Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN EARLY CLINICAL & COMMUNITY MEDICINE EXPOSURE

STASE PANTI ASUHAN: PUSAT REHABILITASI

Disusun oleh:
Amadea Rigenastiti/ 41140025
Kelompok A.1

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2015

DAFTAR ISI

BAB I LATAR BELAKANG


BAB II AKTIVITAS
BAB III PEMBELAJARAN

LATAR BELAKANG
Sebagai mahasiswa kedokteran, kita dituntut untuk siap menghadapi banyak kondisi dan
situasi yang beragam yang mungkin tidak biasa kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Karena
itu diperlukan pemaparan dini atau yang dapat kita sebut Early Clinical Community Exposure
atau ECCE ini. Pada stase kedua ini, kelompok A mendapat bagian perkunjungan di Panti
Rehabilitasi Yakum yang berlokasi di jalan Kaliurang Km 13,5.
Panti Rehabilitasi Yakkum merupakan tempat dimana orang-orang dengan keadaan
disabilitas atau difabel dapat melakukan terapi serta belajar untuk mandiri. Mandiri yang
dimaksud bukan hanya mandiri dalam mengurus diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari, tetapi
juga dalam hal menghidupi diri sendiri atau mencari nafkah dari keterampilan yang diasah.
Kegiatan institusi secara garis besar meliputi fisioterapi, kelas pendidikan, dan pendidikan
kursus. Dimana institusi ini memiliki visi dan misi sebagai berikut:
Visi

:
Penyandang disabilitas mencapai kemandirian yang maksimal dan mampu berintegrasi
dalam masyarakat.

Misi

1. Memberdayakan para penyandang disabilitas untuk mencapai kemandirian yang

maksimal secara fisik, sosial dan finansial.


2. Memberdayakan masyarakat untuk menerima dan termasuk penyandang disabilitas dalam

masyarakat.
Namun sebagai mahasiswa kedokteran dapat menyadari banyaknya kesulitan yang akan
dihadapi dan dari kesulitan yang dihadapi akan muncul masalah. Lalu masalah ini akan membuat
kita sadar akan kelemahan kita dan jika memang tidak didapatkan kesulitan maka dapat
menunjukkan kelebihan kita sebagai mahasiswa kedokteran. Masalah-masalah yang muncul akan
memberikan pengalaman secara pribadi bagi setiap orang.

AKTIVITAS
Pada hari Sabtu, 26 September 2015 kami (kelompok I CCE grup A) melakukan
kunjungan pertama ke Pusat Rehabilitasi YAKKUM Yogyakarta. Tentu saja pada kunjungan
pertama ini kami tidak sendiri, melainkan didampingi dosen pembimbing kami yaitu dr. Lukas
Nando untuk menghubungi pihak YAKKUM atas kedatangan kami. Pada kunjungan ini, Ibu
Risti sebagai perwakilan YAKKUM menyambut kami dengan ramah. Kemudian Ibu Isti
memberikan kami pengarahan dan perkenalan singkat tentang Pusat Rehabilitasi YAKKUM,
setelah itu kami diajak untuk berkeliling Pusat Rehabilitasi.
Pertama kami diajak ke tempat seperti kantin, disana juga terdapat dapur, lalu kami
dikenalkan dengan dua anak didik yang sedang sibuk di dapur. Kemudian kamipun dibagi lagi
menjadi beberapa rombongan, rombongan pertama tinggal di kantin untuk berkomunikasi
dengan dua anak didik tadi. Sedangkan rombongan lain, termasuk saya masih melanjutkan
perjalanannya untuk mengelilingi Pusat Rehabilitasi. Karena hari itu adalah hari Sabtu maka
semua aktivitas kerja di Pusat Rehabilitasi diliburkan. Maka suasana terlihat lumayan sepi.
Selanjutnya kami melihat kolam renang dengan kedalaman yang dalam dan ada pula yang
dangkal, kolam renang disana terbilang terawat dengan baik karena airnya bersih. Setelah itu
kami melihat-lihat kamar mandi yang didesain khusus untuk anak difabel. Kamar mandinya juga
bersih dan terawat. Setelah itu kami diajak ke tempat penginapan untuk pengunjung. Bu Isti
menjelaskan bahwa pengunjung dikenakan biaya untuk menginap disana, kemudian uangnya
disalurkan kembali untuk membantu kehidupan di Pusat Rehabilitasi YAKKUM. Kami juga
melihat di dinding luar tempat penginapan terdapat lukisan-lukisan dan hasil karya anak difabel
yang mengandung berbagai makna dari setiap karya yang mereka buat. Kemudian kami menuju
ke ruang kursus jahit, lalu kami berkenalan dengan seorang laki-laki penderita polio. Kemudian
kami melanjutkan perjalanan kami lagi ke perpustakaan dan ruang pendidikan, disana terdapat
banyak buku bacaan untuk anak-anak, selanjutnya kami mengobservasi kelas, disana kami
melihat terdapat beberapa buah karya dari anak-anak penderita Cerebral Palsy atau yang sering
disebut CP, Ibu Isti mengatakan bahwa pembuatan buah karya tersebut tentu saja didampingi
atau dibantu oleh ibunya masing-masing. Kemudian kami diajak ke ruangan pembuatan alat
bantu berjalan, seperti kaki palsu, crutch, dan semacamnya. Setelah itu kami diajak Ibu Risti
untuk ke melakukan observasi ke ruangan fisioterapi. Disana banyak alat-alat untuk terapi pada

orang-orang difabel. Setelah itu, saya dan Tommy pergi ke ruang kursus jahit untuk berbincangbincang dengan lelaki penderita polio tadi yang sedang bersama dengan kedua temannya. Kami
sangat senang mengetahui perasaan mereka menjadi penderita disabilitas. Sampai akhirnya
dokter Lukas dan teman-teman menghampiri kami untuk pulang, pembicaraan kamipun berakhir.
Lalu kami berpamitan.
Hari kedua kami dibimbing oleh Bapak dan Ibu dari pihak YAKKUM untuk berkunjung
ke ruang fisioterapi dan ruang pendidikan. Kami dibagi menjadi dua rombongan, rombongan
saya menuju ke ruang fisioterapi terlebih dahulu. Di ruang fisioterapi kami didampingi oleh
seorang fisioterapist. Disana kami dikenalkan oleh berbagai alat penunjang fisioterapi. Kemudian
kami juga mengobservasi pasien yang berkunjung, pasien pertama bernama Nanda, dia adalah
seorang anak penderita Cerebral Palsy. Nanda didampingi ibunya, kemudian kami juga sempat
berbincang-bincang dengan ibu dari anak CP tersebut. Selain itu kami juga melakukan
wawancara dengan seorang bapak-bapak yang menderita gangguan pada cervicalnya karena
kecelakaan kerja, sehingga pergerakan anggota pergerakan lain juga terbatas dan merubah cara
hidupnya sedemikian rupa. Setelah satu jam berlalu, maka kami menuju ke ruang pendidikan.
Disana kami malah diberi kepercayaan oleh Ibu Rumi untuk mengajar anak-anak CP. Kami
sangat bingung saat itu karena kami tidak mempunyai persiapan apapun untuk mengajar.
Terlebih lagi mengajar dan bermain dengan anak penderita CP. Di kelas itu terbagi menjadi 3
kategori, yaitu kategori A, B, dan C. Saat itu saya bertugas sendiri untuk belajar dan bermain
dengan anak-anak CP kelas C. Kelas C adalah tingkat kelas dengan siswa-siswi yang belum
mempunyai koordinasi gerakan tubuh dan respon tubuh yang baik dibandingkan kelas A dan B
Terlebih lagi kami bertiga lupa diberi penjelasan tentang adanya pembagian kategori-kategori ini.
Kemudian saya baru sadar dengan perbedaan tingkah laku mereka ketimbang anak CP kelas lain
yang diperjelas oleh ibu dari penderita CP di kelas C. Hal ini menjadi kesulitan tersendiri bagi
saya yang mengajar seorang diri di kelas tersebut. Setelah satu jam berlalu maka kami
memutuskan untuk pulang.
Pada hari yang ketiga, kami berencana untuk melakukan presentasi dan membuat mading
tentang Bijak Minum Obat. Sebelumnya kami bekerja keras untuk mencari materi dan
persiapan membuat mading. Setelah melakukan presentasi, kami menyerahkan mading kami ke
pihak YAKKUM.

PEMBELAJARAN PRIBADI
Banyak hal yang saya dapatkan dari kunjungan ke Pusat Rehabilitasi YAKKUM.
Terkadang manusia tidak pernah merasa bersyukur dengan kesempurnaan fisik yang telah
dikaruniakan Tuhan. Mereka seharusnya memiliki lebih banyak kesempatan untuk berkreativitas
dan berkarya sesuai dengan apa yang telah menjadi tujuan hidupnya dan pantang menyerah
dalam mengejar apa yang mereka impikan. Tapi malah sebaliknya, banyak orang yang tidak
sabar dan gigih mempertahankan apa yang menjadi tujuan hidupnya, mereka dapat dengan
mudah menyerah dan depresi.
Berdasarkan perbincangan dan pengamatan yang saya dan teman-teman lakukan, kami
melihat bahwa orang-orang difabel ini mempunyai semangat hidup yang sangat luar biasa.
Mereka dapat bangkit dengan kondisi kekurangan fisik maupun kekurangan mental mereka.
Banyak dari mereka yang mampu memotivasi dirinya karena melihat teman-teman yang senasib
dengan mereka atau yang keadaannya lebih parah mempunyai semangat yang cukup tinggi untuk
menjalani hidup. Sebagai contoh, mereka berperinsip Dia yang kondisinya lebih parah bisa,
mengapa aku tidak?. Kemudian ada juga yang termotivasi dengan aktivitas orang-orang normal
dan dukungan moral dari keluarga mereka. Mereka tidak mau semakin jatuh terpuruk dengan
kondisi yang memang sudah ditakdirkan Tuhan. Hal tersebutlah yang memotivasi saya untuk
lebih semangat menghadapi rintangan kehidupan, lebih bersyukur dengan kondisi yang dimiliki,
berusaha memotivasi diri agar tidak mudah menyerah, dan belajar tidak banyak mengeluh untuk
dapat menggapai apa yang saya cita-citakan. Dengan mengurangi mengeluh maka pekerjaan atau
rintangan kehidupan maka kita dapat menyikapinya dengan lebih tenang dan dapat memotivasi
diri sendiri untuk lekas diselesaikan.
Tetapi disana saya juga menemukan orang difabel yang dikucilkan keluarga dan tetangga
desanya. Hanya istri dan anaknya yang memotivasi dirinya agar semangat menjalani hidup. Akan
sangat disayangkan apabila orang-orang dengan keadaan fisik sempurna bukannya bersyukur
atas kesempurnaan fisik yang diberikan Tuhan, malah mengucilkan orang-orang yang justru
memiliki keterbatasan. Orang-orang difabel seharusnya mendapat motivasi dan dorongan psikis
yang baik supaya dirinya makin mandiri dan lebih menggali potensi dan talenta yang mereka
punya.

DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai