Anda di halaman 1dari 7

SENIN, 25 OKTOBER 2010

Tanya Jawab K3 Pertambangan

TANYA JAWAB K3 PERTAMBANGAN


Oleh: Warid Nurdiansyah
1.

Bagaimana komitmen serta pola kebijakan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Mineral dan
Batubara?
Dalam sektor pertambangan mineral dan batubara, K3 merupakan kunci bisnis yang menjadi prioritas.
Seperti yang tercantum dalam Pasal 5, Ayat 1, Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.
555.K/26/M.PE/1995 tentang K3 Pertambangan Umum, dinyatakan bahwa kegiatan pertambangan, baik
eksplorasi maupun eksploitasi baru dapat dimulai setelah pemegang Kuasa Pertambangan (sekarang
Pemegang Izin Usaha Pertambangan) memiliki Kepala Teknik Tambang (KTT), yaitu seseorang yang
memimpin dan bertanggung jawab atas terlaksananya serta ditaatinya peraturan perundang-undangan
K3 pada suatu kegiatan usaha pertambangan. Kemudian, ketika kegiatan pertambangan telah
berlangsung, pengusaha harus menghentikan pekerjaan apabila KTT atau petugas yang ditunjuk tidak
berada pada pekerjaan usaha tersebut, seperti yang tercantum dalam Pasal 4, Ayat 7, Keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995.
K3 juga merupakan kewajiban yang melekat bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin
Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), sebagaiman tercantum dalam Pasal 96, Huruf a, UU No. 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Selanjutnya, pelaksanaan K3 pada kegiatan usaha
pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR, atau IUPK tersebut diawasi oleh pemerintah
melalui Inspektur Tambang seperti yang tercantum dalam Pasal 141, Ayat 1 dan Ayat 2, UU No. 4 Tahun
2009.
Dari penjelasan tersebut, sangat jelas bahwa sektor pertambangan mineral dan batubara memiliki
komitmen yang sangat tinggi terhadap K3 yang pengelolaannya diarahkan untuk mendukung kebijakan
dalam menciptakan kegiatan pertambangan yang aman, bebas darikecelakaan kerja, kejadian berbahaya
dan penyakit akibat kerja.

2.

Bagaimana upaya control yang dilakukan pemerintah terhadap perusahaan/industri di bawah


Mineral dan Batubara?
Berdasarkan Pasal 140 Ayat 3, UU No. 4 Tahun 2009, Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai
dengan kewenangannya melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang
dilakukan oleh pemegang IUP, IPR atau IUPK.

a.
b.
c.
d.
e.

Berdasarkan Pasal 141 Ayat 1, hal yang menjadi aspek pengawasan adalah:
teknis pertambangan,
pemasaran,
keuangan,
pengelolaan data mineral dan batubara,
konservasi sumber daya mineral dan batubara,

f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.

keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan,


keselamatan operasi pertambangan,
pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi dan pasca tambang,
pemanfaatan barang, jasa, teknologi dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri,
pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan,
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat,
penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan,
kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut kepentingan umum,
pengelolaan IUP atau IUPK, dan
jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan.
Pengawasan terhadap teknis pertambangan; konservasi sumber daya mineral dan batubara;
keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan; keselamatan operasi pertambangan; pengelolaan
lingkungan hidup, reklamasi dan pasca tambang; penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi
pertambangan, dilakukan oleh Inspektur Tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Pasal 141 Ayat 2).

1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
3.
a.
b.
c.
d.
e.

Khusus untuk K3, pengawasan K3 pertambangan dilaksanakan dengan tujuan menghindari kecelakaan
dan penyakit akibat kerja. Ruang lingkup K3 pertambangan meliputi:
Keselamatan kerja,
Yang dimaksud keselamatan kerja antara lain berupa:
Manajemen risiko,
Program keselamatan kerja,
Pelatihan dan pendidikan keselamatan kerja,
Administrasi keselamatan kerja,
Manajemen keadaan darurat,
Inspeksi dan Audit keselamatan kerja,
Pencegahan dan penyelidikan kecelakaan.
Kesehatan kerja,
Yang dimaksud kesehatan kerja antara lain berupa:
Program kesehatan kerja
Pemeriksaan kesehatan pekerja,
Pencegahan penyakit akibat kerja,
Diagnosis dan pemeriksaan penyakit akibat kerja
Hiegiene dan sanitasi,
Pengelolaan makanan, minuman dan gizi kerja,
Ergonomis.
Lingkungan Kerja,
Yang dimaksud lingkungan kerja antara lain berupa:
Pengendalian debu,
Pengendalian kebisingan,
Pengendalian getaran,
Pencahayaan,
Kualitas udara kerja (kuantitas dan kualitas)

f. Pengendalian radiasi
g. House keeping.
4. Sistem Manajemen K3.

1.
2.
3.
4.
5.

a.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
b.
1.

2.
3.
4.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Selain K3, dalam pertambangan mineral dan batubara dikenal pula Keselamatan Operasi
Pertambangan. Pengawasan Keselamatan Operasi Pertambangan dilaksanakan dengan tujuan
menciptakan kegiatan operasi pertambangan yang aman dan selamat. Ruang lingkup Keselamatan
Operasi Pertambangan meliputi:
Evaluasi laporan hasil kajian,
Pemenuhan standardisasi instalasi,
Pengamanan instalasi,
Kelayakan sarana, prasarana dan instalasi peralatan pertambangan
Kompetensi tenaga teknik.
Pelaksanaan pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan oleh Direktorat Jenderal Mineral,
Batubara dan Panas Bumi dilaksanakan dalam bentuk:
Pengawasan Administratif
Pengawasan administratif meliputi:
Bahan peledak (Format IVi / Rekomendasi)
Laporan kecelakaan (Format IIIi; Vi; VIi; VIIi; VIIIi; IXi)
Peralatan (dokumen untuk perijinan)
Persetujuan (hasil kajian tinggi jenjang, ventilasi, penyanggaan, dan lain-lain)
Laporan pelaksanaan program K3 (Triwulan)
Rencana Kerja Tahunan Teknis dan Lingkungan (RKTTL)
Pengawasan Operasional / Lapangan
Pengawasan operasional / lapangan meliputi:
Inspeksi K3
Inspeksi dilaksanakan oleh PIT/IT yang berkordinasi dengan pengawas daerah. Contoh objek yang
diinspeksi antara lain area penambangan, haul road, perbengkelan, pabrik, pengolahan, pelabuhan,
fasilitas dan instalasi lainnya.
Pemeriksaan / Penyelidikan Kecelakaan
Pemeriksaan / Penyelidikan Kejadian Berbahaya
Pengujian Kelayakan Sarana, Peralatan dan Instalasi
Pengujian sarana, peralatan dan instalasi meliputi:
Sistem Ventilasi,
Sistem Penyanggaan,
Kestabilan Lereng,
Gudang Bahan Peledak
Penimbunan Bahan Bakar Cair
Kapal Keruk
Kapal Isap
Alat Angkut Orang, Barang, dan Material
Alat Angkat
Bejana Bertekanan

k. Instalasi Pipa
l. Pressure Safety Valve
m. Peralatan Listrik
5. Pengujian Kondisi Lingkungan Kerja
c. Pengujian/penilaian kompetensi
Pengujian/penilaian kompetensi meliputi;
1. Penilaian kompetensi calon Kepala Teknik Tambang
2. Pengujian kompetensi Juru Ledak
3. Pengujian Kompetensi Juru Ukur
4. Pengujian Kompetensi Pengawas Operasional (POP; POM; POU)
5. Pengujian Kompetensi Juru Las (bekerja sama dengan pihak ke-3)
6. Pengujian Kompetensi Operator alat angkat (bekerja sama dengan pihak ke-3)
3.

Apa kira-kira kendala yang dihadapi dalam menciptakan safety culture di Indonesia?

Secara filosofis, kendala yang dihadapi dalam menciptakansafety culture adalah tidak
maksimalnya proses transformasi dari budaya agriculture menjadi budaya industrial.
Contohnya, ketika kita akan membuka tambang di suatu wilayah, mayoritas pekerja yang akan
bekerja di tambang tersebut merupakan orang-orang yang biasa bekerja di pertanian dengan
budaya traditionalagriculture. Sementara ketika mereka bekerja di tambang, mereka harus
bekerja
dalam
budaya
industri
pertambangan
yang
jauh
berbeda
dengan
budaya traditional agriculture.
Pada budaya tradisional, mereka tidak terbiasa dengan disiplin kerja dan bahkan mereka hanya
menggunakan satu alat (tool) untuk melakukan berbagai pekerjaan, seperti kapak yang
berfungsi sebagai alat pemotong maupun sebagai palu (hammer). Sementara pada industri,
ada bermacam-macam palu untuk penggunaan yang berbeda, baik bahannya maupun
ukurannya. Oleh karena itu, proses transformasi budaya tersebut harus dikelola secara serius
agar prosesnya dapat berjalan secara baik dan maksimal.
Secara akademis, Safety culture is the product of individual and group values, attitudes,
perceptions, competencies and pattern of behavior that can determine the commitment to, and
the style and proficiency of an organizations health and safety management system.
Budaya K3 di suatu perusahaan sebagai bagian dari budaya organisasi perusahaan bisa dilihat
dari tiga aspek, yaitu:
1. Aspek psikologis pekerja terhadap K3
(Psychological aspects, what people feel, what is believe)
2. Aspek perilaku K3 pekerja
(Behavioral aspects, what people do, what is done)
3. Aspek situasi atau organisasi dalam kaitan dengan K3
(Situational aspects, what organizational has, what is said)
Aspek pertama, apa yang dirasakan seseorang sangat terkait dengan aspek Pribadi
(PERSON), seperti misalnya cara pikir, nilai, pengetahuan, motivasi, harapan, dan lain-lain.

Aspek kedua berkaitan erat dengan perilaku sehari-hari (BEHAVIOUR), seperti misalnya
perilaku sehari-hari di perusahaan, kebiasaan-kebiasaan dalam K3 dan sebagainya.
Aspek ketiga berkaitan erat dengan situasi lingkungan kerja (ENVIRONMENT) seperti apa yang
dimiliki perusahaan/organisasi mengenai K3, contohnya Sistem Manajemen K3, SOP, Komite
K3, peralatan, lingkungan kerja, dan sebagainya.
Ketiga aspek tersebut satu sama lainnya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Budaya
K3 yang kuat tentunya akan ditandai dengan kuatnya tiga aspek tersebut. Oleh karena itu,
suatu perusahaan diharapkan mempunyai budaya yang selalu meningkatkan K3 secara
sinambung dimana K3 sudah menjadi nilai-nilai pribadi dan tampil dalam kehidupan sehari-hari
(continuous improvement culture, behavior based culture), bukan hanya menjadikan K3 sebagai
bagian dari visi dan misi perusahaan yang tampak dari keberadaan sistem manajemen, SOP
dan lain-lain di perusahaan (organizational based culture, system based culture), apalagi hanya
menjadikan K3 sekedar mematuhi peraturan (compliance based culture, rule based culture).
Kurangnya pemahaman terhadap hal tersebut menjadi salah satu kendala dalam
menciptakan safety culture di Indonesia.
4.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Adakah peraturan/undang-undang di Mineral dan Batubara yang Mengatur K3?


Beberapa peraturan yang menjadi dasar pengelolaan K3 di pertambangan mineral dan batubara adalah
sebagai berikut:
UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
UU No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
PP No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemprov dan
Pemkab/Kota
PP No.19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan K3 di Bidang Pertambangan
Kepmen No.555.K Tahun 1995 tentang K3 Pertambangan Umum
Kepmen.No.2555.K Tahun 1993 tentang PIT Pertambangan Umum.

9.

Keputusan Bersama Menteri ESDM dan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 1247.K/70/MEM/2002
dan No. 17 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Inspektur Tambang dan
Angka Kreditnya

5.

Peran KTT dalam implementasi K3?


KTT memiliki peran penting dalam implementasi K3. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, KTT
adalah seseorang yang memimpin dan bertanggung jawab atas terlaksananya serta ditaatinya peraturan
perundang-undangan K3 pada suatu kegiatan usaha pertambangan.

6.

Di Indonesia ada berapa perusahaan batubara?


Perusahaan batubara di Indonesia:

7.

Perusahaan PKP2B
KP Batubara yang aktif per Juni 2009

: 61 perusahaan
: 1158 perusahaan

Program stimulus pelaksanaan K3?


Selain Program Pengawasan Pengelolaan K3, untuk menstimulus pelaksanaan K3, pemerintah setiap
tahun menjalankan Program Penilaian Prestasi K3 Pertambangan. Dalam Program Penilaian Prestasi K3
Pertambangan tersebut, diberikan tanda penghargaan prestasi K3 pertambangan dalam bentuk
Throphy dan/atau Piagam bagi perusahaan pertambangan yang berdasarkan hasil penilaian panitia
memperoleh nilai 7 s.d. <8 (Piagam Perunggu); 8 s.d. < 9 (Piagam Perak); 9 (Piagam Emas); nilai
terbaik dari kelompoknya (Throphy).

8.

Sanksi bagi perusahaan yang lalai pada pelaksanaan K3 seperti apa?

Sesuai dengan Pasal 151, UU No. 4 Tahun 2009, perusahaan yang lalai pada pelaksanaan K3 akan
diberikan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi; dan/atau
c. pencabutan IUP, IPR, atau IUPK.
9.

Bagaimana pengaruh safety dalam konteks lintas global?


Di era globalisasi dan pasar bebas, K3 merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan
ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota,
termasuk bangsa Indonesia.
Berdasarkan perjanjian General Agreement on Tariff and Trade(GATT)-Putaran Uruguay pada tanggal 15
April 1994 (Marrakesh Meeting), setiap anggota wajib menghapuskan hambatan-hambatan perdagangan,
baik dalam bentuk hambatan tarif bea masuk (tariff barrier) maupun hambatan lainnya (non tariff
barrier). Akan tetapi,setiap negara anggota WTO diperbolehkan untuk memberlakukan peraturan
mengenai masalah teknis dan aspek sanitasi dan fitosanitasi sepanjang untuk tujuan melindungi
keselamatan dan kesehatan manusia, hewan maupun tanaman serta melindungi konsumen dari hal-hal
yang merugikan. Oleh karena itu, jangan sampai karena buruknya K3 maka hasil produksi Indonesia
ditolak di pasar Internasional.

10. Anggaran dari pemerintah dalam pelaksanaan safety seberapa besar?


Untuk Tahun 2010, Anggaran yang disediakan pemerintah untuk K3 pada Program Pembinaan Usaha
Pertambangan Mineral, Batubara dan Panas Bumi dalam Penerapan Good Mining Practice serta
Peningkatan dan Pemanfaatan Mineral, Batubara dan Panas Bumi sebesar Rp 5.827.598.000,00.
Anggaran tersebut digunakan untuk pelaksanaan beberapa program, yaitu:
a. Penyusunan/Perumusan Sistem dan Prosedur Teknis
b. Pembinaan/Koordinasi dan Konsultasi Pengawasan
c. Pengawasan Pengelolaan K3 pada Perusahaan Pertambangan
d. Pemberdayaan Aparat Pengawas Pemda di Bidang K3L Pertambangan Mineral, Batubara dan Panas
Bumi

e.

Penyelenggaraan Ceramah/Diskusi/Seminar/Sarasehan

11. Sosialisasi/kampanye sangat penting. Bagaimana pendapat Anda tentang kampanye K3?
Kampanye K3 memegang peran yang sangat penting karena merupakan salah satu sarana dalam
menyampaikan informasi K3 kepada para pekerja. Mengingat pentingnya kampanye K3, dalam Pasal 24
Huruf c, Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995, dinyatakan bahwa salah
satu tanggung jawab Bagian K3 adalah memberikan penerangan dan petunjuk-petunjuk mengenai K3
kepada semua pekerja tambang dengan jalan mengadakan pertemuan-pertemuan, ceramah-ceramah,
diskusi-diskusi, pemutaran film, publikasi, dan lain sebagainya.
12. Apa saran dalam penerapan SHE/K3 di Indonesia?
Keselamatan dan kesehatan merupakan kebutuhan dan hak setiap manusia. Akan tetapi, pemahaman
terhadap K3 sering kali baru didapatkan oleh pekerja ketika bekerja di perusahaan. Pemahaman tersebut
pun sering kali dikembangkan dengan pendekatan yang memaksa sehingga penerapan K3 sering kali
dianggap menjadi kewajiban yang memberatkan. Oleh karena itu, kunci penting penerapan K3 di
Indonesia adalah menumbuhkan pemahaman keselamatan dan kesehatan kerja sedini mungkin yang
dimulai dari lingkungan yang paling kecil, yaitu keluarga. Kemudian, pemahaman K3 mulai dikembangkan
secara formal dari sekolah dasar. Dengan pola tersebut, diharapkan setiap orang akan berpikir akan
keselamatan dan kesehatan bagi dirinya, dimana saja dan kapan saja.

http://waridnurdiansyah.blogspot.co.id/2010/10/tanya-jawab-k3-pertambangan.html

Anda mungkin juga menyukai