Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat
berlangsung pada daerah yang mengalami konsilidasi, begitupun dengan aliran darah
di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal (Somantri, 2009).
Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas
cepat. Penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada
orang dewasa, dan pada orang usia lanjut (Misnadiarly, 2008).
2.1.1 Penyebab Pneumonia
1) Pneumonia Karena Infeksi Bakteri
Bakteri yang pada umumnya muncul antara lain :
a. Pneumonia karena infeksi Streptococus pneumoniae
Streptococus adalah penyebab pneumonia bakteri yang paling sering, terutama
pada anak kecil. Streptococus penumoniae sudah ada di kerongkongan manusia yang
sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, malnutrisi, bakteri akan
segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan (Misnadiarly, 2008).
Penyakit ini ditandai dengan gejala akut berupa demam, nyeri dada dan
pernapasan cepat yang sering disertai suara mendengkur. Pada pemeriksaan fisik akan

11
Universitas Sumatera Utara

12

ditemukan konsolidasi segmen atau lobus dan dikonfirmasi dengan rontgen (Hull dan
Johnston, 2008).
Stadium dari pneumonia karena Pneumococcus adalah sebagai berikut :
i.

Kongesti (4-12 jam pertama) : eksudat serosa masuk ke dalam alveolus dari
pembuluh darah yang bocor.

ii.

Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan tampak
bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveolus.

iii. Hepatisasi kelabu (3-8 hari): paru-paru tampak abu-abu karena leukosit dan
fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.
iv. Resolusi (7-11 hari): eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali kepada struktur semula (Somantri, 2009).
b.

Pneumonia karena infeksi Haemophilus Influenza tipe B


Di seluruh dunia dilaporkan bahwa infeksi ini merupakan penyebab kedua

tersering pada pneumonia bakteri. Rontgen toraks biasanya memperlihatkan pola


bronkopneumonia yang menyebar dan tidak memperlihatkan bayangan pada lobus.
Umumnya berespon terhadap pengobatan amoksilin oral (Hull dan Johnston, 2008).
c. Pneumonia karena Infeksi Stafilokokus aureus
Stafilokokus aureus merupakan infeksi sekunder yang sering menyerang
pasien rawat inap yang lemah, dan cenderung menyebabkan bronkopneumoni.
Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam tinggi dan septikemia, disertai
konsolidasi segmen atau lobus yang mungkin akan mengakibatkan komplikasi
empisema atau pneumutoraks yang memerlukan drainase (Hull dan Johnston, 2008).

Universitas Sumatera Utara

13

d. Pneumonia karena infeksi Klebsiella sp


Ciri khas dari pneumonia jenis ini adalah sputum kental yang disebut Red
Currant Jelly. Kebanyakan pasien klebsiella adalah laki-laki usia pertengahan atau
tua yang menjadi peminum alkohol kronik atau yang menderita penyakit kronik
lainnya (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).
e. Pneumonia karena Infeksi Pseudomonas sp
Pneumonia jenis ini paling sering ditemukan pada pasien yang sakit berat
yang dirawat di rumah sakit, atau yang mengalami supresi sistem pertahanan tubuh
(misal, pasien dengan leukimia atau transplantasi ginjal yang mendapat obat
imunosupresif dosis tinggi. Infeksi Pseudomonas seringkali diakibatkan kontaminasi
peralatan ventilasi (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).
2) Pneumonia karena Infeksi Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat
ini makin banyak virus yang berhasil diidentifikasi. Sebagian besar pneumonia jenis
ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun apabila infeksi terjadi
bersamaan dengan influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian
(Misnadiarly, 2008).
3) Pneumonia karena Infeksi Mikoplasma
Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila
dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena diduga disebabkan oleh
virus yang belum ditemukan dan sering disebut pneumonia yang tidak tipikal
(Atypical Pneumonia). Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan

Universitas Sumatera Utara

14

tersebar luas. Angka kematian sangat rendah,bahkan juga pada yang tidak diobati
(Misnadiarly, 2008).
4) Pneumonia Jenis Lain
Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP) yang
diduga disebabkan oleh jamur. PCP dan biasanya menjadi tanda awal serangan
penyakit pada pengidap HIV/AIDS (Misnadiarly, 2008). Pneumonia Carinii
belakangan ini menjadi infeksi berat yang fatal bagi penderita AIDS akibat
kelemahan sistem kekebalan tubuh mereka. PCP merupakan infeksi oportunistik dan
dapat juga terjadi pada pejamu dengan gangguan imunitas seperti pasien yang
mendapat terapi imunisupresif untuk pengobatan kanker atau transplantasi organ
(Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).
Pneumonia lain yang lebih jarang adalah disebabkan oleh masuknya makanan,
cairan, gas, debu, maupun jamur. Ricketsia juga masuk golongan antara virus dan
bakteri yang menyebakan demam Rocky Mountai, demam Q, Tipus, dan Psittacocis
(Misnadiarly, 2008).
2.1.2 Klasifikasi Pneumonia
Menurut

Brunner

dan

Suddarth

(2002)

berdasarkan

agen

penyebab

dikategorikan sebagai:
a. Pneumonia Bakterialis
Pneumonia yang disebabkan oleh, Pneumonia Streptokokus; Pneumonia
Stafilokokus; Pneumonia Klebsiella; Pneumonia Pseudomonas; Haemophilus
Influenza

Universitas Sumatera Utara

15

b. Pneumonia Atipikal
Pneumonia atipikal beragam gejalanya, tergantung kepada agen penyebab,
Penyakit Legionnaires ; Pneumonia Mikoplasma; Pneumonia Virus; Pneumonia
Pneumosistis

Carinii

(PPC);

Pneumonia

Fungi;

Pneumonia

Klamidia;

Tuberkulosis
2.1.3 Gejala dan Tanda Pneumonia
a. Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas
atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian
penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit
kepala (Misnadiarly, 2008).
b. Tanda
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita
antara lain : Batuk nonproduktif ; Ingus (nasal discharge) ; Suara napas lemah ;
Penggunaan otot bantu napas ; Demam ; Cyanosis (kebiru-biruan) ; Thorax photo
menujukkan infiltrasi melebar ; Sakit kepala; Kekakuan dan nyeri otot; Sesak napas;
Menggigil; Berkeringat ; Lelah ;Terkadang kulit menjadi lembab ; Mual dan muntah
2.1.4 Faktor Faktor Resiko Pneumonia
Menurut Misnadiarly (2008), Faktor-faktor risiko pneumonia pada balita
adalah :

Universitas Sumatera Utara

16

a. Dikarenakan sang ibu : Menderita ISPA, pecandu alkohol, perokok, menderita


penyakit kronik menahun, tingkat pendidikannya rendah, kurang mendapatkan
pelayanan kesehatan yang memadai
b. Dikarenakan bayi yang dilahirkan:Kekurangan nutrisi, umur dibawah 2 bulan, jenis
kelamin laki-laki (lebih rentan), gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak
mendapat ASI memadai, terkena polusi udara, tinggal di lingkungan kumuh, tidak
mendapatkan imunisasi yang memadai, defisiensi vitamin A
2.1.5 Diagnosis dan Tatalaksana Pneumonia
a) Pneumonia Ringan
Diagnosis
Disamping batuk atau sukar bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Napas
cepat pada anak umur 2 bulan 11 bulan yaitu 50 kali/menit sedangkan pada
anak umur 1 tahun- 5 tahun adalah 40 kali/menit.
Tatalaksana
i. Anak di rawat jalan
ii. Pemberian antibiotik: kontrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari atau amoksilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari.
Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.
b) Pneumonia Berat
Diagnosis
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:
Kepala terangguk-angguk, Pernapasan cuping hidung, Tarikan dinding dada bagian

Universitas Sumatera Utara

17

bawah ke dalam, Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas,


konsolidasi, dll).
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
i. Napas cepat : a. Anak umur < 2 bulan : 60 kali/menit
b. Anak umur 2-11 bulan : 50 kali/menit
c. Anak umur 1-5 tahun : 40 kali/menit
d. Anak umur 5 tahun : 30 kali/menit
ii. Suara merintih (grunting) pada bayi muda
iii. Pada auskultasi terdengar crackles (ronki), suara pernapasan menurun, suara
pernapasan bronkial.
Bila keadaan yang sangat berat dapat dijumpai : tidak dapat menyusui, kejang,
letargis, atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat.
Tatalaksana
i. Anak dirawat di rumah sakit
ii. Terapi antibiotik, seperti amoksilin/ampisilin, kloramfenikol.
iii. Terapi oksigen seperti, pulse oximetry, nasal prongs (WHO et al, 2009).
2.1.6 Pencegahan Pneumonia
I. Menghindarkan bayi/balita dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat
keramaian yang berpotensi penularan
II. Menghindarkan bayi/balita dari kontak dengan penderita ISPA
III. Membiasakan pemberian ASI

Universitas Sumatera Utara

18

IV. Segera berobat jika mendapati anak kita mengalami panas, batuk, pilek.
Terlebih jika disertai suara serak, sesak napas, dan adanya tarikan pada otot di
antara rusuk (retraksi)
V. Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakkan perbaikan dan
segera ke Rumah Sakit jika kondisi anak memburuk
VI. Imunisasi Hib untuk memberikan kekebalan terhadap Haemphilus influenza,
vaksin Pneumokokal Heptavalen (mencegah IPD=Invasive pneumococcal
disease) dan vaksinanasi influenza pada anak resiko tinggi, terutama usia 6-23
bulan (Misnadiarly, 2008).
2.2 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
Puskesmas adalah salah satu unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kota/Kab
(UPTD) yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu
wilayah kerjanya. Sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota,
puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas
kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung
tombak pembangunan kesehatan di Indonesia (Menkes RI, 2004).
Puskesmas merupakan suatu kesatuan yang bersifat fungsionil dan langsung
berada dalam pengawasan administrasi maupun teknis dari dinas kesehatan
kota/kabupaten. Pembentukan puskesmas termasuk dalam program kesehatan
nasional, dengan maksud memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-

Universitas Sumatera Utara

19

tingginya. Dalam wilayah administrasi pemerintahan tempat kedudukan sebuah


puskesmas adalah di tingkat kecamatan (Entjang, 2000).
2.2.1

Upaya dan Azas Penyelenggaraan

2.2.1.1 Upaya
1. Upaya Kesehatan Wajib
Upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global
serta yang mempunyai daya ungkit tiggi untuk peningkatan derajat kesehatan
masyarakat. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
a. Upaya Promosi Kesehatan
b. Upaya Kesehatan Lingkungan
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
f. Upaya Pengobatan
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang
disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih
dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni:
a. Upaya Kesehatan Sekolah
b. Upaya Kesehatan Olahraga
c. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

20

d. Upaya Kesehatan Kerja


e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
f. Upaya Kesehatan Jiwa
g. Upaya Kesehatan Mata
h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional (Menkes RI, 2004).
2.2.1.2 Azas Penyelenggaraan
1. Azas Pertanggungjawaban Wilayah
Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Berbagai kegaiatn yang dilakukan
puskesmas adalah:
a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan sehingga
berwawasan kesehatan
b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat
di wilayah kerjanya
c. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh
masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya
d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan
terjangkau di wilayah kerjanya.
2. Azas Pemberdayaan Masyarakat
Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar
berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas. Beberapa kegiatan

Universitas Sumatera Utara

21

yang harus dilakukan oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara
lain:
a. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak : Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita
b. Upaya Pengobatan : Posyandu, Pos Obat Desa (POD)
c. Upaya Perbaikan Gizi : Posyandu, Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi)
d. Upaya Kesehatan Sekolah : Dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali
murid, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)
e. Upaya Kesehatan Lingkungan: Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa
Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)
f. Upaya Kesehatan Usia Lanjut : Posyandu Usila, Panti werda
g. Upaya Kesehatan Kerja : Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)
h. Upaya Kesehatan Jiwa: Posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Mayarakat
(TPKJM)
i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional : Taman Obat Keluarga (TOGA),
Pembinaan Pengobatan Tradisional (Batra)
j. Upaya Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (inovatif) : dana sehat, Tabungan Ibu
Bersalin (Tabulin), Mobilisasi dana keagamaan.

Universitas Sumatera Utara

22

3. Azas Keterpaduan
a. Keterpaduan Lintas Program
Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan
berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab puskesmas. Contoh
keterpaduan lintas program :
1) Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) : keterpadua KIA dengan P2M, Gizi,
Promosi Kesehatan, pengobatan
2) Upaya Kesehatan Sekolah (UKS) : keterpaduan kesehatan lingkungan dengan
Promosi Kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan
eksehatan jiwa
3) Puskesmas Keliling : Keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi
kesehatan, kesehatan gigi
4) Posyandu : Keterpaduan KIA dengan KB, Gizi, P2M, Kesehatan Jiwa, Promosi
Kesehatan
b. Keterpaduan Lintas Sektor
Upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan
dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk
organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas sektor:
1) Upaya Kesehatan Sekolah : Keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, pendidikan, agama
2) Upaya Promosi Kesehatan : Keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, agama, dan pertanian

Universitas Sumatera Utara

23

3) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK, dan PLKB
4. Azas Rujukan
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus
penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik
secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana
pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal antar strata sarana pelayanan
kesehatan yang sama. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan
oleh puskesmas, ada dua macam rujukan yang dikenal, yakni :
a. Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam:
1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (misal
operasi) dan lain-lain
2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang
lebih lengkap
3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten
untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau menyelenggarakan
pelayanan medik spesialis di puskesmas
b. Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat
Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam :
1) Rujukan sarana dan logistik
2) Rujukan tenaga

Universitas Sumatera Utara

24

3) Rujukan operasional (Menkes RI, 2004).


2.3 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau dalam bahasa inggris yaitu
Integrated Management Of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen
melalui pendekatan teintegrasi/ terpadu dalam tata laksana balita sakit yang datang di
pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status
imunisasi, maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan
(Depkes, 2008).
MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/
cara menatalaksana balita sakit. World Health Organization (WHO) telah mengakui
bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan di negara-negara berkembang
dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita
(Prasetyawati, 2012).
2.3.1 Sejarah MTBS di Indonesia
Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996.
Modul MTBS telah diadaptasi pada tahun 1997 atas kerjasama antara Kemenkes RI,
WHO, Unicef, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Sejak itu penerapan MTBS
di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date modul MTBS dilakukan secara
berkala sesuai perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak
melalui IDAI.
Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi,
namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab,

Universitas Sumatera Utara

25

diantaranya belum adanya tenaga kesehatan yang sudah terlatih MTBS dan sarana
prasarana untuk pelaksanaan kegiatan (Depkes, 2008).
2.3.2 Sasaran
Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok
sasaran, yaitu :
a. kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan (usia < 2 bulan)
b. kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun.
2.3.3 Tujuan
Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit
rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas.
2.3.4 Manfaat MTBS
MTBS telah digunakan oleh lebih dari 100 negara dan terbukti dapat :
a. Menurunkan angka kematian balita
b. Memperbaiki status gizi
c. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan
d. Memperbaiki kinerja tenaga kesehatan
e. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah
Selain itu, kegiatan MTBS memiliki tiga komponen yang khas yang
menguntungkan, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

26

1) Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tata laksana kasus balita sakit
(selain dokter, tenaga kesehatan non dokter dapat pula memeriksa dan menangani
pasien apabila sudah dilatih)
2) Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program
kesehatan dalam satu kali pemeriksaan MTBS)
3) Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan
upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan
masyarakat dalam pelayanan kesehatan).
2.3.5 Materi MTBS
Materi MTBS terdiri atas langkah :
1. Penilaian
Bagan penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk mencari
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penyakit yang dilakukan penilaian oleh
MTBS adalah :
a. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernafas
b. Penilaian dan klasifikasi diare
c. Penilaian dan klasifikasi demam (demam untuk malaria, demam untuk DBD,
demam untuk campak)
d. Penilaian dan klasifikasi masalah telinga
e. Memeriksa status gizi
f. Memeriksa anemia
g. Memeriksa status anemia

Universitas Sumatera Utara

27

h. Memeriksa pemberian vitamin A


i. Menilai masalah/ keluhan lain (Depkes RI, 2008)
2. Klasifkasi Penyakit
Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan penilaian untuk
menggolongkan tingkat keparahan penyakit. Klasifikasi bukan merupakan diagnosis
penyakit yang spesifik. Setiap Klasifikasi penyakit mempunyai nilai suatu tindakan
sesuai dengan klasifikasi tersebut dan mempunyai warna dasar, yaitu :
a. Merah : Penanganan segera atau perlu dirujuk
b. Kuning : Pengobatan spesifik di pelayanan kesehatan
c. Hijau : Perawatan di rumah
3. Identifikasi Tindakan
Dari klasifikasi baru bisa ditentukan tindakan apa yang akan dilakukan.
4. Pengobatan
Bagan pengobatan terdiri dari petunjuk cara komunikasi yang baik dan efektif
dengan ibu untuk memberikan obat dan dosis pemberian obat, baik obat yang harus
diberikan di klinik maupun obat yang harus diteruskan di rumah.
5. Konseling
Alur konseling merupakan nasehat perawatan termasuk pemberian makan dan
cairan di rumah dan nasehat kapan harus kembali segera maupun kembali untuk
tindak lanjut.
6. Perawatan di rumah dan kapan kembali (Depkes, 2008).

Universitas Sumatera Utara

28

2.3.6 Strategi Menuju MTBS


a. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi
masyarakat dan kelaurga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan
menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui
revitalisasi Posyandu
b. Meningkatkan kemampuan tenaga dalam manajemen dan melakukan tata laksana
gizi buruk untuk mendukung fungsi Posyandu yang dikelola oleh masyarakat
melalui revitalisasi Puskesmas
c. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan
melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul vitamin A, MPASI, dan makanan tambahan
d. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi, dan sosialisasi
tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat
e. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta/ dunia usaha
masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam rangka meningkatkan daya beli
keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang
f. Meningkatkan perilaku sadar gizi dengan :
1) Memantau berat badan
2) Memberi ASI ekslusif pada bayi 0 6 bulan
3) Makan beraneka ragam
4) Menggunakan garam beryodium
5) Memberikan suplementasi gizi sesuai anjuran

Universitas Sumatera Utara

29

g. Intervensi gizi dan kesehatan dalam MTBS


1) Memberikan perawatan / pengobatan di Rumah Sakit dan Puskesmas pada anak
balita gizi buruk disertai penyakit penyerta
2) Pendampingan pemberian makanan tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi anak 6
23 bulan dan PMT pemulihan pada anak 24 59 bulan kepada balita gizi
kurang baik yang memiliki penyakit penyerta ataupun tidak ada penyakit penyerta
h. Advokasi dan pendampingan MTBS
1) Menyiapkan materi/ strategi advokasi MTBS
2) Diskusi dan rapat kerja dengan DPRD secara berkala tentang pelaksanaan dan
anggaran MTBS
3) Melakukan pendampingan di semua Puskesmas di setiap Kabupaten/Kota
(Prasetyawati, 2012).
2.3.7 Komponen MTBS
Dalam rencana aksi MTBS 2009-2014 Kementrian Kesehatan RI menetapkan
ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS, yaitu :
1) Komponen I
Improving case management skills of first level workers through training and
follow up yaitu, meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tatalaksana
kasus balita sakit menggunakan pedoman MTBS yang telah diadaptasi (dokter,
perawat, bidan, tenaga kesehatan).

Universitas Sumatera Utara

30

2) Komponen II
Ensuring that health facility supports reqired to provide effective IMCI care
are in place yaitu memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada
balita lebih efektif
3) Komponen III
Household and community component, yaitu meningkatkan praktek /peran
keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan
kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang
dikenal sebagai Manajemen terpadu balita sakit berbasis masyarakat) (Prasetyawati,
2012).
2.4 Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas
2.4.1 Persiapan MTBS di Puskesmas
Puskesmas yang akan menerapkan MTBS dalam pelayanan kepada balita
sakit perlu melakukan :
2.4.1.1 Diseminasi Informasi MTBS kepada seluruh tenaga Puskesmas
Kegiatan diseminasi informasi MTBS kepada seluruh tenaga Puskesmas
dilaksanakan dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh tenaga yang meliputi
perawat, bidan, tenaga gizi, tenaga imunisasi, tenaga obat, pengelola SP3, pengelola
program P2M, tenaga loket dan lain-lain. Diseminasi informasi dilaksanakan oleh
tenaga yang telah dilatih MTBS, bila perlu dihadiri oleh supervisor dari Dinas
Kesehatan Kota/Kabupaten. Informasi yang harus disampaikan: Konsep umum

Universitas Sumatera Utara

31

MTBS, Peran dan tanggung jawab tenaga Puskesmas dalam menerapkan MTBS
(Depkes, 2008).
Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan rencana penerapan MTBS di
Puskesmas yang meliputi persiapan logistik, penyusaian alur pelayanan, penerapan
MTBS di Puskesmas dan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan MTBS (Depkes,
2008).
2.4.1.2 Rencana persiapan logistik
Persiapan sebelum menerapkan MTBS adalah :
1) Persiapan Obat dan Alat
a. Obat
Obat obat yang digunakan dalam MTBS adalah obat yang sudah lazim ada,
kecuali beberapa obat yang belum tersedia di Puskesmas. Obat yang digunakan
termasuk dalam Daftar Obat Eesensial (DOEN) dan Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di Puskesmas.
Obat-obat

yang diperlukan adalah :

Kotrimoksazol

tablet

dewasa,

kotrimoksazol tablet anak, sirup kotimoksazol, sirup amoksilin, tablet amoksilin,


kapsul tetrasiklin, tablet asam nalidiksat, tablet metronidazol, tablet primakuin, tablet
kina, tablet artesunate, tablet amodiakuin, tablet parasetamol, tablet albendazol, tablet
pirantel pamoat, tablet besi, sirup besi, suntikan ampisilin, suntikan gentamisin,
suntikan penisilin prokain, suntikan artemeter, suntikan kinin HCL, suntikan
fenobarbital, suntikan diazepam, tetrasiklin atau kloramfenikol salep mata, gentian
violet 1%, tablet nistatin, gliserin, vitamin A 200.000 IU, vitamin A 100.000 IU,

Universitas Sumatera Utara

32

tablet zinc, aqua bides untuk pelarut, oralit 200 cc, cairan infus Na Cl 0,9%, cairan
infus ringer laktat, cairan infus detrose 5%, alkohol, povidone iodine (Depkes RI,
2008).
b. Peralatan
Peralatan yang dipergunakan dalam penerapan MTBS adalah :
i.

Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik

ii.

Tensimeter dan manset anak (bila ada)

iii.

Gelas, sendok, dan teko tempat air matang dan bersih (digunakan di pojok
oralit)

iv.

Infus set dengan wing needles no 23 dan no 25

v.

Semprit dan jarum suntik: 1 ml ; 2.5 ml; 5 ml; 10 ml

vi.

Timbangan bayi

vii.

Termometer

viii.

Kasa/ kapas

ix.

Pipa lambung (nasogastire tube- NGT)

x.

Alat penumbuk obat

xi.

Alat pengisap lendir

xii.

RDT- Rapid Diagnostic Test untuk malaria

xiii.

Kalau mungkin Mikroskop untuk pemeriksaan malaria

2) Persiapan formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI)


Formulir rawat jalan MTBS merupakan logistik pencatatan yang belum ada di
puskesmas. Langkah-langkah dalam persiapan formulir MTBS dan KNI :

Universitas Sumatera Utara

33

a. Hitung jumlah kunjungan balita sakit per hari dan hitung kunjungan per bulan.
Jumlah keseluruhan kunjungan balita sakit merupakan perkiraan kebutuhan
formulir MTBS selama satu bulan. Formulir ini adalah untuk anak umur 2 bulan
sampai 5 tahun, sedangkan kebutuhan formulir pencatatan untuk bayi muda,
didasarkan pada perkiraan jumlah bayi baru lahir di wilayah kerja puskesmas,
karena sasaran ini akan dikunjungi oleh bidan desa melalui kunjungan neonatal.
b. Untuk pencetakan jumlah KNI sesuai jumlah kunjungan baru balita sakit dalam
sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir dalam sebulan.
c. Selama tahap awal penerapan MTBS, cetak formulir pencatatan dan KNI untuk
memenuhi kebutuhan 3 bulan pertama
3) Penyesuaian alur pelayanan
Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu
pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit,
perlu dilakukan penyesuaian alur pelayanan untuk memperlancar pelayanan.
Penyesuaian alur pelayanan balita sakit harus disepakati oleh seluruh tenaga
kesehatan yang ada di puskesmas, pembahasan dilakukan pada saat diseminasi
informasi. Penyesuaian alur pelayanan MTBS disusun menggunakan model ban
berjalan yaitu balita sakit menjalani langkah-langkah pelayanan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan yang berbeda. Adapun alur pelayanan yang diterima oleh balita
sakit :
a. Pendaftaran
b. Pemeriksaan dan konseling

Universitas Sumatera Utara

34

c. Pemberian tindakan yang diperlukan


d. Pemberian obat
e. Rujukan bila diperlukan (Depkes RI, 2008).
Datang

Petugas 1. di loket :
mengisi formulir
MTBS (Identitas dan
status kunjungan)

Pendaftaran
+
Memberi formulir MTBS + Family Folder

1. Pemeriksaan (Memeriksa dan membuat


klasifikasi, identifikasi pengobatan)
2. Konseling (cara pemberian obat di
rumah, kapan kembali, pemberian makan
3. Pemberian kode diagnosa dalam SP3
4. Tindakan yang diperlukan (pengobatan
pra rujukan dan imunisasi)

Petugas 2. di ruang
periksa melakukan
seluruh langkah sejak
Pengukuran suhu
badan
Penimbangan berat
badan hingga
konseling

Petugas 3. di Apotik
Pemberian Obat
Rujuk
Pulang
Gambar 2.1 Alur Pelayanan penatalaksanaan penyakit dengan MTBS yang
diberikan oleh 3 orang tenaga kesehatan
2.4.2 Penerapan MTBS di Puskesmas
Seluruh balita sakit yang datang ke puskesmas diharapkan ditangani dengan
pendekatan MTBS, bila jumlah kunjungannya tidak banyak (kurang dari 10 kasus per
hari). Akan tetapi bila perbandingan jumlah tenaga kesehatan yang telah dilatih

Universitas Sumatera Utara

35

MTBS dan jumlah kunjungan balita sakit per hari cukup besar maka penerapan
MTBS di puskesmas dilakukan secara bertahap, hal ini tergantung kepada apakah
tenaga tersebut juga dibebani untuk menangani pasien yang bukan balita, kegiatan ke
posyandu, dan lain-lain (Depkes RI, 2008).
Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan adalah sebagai berikut:
a. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 orang per hari pelayanan
MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita.
b. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 11-20 orang per hari,
memberikan pelayanan kepada 50% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan
setelah 3 bulan pertama diharapkan telah seluruh balita sakit mendapat pelayanan
MTBS.
c. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang per hari, memberikan
pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah
6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS
(Depkes, 2008).
2.4.3 Pencatatan dan Pelaporan Hasil Pelayanan
Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang menerapkan MTBS sama
dengan puskesmas yang lain yaitu menggunakan Sistem Pencatatan dan Pelaporan
Puskesmas (SP3). Dengan demikian semua pencatatan dan pelaporan yang digunakan
tidak perlu mengalami perubahan. Perubahan yang perlu dilakukan adalah konvensi
klasifikasi MTBS ke dalam kode diagnosis dalam SP3 sebelum masuk ke dalam
sistem pelaporan.

Universitas Sumatera Utara

36

2.4.3.1 Pencatatan Hasil Pelayanan


Pencatatan seluruh hasil pelayanan, yaitu kunjungan, hasil pemeriksaan
hingga penggunaan obat tidak memerlukan pencatatan khusus. Pencatatan yang telah
ada di puskesmas digunakan sebagai alat pencatatan. Alat pencatatan yang dapat
digunakan adalah :
a. Register kunjungan
b. Register rawat jalan
c. Register kohort bayi
d. Register kohort balita
e. Register imunisasi
f. Register malaria, demam berdarah dengue, diare, ISPA, gizi, dll
g. Register Obat
2.4.3.2 Pelaporan Hasil Pelayanan
Pelaporan yang digunakan adalah :
a. Laporan bulanan 1/ Laporan bulanan data kesakitan (LB1)
b. Laporan pemeriksaan dan lembar permintaan obat (LPLPO)
c. Laporan bulanan gizi, KIA, Imunisasi dan P2M (LB3)
d. Laporan Minggu diare
e. Laporan kejadian luar biasa
Diperlukan konvensi dari klasifikasi ke dalam bentuk diagnosa dan
menggunakan penomoran kode LB1 (Depkes RI, 2008).

Universitas Sumatera Utara

37

2.5 Penatalaksaan Pneumonia dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit


2.5.1 Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit
i.

Menanyakan kepada ibu mengenai masalah anaknya


Bagan MTBS tidak digunakan bagi anak sehat yang dibawa untuk imunisasi

atau bagi anak dengan keracunan, kecelakaan atau luka bakar. Tentukan apakah
kunjungan merupakan kunjungan pertama atau kunjungan ulang
ii.

Memeriksa tanda bahaya umum


Periksa tanda bahaya umum pada anak sakit. Anak dengan tanda bahaya

umum memiliki masalah kesehatan serius dan sebagian besar perlu segera dirujuk.
Tanda bahaya umum adalah:
a. Tidak bisa minum atau menyusui
b. Memuntahkan semuanya
c. Kejang
d. Letargis atau tidak sadar
iii.

Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernapas


Anak dengan batuk atau sukar bernapas mungkin menderita pneumonia atau

infeksi saluran pernapasan berat lainnya. Anak yang menderita pneumonia, paru
mereka menjadi kaku, sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat, agar tidak
terjadi hipoksia (kekurangan oksigen). Apabila pneumonia bertambah parah, paru
akan bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada ke dalam.

Universitas Sumatera Utara

38

a. Menilai batuk atau sukar bernapas


Anak yang batuk atau sukar bernapas dinilai untuk: Sudah berapa lama anak
batuk atau sukar bernapas, Napas cepat, Tarikan dinding dada ke dalam,
Stridor (Depkes, 2008).
b. Klasifikasi batuk atau sukar bernapas
Pada umumnya klasifikasi mempunyai tiga lajur :
1. Klasifikasi pada lajur merah muda berarti anak memerlukan perhatian dan
harus segera dirujuk. Ini adalah klasifikasi yang berat
2. Klasifikasi pada lajur kuning berarti anak memerlukan tindakan khusus,
misalnya pemberian antibiotik, antimalaria, cairan dengan pengawasan atau
pengobatan lainnya
3. Klasifikasi pada lajur hijau berarti anak tidak memerlukan tindakan medis
khusus, tenaga kesehatan mengajari ibu cara merawat anak di rumah.
Ada tiga kemungkinan klasifikasi bagi anak dengan batuk atau sekedar
bernapas.
Tabel 2.1 Gejala dan Klasifikasi Pneumonia Pada Anak Umur 2 Bulan-5
Tahun
Gejala
Klasifikasi
Pneumonia
berat
atau penyakit sangat
Ada tanda bahaya umum
berat
Tarikan dinding dada ke dalam
atau
Stridor
Napas cepat
Pneumonia
Tidak ada tanda-tanda pneumonia

Batuk: bukan Pneumonia

atau penyakit sangat berat

Universitas Sumatera Utara

39

iv.

Memeriksa status gizi

v.

Memeriksa anemia

vi.

Memeriksa status imunisasi anak

vii.

Memeriksa pemberian vitamin A (Depkes, 2008).

2.5.2 Menentukan Tindakan dan Memberi Pengobatan


2.5.2.1 Menentukan perlunya dilakukan rujukan segera
a) Rujukan untuk anak dengan tanda bahaya umum
Anak dengan tanda bahaya umum berarti mempunyai klasifikasi berat,
sehingga mereka memerlukan rujukan.
b) Rujukan untuk pneumonia berat atau penyakit sangat berat
Anak dengan klasifikasi Pneumonia berat atau penyakit sangat berat,
benar-benar menderita sakit yang serius dan membutuhkan rujukan segera
untuk tindakan seperti oksigen dan lain-lain. Sebelum anak dirujuk, beri dosis
pertama antibiotik yang sesuai untuk membantu mencegah pneumonia berat
menjadi lebih parah, serta membantu mengobati infeksi berat seperti sepsis
atau meningitis (radang selaput otak) (Depkes, 2008).
2.5.2.2 Menentukan tindakan/ pengobatan pra rujukan
Sebelum merujuk biasanya dilakukan tindakan/pengobatan pra rujukan.
Tindakan/pengobatan pra rujukan diperlukan untuk menyelamatkan kelangsungan
hidup anak. Sebelum melakukan tindakan /pengobatan pra rujukan tenaga meminta
persetujuan orang tua (informed consent) (Depkes, 2008).

Universitas Sumatera Utara

40

2.5.2.3 Merujuk anak


Hal yang dilakukan tenaga kesehatan sebelum merujuk anak ke rumah sakit,
yaitu:
i.

Menjelaskan tentang pentingnya rujukan dan meminta persetujuan ibu untuk


membawa anaknya ke rumah sakit.

ii.

Menghilangkan kekhawatiran ibu dan membantu untuk mengatasi setiap


masalahnya.

iii.

Menulis surat rujukan untuk dibawa ke rumah sakit. Memberi tahu ibu untuk
memberikannya kepada tenaga kesehatan di rumah sakit (Depkes, 2008).

2.5.2.4 Menentukan tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan
rujukan
Anak yang tidak memerlukan rujukan dapat ditangani di puskesmas atau
klinik. Klasifikasi untuk pneumonia yang dapat ditangani di puskesmas atau klinik
yaitu, pneumonia dan batuk bukan pneumonia.
Tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan rujukan segera
meliputi :
i.

Memilih obat oral yang sesuai dan menentukan dosis serta jadwal pemberian

ii.

Memberi cairan tambahan dan tablet zinc untuk diare dan melanjutkan
pemberian makan

iii.

Memberi tindakan dan pengobatan infeksi lokal

iv.

Memberi imunisasi sesuai kebutuhan

v.

Memberi suplemen vitamin A (Depkes, 2008).

Universitas Sumatera Utara

41

2.5.2.5 Kunjungan Ulang


Kunjungan ulang diperlukan untuk klasifikasi pneumonia yang memerlukan
untuk dilihat kembali hasilnya setelah beberapa hari makan obat. Waktu untuk
kunjungan ulang dicatat pada tempat yang disediakan di bagian akhir atau kanan
bawah formulir pencatatan. Waktu kunjungan ulang disampaikan oleh tenaga kepada
ibu balita (Depkes, 2008).
2.5.3 Konseling bagi Ibu
Adapun yang dilakukan tenaga kesehatan saat memberikan ibu balita
konseling yaitu:
a. Menggunakan Keterampilan Komunikasi yang Baik
Pengobatan di Puskesmas perlu dilanjutkan di rumah. Keberhasilan
pengobatan di rumah tergantung keterampilan komunikasi tenaga kesehatan dengan
ibu penderita yang meliputi : Menasehati ibu cara pengobatan di rumah (memberi
penjelasan, memberi contoh, memberi kesempatan praktek), mengecek pemahaman
ibu.
b. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah
Langkah-langkah dalam mengajari ibu cara memberikan obat oral di rumah
kepada balita yang menderita pneumonia seperti, menentukan jenis dan dosis obat
yang sesuai untuk umur atau berat badan anak, memberi tahu ibu alasan pemberian
obat kepada anak, memperagakan cara mengukur satu dosis, mengamati cara ibu
menyiapkan obat satu dosis, menjelaskan cara memberi obat, kemudian bungkus obat
diberi tanda, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

42

c. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah.


d. Menganjurkan pemberian ASI dan makanan.
e. Menasehati ibu tentang masalah pemberian makan pada anak.
f. Menasehati ibu kapan harus kembali ke tenaga kesehatan (Depkes, 2008).
2.5.4 Tindak Lanjut
Setiap anak dengan pneumonia harus kembali ke tenaga kesehatan setelah 2
hari untuk kunjungan ulang dengan syarat:
a. Jika frekuensi napas cepat atau nafsu makan tidak membaik, beri antibiotik pilihan
kedua untuk pneumonia. Sebelumnya tenaga memastikan bahwa ibu memberikan
antibiotik kepada balita nya 2 hari terakhir.
i. Jika anak tidak minum antibiotik atau dosis yang diberikan terlalu rendah atau
terlalu jarang, obati lagi dengan antibiotik yang sama. Satu dosis diberikan
didepan tenaga kesehatan dan memastikan ibu tahu cara memberi obat di rumah.
ii. Jika anak telah mendapat antibiotik dengan benar namun tidak membaik, tenaga
mengganti dengan antibiotik pilihan kedua untuk pneumonia. Biasanya untuk 3
hari, misalnya bila anak sudah mendapat kotrimoksazol ganti dengan amoksilin.
b. Jika anak harus melanjutkan pengobatan antibiotik hingga seluruhnya 3 hari,
pastikan ibu mengerti pentingnya menghabiskan obat tersebut walaupun keadaan
anak membaik (Depkes, 2008).

Universitas Sumatera Utara

43

2.6 Fokus Penelitian


Pada prinsipnya keberhasilan penatalaksanaan pneumonia dengan manajemen
terpadu balita sakit (MTBS) dapat diukur melalui indikator masukan (input), proses
(process), dan luaran (output). Oleh karena itu fokus penelitian dapat disusun sebagai
berikut :
Input :
1. Tenaga Kesehatan
2.Pendanaan
3.Sarana, Prasarana
dan peralatan

Process :

Output :

Penatalaksanaan

Balita Pneumonia

Pneumonia

ditangani dengan

dengan MTBS

MTBS

Gambar 2.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian sebagai


berikut:
1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam penatalaksanaan
pneumonia dengan MTBS agar dapat berjalan dengan baik, meliputi : Tenaga
Kesehatan; Pendanaan; Sarana, Prasarana dan Peralatan.
a. Tenaga adalah tenaga kesehatan yang telah mendapat pelatihan MTBS dan
menerapkan MTBS dalam penatalaksanaan balita yang menderita pneumonia.
b. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk
pelaksanaan MTBS.
c. Sarana, Prasarana dan peralatan termasuk didalamnya yaitu: obat, peralatan
untuk pemeriksaan, formulir MTBS, kartu nasehat ibu (KNI), dan ruangan

Universitas Sumatera Utara

44

khusus untuk MTBS yang mendukung terlaksananya penatalaksanaan


pneumonia dengan MTBS.
2. Proses (Process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, meliputi : Penilaian dan klasifikasi balita sakit,
menetukan tindakan dan memberi pengobatan, konseling bagi ibu, tindak lanjut.
3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu penatalaksanaan pneumonia dengan
manajemen terpadu balita sakit (MTBS), diharapkan semua balita yang menderita
pneumonia dapat ditangani dengan MTBS.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai