TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat
berlangsung pada daerah yang mengalami konsilidasi, begitupun dengan aliran darah
di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal (Somantri, 2009).
Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas
cepat. Penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada
orang dewasa, dan pada orang usia lanjut (Misnadiarly, 2008).
2.1.1 Penyebab Pneumonia
1) Pneumonia Karena Infeksi Bakteri
Bakteri yang pada umumnya muncul antara lain :
a. Pneumonia karena infeksi Streptococus pneumoniae
Streptococus adalah penyebab pneumonia bakteri yang paling sering, terutama
pada anak kecil. Streptococus penumoniae sudah ada di kerongkongan manusia yang
sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, malnutrisi, bakteri akan
segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan (Misnadiarly, 2008).
Penyakit ini ditandai dengan gejala akut berupa demam, nyeri dada dan
pernapasan cepat yang sering disertai suara mendengkur. Pada pemeriksaan fisik akan
11
Universitas Sumatera Utara
12
ditemukan konsolidasi segmen atau lobus dan dikonfirmasi dengan rontgen (Hull dan
Johnston, 2008).
Stadium dari pneumonia karena Pneumococcus adalah sebagai berikut :
i.
Kongesti (4-12 jam pertama) : eksudat serosa masuk ke dalam alveolus dari
pembuluh darah yang bocor.
ii.
Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan tampak
bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveolus.
iii. Hepatisasi kelabu (3-8 hari): paru-paru tampak abu-abu karena leukosit dan
fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.
iv. Resolusi (7-11 hari): eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali kepada struktur semula (Somantri, 2009).
b.
13
14
tersebar luas. Angka kematian sangat rendah,bahkan juga pada yang tidak diobati
(Misnadiarly, 2008).
4) Pneumonia Jenis Lain
Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP) yang
diduga disebabkan oleh jamur. PCP dan biasanya menjadi tanda awal serangan
penyakit pada pengidap HIV/AIDS (Misnadiarly, 2008). Pneumonia Carinii
belakangan ini menjadi infeksi berat yang fatal bagi penderita AIDS akibat
kelemahan sistem kekebalan tubuh mereka. PCP merupakan infeksi oportunistik dan
dapat juga terjadi pada pejamu dengan gangguan imunitas seperti pasien yang
mendapat terapi imunisupresif untuk pengobatan kanker atau transplantasi organ
(Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).
Pneumonia lain yang lebih jarang adalah disebabkan oleh masuknya makanan,
cairan, gas, debu, maupun jamur. Ricketsia juga masuk golongan antara virus dan
bakteri yang menyebakan demam Rocky Mountai, demam Q, Tipus, dan Psittacocis
(Misnadiarly, 2008).
2.1.2 Klasifikasi Pneumonia
Menurut
Brunner
dan
Suddarth
(2002)
berdasarkan
agen
penyebab
dikategorikan sebagai:
a. Pneumonia Bakterialis
Pneumonia yang disebabkan oleh, Pneumonia Streptokokus; Pneumonia
Stafilokokus; Pneumonia Klebsiella; Pneumonia Pseudomonas; Haemophilus
Influenza
15
b. Pneumonia Atipikal
Pneumonia atipikal beragam gejalanya, tergantung kepada agen penyebab,
Penyakit Legionnaires ; Pneumonia Mikoplasma; Pneumonia Virus; Pneumonia
Pneumosistis
Carinii
(PPC);
Pneumonia
Fungi;
Pneumonia
Klamidia;
Tuberkulosis
2.1.3 Gejala dan Tanda Pneumonia
a. Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas
atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian
penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit
kepala (Misnadiarly, 2008).
b. Tanda
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita
antara lain : Batuk nonproduktif ; Ingus (nasal discharge) ; Suara napas lemah ;
Penggunaan otot bantu napas ; Demam ; Cyanosis (kebiru-biruan) ; Thorax photo
menujukkan infiltrasi melebar ; Sakit kepala; Kekakuan dan nyeri otot; Sesak napas;
Menggigil; Berkeringat ; Lelah ;Terkadang kulit menjadi lembab ; Mual dan muntah
2.1.4 Faktor Faktor Resiko Pneumonia
Menurut Misnadiarly (2008), Faktor-faktor risiko pneumonia pada balita
adalah :
16
17
18
IV. Segera berobat jika mendapati anak kita mengalami panas, batuk, pilek.
Terlebih jika disertai suara serak, sesak napas, dan adanya tarikan pada otot di
antara rusuk (retraksi)
V. Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakkan perbaikan dan
segera ke Rumah Sakit jika kondisi anak memburuk
VI. Imunisasi Hib untuk memberikan kekebalan terhadap Haemphilus influenza,
vaksin Pneumokokal Heptavalen (mencegah IPD=Invasive pneumococcal
disease) dan vaksinanasi influenza pada anak resiko tinggi, terutama usia 6-23
bulan (Misnadiarly, 2008).
2.2 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
Puskesmas adalah salah satu unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kota/Kab
(UPTD) yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu
wilayah kerjanya. Sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota,
puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas
kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung
tombak pembangunan kesehatan di Indonesia (Menkes RI, 2004).
Puskesmas merupakan suatu kesatuan yang bersifat fungsionil dan langsung
berada dalam pengawasan administrasi maupun teknis dari dinas kesehatan
kota/kabupaten. Pembentukan puskesmas termasuk dalam program kesehatan
nasional, dengan maksud memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
19
2.2.1.1 Upaya
1. Upaya Kesehatan Wajib
Upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global
serta yang mempunyai daya ungkit tiggi untuk peningkatan derajat kesehatan
masyarakat. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
a. Upaya Promosi Kesehatan
b. Upaya Kesehatan Lingkungan
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
f. Upaya Pengobatan
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang
disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih
dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni:
a. Upaya Kesehatan Sekolah
b. Upaya Kesehatan Olahraga
c. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
20
21
yang harus dilakukan oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara
lain:
a. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak : Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita
b. Upaya Pengobatan : Posyandu, Pos Obat Desa (POD)
c. Upaya Perbaikan Gizi : Posyandu, Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi)
d. Upaya Kesehatan Sekolah : Dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali
murid, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)
e. Upaya Kesehatan Lingkungan: Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa
Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)
f. Upaya Kesehatan Usia Lanjut : Posyandu Usila, Panti werda
g. Upaya Kesehatan Kerja : Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)
h. Upaya Kesehatan Jiwa: Posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Mayarakat
(TPKJM)
i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional : Taman Obat Keluarga (TOGA),
Pembinaan Pengobatan Tradisional (Batra)
j. Upaya Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (inovatif) : dana sehat, Tabungan Ibu
Bersalin (Tabulin), Mobilisasi dana keagamaan.
22
3. Azas Keterpaduan
a. Keterpaduan Lintas Program
Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan
berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab puskesmas. Contoh
keterpaduan lintas program :
1) Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) : keterpadua KIA dengan P2M, Gizi,
Promosi Kesehatan, pengobatan
2) Upaya Kesehatan Sekolah (UKS) : keterpaduan kesehatan lingkungan dengan
Promosi Kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan
eksehatan jiwa
3) Puskesmas Keliling : Keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi
kesehatan, kesehatan gigi
4) Posyandu : Keterpaduan KIA dengan KB, Gizi, P2M, Kesehatan Jiwa, Promosi
Kesehatan
b. Keterpaduan Lintas Sektor
Upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan
dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk
organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas sektor:
1) Upaya Kesehatan Sekolah : Keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, pendidikan, agama
2) Upaya Promosi Kesehatan : Keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, agama, dan pertanian
23
3) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK, dan PLKB
4. Azas Rujukan
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus
penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik
secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana
pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal antar strata sarana pelayanan
kesehatan yang sama. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan
oleh puskesmas, ada dua macam rujukan yang dikenal, yakni :
a. Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam:
1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (misal
operasi) dan lain-lain
2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang
lebih lengkap
3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten
untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau menyelenggarakan
pelayanan medik spesialis di puskesmas
b. Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat
Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam :
1) Rujukan sarana dan logistik
2) Rujukan tenaga
24
25
diantaranya belum adanya tenaga kesehatan yang sudah terlatih MTBS dan sarana
prasarana untuk pelaksanaan kegiatan (Depkes, 2008).
2.3.2 Sasaran
Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok
sasaran, yaitu :
a. kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan (usia < 2 bulan)
b. kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun.
2.3.3 Tujuan
Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit
rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas.
2.3.4 Manfaat MTBS
MTBS telah digunakan oleh lebih dari 100 negara dan terbukti dapat :
a. Menurunkan angka kematian balita
b. Memperbaiki status gizi
c. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan
d. Memperbaiki kinerja tenaga kesehatan
e. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah
Selain itu, kegiatan MTBS memiliki tiga komponen yang khas yang
menguntungkan, yaitu :
26
1) Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tata laksana kasus balita sakit
(selain dokter, tenaga kesehatan non dokter dapat pula memeriksa dan menangani
pasien apabila sudah dilatih)
2) Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program
kesehatan dalam satu kali pemeriksaan MTBS)
3) Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan
upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan
masyarakat dalam pelayanan kesehatan).
2.3.5 Materi MTBS
Materi MTBS terdiri atas langkah :
1. Penilaian
Bagan penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk mencari
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penyakit yang dilakukan penilaian oleh
MTBS adalah :
a. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernafas
b. Penilaian dan klasifikasi diare
c. Penilaian dan klasifikasi demam (demam untuk malaria, demam untuk DBD,
demam untuk campak)
d. Penilaian dan klasifikasi masalah telinga
e. Memeriksa status gizi
f. Memeriksa anemia
g. Memeriksa status anemia
27
28
29
30
2) Komponen II
Ensuring that health facility supports reqired to provide effective IMCI care
are in place yaitu memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada
balita lebih efektif
3) Komponen III
Household and community component, yaitu meningkatkan praktek /peran
keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan
kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang
dikenal sebagai Manajemen terpadu balita sakit berbasis masyarakat) (Prasetyawati,
2012).
2.4 Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas
2.4.1 Persiapan MTBS di Puskesmas
Puskesmas yang akan menerapkan MTBS dalam pelayanan kepada balita
sakit perlu melakukan :
2.4.1.1 Diseminasi Informasi MTBS kepada seluruh tenaga Puskesmas
Kegiatan diseminasi informasi MTBS kepada seluruh tenaga Puskesmas
dilaksanakan dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh tenaga yang meliputi
perawat, bidan, tenaga gizi, tenaga imunisasi, tenaga obat, pengelola SP3, pengelola
program P2M, tenaga loket dan lain-lain. Diseminasi informasi dilaksanakan oleh
tenaga yang telah dilatih MTBS, bila perlu dihadiri oleh supervisor dari Dinas
Kesehatan Kota/Kabupaten. Informasi yang harus disampaikan: Konsep umum
31
MTBS, Peran dan tanggung jawab tenaga Puskesmas dalam menerapkan MTBS
(Depkes, 2008).
Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan rencana penerapan MTBS di
Puskesmas yang meliputi persiapan logistik, penyusaian alur pelayanan, penerapan
MTBS di Puskesmas dan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan MTBS (Depkes,
2008).
2.4.1.2 Rencana persiapan logistik
Persiapan sebelum menerapkan MTBS adalah :
1) Persiapan Obat dan Alat
a. Obat
Obat obat yang digunakan dalam MTBS adalah obat yang sudah lazim ada,
kecuali beberapa obat yang belum tersedia di Puskesmas. Obat yang digunakan
termasuk dalam Daftar Obat Eesensial (DOEN) dan Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di Puskesmas.
Obat-obat
Kotrimoksazol
tablet
dewasa,
32
tablet zinc, aqua bides untuk pelarut, oralit 200 cc, cairan infus Na Cl 0,9%, cairan
infus ringer laktat, cairan infus detrose 5%, alkohol, povidone iodine (Depkes RI,
2008).
b. Peralatan
Peralatan yang dipergunakan dalam penerapan MTBS adalah :
i.
ii.
iii.
Gelas, sendok, dan teko tempat air matang dan bersih (digunakan di pojok
oralit)
iv.
v.
vi.
Timbangan bayi
vii.
Termometer
viii.
Kasa/ kapas
ix.
x.
xi.
xii.
xiii.
33
a. Hitung jumlah kunjungan balita sakit per hari dan hitung kunjungan per bulan.
Jumlah keseluruhan kunjungan balita sakit merupakan perkiraan kebutuhan
formulir MTBS selama satu bulan. Formulir ini adalah untuk anak umur 2 bulan
sampai 5 tahun, sedangkan kebutuhan formulir pencatatan untuk bayi muda,
didasarkan pada perkiraan jumlah bayi baru lahir di wilayah kerja puskesmas,
karena sasaran ini akan dikunjungi oleh bidan desa melalui kunjungan neonatal.
b. Untuk pencetakan jumlah KNI sesuai jumlah kunjungan baru balita sakit dalam
sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir dalam sebulan.
c. Selama tahap awal penerapan MTBS, cetak formulir pencatatan dan KNI untuk
memenuhi kebutuhan 3 bulan pertama
3) Penyesuaian alur pelayanan
Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu
pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit,
perlu dilakukan penyesuaian alur pelayanan untuk memperlancar pelayanan.
Penyesuaian alur pelayanan balita sakit harus disepakati oleh seluruh tenaga
kesehatan yang ada di puskesmas, pembahasan dilakukan pada saat diseminasi
informasi. Penyesuaian alur pelayanan MTBS disusun menggunakan model ban
berjalan yaitu balita sakit menjalani langkah-langkah pelayanan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan yang berbeda. Adapun alur pelayanan yang diterima oleh balita
sakit :
a. Pendaftaran
b. Pemeriksaan dan konseling
34
Petugas 1. di loket :
mengisi formulir
MTBS (Identitas dan
status kunjungan)
Pendaftaran
+
Memberi formulir MTBS + Family Folder
Petugas 2. di ruang
periksa melakukan
seluruh langkah sejak
Pengukuran suhu
badan
Penimbangan berat
badan hingga
konseling
Petugas 3. di Apotik
Pemberian Obat
Rujuk
Pulang
Gambar 2.1 Alur Pelayanan penatalaksanaan penyakit dengan MTBS yang
diberikan oleh 3 orang tenaga kesehatan
2.4.2 Penerapan MTBS di Puskesmas
Seluruh balita sakit yang datang ke puskesmas diharapkan ditangani dengan
pendekatan MTBS, bila jumlah kunjungannya tidak banyak (kurang dari 10 kasus per
hari). Akan tetapi bila perbandingan jumlah tenaga kesehatan yang telah dilatih
35
MTBS dan jumlah kunjungan balita sakit per hari cukup besar maka penerapan
MTBS di puskesmas dilakukan secara bertahap, hal ini tergantung kepada apakah
tenaga tersebut juga dibebani untuk menangani pasien yang bukan balita, kegiatan ke
posyandu, dan lain-lain (Depkes RI, 2008).
Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan adalah sebagai berikut:
a. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 orang per hari pelayanan
MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita.
b. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 11-20 orang per hari,
memberikan pelayanan kepada 50% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan
setelah 3 bulan pertama diharapkan telah seluruh balita sakit mendapat pelayanan
MTBS.
c. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang per hari, memberikan
pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah
6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS
(Depkes, 2008).
2.4.3 Pencatatan dan Pelaporan Hasil Pelayanan
Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang menerapkan MTBS sama
dengan puskesmas yang lain yaitu menggunakan Sistem Pencatatan dan Pelaporan
Puskesmas (SP3). Dengan demikian semua pencatatan dan pelaporan yang digunakan
tidak perlu mengalami perubahan. Perubahan yang perlu dilakukan adalah konvensi
klasifikasi MTBS ke dalam kode diagnosis dalam SP3 sebelum masuk ke dalam
sistem pelaporan.
36
37
atau bagi anak dengan keracunan, kecelakaan atau luka bakar. Tentukan apakah
kunjungan merupakan kunjungan pertama atau kunjungan ulang
ii.
umum memiliki masalah kesehatan serius dan sebagian besar perlu segera dirujuk.
Tanda bahaya umum adalah:
a. Tidak bisa minum atau menyusui
b. Memuntahkan semuanya
c. Kejang
d. Letargis atau tidak sadar
iii.
infeksi saluran pernapasan berat lainnya. Anak yang menderita pneumonia, paru
mereka menjadi kaku, sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat, agar tidak
terjadi hipoksia (kekurangan oksigen). Apabila pneumonia bertambah parah, paru
akan bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada ke dalam.
38
39
iv.
v.
Memeriksa anemia
vi.
vii.
40
ii.
iii.
Menulis surat rujukan untuk dibawa ke rumah sakit. Memberi tahu ibu untuk
memberikannya kepada tenaga kesehatan di rumah sakit (Depkes, 2008).
2.5.2.4 Menentukan tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan
rujukan
Anak yang tidak memerlukan rujukan dapat ditangani di puskesmas atau
klinik. Klasifikasi untuk pneumonia yang dapat ditangani di puskesmas atau klinik
yaitu, pneumonia dan batuk bukan pneumonia.
Tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan rujukan segera
meliputi :
i.
Memilih obat oral yang sesuai dan menentukan dosis serta jadwal pemberian
ii.
Memberi cairan tambahan dan tablet zinc untuk diare dan melanjutkan
pemberian makan
iii.
iv.
v.
41
42
43
Process :
Output :
Penatalaksanaan
Balita Pneumonia
Pneumonia
ditangani dengan
dengan MTBS
MTBS
44