Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA SISTEM

MUSKULOSKELETAL AKIBAT FRAKTUR DAN DISLOKASI


MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA SISTEM
MUSKULOSKELETAL AKIBAT FRAKTUR DAN DISLOKASI

Disusun Oleh :
SURANGGA JAYA

AKADEMI KEPERAWATAN KABUPATEN SUBANG


Jl. Brigjen Katamso No 37 Telp. (0260) 412520 Subang
2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan Rahmat dan
Karunia-nya dan atas izinnyalah makalah Keperawatan Medikal Bedah III dengan judul Asuhan
Keperawatan pada Trauma Sistem Muskuloskeletal akibat Fraktur dan Dislokas ini telah selesai.
Dalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu sehingga terselesaikan dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu kami sangat berharap adanya kritikan dan saran dari semua pihak agar pembuatan makalah
selanjutnya dapat lebih baik.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penyusun sendiri.

Subang, April 2013

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................

B. Tujuan....................................................................................

BAB II

TINJAUAN TEORI

2
3

A. Teori Fraktur .........................................................................

1. Pengertian........................................................................

2. Etiologi .......................

3. Klasifikasi Fraktur ......

4. Patofisiologi .......................................

5. Manifestasi Klinis ...

6. Pemeriksaan Penunjang ..................................................

10

7. Proses Keperawatan................

10

a. Pengkajian ...................................................................

10

b. Diagnosa .

12

c. Intervensi

13

d. Implementasi ..

13

e. Evaluasi ..

17

B. Teori Dislokasi .....................................................................

18

1.

Pengertian..

18

2.

Etiologi ..........................

18

3.

Patofisiologi ..........

18

4.

Klasifikasi .................

19

5.

Manifestasi klinis ..........

19

6.

Pemeriksaan Fisik . 19

7.

Pemeriksaan Diagnostik

20

8.

Proses Keperawatan ..............

20

a. Pengkajian ..

20

b. Diagnosa

22

c. Perencanaan ..

22

d. Implementasi .

22

e. Evaluasi ..

24

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...........................................................................

25

B. Saran .....................................................................................

25

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umumnya fraktur dan dislokasi disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik dimana terdapat
tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan
dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, sehingga penyusun
membuat makalah ini selain untuk memenuhi tugas dari mata kuliah keperawatan medical bedah III
sebab lainnya adalah untuk memngetahui lebih jauh mengenai fraktur dan dislokasi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mengetahui dan mampu untuk mempraktekannya di lingkungan masyarakat bila
ada yang mengalami fraktur ataupun dislokasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian fraktur dan dislokasi
b. Mengetahui etiologi fraktur dan dislokasi
c. Mengetahui patofisiologi fraktur dan dilokasi
d. Mengetahui manifestasi fraktur dan dislokasi
e. Mengetahui proses keperawatan fraktur dan dislokasi

BAB II
TINJAUAN TEORI
I.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN FRAKTUR

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh
kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
B. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Cedera traumatic.
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh
dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik,
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah
satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.

c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi
semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat
disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan
orang yang bertugas dikemiliteran.
C. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
1. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
a. Derajat I
1) luka kurang dari 1 cm
2) kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
3) fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
4) Kontaminasi ringan.
b. Derajat II
1) Laserasi lebih dari 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas,avulse
3) Fraktur komuniti sedang.
c. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta
kontaminasi derajat tinggi.
3. Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari posisi
normal).
4. Fraktur incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
5. Jenis khusus fraktur
a. Bentuk garis patah
1) Garis patah melintang
2) Garis pata obliq
3) Garis patah spiral
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulse
b. Jumlah garis patah.

1) Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
c. Bergeser-tidak bergeser
1) Fraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
2) Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut di lokasi fragmen
(Smeltzer, 2001:2357).
D. PATOFISIOLOGI
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
1. Fase hematum
a. Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur.
b. Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
2. Fase granulasi jaringan
a. Terjadi 1 5 hari setelah injury
b. Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
c. Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast dan
osteoblast.
3. Fase formasi callus
a. Terjadi 6 10 hari setelah injury
b. Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4. Fase ossificasi
a. Mulai pada 2 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
b. Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan
tulang yang patah
5. Fase consolidasi dan remadelling.
Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast dan
osteuctas (Black, 1993 : 19 ).
E. TANDA DAN GEJALA
1. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan
keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang

2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur.
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous.
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
5. Tenderness/keempukan.
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur
di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan).
8. Pergerakan abnormal.
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah.
10. Krepitasi (Black, 1993 : 199).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen.
a. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung.
b. Mengetahui tempat dan type fraktur. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan
selama proses penyembuhan secara periodic.
2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun (perdarahan
bermakna

pada

sisi

fraktur

atau

organ

jauh

pada

trauma

multiple)

Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.


5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati
(Doenges, 1999 : 76 ).
G. PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien pada pasien fraktur , yaitu:
a. Aktivitas atau istirahat tidur
Tanda : Keterbatasan gerak atau kehilangan fungsi motorik pda bagian yang terkena (dapat segera atau
sekunder, akibat pembengkakan atau nyeri). Adanya kesulitan dalam istirahat tidur akibat dari nyeri.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan
risiko pembentukan trombus).

Tanda : Hipertensi ( kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau asientas) atau hipotensi
( hipovolemia ). Takikardia ( respon stress hipovolemia ). Penurunan atau tak teraba nadi distal ,
pengisian nkapiler lambat ( capillary refill) , kulit dan kuku pucat atau sianosis . Pembengkakkan
jaringtan atau massa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
Gejala: Hilang gerak atau sensasi , spasme otot . kebas atau kesemutan ( parestesi ).
Tanda: Deformitas local , angulasi abnormal , pemendekan , rotasi krepitasi, spasme otot, kelemahan atau
hilang fungsi . agitasi berhubungan dengan nyeri, ansietas, trauma lain.
d. Nyeri atau keamanan
Gejala: Nyeri berat tiba tiba saat cidera ( mungkin terlokalisasi pada area jaringan atau kerusakan tulang dapat
berkurang pada imobilisasi , tak ada nyeri akibat kerusakan syaraf. Spasme atau kerang otot ( setelah
imobilisasi )
e. Integritas ego
Gejala : Perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya
hidup.
Tanda : Tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
f. Makanan / cairan
Gejala: Insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk
obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
g. Pernapasan
Gejala : Infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
h. Keamanan
Gejala : Alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko
infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat
keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari
detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : Munculnya proses infeksi yang melelahkan , demam.
i.

Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala: Pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia,


bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan
juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan
kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi
penarikan diri pasca operasi).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial
berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006)
meliputi :
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera
pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi,
ansietas, dan gangguan pola tidur.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan
sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat
badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal,
terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
e. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
3. PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op frakture
Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :
a. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya
kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang
tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau
dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
1) Nyeri berkurang atau hilang
2) Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
Rasional : hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
2) Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri.

Rasional : tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri.


3) Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri.
Rasional : memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
4) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : untuk mengetahui perkembangan klien
5) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic.
Rasional : merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok
stimulasi nyeri.
b. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi
fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang
diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :
1) Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
2) Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
3) Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
1) Rencanakan periode istirahat yang cukup.
Rasional : mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk
aktivitas seperlunya secar optimal.
2) Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan
menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
3) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
4) Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
Rasional : menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
c. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak
diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
2) Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.

Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan
yang tepat.
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Rasional : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
3) Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan
plester kertas.
Rasional : tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya
infeksi.
5) Jika

pemulihan

tidak

terjadi

kolaborasi

tindakan

lanjutan,

misalnya

debridement.

Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal
lainnya.
6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka,
agar tidak terjadi infeksi.
7) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko
terjadi infeksi.
d. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang
bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
1) Penampilan yang seimbang.
2) Melakukan pergerakkan dan perpindahan.
3) Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = Mandiri penuh
1 = Memerlukan alat Bantu.
2= Memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = Membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = Ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

Rasional : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan


ataukah ketidakmauan.
3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional :

sebagai

suaatu

sumber

untuk

mengembangkan

perencanaan

dan

mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.


e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
1) Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
2) Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
2) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa
tenang dan mengurangi rasa cemas.
3) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
4) Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari
tindakan yang dilakukan.
4. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian
tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan
ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.


5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
6. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.

II.

ASUHAN KEPERAWATAN DISLOKASI

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan
secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner&Suddarth)
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan
suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000)
B. Etiologi
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi, diantaranya :
1. Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
2. Trauma akibat kecelakaan
3. Trauma akibat pembedahan ortopedi
4. Terjadi infeksi di sekitar sendi
C. Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang
mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya
traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit
yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi.
Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah,
perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi
kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.
D. Klasifikasi
1. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

2. Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
3. Dislokasi traumatic
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian
jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan)
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri
2. Perubahan kontur sendi
3. Perubahan panjang ekstremitas
4. Kehilangan mobilitas normal
5. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6. Deformitas
7. Kekakuan
F. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita dislokasi pemeriksaan fisik yang diutamakan adalah nyeri, deformitasi,
fungsiolaesa. Misalnya : bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi arteriol bahu.
1. Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami dislokasi
2. Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami dislokasi
3. Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi
4. Tampak adanya lebam pada dislokasi sendi
G. Pemeriksaan diagnostic
1. Foto X-ray
Untuk menentukan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur
2. Foto rontgen
Menentukan luasnya degenerasi dan mengesampingkan malignasi
3. Pemeriksaan radiologi
tulang lepas dari sendi
4. Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap dapat dilihat adanya tanda-tanda infeksi seperti peningkatan leukosit
H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
1) Nama
2) Jenis kelamin
3) Usia

4) Status
5) Agama
6) Alamat
7) Pekerjaan
8) Pendidikan
9) Bahasa
10) Suku bangsa
11) Dx Medis
b. Riwayat kesehatan
1) Sekarang
2) Dahulu
3) Keluarga
4) Genogram
5) Keterangan genogram
c. Status kesehatan
1) Status kesehatan saat ini
a) Keluhan Utama (saat MRS dan saat ini)
b) Alasan MRS dan perjalanan penyakit saat ini
c) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
2) Status kesehatan masa lalu
a) Penyakit yang pernah dialami
b) Pernah dirawat
c) Alergi Kebiasaan (merokok/kopi/alcohol atau lain lain yang merugikan kesehatan)
3) Riwayat penyakit keluarga
Diagnosa Medis dan Therapi
d. Pola Kebutuhan dasar (menurut Virginia Hunderson)
1) Bernafas
2) Makan dan minum
3) Eleminasi
4) Gerak dan aktifitas
5) Istirahat tidur
6) Pengaturan suhu tubuh
7) Kebersihan diri

8) Rasa nyaman
9) Rasa aman
10) Sosial
11) Pengetahuan
12) Rekreasi
13) Spiritual
14) Prestasi

e. Pemeriksaan fisik
1) Tanda tanda vital (Nadi,Temp,RR,TD)
2) Keadaan Fisik (IPPA)
a) Pemeriksaan neurologis
b) Ekstremitas (atas dan bawah )
f. Pemeriksaan penunjang
1) Foto X-ray
2) Foto rontgen
g. Data Subyektif :
1) Terjadi kekauan pada sendi
2) Adanya nyeri pada sendi
h. Data Obyektif :
1) Perubahan panjang ekstremitas
2) Sulit menggerakkan ekstremitas
3) Meringis
4) Foto rontgen menunjukkan tulang lepas dari sendi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran sendi ditandai dengan adanya trauma jaringan dan tulang.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pergesaran sendi ditandai dengan kekakuan pada sendi
3. Perencanaan dan Implementasi Keperawatan

a. Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran sendi ditandai dengan adanya trauma
jaringan dan tulang
Tujuan : Agar rasa nyeri pasien berkurang
Kriteria Hasil : setelah diberi asuhan keperawatan di harapkan :
1) Pasien tenang
2) Pasien tidak meringis
Intervensi Keperawatan :
1) Lokasi dan skala nyeri
Rasional : Untuk menentukan rencana yang tepat selanjutny
2) Observasi TTV
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan pasien
3) Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi
Rasional : Untuk mengalihkan perhatian agar pasien tidak terfokus pada nyeri
4) Kolaborasi berikan obat analgesic sesuai indikasi
Rasional : Membantu mengurangi nyeri
b. Diagnosa 2 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pergesaran sendi ditandai dengan
kekakuan pada sendi
Tujuan : Agar pasien dapat melakukan kembali mobilitas secara normal
Kriteria Hasil : setelah diberi asuhan keperawatan diharapkan :
1) Pasien dapat melakukan aktivitas kembali
2) Dapat mempertahankan gerakan sendi secara maksimal
3) Kekuatan otot pasien maksimal
4) Integritas kulit utuh
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
Rasional : Mengidentifikasi masalah utama terjadinya gangguan mobilitas fisik
2) Monitor fungsi motorik dan sensorik setiap hari.
Rasional : Menentukan kemampuan Mobilisasi
3) Lakukan latihan ROM secara pasif.
Rasional : Mencegah terjadinya kontraktur
4) Ganti posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : Penekanan terus menerus menyebabkan dekubitus
5) Observasi keadaan kulit.
Rasional : Mencegah secara dini dekubitus
6) Berikan perawatan kulit dengan cermat seperti massage dan memberikan pelembab , ganti linen atau
pakaian yang basah

Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit serta menurunkan dekubitus


7) Kolaborasi, koordinasikan aktivitas dengan ahli physiotherapy
Rasional : Kolaborasi penanganan physiotherapy
4. Evaluasi
Diagnosa 1 : Nyeri berkurang
Diagnosa 2 : Dapat melakukan mobilitas secara normal

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dislokasi adalah keluarnya bongkol sendi dari mangkok sendi. Dislokasi menimbulkan rasa nyeri
yang sangat. Dislokasi sendi umumnya tidak mengancam jiwa, tetapi memerlukan tindakan emergensi

karena apabila tidak dilakukan tindakan secepatnya akan menimbulkan gangguan pada bagian distal
sehingga mungkin terpaksa dilakukan Amputasi. Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang.
B. Saran
Bila terjadi fraktur harus memakai gips meskipun kelemahan dari pemakaian ini adalah perawatan
yang lenih sulit. Akan tetapi cara ini berguna untuk mengurangi sakit atau immobilisasi. Jadi , saat
olahraga aktivitas tubuhnya harus berhati-hati

DAFTAR PUSTAKA
Boedihartono,
Brooker,

1994, Proses
Christine.

Keperawatan

2001. Kamus

di
Saku

Rumah

Sakit.

EGC

Keperawatan. EGC

:
:

Jakarta.
Jakarta.

Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Lukman dan Nurna Ningsih, 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Salemba Medika : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai