Disusun Oleh :
Adelina Romaito
(2013-31-173)
JAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Leptospirosis adalah salah satu the emerging infectious diseases yang disebabkan oleh bakteri
patogen yang disebut leptospira dan ditularkan dari hewan kepada manusia (zoonosis). Penularan
bisa terjadi secara langsung akibat terjadi kontak langsung antara manusia (sebagai host) dengan
urin atau jaringan binatang yang terinfeksi, dan secara tidak langsung akibat terjadi kontak antara
manusia dengan air, tanah atau tanaman yang terkontaminasi urin dari binatang yang terinfeksi
leptospira. Jalan masuk yang biasa pada manusia adalah kulit yang terluka, terutama sekitar kaki,
dan atau selaput mukosa di kelopak mata, hidung, dan selaput lendir mulut. Di dalam tubuh
hewan, leptospira hidup di ginjal dan air kemihnya. Test penegakan diagnosis leptospirosis yaitu
berupa rapid test seperti Lateral Flow Test (LFT), Dri dot Test dan Gold Standard tes yaitu
Microscopic Agglutination Test (MAT). Selain tes-tes tersebut diatas, juga terdapat tes lainnya
yaitu Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) Test.
Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia khususnya di negaranegara yang beriklim tropis dan subtropis serta memiliki curah hujan yang tinggi. Tingginya
angka prevalensi leptospirosis di daerah yang memiliki iklim tropis dan subtropis, dapat
dihubungkan dengan kondisi lingkungan yang kurang baik sehingga memungkinkan lingkungan
tersebut menjadi tempat yang baik atau cocok untuk hidup dan berkembangbiaknya bakteri
leptospira. Lingkungan optimal untuk hidup dan berkembangbiaknya leptospira ialah pada
suasana lembab, suhu sekitar 25C, serta pH mendekati neutral (pH sekitar 7).
Angka kejadian leptospirosis di Indonesia belum diketahui secara pasti. Angka kematian akibat
penyakit leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, dengan angka Case Fatality Rate (CFR) bisa
mencapai 2,5%-16,45% (rata-rata 7,1%). Pada usia lebih 50 tahun kematian bisa sampai 56%. Di
beberapa publikasi angka kematian dilaporkan antara 3%-54% tergantung sistem organ yang
terinfeksi. Apabila dikaji angka kejadian leptospirosis menurut bulan kejadian, rata-rata angka
kejadian leptospirosis yang tertinggi terdapat pada bulan Januari, Februari, dan Maret yang
bertepatan dengan musim hujan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Identifikasi Outbreak
Outbreak adalah peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada
ekspektasi normal di suatu area atau pada suatu kelompok tertentu, selama suatu periode
waktu tertentu. Informasi tentang potensi outbreak biasanya datang dari sumber-sumber
masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks), keluarga pasien, kader kesehatan, atau
warga masyarakat. Tetapi informasi tentang potensi outbreak bisa juga berasal dari
petugas kesehatan, hasil analisis data surveilans, laporan kematian, laporan hasil
pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi). Hakikatnya
outbreak merupakan deviasi (penyimpangan) dari keadaan rata-rata insidensi yang
konstan dan melebihi ekspektasi normal Karena itu outbreak ditentukan dengan cara
membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di
masa lalu (minggu, bulan, kuartal, tahun). Besar deviasi yang masih berada dalam
ekspektasi normal bersifat arbitrer, tergantung dari tingkat keseriusan dampak yang
diakibatkan bagi kesehatan masyarakat di masa yang lalu. Sebagai ancar-ancar
kuantitatif, pembuat kebijakan dapat menggunakan mean+3SD sebagai batas untuk
menentukan keadaan outbreak. Batas mean+/- 3SD lazim digunakan dalam biostatistik
untuk menentukan observasi ekstrim yang disebut outlier (Duffy dan Jacobsen, 2001),
jadi suatu kondisi yang sesuai dengan definisi epidemi/ outbreak. Sumber data kasus
untuk menenetukan terjadinya outbreak: (1) Catatan surveilans dinas kesehatan; (2)
Catatan morbiditas dan mortalitas di rumah sakit; (3) Catatan morbiditas dan mortalitas
di puskesmas; (4) Catatan praktik dokter, bidan, perawat; (5) Catatan morbiditas upaya
kesehatan sekolah (UKS).
Terjadinya outbreak dan teridentifikasinya sumber dan kausa outbreak perlu ditanggapi
dengan tepat. Jika terjadi kenaikan signifikan jumlah kasus sehingga disebut outbreak,
maka pihak dinas kesehatan yang berwewenang harus membuat keputusan apakah akan
melakukan investigasi outbreak. Sejumlah faktor mempengaruhi dilakukan atau tidaknya
investigasi outbreak yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
Keparahan penyakit
Potensi untuk menyebar
Pertimbangan politis
Perhatian dan tekanan dari masyarakat
Ketersediaan sumber daya
Beberapa penyakit menimbulkan manifestasi klinis ringan dan akan berhenti dengan
sendirinya (self-limiting diseases), misalnya flu biasa. Implikasinya, tidak perlu
dilakukan investigasi outbreak maupun tindakan spesifik terhadap outbreak, kecuali
kewaspadaan. Tetapi outbreak lainnya akan terus berlangsung jika tidak ditanggapi
dengan langkah pengendalian yang tepat. Sejumlah penyakit lain menunjukkan virulensi
tinggi, mengakibatkan manifestasi klinis berat dan fatal, misalnya leptospirosis.
Implikasinya, sistem kesehatan perlu melakukan investigasi outbreak dan mengambil
langkah-langkah segera dan tepat untuk mencegah penyebaran lebih lanjut penyakit itu.
2. Investigasi Kasus
Pada Investigasi wabah dilakukan dua investigasi, yaitu investigasi kasus dan investigasi
penyebab. Peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah
didiagnosis dengan benar (valid). Peneliti outbreak mendefinisikan kasus dengan
menggunakan seperangkat kriteria sebagai berikut: (1) Kriteria klinis (gejala, tanda,
onset); (2) Kriteria epidemiologis (karakteristik orang yang terkena, tempat dan waktu
terjadinya outbreak); (3) Kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu pemeriksaan).
Dengan menggunakan definisi kasus, maka individu yang diduga mengalami penyakit
akan dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus. Berdasarkan tingkat ketidakpastian
diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Kasus suspek (suspected case, syndromic case)
2. Kasus mungkin (probable case, presumptive case)
3. Kasus pasti (confirmed case, definite case). Klasifikasi kasus (yang berbeda tingkat
kepastiannya tersebut) memungkinkan dilakukannya upaya untuk meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas pelaporan.
Pada investigasi penyebab terjadinya wabah dapat dilakukan dengan wawancara dan
epidemiologi deskriptif. Pada wawancara intinya, tujuan wawancara dengan kasus dan
nara sumber terkait kasus adalah untuk menemukan penyebab terjadinya wabah. Dengan
menggunakan kuesioner dan formulir baku, peneliti mengunjungi pasien (kasus), dokter,
laboratorium, melakukan wawancara dan dokumentasi untuk memperoleh informasi
berikut:
a. Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jika ada)
b.
3. Investigasi Kausa
Model Triangle Epidemiologi
Jika dalam keadaan seimbang antara ketiga faktor tersebut maka akan tercipta kondisi
sehat pada seseorang/masyarakat. Perubahan pada satu Environment komponen akan
mengubah keseimbangan, sehingga akan mengakibatkan menaikkan atau menurunkan
kejadian penyakit.
1. Faktor Agen
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen yang
disebut Leptospira. Leptospira terdiri dari kelompok leptospira patogen yaitu L.
intterogans dan leptospira non-patogen yaitu L. biflexa (kelompok saprofit).
2. Faktor Pejamu
Dengan adanya binatang yang terinfeksi bakteri leptospira di mana-mana,
leptospirosis pada manusia dapat terjadi pada semua kelompok umur dan pada kedua
jenis kelamin (laki-laki/perempuan). Namun demikian, leptospirosis ini merupakan
penyakit yang terutama menyerang anak-anak belasan tahun dan dewasa muda
(sekitar 50% kasus umumnya berumur antara 10-39 tahun), dan terutama terjadi pada
laki-laki (80%).
3. Faktor Lingkungan
Perubahan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya kesehatan
masyarakat pada kejadian leptospirosis ini meliputi lingkungan fisik seperti
keberadaan sungai yang membanjiri lingkungan sekitar rumah, keberadaan parit atau
selokan yang airnya tergenang, keberadaan genangan air, keberadaan sampah,
keberadaan tempat pengumpulan sampah, jarak rumah dengan sungai, jarak rumah
dengan parit atau selokan, jarak rumah dengan tempat pengumpulan sampah, sumber
air yang digunakan untuk mandi atau mencuci, lingkungan biologik seperti
keberadaan tikus ataupun wirok di dalam dan sekitar rumah, keberadaan hewan
piaraan sebagai hospes perantara (kucing, anjing, kambing, sapi, kerbau, babi),
lingkungan sosial seperti lama pendidikan, jenis pekerjaan, kondisi tempat bekerja,
ketersediaan pelayanan untuk pengumpulan limbah padat, ketersediaan sistem
distribusi air bersih dengan saluran perpipaan, ketersediaan sistem pembuangan air
limbah dengan saluran tertutup.
lagi setiap enam bulan. Misalnya, pada anjing, sapi, babi, tikus, kucing,
marmut sebaiknya di vaksin atau dibasmi.
penyakit
ini.
Pemberantasan
tikus
terkait
langsung
dengan
dibawa ke Puskesmas atau rumah sakit yang terdekat untuk segera mendapati
pengobatan.
3. Pencegahan Tersier (Rehabilitasi)
Pada tahap ini, bertujuan untuk mencegah bertambah parahnya penyakit. Oleh
karena itu, dalam tahap ini juga dilakukan rehabilitasi untuk mencegah terjadinya
akibat efek samping dari penyembuhan suatu penyakit. Rehabilitasi adalah usaha
pemngembalian fungsi fisik, psikologis dan sosial seoptimal mungkin yang
meliputi rehabilitasi fisik atau medis, rehabilitasi mental atau psikologis serta
rehabilitasi sosial.
5. Studi Analitik
Dalam investigasi outbreak, tidak jarang peneliti dihadapkan kepada teka-teki
menyangkut sejumlah kandidat agen penyebab. Fakta yang diperoleh dari investigasi
kasus dan investigasi kausa kadang belum memadai untuk mengungkapkan sumber
dan kausa outbreak. Jika situasi itu yang terjadi, maka peneliti perlu melakukan studi
analitik yang lebih formal. Desain yang digunakan lazimnya adalah studi kasus
kontrol atau studi kohor retrospektif. Seperti desain studi epidemiologi analitik
lainnya, studi analitik untuk investigasi outbreak mencakup :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pertanyaan penelitian
Signifikansi penelitian
Desain studi
Subjek
Variabel-variabel
Pendekatan analisis data
Interpretasi dan kesimpulan
6. Komunikasikan Temuan
Temuan dan kesimpulan
Introduksi
Latar belakang
Metode
Hasil-hasil
Pembahasan
Kesimpulan
Rekomendasi
http://lingk-sehat.blogspot.com/2012/12/leptospirosis.html
fk.uns.ac.id/static/materi/Investigasi_Outbreak_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf
http://freyadefunk.wordpress.com/2012/12/19/wabah-epidemiologi/
http://www.scribd.com/doc/57020025/Langkah-langkah-Investigasi-Wabah