Anda di halaman 1dari 19

TUGAS REFERAT

HUBUNGAN MADU DENGAN PENYEMBUHAN LUKA

Oleh:
Puji Nurhidayati

H1A010034

Abdul Ghoffar T.

H1A010019

PEMBIMBING:
dr. Dedianto Hidajat, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK SMF DERMATO-VENEREOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya.
Referat Dermato-Venereologi yang berjudul Hubungan madu dengan penyembuhan
luka ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi
Nusa Tenggara Barat.Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan
bimbingan kepada penulis.
1. Dr. I Wayan Hendrawan, Sp.KK selaku Ketua SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUP NTB.
2. Dr. Yunita Hapsari, M.Sc, Sp.KK, selaku Koordinator Pendidikan SMF Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP NTB.
3. Dr. Dedianto Hidajat, Sp.KK, selaku pembimbing.
4. Dr. IGAA Ratna Medikawati, Sp.KK, selaku supervisor.
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan referat ini.Semoga referat ini dapat
memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan mengenai hubungan madu dengan
penyembuhan luka, khususnya bagi penulis dan pembaca dalam menjalankan praktek
sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih.
Mataram, 27 Desember 2015
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I Pendahuluan
BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Madu
2.1.1 Definisi
2.1.2 Jenis dan kandungan madu.
2.1.3 Proses pembentukan madu.......
2.1.4 Mekanisme klinis madu........
2.1.5 Aplikasi penggunaan madu......
2.2 Luka ...........

2
2
3
4
5
5
5
5
6
6
9
9

2.3 Hubungan madu dengan penyembuhan luka ..............


2.4 Tabel penelitian hubungan pemberian madu pada luka

BAB III Kesimpulan


Daftar Pustaka
.......

10
13
17
18

HUBUNGAN MADU DENGAN PENYEMBUHAN LUKA


Referat Dermato-Venereologi
Puji Nurhidayati / Abdul Ghoffar T.
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram Rumah Sakit Umum Provinsi NTB
BAB I
PENDAHULUAN
Madu adalah zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar
bunga (Apis mellifera). Zat ini kaya akan kandungan karbohidrat. Madu diketahui
memiliki banyak kandungan yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Salah
satu manfaat madu yang sudah banyak digunakan sehari-hari oleh masyarakat luas
sejak zaman dahulu dan baru-baru ini telah banyak ditemukan penelitian-penelitian
medis bahwa madu dapat berperan dalam penyembuhan luka baik yang akut maupun
kronik. Secara tradisional, madu telah digunakan dalam mengobati luka bakar, luka
yang terinfeksi, ulkus, bisul, dan kaki diabetes. 1,2
Banyak penelitian telah dilakukan untuk membuktikan hubungan madu
dengan penyembuhan luka. Salah satu penelitian tentang efek madu dalam
penyembuhan luka menyebutkan bahwa madu memiliki efek antibakterial,
kandungan efek antiinflamasi, efek antioksidan, antivirus dan menstimulasi
pertumbuhan jaringan. Menurut penelitian-penelitian tersebut, kandungan hidrogen
peroksida dalam madu memiliki efek antibakteri. Namun beberapa penelitian lainnya
masih mempertanyakan hal tersebut. 1,3
Dalam mempelajari hubungan antara perkembangan madu dan penyembuhan
luka menunjukkan hasil yang berdeda-beda sehingga perlu dibahas lebih lanjut
mengenai hubungan penggunaan madu dan penyembuhan luka. 1,2,3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MADU
2.1.1 DEFINISI
Madu adalah zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku
nektar bunga (Apis mellifera). Zat ini kaya akan kandungan karbohidrat. Untuk
pembentukan madu diperlukan dua faktor yakni; pertama, bunga yang nektarnya
merupakan bahan baku pembuatan madu dan yang kedua, serangga yaitu lebah yang
merupakan tenaga ahlinya. Nektar adalah senyawa kompleks yang dihasilkan kelenjar
tanaman dalam bentuk larutan gula. Pembuatan madu dimulai ketika lebah pekerja
membawa nektar kesarangnya. 1
2.1.2

JENIS DAN KANDUNGAN MADU


Pada umumnya, madu tersusun atas 17,1% air, 82,4% karbohidrat total, 0,5%

protein, asam amino esensial diantaranya lysin, histadin, triptofan,dll. Karbohidrat


yang terkandung dalam madu termsuk karbohidrat sederhana, yang terdiri dari 38,5%
fruktosa, 31% glukosa dan sisanya 12,9% karbohidrat terdiri dari maltosa, sukrosa,
dan gula lain.4
Jenis dan kualitas madu umumnya ditentukan dari asal bunga seperti madu
gelam (Melaleuca sp), madu manuka (Leptospermum scoparium), madu maduhoney,
madu tualang. Selain itu, madu juga digolongkan berdasarkan bunga sumber
nektarnya. Madu monoflora merupakan madu yang sumber nektarnya didominasi
oleh satu jenis tanaman, contohnya madu kapuk, madu randu, madu kelengkeng,
madu karet, madu jeruk, madu kopi dan madu kaliandra. Madu multiflora atau madu
poliflora merupakan madu yang sumber nektar dari berbagai jenis tanaman. 5

2.1.3

PROSES PEMBENTUKAN MADU


Madu dihasilkan oleh lebah pekerja sebagai sumber makanan. Lebah

menghisap setetes nektar dengan alat hisapnya dan menyimpannya ke dalam kantong
madu yang ada di dalam tubuhnya.

Lebah memproduksi madu dengan bahan nektar

yang merupakan cairan mengandung gula yang disekresikan oleh kelenjar nektar
tanaman. Nektar dikumpulkan dari berbagai tanaman dan disimpan dalam kantung
madu lebah pekerja. Nektar dalam kantung madu tercampur dengan saliva lebah yang
berasal dari kelenjar hipofaringeal dan kelenjar saliva. Pada saat kantung lebah
pekerja telah terisi penuh, lebah pekerja kembali ke sarang. Nektar kemudian
ditransfer ke lebah pekerja lain, kemudian dimasukan ke dalam sel madu jika kadar
air telah mencapai 50-60% dan dikipasi oleh lebah sampai kadar air sekitar 20%, lalu
disegel dengan wax dan dibiarkan. Hasil akhir proses ini adalah madu.6
2.1.4 MEKANISME KLINIS MADU
2.1.4.1 Madu Sebagai Antibakteri
Madu dikenal memiliki efek antibakteri spektrum luas serta antifungal. Adapun
yang menjadikan alasan mengapa madu memiliki efek tersebut adalah sebagai
berikut: 3,7
2.1.4.1.1 Efek osmotik madu
Konsentrasi gula yang tinggi menarik air keluar dari organisme sehingga
membuat organisme ini dehidrasi dan menyebabkan sel mati. Potensi antibakterial
pada madu, pertama kali ditemukan tahun 1892 oleh Van Ketel. Potensi antibakterial
ini sering diasumsikan berkaitan erat dengan efek osmotik dari kandungan gula yang
tinggi pada madu.1,3,4
Walaupun demikian, luka yang terinfeksi dengan Staphilococcus aureus, secara
cepat dibuat steril oleh madu. Madu mempunyai aktivitas antibakterial tingkat

medium untuk mencegah pertumbuhan Staphilococcus aureus jika diencerkan 7-14


kali dari titik dimana osmolaritasnya tidak mampu menjadi inhibitor lagi.1,3,4
2.1.4.1.2 Keasaman madu
Madu bersifat sangat asam dan memiliki pH sekitar 4,4 yang akan
menyebabkan bakteri akan terbunuh dalam lingkungan asam seperti ini.3
2.1.4.1.3 Aksi dari hydrogen peroksida
Senyawa hydrogen peroksida yang terkandung dalam madu ini dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Zat ini selalu dihasilkan oleh madu secara
enzimatis dan terus menerus oleh oleh enzim glukose oksidase. Hidrogen piroksida
pada madu merupakan antiseptik karena sifatnya sebagai antibakterial. Hidrogen
piroksida ini dapat menghambat kurang lebih 60 jenis bakteri aaerob/anaerob serta
bakteri gram positif/negatif. Pertumbuhan bakteri dihambat oleh 0,02-0,05mmol/l
hidrogen piroksida.1,3
2.1.4.1.4 Inhibin
Bahan termolabil ini diklaim oleh beberapa peneliti sebagai bahan
antimikroba yang bertanggungjawab menghambat pertumbuhan organisme baik
Gram positif maupun Gram negatif. Faktor inhibin ini kemudian menjadi efektif
karena adanya hidrogen peroksida.1,3

2.1.4.2 Madu Sebagai Anti Inflamasi


Selain sebagai antibakteri, madu juga berperan sebagai antiinflamasi yang
cukup efektif.2 Penggunaan madu untuk penyembuhan luka terbukti dapat
mengurangi inflamasi, edema, dan eksudat. Antiinflamasi dapat dihubungkan dengan
sifat madu yang higroskopis sehingga memastikan penyerapan edema dengan cepat.
Selain itu, efek antiinflamasi tersebut dapat mengurangi nyeri yang disebabkan
7

penekanan saraf tepi dan mengurangi produksi prostaglandin pada saat proses
inflamasi berlansung. Efek antiinflamasi pada madu juga dapat menstimulasi proses
granulasi dan epitelisasi sel, angiogenesis, dan memercepat proliferasi fibroblast dan
sepitel dengan memproduksi growth factors seperti tumor necrosis factor (TNF alfa).
Selain itu, 5,8 kilodalton komponen dari madu dapat menstimulasi respon makrofag
dan dapat mempercepat pertumbuhan growth factor. Beberapa kandungan lainnya
seperti prostaglandin dan nitrit oksida memiliki peran utama dalam proses inflamasi.
3,4

2.1.4.3 Madu sebagai antioksidan


Phytochemical (senyawa kimia tumbuhan) dikenal sebagai faktor antibakterial
non peroksida. Senyawa ini secara alami terdapat pada nektar bunga yang
dikumpulkan oleh lebah madu. Sebagai contohnya pada madu yang didapat dari
bunga pohon manuka New Zealand lebih berpotensi dalam membunuh bakteri.
Karena molekul dari senyawa ini belum teridentifikasi secara pasti maka sifat madu
ini dinamakan faktor manuka yang unik.
Antioksidan yang berbeda dihasilkan oleh madu seperti flavonoid,
monofenolic, polifenolic, dan vitamin C. Radikal bebas berasal dari oksigen yang
dikenal dengan sebutan reactive oxigen species (ROS), dihasilkan oleh rantai
mitokondria dan leukosit pada proses inflamasi. Vitamin C dapat mengurangi
peroksida (salah satu ROS) dan berperan seperti antioksidan. 3
2.1.4.4 Madu sebagai antivirus
Pada penelitian yang dilakukan oleh Al-waili tahun 2013 yakni penggunaan
madu pada pasien dengan lesi herpes yang berulang (labia dan genital)
membandingkan penggunaan madu dan asiklovir pada penggunaan secara topikal.
Sebagai hasilnya, madu menunjukkan hasil bahwa madu memberikan efek yang
cukup baik seperti asiklovir.1

2.1.5

APLIKASI PENGGUNAAN MADU


Penggunaan madu dapat digunakan secara topikal, mudah diserap kulit

sehingga dapat menciptakan kelembaan kulit dan memberi nutrisi yang dibutuhkan.
cara pemberian madu yang baik adalah madu diletakkan pada pembalut yang dapat
menyerap madu. Balutan yang digunakan harus yang berpori agar madu dapat
mencapai bagian tubuh yang luka. Madu aman untuk dioleskan lansung ke daerah
luka yang terbuka karena madu selalu larut dalam air dan mudah dibersihkan.
Frekuensi penggantian pembalut madu bergantung dari seberapa cepat madu tercapur
dengan eksudat. Penggantian pembalut pada luka yang tidak mengeluarkan eksudat
dapat dilakukan 3 kali seminggu.4
2.2 LUKA
Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis jaringan sebagai
akibat dari ruda paksa. Luka dapat merupakan luka yang sengaja dibuat untuk tujuan
tertentu, seperti luka insisi pada operasi atau luka akibat trauma seperti luka akibat
kecelakaan.8
Respon

organisme

terhadap

kerusakan

jaringan/organ

serta

usaha

pengembalian kondisi homeostasis sehingga dicapai kestabilan fisiologis jaringan


atau organ yang pada kulit terjadi penyusunan kembali jaringan kulit ditandai dengan
terbentuknya epitel fungsional yang menutupi luka.8
Tahapan penyembuhan luka terdiri dari 4 fase: koagulasi, inflamasi,
proliferatif, dan remodelling. Fase koagulasi terjadi saat awal terjadinya luka, terjadi
perdarahan pada daerah luka yang diikuti dengan aktifasi kaskade pembekuan darah
sehingga terbentuk klot hematoma. Proses ini diikuti oleh proses selanjutnya yaitu
fase inflamasi. Selanjutnya fase inflamasi yang mempunyai prioritas fungsional yaitu
menggalakkan hemostasis, menyingkirkan jaringan mati, dan mencegah infeksi oleh
bakteri patogen terutama bakteria. Pada fase ini platelet yang membentuk klot

hematom mengalami degranulasi, melepaskan faktor pertumbuhan seperti platelet


derived

growth factor (PDGF) dan transforming growth factor (TGF),

granulocyte colony stimulating factor (G-CSF), C5a, TNF, IL-1 dan IL-8. Leukosit
bermigrasi menuju daerah luka. Terjadi deposit matriks fibrin yang mengawali proses
penutupan luka. Proses ini terjadi pada hari 2-4. Proses ketiga yakni fase proliferatif
yang terjadi dari hari ke 4-21 setelah trauma. Keratinosit disekitar luka mengalami
perubahan fenotif. Regresi hubungan desmosomal antara keratinosit pada membran
basal menyebabkan sel keratin bermigrasi kearah lateral. Keratinosit bergerak melalui
interaksi dengan matriks protein ekstraselular (fibronektin,vitronektin dan kolagen
tipe I). Faktor proangiogenik dilepaskan oleh makrofag, vascular endothelial growth
factor (VEGF) sehingga terjadi neovaskularisasi dan pembentukan jaringan granulasi.
Proses terakhir yakni fase remodeling dimana fase yang paling lama pada proses
penyembuhan luka,terjadi pada hari ke 21-hingga 1 tahun. Terjadi kontraksi luka,
akibat pembentukan aktin myofibroblas dengan aktin mikrofilamen yang memberikan
kekuatan kontraksi pada penyembuhan luka. Pada fase ini terjadi juga remodeling
kolagen. Kolagen tipe III digantikan kolagen tipe I yang dimediasi matriks
metalloproteinase yang disekresi makrofag, fibroblas, dan sel endotel. Pada masa 3
minggu penyembuhan, luka telah mendapatkan kembali 20% kekuatan jaringan
normal.8
2.3 HUBUNGAN MADU DENGAN PENYEMBUHAN LUKA
Madu memiliki kandungan vitamin, asam, mineral, dan enzim yang sangat
berguna bagi tubuh sebagai pengobatan tradisional, peningkatan antibodi, dan
penghambat pertumbuhan sel kanker atau tumor. Madu mengandung asam amino
yang berkaitan dengan pembuatan protein tubuh asam amino non essensial dan
mengandung asam amino essensial seperti lisin, histadin, triptofan, dll.14 Madu
bersifat antibakteri, antiseptik menjaga luka, mempercepat proses penyembuhan luka
bakar akibat tersiram air mendidih atau minyak panas. 6

10

Sifat antibakteri madu membantu mengatasi infeksi pada perlukaan dan anti
inflamasinya dapat mengurangi nyeri serta sirkulasi yang mempengaruhi proses
penyembuhan dalam merangsang pertumbuhan jaringan baru sehingga mempercepat
penyembuhan luka dan mengurangi jaringan parut atau bekas luka pada kulit.6
Pada penelitian Yapucu dkk tahun 2007 menyatakan bahwa penyembuhan luka
yang dirawat dengan madu lebih cepat empat kali daripada waktu penyembuhan luka
yang dirawat dengan obat lain. Sebagai lapisan pada luka, madu menyediakan
lingkungan lembab, membantu pembersihan infeksi, menghilangkan bau busuk,
mengurangi inflamasi, edema, eksudasi, dan meningkatkan proses penyembuhan oleh
stimulasi angiogenesis, granulasi, dan epitelisasi sehingga tidak diperlukan
pencakokan kulit dan memberikan hasil kosmetik yang sangat baik. 6,9
Infeksi pada luka adalah salah satu faktor penting yang dapat menunda
ataupun menghambat kecepatan penyembuhan luka. Untuk proses penyembuhan luka
diperlukan lingkungan yang baik sehingga proses fisiologis yang normal dapat terjadi
dan menghasilkan bekas luka (skar) yang minimal. Salah satu strategi terpenting
untuk menjaga proses penyembuhan adalah untuk mensterilisasi kerusakan jaringan
dari infeksi mikroba. Madu memiliki banyak efek seperti antibakterial, antioksidan,
antitumor, antiinflamasi dan efek metabolik.1
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yaghobi dan kazerouni
tahun 2013 paling tidak terdapat empat faktor yang bertanggung jawab terhadap
aktivitas antibakteri pada madu. Pertama, kadar gula yang tinggi akan menghambat
bakteri sehingga bakteri tersebut tidak dapat hidup dan berkembang. Kedua, tingkat
keasaman madu yang tinggi (pH 3,65) akan mengurangi pertumbuhan dan daya hidup
bakteri, sehingga bakteri tersebut akan mati. Ketiga, adanya senyawa radikal hidrogen
peroksida (H2O2) yang bersifat dapat membunuh mikroorganisme patogen. Keempat,
adanya senyawa organik yang bersifat antibakteri. Yang telah teridentifikasi antara
lain polifenol, flavonoid, dan glikosida.1

11

Jurnal yang digunakan dalam pembahasan ini merupakan jurnal penelitian


yang sudah dinilai secara kritis menggunakan checklist yang didapatkan dari
Critical Appraisal Skills Programme (CASP). Jurnal yang dibahas adalah jurnal
yang memenuhi kriteria yang terdapat dalam checklist. Jurnal yang digunakan juga
diurutkan berdasarkan skor yang didapatkan dari checklist dan berdasarkan level of
evidence. Oleh karena itu, didapatkan lima jurnal yang memenuhi kriteria yang
masing-masing memiliki metode; Randomised controlled trial, suatu metode
penelitian yang mengunakan sampel pasien sesungguhnya yang kemudian dibagi atas
dua grup yaitu grup control dan grup yang diberi perlakuan. Group control dan yang
diberi perlakuan sifatnya harus sama. Penggolongan pasien masuk ke group kontrol
atau perlakuan dilakukan secara acak (random) dan biasanya juga dengan cara
blinding untuk mengurangi kemungkinan subjectivity. Penelitian lainnya merupakan
penelitian cohort yang merupakan penelitian kasus-kontrol dan biasanya bersifat
observasi yang diamati ke depan terhadap dua kelompok (control dan perlakuan).
Selanjutnya penelitian menggunakan sistematic riview yang dilakukan dengan
melakukan review atas literature-literatur yang berfokus pada suatu topic untuk
menjawab suatu pertanyaan.literatur-literatur tersebut dilakukan analisis dan hasilnya
di rangkum.10

12

2.5 PENELITIAN TENTANG MADU DENGAN PENYEMBUHAN LUKA


Tabel 1. Tabel penelitian hubungan pemberian madu pada luka
No
1

Penulis
Jull

Judul
AB, Honey as a topical

Rodgers

A, treatment

Walker N.

Tahun Metode
2009 Sistematic

for

riview

wounds.

Hasil
Pada penelitian
ini didapatkan
hasil

bahwa

madu

dapat

meningkatkan
waktu
penyembuhan
luka

ringan-

berat baik itu


pada luka yang
akut

maupun

kronis

jika

dibandingkan
dengan
pengobatan
2

effect

Al-Mahdi

The

AL-JADI,

Malaysian

honey

controlled

dalam

Francis

and

major

trial

terbukti

Kanyan

components

memiliki

Enchang,

on the proliferation

yang

Kamaruddin

of

dalam

Mohd Yusoff

fibroblasts

its

of

cultured

2014

konvensional.
Randomised Komponen di
madu
efek
besar

menstimulasi
perkembangan
jaringan

13

fibroblast
dalam
penyembuhan
3

Parag

V, Randomized

Molan

P, clinical

Rodgers A

2008

trial

of

honey-impregnated

luka
Randomised Pada penelitian
controlled

ini

tidak

trial

didapatkan

dressings for venous

perbedaan yang

leg ulcers.

signifikan
penggunaan
madu
dibandingkan
dengan
pengobatan

Ronald ingle

Wound healing with

Jonathan

honey

2006

levin

yang biasanya.
Randomised Tidak terdapat
controlled

bukti yang kuat

trial

terhadap

efek

Krijin

penyembuhan

Polinder

luka

pada

penggunaan
5

Tan,

M.K., The

Efficacy

S.H.A.

Gelam

Durriyyah,

Dressing

M.A.

Excisional

Tumiran,

Healing.

M.A.

Journal

Abdulla, and University

of

Honey
towards
Wound
Medical

2012

Cohort

madu
Pada penelitian

study

ini didapatkan
bahwa
penggunaan
madu

dapat

of

mempercepat

of

penyembuhan

14

M.Y.

Malaya.

luka.

Kamaruddin.
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan madu memiliki bukti
yang kuat dalam penyembuhan luka baik pada luka yang akut maupun kronis. Infeksi
pada luka adalah salah satu faktor penting yang dapat menunda ataupun menghambat
kecepatan penyembuhan luka. 11
Pada penelitian yang dilakukan oleh Tan,M.K dkk tahun 2012 menyimpulkan
bahwa madu memiliki efektifitas yang baik dalam proses penyembuhan luka dengan
cara meningkatkan proses kontraksi pada saat penyembuhan luka. Penelitian ini
menggunakan madu gelam yang merpakan salah satu jenis madu monofloral yang
bersumber dari pohon gelam (Melaleucea sp) yang telah di sterilisasi dengan radiasi
gamma dan disimpan dalam suhu dengan temperatur 20 o C. Subjek penelitian ini
menggunakan tikus jantan dengan berat badan 180-250 gram. Selanjutnya dilakukan
pemberian tindakan berupa perlukaan dan pengobatan dengan madu gelam, intrasite
gel dan saline. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pengobatan menggunakan
madu gelam meningkatkan proses penyembuhan luka dengan cara meningkatkan
kontraksi pada jaringan luka. Hal ini diamati berdasarkan hasil pemeriksaan
makroskopis dan histologis. 12
Penelitian tentang madu dan penyembuhan luka yang menggunakan metode
penelitian yang berbeda dilakukan oleh Al-Mahdi, dkk tahun 2014 dengan
menggunakan MTT Assay untuk mengukur secara lansung aktifitas selular
berdasarkan succinic dehidrogenase

mitokondria untuk

mereduksi garam MTT

(Metyltiazol tetrazolium). Dalam hal ini peneliti melihat aktifitas sel fibroblas yang
dikultur dengan ekstrak komponen dari madu gelam (Melaleucea sp) yang sudah
disterilisasi, gula, protein dan H202. Komponen didalam madu terbukti memiliki efek
yang paling besar dalam menstimulasi perkembangan jaringan fibroblast.13

15

Penelitian serupa yang mendukung tentang madu sebagai penyembuh luka


adalah oleh Jull AB,dkk tahun 2009 menyimpulkan dalam sistematic riview nya
bahwa madu

dapat mempercepat waktu penyembuhan luka ringan-berat jika

dibandingkan dengan terapi konvensional pada umumnya. Peneliti melakukan


analisis terhadap banyak penelitian lainnya terkait madu dan penyembuhan luka,hasil
analisis penelitian beliau yakni madu dapat meningkatkan waktu penyembuhan luka
ringan-berat jika dibandingkan dengan pengobatan secara konvensional.11
Berbeda dengan dua penelitian lainnya oleh Jull Andrew, dkk (2008) dan
Ronald Ingle dkk (2006) yang juga meneliti tentang efek madu pada penyembuhan
luka dengan metode penelitian yang sama mereka mendapatkan bahwa penggunaan
madu sebagai salah satu terapi penyembuhan luka memang cukup aman dan
memuaskan, serta agen penyembuhan luka yang efektif. Pada penelitian ronald,
peneliti membandingkan penggunaan madu dengan Gel healing agents, namun tidak
ditemukan cukup bukti yang kuat bahwa penggunaan madu lebih baik daripada
pengobatan secara konvensional dalam proses penyembuhan luka.2,14
Dari beberapa penelitian yang kami telaah, madu yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah madu gelam dan madu tualang karena efek bakterisidal dan
bakteriostatik yang efektifitasnya hampir sama. Namun dalam proses aplikasi, madu
tualang lebih disenangi karena konsistensinya tidak terlalu kental sehingga lebih
cepat dalam penyerapan luka. Selain itu, penggunaan jenis madu tertentu
dihubungkan dengan ketersediaan dari madu pada daerah yang diteliti.13

16

BAB III
KESIMPULAN
Dari beberapa sumber jurnal penelitian tentang madu dan penyembuhan luka
dari jurnal yang paling baru, dapat kami disimpulkan bahwa penggunaan madu dalam
penyembuhan luka cukup efektif dan memiliki banyak bukti ilmiah. Bahkan beberapa
jurnal menyimpulkan bahwa efek yang ditimbulkan oleh madu hampir sama atau
sedikit lebih tinggi daripada pengobatan secara konvensional pada umumnya.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Al-waili noori, Khelod Shalom, Ahmad A. Alghamdi. Honey for wound
healing, ulcers, and burns: data supporting its use in clinical practice. The
scientific worl Journal 2011;11,766-787
2. Jull Andrew, Walker N, Parag V, Molan P, Rodgers A, on behalf of the Honey
as Adjuvant Leg Ulcer Therapy trial collaborators. Randomized clinical trial
of honey-impregnated dressings for venous leg ulcers. British Journal of
Surgery2008;95(2):17582.
3. Yaghoobi Reza, Afshin Kazerouni, Ory Kazerouni. Evidence for clinical use
of honey in wound healing as an antibacterial, antiinflamatory, antioxidant
and antiviral.Jundishapur Journal of Natural Pharmaceutical product.2013
August;8 (3):100-4
4. Molan,PC. The role of honey in the management of wounds.

Journal of

wound care september 1999; vol 8;08


5. Ahmad T. Alasan yang mempengaruhi orang minum madu pada konsumen madu di
Kota Depok dan sekitarnya. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia; 2002.

6. Khan dkk, review article: honey: nutritional and medicinal value,


international journal of clinical practice, volume 61, number 10, available at
www.blackwellsynergy.com. 2007.
7. The national honey board. Honey-health and terapeutic qualities. Longmont
(serial online). 2004. (20 Desember 2015)
8. De Jong, Wim dan Sjamjuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC:
Jakarta. 2004.
9. Molan PC, the evidence supporting the use of honey as wound dressing.
American Journal of Clinical Dermatology, 2006.
10. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. 4th ed.
Jakarta: Sagung Seto; 2011.

18

11. Jull AB, Rodgers A, Walker N. Honey as a topical treatment for wounds.
Cochrane Database of Systematic Reviews 2009, Issue 4. Art. No.:
CD005083. DOI: 10.1002/14651858.CD005083.pub2.
12. Tan, M.K., S.H.A. Durriyyah, M.A. Tumiran, M.A. Abdulla, and M.Y.
Kamaruddin. The Efficacy of Gelam Honey Dressing towards Excisional
Wound Healing. Medical Journal of University of Malaya.2012.
13. Al-mahdi al-jadi, Francis kanyan enchang, kamaruddin mohd yusoff. The
effect of Malaysian honey and its major components on the proliferation of
cultured fibroblasts. Turkish Journal of Medical Sciences Turk J Med Sci
(2014) 44: 733-740
14. Hendri Ingle R, Levin J, Polinder K. Wound healing with honeya
randomised controlled trial. South African Medical Journal 2006;96(9):831
5.

19

Anda mungkin juga menyukai