Tamangapa Landfill - Makasar
Superintendent implements the EPRS
Tamangapa Landfill Makasar
Superintendent communicates,
coordinates and instructs to contractors
including the field supervisor, to decide
action to be taken including resources
to combat the emergency situation.
3.4 Contractor (Universitas Hasanudin)
implements this procedure referring to
the instruction from Project
Superintendent
3.4.1. Project K3PL Supervisor
Assist the field
superintendent to organize
all section workers during
emergency situation
Assist to mobilize the
equipment and controls the
EPRS organization
Assist the Emergency
response team and Fire
Brigade
3.4.2. Security in charge follows the
instructions
from
Project
Superintendent, watches the
company property and restricts
people and cars access in/out of
the working area.

3.0 Tanggung Jawab


3.1 Manajer HSE menyiapkan Prosedur

Tanggap Darurat dan


Penanggulangan. Untuk suatu
kegiatan.
3.2 Manajer Proyek mempelajari dan
melakukan prosedur tersebut.
3.3 Superintenden TPA Tamangapa
Makasar menerapkan STDP.

Superintenden TPA Tamangapa


Makasar
mengkomunikasikan,
meng-koordinasikan
dan
menginstruksikan kepada kontraktor
(Universitas Hasanudin), Pengawas
lapangan
untuk
menentukan
langkah-langkah yang harus diambil
termasuk sumberdaya yang harus
disiapkan untuk menanggulangi
keadaan darurat.
3.4 Kontraktor (Universitas Hasanudin)

menerapkan prosedur ini sesuai


instruksi Superintenden Proyek.
3.4.1 Pengawas K3PL Proyek
Membantu Superintenden
proyek mengatur pekerja
dari seksi-seksi yang ada
selama keadaan darurat.
Membantu memobilisasi
peralatan dan pengendalian
organisasi STDP.
Membantu Tim
Penanggulangan Pemadam
Kebakaran dan
Penanggulangan.
3.4.2 Petugas keamanan mengikuti

instruksi
Superintenden
Proyek,
mengawasi
asset
perusahaan dan mencegah
masyarakat serta kendaraan
yang tidak berkepentingan
keluar masuk daerah kerja.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

WB
AUGUST, 2007

4.0 Definitions and Abbreviations


4.1 An Emergency Situation:

An unplanned accident / incident /


condition which endangers people and
causes damage to the environment and or
property, which should be prevented and
responded to quickly and appropriately.
4.2 An incident/accident:

An undesired event in the project area


that results in injury, occupational illness
or damage of equipment / property and
environment.

4.0

Definisi dan Singkatan


4.1 Situasi Darurat.
Kejadian/insiden/kondisi yang tidak
direncanakan yang dapat membahayakan
manusia,
merusak
lingkungan dan/atau perusahaan,
yang
harus
dicegah
dan
ditanggulangi secara cepat dan tepat.
4.2 Insiden/Kecelakaan.

Kejadian yang tidak diinginkan di


daerah
operasi
proyek
yang
menimbulkan
korban
manusia,
gangguan kesehatan kerja, kerusakan
peralatan / aset maupun lingkungan.

4.3 Fire and Explosion.


4.4 Uncontrolled Release of gas (metan)

An uncontrolled release of gas, which


happens in location.
4.5 Riot:

Tumultuous disturbances of the public


peace by three or more persons who
assemble for some private purpose and
execute it to the terror of the people.
4.6 Bomb Threat:

Indicate the intention of bomb threat


which to harm people
4.7 Earthquakes

4.3 Kebakaran dan ledakan.


4.4 Semburan Liar gas metan.

Semburan gas yang terjadi dilokasi


proyek.

4.5 Kerusuhan Masa / Huru-hara.

Kekacauan / gangguan ketenangan


publik yang dilakukan oleh tiga
orang atau lebih untuk suatu tujuan
pribadi atau kelompok tertentu
dengan melakukan teror atau
kerusuhan.
4.6 Ancaman Bom.

Indikasi adanya ancaman peledakan


bom yang akan membahayakan
manusia.
4.7 Gempa Bumi.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

WB
AUGUST, 2007

5.0 Description of the Activity

5.1 Emergency Communication System


5.1.1 Communication Implementation
If an incident or accident
occurs, the eyewitness directly
report to:
Universitas Hasanudin
Security guard
Any employees
According
to
communication flow chart.
Field Superintendent directly:
Instructs
the
HSE
Supervisor to handle the
incident/accident initially.
Reports
the
incident/accident
to
Operation
Manager,
including
all
the
information regarding the
above situation.
Operation Manager:
Directly reports to Project
Director and HSE Manager
Based on the information
and discussion with Project
Director
and
HSE
Manager,
Operation
manager decides if the
situation is an emergency
or not.
Project
Director
directly
reports to President Director
If required directly reports to
related institution refer to the
procedures.
In an emergency/ crisis
situation, Field Superintendent
is the On Scene Commander
(OSC) to handle or control the
situation above.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

5.0 Uraian Kegiatan


5.1 Sistem Komunikasi Darurat
5.1.1 Pelaksanaan Komunikasi

Apabila terjadi insiden atau


kecelakaan,
saksi
mata
langsung melaporkan kepada:
Universitas Hasanudin
Petugas Keamanan
Pegawai lainnya
Sesuai bagan Komunikasi
Darurat.
Field Superintendent segera:
menginstruksikan
segera
kepada supervisor K3PL
untuk langsung menangani
insiden/kecelakaan tersebut
melaporkan
insiden/kecelakaan tersebut
kepada Manajer Operasi,
termasuk
memberikan
informasi
selengkap
mungkin.
Manajer Operasi:
langsung melaporkan ke
Direktur
Proyek
dan
Manajer HSE
menetapkan situasi saat itu
dalam keadaan darurat atau
tidak,
berdasarkan
informasi dari lapangan dan
setelah berdiskusi dengan
Direktur
Proyek
dan
Manajer HSE.
Direktur
Proyek
segera
melapor ke Presiden Direktur
Apabila diperlukan segera
melaporkan ke instansi terkait
sesuai prosedur yang berlaku
Dalam keadaan darurat / krisis
maka
Superintenden
Lapangan adalah satu-satunya
personil sebagai pimpinan
dalam
menangani
dan

WB
AUGUST, 2007

Field Superintendent is the only


personnel and responsible to
contact, inform and communicate
with ERM Jakarta office.
5.1.2 Emergency Communication

The
following
phone
numbers could be used in an
Emergency Situation.

mengendalikan krisis.
Superintenden Lapangan adalah
personil yang berwenang dan
bertanggung
jawab
untuk
menghubungi, menginformasikan
dan
berkomunikasi
dengan
Kantor ERM Jakarta.
5.1.2 Komunikasi Darurat

Nomor nomor dibawah ini adalah


nomor telpon yang dapat di
gunakan khusus untuk Keadaan
Darurat

PHONE NUMBER

NOMOR TELPON

PT ERM Indonesia

021-79181904

Faximile

021-79181905

Project Director ( Barid Manna)

0815-73708999

Project Manager ( Rendy Soenarso)

0811-932842

HSE Coordinator (Endang Hadi)

0813-19528669

Field Superintendent (Jacky Latuheru)

0813-55134655

Location Tamangapa Landfill - Makasar

Lokasi TPA Tamangapa - Makasar

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

WB
AUGUST, 2007

5.2 Emergency Situation


5.2.1 Type of Emergency Situations

Incident/Accident
Fire and Explosion
Uncontrolled Release of Gas
Riot,
Bomb threat,
Earthquake.

5.3 Preparedness and Response

5.2 Keadaan Darurat


5.2.1 Jenis Keadaan Darurat

Insiden/Kecelakaan
Kebakaran dan Ledakan
Semburan Gas
Kerusuhan Masa
Ancaman Bom
Gempa Bumi

5.3 Kesiagaan dan Penanggulangan

Purpose:

Tujuan :

To maximize personnel safety and


minimize damage resulting from
uncontrolled situations,

Memaksimalkan keselamatan
personil dan meminimalkan
kerusakan akibat situasi yang
tidak terkendali,

To ensure clear communications


throughout the handling of the
emergency, and
To restore normal operations as
quickly as possible.
Followed are response activity for
various emergency conditions:
5.3.1 Uncontrolled release gas

Menyakinkan adanya komunikasi


yang jelas selama penanganan
keadaan darurat, dan
Mengembalikan ke kondisi
operasi normal secepat mungkin.
Berikut diuraikan upaya
penanggulangan untuk berbagai
keadaan-keadaan darurat, yaitu :
5.3.1 Semburan gas

5.3.2 Fire and Explosions

Fire & Explosions generally occur


without warning and affect the
entire community or large areas.
It will then cause damage to the
facility and company losses.
The fire occurs because of 3
elements of the fire triangle, as
follows: energy, fuel and oxygen.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

5.3.2 Kebakaran dan Peledakan

Kebakaran dan/atau ledakan


biasanya terjadi tanpa adanya
peringatan terlebih dahulu dan
dapat berakibat pada
lingkungan kerja yang luas,
sehingga menimbulkan
kerusakan fasilitas dan
kerugian perusahaan.
Kebakaran terjadi karena
adanya tiga elemen dari segitiga
api yaitu panas/ energi, bahan
bakar dan oksigen.

WB
AUGUST, 2007

The main principal of fire


management is to cross out one of
those 3 elements: remove fuel,
separate oxygen from the fire and
make it cold.
5.3.2.1 The dangers of fire or explosion

are:
Fire or Explosion in any
facilities could cause damage
to the whole facility and the
whole life of surrounding
area.
Fire could cause the condition
to become worse, if followed
by pollution.

Prinsip dari pemadaman


kebakaran adalah
menghilangkan salah satu
unsur segitiga api tersebut,
yaitu menghilangkan bahan
bakar, memisahkan oksigen
dari api dan mendinginkannya.
5.3.2.1

Kebakaran/ledakan pada
suatu fasilitas, dapat
mengakibatkan kerusakan
pada seluruh fasilitas,
bahkan membahayakan
kehidupan di sekitarnya.
Kebakaran dapat
mengakibatkan kondisi
yang lebih buruk apabila
timbul polusi sebagai
akibat lanjutannya.

5.3.2.2 Fire Classification

To exterminate the fire refer to


the classification of the fire
condition:
Fire A Class
Fire related to hard material
which is flammable such as
wood, paper, cotton, and
plastic. Use water to handle
the fire.
Fire B Class
Fire related to oil, gas and
other substances which can
release flammable vapor. To
handle this fire is by isolating
the source of fire from the air
/oxygen.
Fire C Class
Fire related to electrical
instruments, or close to them.
To handle this fire is by using
Dry Chemical and CO2.
Fire D Class
Fire related to flammable
metals such as: Magnesium,
Titanium, etc. To handle this
fire use special techniques
like BCF (Bromo Chloro
Fluoride)

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

Bahaya dari suatu


kebakaran atau ledakan
adalah :

5.3.2.2

Klasifikasi kebakaran.
Pemadaman dilakukan
sesuai dengan klasifikasi
api yang dihadapi.
Api Kelas A
Api yang berkaitan
dengan bahan keras yang
mudah terbakar seperti
kayu, kertas, kain dan
plastik. Dengan pendingin
air, api dapat
dipadamkan.
Api Kelas B
Api yang berkaitan
dengan minyak, gas dan
substansi lain yang dapat
mengeluarkan uap yang
mudah terbakar.
Pemadaman dilakukan
dengan mengisolasi
sumber api dari udara/
oksigen.Tepung kimia
kering,busa dan CO2
dapat dipergunakan.
Api Kelas C

WB
AUGUST, 2007

Api yang melibatkan


kebakaran peralatan
listrik, atau dekat dengan
peralatan listrik.
Pemadaman dilakukan
dengan Dry Chemical dan
CO2.

5.3.2.3 Response

Response should be done as


early as possible; before the
fire expanded.
Localize the fire by moving
the flammable or valuable
materials to a save extent
from fire.

Api Kelas D
Api yang melibatkan
logam-logam yang dapat
terbakar seperti
Magnesiun, Titanium dsb
Pemadamannya dilakukan
dengan teknik khusus
seperti BCF (Bromo
Chloor Fluoride).

Prepare the fire fighting


system and respond as
outlined in the fire fighting
procedure.
Demolish the fire given by
OSC.

5.3.2.3

Penanggulangan
Penanggulangan harus
diusahakan sedini
mungkin, sewaktu api
belum membesar
Lokalisir kebakaran
dengan memindahkan
bahan-bahan yang mudah
terbakar atau berharga
pada jarak aman dari api.
Siapkan fire fighting
system dan laksanakan
penanggulangannya
sesuai fire fightting
prosedur yang baku.
Lakukan pemadaman api
sesuai komando yang
diberikan.

5.3.3 Foreseeable Emergency Situation

5.3.3 Keadaan darurat lain yang

terkait dengan kondisi


geografis dan sosial politik
Indonesia (Kerusuhan masa,
Ancaman bom dan Gempa
bumi)

to Geographical Social and


Political Situations (Riot, Bomb
Thread, Earthquake)
A.

Riots
A calm, controlled and firm
response to riots is essential to
meet the objectives of this
procedure.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

A.

Kerusuhan Masa
Untuk mencapai sasaran
prosedur ini, diperlukan

WB
AUGUST, 2007

A.1 Potential Risk:

All personnel and facilities at


Tamangapa Landfill
MakasarField Operations are
at safety and damage risk in
the event of a riot (civil
disturbance) in the operation
area.

penanggulangan yang tepat,


terkendali dan tenang.
A.1 Potensi Resiko

Riot is categorize as Level 2


Alert Red
Group acts of violence and
disorders prejudicial to
public law and order that
may have an effect upon the
physical security of an
installation facility.

Rioters may breach


perimeter and cause damage
to personnel and property
through sabotage, looting
assault and/or vandalism.

Seluruh personil dan


fasilitas pada Operasi
Lapangan Tamangapa
Landfill Makasarsangat
berpotensi akan resiko
keselamatan dan
kerusakan sebagai akibat
terjadinya kerusuhan masa.
Kerusuhan masa
dikategorikan sebagai
Tingkat Bahaya 2 Merah.
Kelompok dapat bertindak
merusak dan bertentangan
dengan hukum maupun
perintah pimpinannya,
yang dapat berakibat pada
keamanan fisik instalasi /
fasilitas yang ada.
Pelaku kerusuhan dapat
merusak pagar dan
kemungkinan timbulnya
kerusakan dan gangguan
terhadap personil maupun
properti, melalui sabotase,
penrusakan maupun
vandalisme.

A.2 Response:

The Tamangapa Landfill Makasar Field


Superintendent is the action
leader and has overall
responsibilities for the
proper execution of this
condition.
The Tamangapa Landfill
Makasar Field
Superintendent is
responsible to report to
Operation Manager when
Riots occur.
Security Supervisor shall
control the Riots calmly and
fully monitored and
communicate to the
Tamangapa Landfill
Makasar field
Superintendent

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

A.2 Penanggulangan

Field Superintendent TPA


Tamangapa - Makasar
adalah pimpinan
penanggulangan, dan
bertanggung jawabuntuk
melakukan tindakan yang
tepat dalam
menghadapinya.
Field Superintendent TPA
Tamangapa - Makasar
bertanggung jawab untuk
segera melaporkannya
kepada Operation
Manager.
Pengawas Sekuriti agar
menghadapi dan
mengendalikan kerusuhan
ini dengan tenang, selalu
dipantau dan
WB
AUGUST, 2007

Riots occur for variety of


reasons and some flare up
with little or no warning and
others develop slowly.
When such incidents develop
slowly local officials
(security) are able to keep
Tamangapa Landfill
Makasar Emergency
Response Team (JERT)
anticipate of the situation
before.

When there is a sudden


eruption of violence, Security
personnel are usually the
first to be notified. They
serve as the focal point for
information on the nature
and extend of the
disturbance. Their official
and confidential sources
usually provide the
information necessary for
decisive action.
All employees, contractors
and others personnel are to
use caution in
communication of any sort
with local officials. Make no
statements to representative
at the new media.

Tamangapa Landfill
Makasar field
Superintendent prepares the
evacuation plan and
instructs to the JERT by
organizing all personnel to
move out from the
Tamangapa Landfill Makasar Operation area.
ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

berkomunikasi dengan
Field Superintendent TPA
Tamangapa - Makasar.
Kerusuhan dapat timbul
karena berbagai alasan,
sebagian berkembang
capat tanpa adanya tandatanda sebelumnya, dan
sebagian berkembang
dengan perlahan.
Apabila berkembang
secara perlahan maka
petugas setempat (petugas
sekuriti) dapat
mengusahakan agar Tim
Penanggulangan TPA
Tamangapa - Makasar
dapat mengantisipasi
sebelumnya.
Apabila kerusuhan
berkembang dengan cepat,
maka petugas sekuriti
merupakan orang yang
pertama kali yang perlu
diberikan laporan. Mereka
akan bertindak selaku
ujung tombak informasi
keadaan dan
perkembangan gangguan
yang terjadi. Sumbersumber resmi mau-pun
konfidensial yang
dimilikinya merupakan
informasi yang diperlu-kan
untuk melakukan tindakan
persiapan.
Seluruh pekerja, kontraktor
dan personil lainnya agar
membatasi dan berhati-hati
dalam berkomuni-kasi
dengan petugas setempat.
Jangan memberikan
pernyataan apapun kepada
media yang ada.
Field Superintendent TPA
Tamangapa - Makasar
mempersiapkan rencana
evakuasi dan apabila perlu
menginstruksikan Tim
Penanggulangan
Tamangapa Landfill
WB
AUGUST, 2007

Tamangapa Landfill Makasar Field


Superintendent together
with Security onsite will
notify Local (District) Police
Head Officer and the Police
Officer will conduct
investigation of the facts in
an effort to determined the
details of the incidents.
B.

Bomb thread

B.1. Potential Risks:

All personnel and facilities at


Tamangapa Landfill Makasar Field Operations
are at safety and damage risk
in the event of a bomb thread
in the operation area.

B.

Ancaman Bom

B.1. Potensi Resiko

B.2. Response:

Any personnel who receive


phone calls from outsiders
about a bomb threat must
inform the Tamangapa
Landfill Makasar Field
Superintendent

Tamangapa Landfill
Makasar Field
Superintendent reports
immediately to Operation
Manager.
Tamangapa Landfill Makasar Field
Superintendent announces to
all supervisor/personnel to
stop activity around the
facilities.
All personnel should
exercise a calm, controlled
response to the bomb threat
to save all workers and
company properties.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

Makasaruntuk mengatur
personil yang ada keluar
dari daerah operasi TPA
Tamangapa - Makasar.
Field Superintendent TPA
Tamangapa - Makasar
bersama petugas sekuriti
segera menghubungi
Kepolisian setempat agar
mengamankan dan
melakukan penyidikan
kejadian yang ditemukan.

Seluruh personil dan


fasilitas pada Operasi
Lapangan TPA Tamangapa
- Makasar sangat
berpotensi akan resiko
keselamatan dan
kerusakan sebagai akibat
terjadinya kerusuhan masa.

B.2. Penanggulangan

Setiap personil yang


menerima telpon dari luar
yang mengancam untuk
meledakkan bom harus
segera melapor kepada
Field Superintendent TPA
Tamangapa - Makasar.
Field Superintendent TPA
Tamangapa - Makasar
segera melaporkan
ancaman ini kepada
Operation Manager.
Field Superintendent TPA
Tamangapa - Makasar
mengumumkan kepada
seluruh personil untuk
menghentikan kegiatan di
sekitar fasilitas.
Seluruh personil agar tetap
tenang, pengamatan atas
setiap perkembangan
tingkat bahaya merupakan
hal penting dalam
penyelamatan seluruh
pekerja maupun properti

WB
AUGUST, 2007


Security advises the JERT to
contact the nearest Police
station and inform them that
the facilities are under Bomb
threat from the terrorist.

JERT informs to all personnel


to standby close at the phone
communications, if any
instructions from the
terrorist.

Tamangapa Landfill
Makasar Field
Superintendent instructs all
the Supervisor at Tamangapa
Landfill MakasarField to
organize his subordinates to
prepare evacuation plan for
the facilities.
Tamangapa Landfill
Makasar Field
Superintendent instructs all
personnel to move out from
the field.

Security Supervisor waits for


the Police action in the
Tamangapa Landfill Makasar facilities until
instructed, and all area are
under control and clear
situations
Tamangapa Landfill Makasar Field
Superintendent advises the
Operation Manager of the
conditions and instructs all
workers back to work under
normal condition.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

perusahaan.
Petugas sekuriti
menyarankan Tim
Penanggulangan Keadaan
Darurat (TPKD)
Tamangapa Landfill
Makasaruntuk
menghubungi pos Polisi
terdekat dan melaporkan
ancaman yang diterima.
TPKD Tamangapa Landfill
Makasarmenginformasikan
agar personil yang
bertugas berada di dekat
pesawat telpon untuk
mengikuti setiap instruksi
dari teroris.
Field Superintendent TPA
Tamangapa - Makasar
menginstruksikan seluruh
supervisor untuk
mengorganisir dan
mempersiapkan evakuasi
anak buahnya.
Field Superintendent TPA
Tamangapa - Makasar
memerintahkan setiap
personil untuk segera
keluar meninggalkan
tempat pekerjaannya.
Petugas sekuriti mengikuti
Polisi yang melakukan
pemeriksaan hingga
seluruh area dinyatakan
aman dan di bawah
kendali.
Field Superintendent TPA
Tamangapa - Makasar
melapor kepada Operation
Manager kondisi yang ada
dan menginstruk-sikan
seluruh pekerja kembali
bekerja seperti biasa.

WB
AUGUST, 2007

C.

Earthquake

C.1 Potential Risks:

Earthquakes generally occur


without warning and affect
the entire community or
large areas thereby could
disturb the facilities.

The principal dangers from


earthquakes are: the collapse
of buildings; possible
collapse of well facilities, fire
or pollution originating from
damaged well head and/or
broken of subsurface part of
wells.
All personnel working with
and the facilities of
Tamangapa Landfill Makasar Field Operations
are at risk in earthquake
conditions
Depending on the intensity
of the earthquake, this
situation should be faced
calmly and carefully.

C.

Gempa Bumi

C.1. Potensi Resiko

Gempa bumi biasanya


terjadi tanpa adanya
peringatan, dapat
mempengaruhi seluruh
komunitas atau daerah
yang luas sehingga dapat
menimbulkan kerusakan
pada fasilitas yang ada.
Bahaya suatu gempa bumi
adalah runtuhnya
bangunan dan
kemungkinan kerusakan
fasilitas.

Seluruh personil yang


bekerja di lapangan TPA
Tamangapa - Makasar juga
dapat menanggung resiko
yang timbul.
Tergantung intensitas
gempa yang terjadi, harus
dihadapi dengan tenang
dan hati-hati.

C.1 Response.

Tamangapa Landfill Makasar Field


Superintendent announces to
all supervisor/personnel to
stop activity around the
Tamangapa Landfill Makasar facilities.
All other direct supervisors
to shut down all operations
and move personnel out of
and/or away from building,
facilities, or mast to safe
open space and stay away
until advised of need for
further action.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

C.2. Penanggulangan

Field Superintendent TPA


Tamangapa - Makasar
mengumumkan kepada
seluruh
supervisor/personil untuk
menghen-tikan kegiatan
yang dilakukan.
Supervisor yang
bersangkutan segera
menghentikan seluruh
operasi dan mengevakuasi
personil-nya keluar /
menjauhi bangunan,
fasilitas, atau menara bor
yang ada menuju ke ruang
bebas yang aman sampai
diperintahkan untuk
melakukan tindakan

WB
AUGUST, 2007

All personnel should


exercise a calm, controlled
response to an earthquake,
which is essential to save all
workers and company
properties.
In case of fire Tamangapa
Landfill - Makasar Field
Superintendent advises the
FRT to mobilize the
personnel and localized the
source of Fire and fight the
fire as soon as possible.

Safety Supervisor orders the


JERT for medivac if required.
Tamangapa Landfill Makasar Field
Superintendent prepares the
evacuation plan and
instructs to the JERT by
organizing all personnel to
move out from the facilities.
Each supervisor organizes a
review of
facilities/equipment under
his responsibility and reports
damage to Tamangapa
Landfill - Makasar Field
Superintendent.

Tamangapa Landfill Makasar Field


Superintendent informs
Operation Manager.
Tamangapa Landfill
MakasarField
Superintendent instructs all
workers back to work as
normal condition.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

selanjutnya.
Seluruh personil agar tetap
tenang, penanggulangan
yang terkendali sangat
penting untuk keselamatan
seluruh pekerja dan
properti perusahaan.
Dalam hal terjadi
kebakaran, Field
Superintendent TPA
Tamangapa - Makasar
menginstruksikan Tim
Penanggu-langan
Kebakaran (TPK) untuk
memobilisasi personil dan
peralatan-nya guna
melokalisir dan memadamkan api sedini
mungkin.
Supervisor K3PL minta
bantuan medis jika
diperlukan.
Field Superintendent
Tamangapa Landfill
Makasarmempersiapkan
rencana evakuasi dan
menginstruksikan TPKD
Jati-rarangon untuk
mengorganisirnya.
Setiap supervisor segera
mengevaluasi
fasilitas/peralatan yang
menjadi tanggung
jawabnya dan melaporkan
kerusakannya kepada Field
Superintendent TPA
Tamangapa - Makasar
Field Superintendent TPA
Tamangapa - Makasar
melaporkan kepada
Operation Manager dan
menginstruksikan seluruh
pekerja kembali ke tempat
kerjanya setelah kondisi
normal.

WB
AUGUST, 2007

5.4 Emergency Training


The ERP has to be periodically tested
in order to prove the efficiency; drill
exercises have to be conducted, to
test emergency equipment,
communication and evacuation
performance.

5.5 Emergency Equipment Maintenance.


All emergency equipment and
devices have to be inventoried,
maintained to be ready for use
according to planned scheduled and
record the maintenance performance.

ENVIRONMENTAL RESOURCES MANAGEMENT

5.4 Pelatihan Keadaan Darurat

Sistem Penanggulangan dan


Kesiagaan Keadaan Darurat secara
periode perlu diuji untuk
membuktikan efisiensi dan
efektifitasnya. Latihan keadaan
bahaya perlu dilakukan untuk
menguji kinerja peralatan,
komunikasi dan system evakuasi
yang ditetapkan.

5.5 Pemeliharaan Peralatan

Penanggulangan Keadaan Darurat.


Seluruh peralatan penanggulangan
keadaan darurat dan
perlengkapannya harus
diinventarisir, dipelihara agar selalu
siap untuk dipergunakan sesuai
rencana yang ditetapkan dan dicatat
kinerja pemeliharaannya.

WB
AUGUST, 2007

Anda mungkin juga menyukai